Anda di halaman 1dari 7

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rumput Kumpai Tembaga (Hymenachne acutigluma)


Rumput kumpai tembaga (Hymenachne acutigluma) merupakan salah satu
rumput yang banyak terdapat di daerah rawa dengan produksi berlimpah dan belum
dimanfaatkan secara optimal sebagai pakan ternak.Rumput ini mengandung serat
kasar dan lignin tinggi yang dapat mengakibatkan rumput kumpai sukar untuk
dicerna. Sebelum diberikan pada ternak, rumput kumpai perlu dilakukan pengolahan
meningkatkan nilai gizinya (Fariani dan Abrar, 2008; Fariani dan Evitayani, 2008;
Rostini et al., 2014;).
Klasifikasi rumput kumpai tembaga (Hymenachne acutigluma)dalam tata
nama atau sistematika (takonomi) tumbuh-tumbuhan Sittadewi (2008) sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae
Division : Magnoliophyta
Kelas : Liliophsida
Ordo : Poales
Famili : Poaceae
Genus : Hymenachne
Spesies : Hymenachne acutigluma
Rumput kumpai tembaga (Hymenachne acutigluma) merupakan salah satu
hijauan yang dominan di lahan rawa yang dapat dijadikan pakan ternak dengan
tingkat ketersediaannya cukup melimpah, tetapi pemanfaatannya sebagai pakan masih
kurang optimal serta kandungan nutrisi rumput kumpai tembaga masih rendah.
Risanti (2008) melaporkan bahwa rumput kumpai mengandung serat kasar 27,85-
34,59%, protein kasar 14,06% dan lemak kasar 0,27%. Sedangkan menurut Rohaeni
et al.,(2005) melaporkan bahwarumput kumpai tembaga mempunyai kandungan
protein kasar sekitar 6,21-8,97% dengan kandungan serat kasar sekitar 27,85-34,59%,
maka perlu pakan tambahan untuk meningkatkan kualitas nutrisi ransum yang
berbahan dasar rumput kumpai tembaga melalui pakan kombinasi yang berkualitas.
2.2. Fermentasi
Fermentasi merupakan salah satuteknologi bahan makanan secara
biologisyang melibatkan aktivitas mikroorganismeguna memperbaiki gizi bahan
berkualitasrendah. Fermentasi dapat meningkatkankualitas bahan pakan, karena pada
prosesfermentasi terjadi perubahan kimiawisenyawa-senyawa organik
(karbohidrat,lemak, protein, serat kasar dan bahanorganik lainnya) baik dalam
keadaan aerobmaupun anaerob, melalui kerja enzim yangdihasilkan mikroba
(Sukaryanaet al., 2011).
Pratiwi et al., (2015) menyatakan bahwa prinsip pembuatan silase adalah
fermentasi oleh mikroba yang banyak menghasilkan asam laktat yang mampu
melakukan fermentasi dalam keadaan aerob sampai anaerob. Asam laktat yang
dihasilkan selama proses fermentasi akan berperan sebagai zat pengawet sehingga
dapat menghindarkan pertumbuhan mikroorganisme pembusuk. Lama fermentasi
juga berpengaruh terhadap kualitas silase karena selama proses fermentasi akan
terjadi perubahan kandungan nutrient bahan (Widodo, 2014).
Menurut (Coblentz, 2003), silase yang difermentasi dengan baik akan
menghasilkan pH yang lebih rendah. Kondisi ini dapat dimaksimalkan jika gula
difermentasi menjadi asam laktat. Silase akan tetap stabil untuk waktu yang tak
terbatas selama udara tidak dapat masuk ke dalam silo. Jika udara (oksigen) dapat
masuk, populasi yeast dan jamur akan meningkat dan menyebabkan panas dalam
silase karena proses respirasi. Akibat lain adalah kehilangan bahan kering dan
mengurangi nilai nutrisi silase. Beberapa spesies jamur pada kondisi tersebut dapat
menghasilkan mikotoksin dan substansi lain yang mengganggu kesehatan ternak.
Menurut Setiarto (2013) menyatakan bahwa bakteri Lactobacillus bulgaricusadalah
bakteri berbentuk batang, tumbuh pada suhu 15-45ºC, tidak tahan garam, merupakan
bakteri asam laktat homofermentatif yang mengubah glukosa menjadi asam laktat.
Stimulan fermentasi bekerja membantu pertumbuhan bakteri asam laktat sehingga
kondisi asam segera tercapai. Stimulan tersebut akan meningkatkan populasi bakteri
asam laktat dalam bahan pakan. Sementara itu inhibitor fermentasi digunakan untuk
menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk seperti Clostridiasehingga
pakan bisa awet, sebagai contohnya yaitu asam-asam organik seperti asam format,
propionat dan laktat.

2.3. Cairan Rumen


Memanfaatkan cairanrumen sapi asal RPH sebagai sumber enzim untuk
meningkatkan kualitas pakan ternak, kondisi optimum aktivitas enzim perlu diketahui
agar penggunaannya dapat disesuaikan dengan kondisi suhu, pH, dan pengaruhion-
ion logam yang optimum.Kondisi optimum aktivitas enzim ketika masih di dalam
rumen kemungkinan berbeda dengan kondisi optimum aktivitas enzim bila sudah
berada di luar tubuh sapi. Suhu di dalam rumen sapi dalam keadaan normal rata-rata
38,54°C dengan kisaran suhu 36,70-39,87°C (AlZahal et al., 2008), dan pH berkisar
5,2–6,7 (Khampa et al., 2006). Oleh karena itu kajian tentang karakteristik (kondisi
optimum) enzim-enzim karbohidrase pada cairan rumen sapi asal RPH tersebut
penting dilakukan.Menurut Budiansyahet., al (2011) Penambahan enzim cairan
rumen pada bahan pakan lokal diharapkan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan
pakan. Kemampuan enzim hasil ekstraksi dari cairan rumen sapi asal RPH dalam
mendegradasi pakan perlu dikaji, terutama kemampuannya dalam mendegradasi
karbohidrat agar penggunaan optimum enzim pada pakan ternak, terutama pada
pakan ternak lokal berkualitas rendah yang mengandung serat kasar tinggi dapat
diketahui.
Bahan yang dapat digunakan dalam menghasilkan biogas adalah cairan isi
rumen dan kotoran sapi karena masih mengandung bahan organik yang tinggi.
Pengolahan limbah cairan isi rumen sapi dapat dikelola dengan memfermentasikan
secara aerob dan anaerob sehingga menghasilkan biogas yang didegradasikan oleh
mikroba.Rumen sapi merupakan salah satu tempat tumbuhnya mikroba seperti
bakteri.Salah satu dari jenis bakteri yang hidup dalam rumen tersebut adalah bakteri
metanogenik, yang dapat merombak zat organik menjadi gas metanaIhsan et al.,
(2013). Bakteri metanogenik antara lain Metanobacterium, Metanosarcina dan
Metanospirillum yang berperan dalam pembentukan gas metana dapat tumbuh baik
dalam cairan rumen (Yazid dan Bastianudin, 2011).
2.4. Air Cucian Beras
Beras merupakan sumber energi dan protein, mengandung berbagai unsur
mineral dan vitamin. Air cucian beras juga mudah didapatkan karena sebagian besar
masyarakat Indonesia menggunakan beras (nasi) sebagai makanan pokok. Air Leri
merupakan air bekas cucian beras yang belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat.
Hal tersebut disebabkan karena masyarakat belum mengetahui manfaat dari air
leri.Air cucian beras belum termanfaatkan secara optimal, meski masih banyak
mengandung vitamin, mineral dan unsur lainnya.Air cucian beras mengandung unsur
N, P, K, C dan unsur lainnya.Air cucian beras masih banyak mengandung gizi seperti
vitamin B1 (tiamin) dan B12.
Air cucian beras merupakan hasil buangan utama suatu rumah tangga. Di
dalam air cucian beras banyak terkandung nutrisi yang dapat berguna sebagai sumber
energi mikroorganisme untuk membantu proses pengompos-an, air cucian beras yang
pertama kali dibuang berwarna putih susu, di sana banyak terdapat kandungan nutrisi
yang terlarut terutama karbohidrat karena nutrisi dari beras terdapat pada bagian kulit
arinya(Wandhira dan Surahma, 2013).
Air cucian beras atau sering disebut sebagai leri (bahasa Jawa) berwarna putih
susu, hal itu berarti bahwa protein dan vitamin B1 yang banyak terdapat dalam beras
juga ikut terkikis. Secara tidak langsung protein dan vitamin B1 banyak terkandung
didalam air leri atau air cucian beras. Vitamin B1 merupakan kelompok vitamin B,
yang mempunyai peranan didalam metabolisme tanaman dalam hal mengkonversikan
karbohidrat menjadi energi untuk menggerakkan aktifitas di dalam tanaman
(Wulandari et al., 2012)

2.5. Effective Microorganisme-4 (EM-4)


Menurut Ruly (2000), mikroorganisme efektif (EM-4) adalah suatu larutan
yang terdiri dari kultur campuran berbagai mikroba yang bermanfaat bagi tanaman
dan berfungsi sebagai bio-inokulan. PemberianEM-4 adalah untuk menambahkan
pasukan mikroorganisme dalam proses pengomposan. Setiap species mikroba
mempunyai fungsi dan peranan masing-masing, bersifat saling menunjang dan
bekerja secara sinergis.Menurut Fajarudin (2013) Mikroorganisme utama dalam
larutan EM-4 terdiri dari bakteri fotosintetik (bakteri fototropik), bakteri asam laktat,
ragi, Actinomycetes dan jamur fermentasi. Penambahan EM-4 pada proses fermentasi
berfungsi untuk meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme yang terdapat pada
padatan sehingga dapat bekerja secara maksimal dalam memecah sel-sel yang belum
terpecah.
EM-4 memiliki keunggulan mampu memperbaiki jasad renik di dalam saluran
pencernaan ternak sehingga kesehatan ternak akan meningkat, tidak mudah stress dan
bau kotoran akan berkurang. EM-4 juga memiliki kelemahan, yaitu apabila EM-4
tidak diinokulasi dengan benar maka dapat menghasilkan gas beracun (Pratiwi et al.,
2015)

2.6. Protein Kasar


Protein Kasar (crude protein) adalah kandungan protein dalam bahan makanan
yang dapat mengalikan kandungannitrogennya dengan faktor konversi yaitu 6,25
menggunakanmetode kjeldahl. Protein kasar tidak hanya mengandung trueprotein
saja, tetapi juga mengandung nitrogen yag bukan berasaldari protein (non protein
nitrogen). Diketahui bahwa dalam protein rata-rata mengandung nitrogen 10%
(kisaran 13-19%).Nilai gizi protein adalahkemampuan protein untuk memenuhi
kebutuhan asam aminoyang diperlukan (Putri, 2006).
NPN merupakan pakan senyawabukan protein yang mengandung nitrogen
seperti asam aminobebas, asam nukleat, amonia, urea, trimetilamina
(TMA),dimetilamina (DMA), nitrat dan lain-lain.Asam amino bebas yang
terdapatdalam jaringan hidup merupakan pakan hasil residu dari sintesisprotein yang
kemungkinan hasil degradasi dari protein. Asamamino bebas ini dapat terbentuk
senyawa-senyawa NPN lainnyayang merupakan pakan hasil dekarboksilasi dari asam
aminobebas, yang dikatalis oleh enzim-enzim tertentu (Santoso, 2007)

2.7. Lemak Kasar


Ginting (2011) menyatakan bahwa kandungan lemak kasar seiring dengan
lamanya waktu fermentasi dan tingginya dosis inokulum disebabkan karena aktivitas
mikroba semakin aktif mendegradasi senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana
sehingga memudahkan degradasi lemak dari bahan yang difermentasi. Triyanto et al.,
(2013) menyatakan bahwa faktor-faktor yang berperan dalam mempercepat
kerusakan lemak adalah kandungan minyak ataupun kontakdengan udara, cahaya,
temperatur ruangan dan kadar air bahan. Kerusakan lemak dalam pakan selama
penyimpanan adalah timbulnya ketengikan dan meningkatnya serangan jasadrenik
yang disebabkan adanya keterkaitan antara tekanan uap, kelembaban dan kadar
air.Pengemasan dan penyimpan yang baik akan mengurangi resiko
pertumbuhanmikroorganisme sehingga perubahan kadarlemak kasar dapat
diturunkan.
Bakteri ini tergolong dalam jenis bekteri lipolitik yaitu bakteri yang dapat
melakukan pemecahan lemak menjadi asam lemak atau gliserol.Contoh jenis bakteri
ini yaitu Pseudomonas, Alcaligenes, Serratia, dan Micrococcus (Fardiaz dan
Srikandi, 1992). Tumbuhnya bakteri dapat menghidrolisa pati dan selulosa dan
menyebabkan fermentasi gula sedangkan bakteri lainnya dapat menghidrolisa lemak
sehingga kadar lemak yang dihasilkan semakin rendah.

2.8. Serat Kasar


Menurut Nainggolan dan Adimunca (2005) serat kasar adalah serat tumbuhan
yang tidak larut dalam air yang terdiri dari tiga macam yaitu selulosa, hemiselulosa
dan lignin.Serat kasar merupakan bagian dari karbohidrat dan didefinisikan sebagai
fraksi yang tersisa setelah dicerna dengan larutan asam sulfat standar dan sodium
hidroksida pada kondisi terkontrol (Suparjo, 2010).
Lieet al., (2015) menyatakan bahwa penurunan serat kasar dipengaruhi oleh
dosis inokulum dan waktu fermentasi. Menurut Aang at al., (2012) bahwa
peningkatan lama waktu fermentasi menyebabkan meningkatnya kesempatan
mikroba untuk melakukan pertumbuhan dan fermentasi, sehingga semakin lama
waktu fermentasi pada waktu tertentu, maka kesempatan mikroba untuk
mendegradasi bahan yang difermentasi semakin tinggi. Fermentasi dapat
meningkatkan kualitas bahan asalnya, seperti meningkatkan kandungan protein dan
menurunkan kandungan serat kasar.
2.9. Total Digestible Nutrients(TDN)
Evaluasi pakan ruminansia umumnya didasarkan pada nilai konsumsi
Total Digestible Nutrients (TDN) tercerna dan kecernaan protein. Nilai kecernaan
TDN dan kecernaan protein dapat menggambarkan jumlah energi dan protein
yang terserap dalam tubuh dan sangat mempengaruhi produktivitas ruminansia
(Supratman, et al. 2016). Total Digestible Nutrient (TDN) adalah total energi zat
makanan pada ternak yang disetarakan dengan energi dari karbohidrat, dapat
diperoleh secara uji biologis ataupun perhitungan menggunakan data hasil analisis
proksimat. TDN digunakan untuk mengukur kandungan energi dari bahan-bahan
makanan. TDN merupakan satuan energi yang berdasarkan seluruh nutrisi pakan
yang tercerna, sehingga nilai TDN hampir sama dengan energi dapat dicerna (DE).
Parakkasi (1983) menyatakan bahwa secara umum nilai Total Digestible
Nutrient (TDN) suatu bahan makanan sebanding dengan energi dapat dicerna,
bervariasi sesuai dengan jenis bahan makanan atau ransum. Kadar TDN dari
makanan dapat dinyatakan sebagai suatu persentase dan dapat dideterminasi hanya
pada percobaan digesti. Kadar TDN bahan makanan umumnya berhubungan terbalik
terhadap kadar serat kasarnya. Kelemahan penggunaan TDN sebagai satuan energi
adalah tidak menghitung hilangnya zat-zat nutrisi yang dibakar saat metabolisme dan
energi panas yang timbul saat mengkonsumsi pakan (Anggorodi, 1994).Siregar
(1994) menyatakan bahwa banyak sedikitnya konsumsi TDN dipengaruhi oleh
kandungan nutrien pakan, karena TDN adalah energi pakan yang dapat dicerna yang
berasal dari kandungan nutrien pakan seperti PK, SK, LK, dan BETN.

Anda mungkin juga menyukai