Rumput kumpai tembaga (Hymenachne acutigluma) merupakan salah satu rumput yang banyak terdapat di daerah rawa dengan produksi berlimpah dan belum dimanfaatkan secara optimal sebagai pakan ternak.Rumput ini mengandung serat kasar dan lignin tinggi yang dapat mengakibatkan rumput kumpai sukar untuk dicerna. Sebelum diberikan pada ternak, rumput kumpai perlu dilakukan pengolahan meningkatkan nilai gizinya (Fariani dan Abrar, 2008; Fariani dan Evitayani, 2008; Rostini et al., 2014;). Klasifikasi rumput kumpai tembaga (Hymenachne acutigluma)dalam tata nama atau sistematika (takonomi) tumbuh-tumbuhan Sittadewi (2008) sebagai berikut: Kingdom : Plantae Division : Magnoliophyta Kelas : Liliophsida Ordo : Poales Famili : Poaceae Genus : Hymenachne Spesies : Hymenachne acutigluma Rumput kumpai tembaga (Hymenachne acutigluma) merupakan salah satu hijauan yang dominan di lahan rawa yang dapat dijadikan pakan ternak dengan tingkat ketersediaannya cukup melimpah, tetapi pemanfaatannya sebagai pakan masih kurang optimal serta kandungan nutrisi rumput kumpai tembaga masih rendah. Risanti (2008) melaporkan bahwa rumput kumpai mengandung serat kasar 27,85- 34,59%, protein kasar 14,06% dan lemak kasar 0,27%. Sedangkan menurut Rohaeni et al.,(2005) melaporkan bahwarumput kumpai tembaga mempunyai kandungan protein kasar sekitar 6,21-8,97% dengan kandungan serat kasar sekitar 27,85-34,59%, maka perlu pakan tambahan untuk meningkatkan kualitas nutrisi ransum yang berbahan dasar rumput kumpai tembaga melalui pakan kombinasi yang berkualitas. 2.2. Fermentasi Fermentasi merupakan salah satuteknologi bahan makanan secara biologisyang melibatkan aktivitas mikroorganismeguna memperbaiki gizi bahan berkualitasrendah. Fermentasi dapat meningkatkankualitas bahan pakan, karena pada prosesfermentasi terjadi perubahan kimiawisenyawa-senyawa organik (karbohidrat,lemak, protein, serat kasar dan bahanorganik lainnya) baik dalam keadaan aerobmaupun anaerob, melalui kerja enzim yangdihasilkan mikroba (Sukaryanaet al., 2011). Pratiwi et al., (2015) menyatakan bahwa prinsip pembuatan silase adalah fermentasi oleh mikroba yang banyak menghasilkan asam laktat yang mampu melakukan fermentasi dalam keadaan aerob sampai anaerob. Asam laktat yang dihasilkan selama proses fermentasi akan berperan sebagai zat pengawet sehingga dapat menghindarkan pertumbuhan mikroorganisme pembusuk. Lama fermentasi juga berpengaruh terhadap kualitas silase karena selama proses fermentasi akan terjadi perubahan kandungan nutrient bahan (Widodo, 2014). Menurut (Coblentz, 2003), silase yang difermentasi dengan baik akan menghasilkan pH yang lebih rendah. Kondisi ini dapat dimaksimalkan jika gula difermentasi menjadi asam laktat. Silase akan tetap stabil untuk waktu yang tak terbatas selama udara tidak dapat masuk ke dalam silo. Jika udara (oksigen) dapat masuk, populasi yeast dan jamur akan meningkat dan menyebabkan panas dalam silase karena proses respirasi. Akibat lain adalah kehilangan bahan kering dan mengurangi nilai nutrisi silase. Beberapa spesies jamur pada kondisi tersebut dapat menghasilkan mikotoksin dan substansi lain yang mengganggu kesehatan ternak. Menurut Setiarto (2013) menyatakan bahwa bakteri Lactobacillus bulgaricusadalah bakteri berbentuk batang, tumbuh pada suhu 15-45ºC, tidak tahan garam, merupakan bakteri asam laktat homofermentatif yang mengubah glukosa menjadi asam laktat. Stimulan fermentasi bekerja membantu pertumbuhan bakteri asam laktat sehingga kondisi asam segera tercapai. Stimulan tersebut akan meningkatkan populasi bakteri asam laktat dalam bahan pakan. Sementara itu inhibitor fermentasi digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk seperti Clostridiasehingga pakan bisa awet, sebagai contohnya yaitu asam-asam organik seperti asam format, propionat dan laktat.
2.3. Cairan Rumen
Memanfaatkan cairanrumen sapi asal RPH sebagai sumber enzim untuk meningkatkan kualitas pakan ternak, kondisi optimum aktivitas enzim perlu diketahui agar penggunaannya dapat disesuaikan dengan kondisi suhu, pH, dan pengaruhion- ion logam yang optimum.Kondisi optimum aktivitas enzim ketika masih di dalam rumen kemungkinan berbeda dengan kondisi optimum aktivitas enzim bila sudah berada di luar tubuh sapi. Suhu di dalam rumen sapi dalam keadaan normal rata-rata 38,54°C dengan kisaran suhu 36,70-39,87°C (AlZahal et al., 2008), dan pH berkisar 5,2–6,7 (Khampa et al., 2006). Oleh karena itu kajian tentang karakteristik (kondisi optimum) enzim-enzim karbohidrase pada cairan rumen sapi asal RPH tersebut penting dilakukan.Menurut Budiansyahet., al (2011) Penambahan enzim cairan rumen pada bahan pakan lokal diharapkan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pakan. Kemampuan enzim hasil ekstraksi dari cairan rumen sapi asal RPH dalam mendegradasi pakan perlu dikaji, terutama kemampuannya dalam mendegradasi karbohidrat agar penggunaan optimum enzim pada pakan ternak, terutama pada pakan ternak lokal berkualitas rendah yang mengandung serat kasar tinggi dapat diketahui. Bahan yang dapat digunakan dalam menghasilkan biogas adalah cairan isi rumen dan kotoran sapi karena masih mengandung bahan organik yang tinggi. Pengolahan limbah cairan isi rumen sapi dapat dikelola dengan memfermentasikan secara aerob dan anaerob sehingga menghasilkan biogas yang didegradasikan oleh mikroba.Rumen sapi merupakan salah satu tempat tumbuhnya mikroba seperti bakteri.Salah satu dari jenis bakteri yang hidup dalam rumen tersebut adalah bakteri metanogenik, yang dapat merombak zat organik menjadi gas metanaIhsan et al., (2013). Bakteri metanogenik antara lain Metanobacterium, Metanosarcina dan Metanospirillum yang berperan dalam pembentukan gas metana dapat tumbuh baik dalam cairan rumen (Yazid dan Bastianudin, 2011). 2.4. Air Cucian Beras Beras merupakan sumber energi dan protein, mengandung berbagai unsur mineral dan vitamin. Air cucian beras juga mudah didapatkan karena sebagian besar masyarakat Indonesia menggunakan beras (nasi) sebagai makanan pokok. Air Leri merupakan air bekas cucian beras yang belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Hal tersebut disebabkan karena masyarakat belum mengetahui manfaat dari air leri.Air cucian beras belum termanfaatkan secara optimal, meski masih banyak mengandung vitamin, mineral dan unsur lainnya.Air cucian beras mengandung unsur N, P, K, C dan unsur lainnya.Air cucian beras masih banyak mengandung gizi seperti vitamin B1 (tiamin) dan B12. Air cucian beras merupakan hasil buangan utama suatu rumah tangga. Di dalam air cucian beras banyak terkandung nutrisi yang dapat berguna sebagai sumber energi mikroorganisme untuk membantu proses pengompos-an, air cucian beras yang pertama kali dibuang berwarna putih susu, di sana banyak terdapat kandungan nutrisi yang terlarut terutama karbohidrat karena nutrisi dari beras terdapat pada bagian kulit arinya(Wandhira dan Surahma, 2013). Air cucian beras atau sering disebut sebagai leri (bahasa Jawa) berwarna putih susu, hal itu berarti bahwa protein dan vitamin B1 yang banyak terdapat dalam beras juga ikut terkikis. Secara tidak langsung protein dan vitamin B1 banyak terkandung didalam air leri atau air cucian beras. Vitamin B1 merupakan kelompok vitamin B, yang mempunyai peranan didalam metabolisme tanaman dalam hal mengkonversikan karbohidrat menjadi energi untuk menggerakkan aktifitas di dalam tanaman (Wulandari et al., 2012)
2.5. Effective Microorganisme-4 (EM-4)
Menurut Ruly (2000), mikroorganisme efektif (EM-4) adalah suatu larutan yang terdiri dari kultur campuran berbagai mikroba yang bermanfaat bagi tanaman dan berfungsi sebagai bio-inokulan. PemberianEM-4 adalah untuk menambahkan pasukan mikroorganisme dalam proses pengomposan. Setiap species mikroba mempunyai fungsi dan peranan masing-masing, bersifat saling menunjang dan bekerja secara sinergis.Menurut Fajarudin (2013) Mikroorganisme utama dalam larutan EM-4 terdiri dari bakteri fotosintetik (bakteri fototropik), bakteri asam laktat, ragi, Actinomycetes dan jamur fermentasi. Penambahan EM-4 pada proses fermentasi berfungsi untuk meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme yang terdapat pada padatan sehingga dapat bekerja secara maksimal dalam memecah sel-sel yang belum terpecah. EM-4 memiliki keunggulan mampu memperbaiki jasad renik di dalam saluran pencernaan ternak sehingga kesehatan ternak akan meningkat, tidak mudah stress dan bau kotoran akan berkurang. EM-4 juga memiliki kelemahan, yaitu apabila EM-4 tidak diinokulasi dengan benar maka dapat menghasilkan gas beracun (Pratiwi et al., 2015)
2.6. Protein Kasar
Protein Kasar (crude protein) adalah kandungan protein dalam bahan makanan yang dapat mengalikan kandungannitrogennya dengan faktor konversi yaitu 6,25 menggunakanmetode kjeldahl. Protein kasar tidak hanya mengandung trueprotein saja, tetapi juga mengandung nitrogen yag bukan berasaldari protein (non protein nitrogen). Diketahui bahwa dalam protein rata-rata mengandung nitrogen 10% (kisaran 13-19%).Nilai gizi protein adalahkemampuan protein untuk memenuhi kebutuhan asam aminoyang diperlukan (Putri, 2006). NPN merupakan pakan senyawabukan protein yang mengandung nitrogen seperti asam aminobebas, asam nukleat, amonia, urea, trimetilamina (TMA),dimetilamina (DMA), nitrat dan lain-lain.Asam amino bebas yang terdapatdalam jaringan hidup merupakan pakan hasil residu dari sintesisprotein yang kemungkinan hasil degradasi dari protein. Asamamino bebas ini dapat terbentuk senyawa-senyawa NPN lainnyayang merupakan pakan hasil dekarboksilasi dari asam aminobebas, yang dikatalis oleh enzim-enzim tertentu (Santoso, 2007)
2.7. Lemak Kasar
Ginting (2011) menyatakan bahwa kandungan lemak kasar seiring dengan lamanya waktu fermentasi dan tingginya dosis inokulum disebabkan karena aktivitas mikroba semakin aktif mendegradasi senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana sehingga memudahkan degradasi lemak dari bahan yang difermentasi. Triyanto et al., (2013) menyatakan bahwa faktor-faktor yang berperan dalam mempercepat kerusakan lemak adalah kandungan minyak ataupun kontakdengan udara, cahaya, temperatur ruangan dan kadar air bahan. Kerusakan lemak dalam pakan selama penyimpanan adalah timbulnya ketengikan dan meningkatnya serangan jasadrenik yang disebabkan adanya keterkaitan antara tekanan uap, kelembaban dan kadar air.Pengemasan dan penyimpan yang baik akan mengurangi resiko pertumbuhanmikroorganisme sehingga perubahan kadarlemak kasar dapat diturunkan. Bakteri ini tergolong dalam jenis bekteri lipolitik yaitu bakteri yang dapat melakukan pemecahan lemak menjadi asam lemak atau gliserol.Contoh jenis bakteri ini yaitu Pseudomonas, Alcaligenes, Serratia, dan Micrococcus (Fardiaz dan Srikandi, 1992). Tumbuhnya bakteri dapat menghidrolisa pati dan selulosa dan menyebabkan fermentasi gula sedangkan bakteri lainnya dapat menghidrolisa lemak sehingga kadar lemak yang dihasilkan semakin rendah.
2.8. Serat Kasar
Menurut Nainggolan dan Adimunca (2005) serat kasar adalah serat tumbuhan yang tidak larut dalam air yang terdiri dari tiga macam yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin.Serat kasar merupakan bagian dari karbohidrat dan didefinisikan sebagai fraksi yang tersisa setelah dicerna dengan larutan asam sulfat standar dan sodium hidroksida pada kondisi terkontrol (Suparjo, 2010). Lieet al., (2015) menyatakan bahwa penurunan serat kasar dipengaruhi oleh dosis inokulum dan waktu fermentasi. Menurut Aang at al., (2012) bahwa peningkatan lama waktu fermentasi menyebabkan meningkatnya kesempatan mikroba untuk melakukan pertumbuhan dan fermentasi, sehingga semakin lama waktu fermentasi pada waktu tertentu, maka kesempatan mikroba untuk mendegradasi bahan yang difermentasi semakin tinggi. Fermentasi dapat meningkatkan kualitas bahan asalnya, seperti meningkatkan kandungan protein dan menurunkan kandungan serat kasar. 2.9. Total Digestible Nutrients(TDN) Evaluasi pakan ruminansia umumnya didasarkan pada nilai konsumsi Total Digestible Nutrients (TDN) tercerna dan kecernaan protein. Nilai kecernaan TDN dan kecernaan protein dapat menggambarkan jumlah energi dan protein yang terserap dalam tubuh dan sangat mempengaruhi produktivitas ruminansia (Supratman, et al. 2016). Total Digestible Nutrient (TDN) adalah total energi zat makanan pada ternak yang disetarakan dengan energi dari karbohidrat, dapat diperoleh secara uji biologis ataupun perhitungan menggunakan data hasil analisis proksimat. TDN digunakan untuk mengukur kandungan energi dari bahan-bahan makanan. TDN merupakan satuan energi yang berdasarkan seluruh nutrisi pakan yang tercerna, sehingga nilai TDN hampir sama dengan energi dapat dicerna (DE). Parakkasi (1983) menyatakan bahwa secara umum nilai Total Digestible Nutrient (TDN) suatu bahan makanan sebanding dengan energi dapat dicerna, bervariasi sesuai dengan jenis bahan makanan atau ransum. Kadar TDN dari makanan dapat dinyatakan sebagai suatu persentase dan dapat dideterminasi hanya pada percobaan digesti. Kadar TDN bahan makanan umumnya berhubungan terbalik terhadap kadar serat kasarnya. Kelemahan penggunaan TDN sebagai satuan energi adalah tidak menghitung hilangnya zat-zat nutrisi yang dibakar saat metabolisme dan energi panas yang timbul saat mengkonsumsi pakan (Anggorodi, 1994).Siregar (1994) menyatakan bahwa banyak sedikitnya konsumsi TDN dipengaruhi oleh kandungan nutrien pakan, karena TDN adalah energi pakan yang dapat dicerna yang berasal dari kandungan nutrien pakan seperti PK, SK, LK, dan BETN.