Anda di halaman 1dari 88

IDENTIFIKASI KARAKTERKUALITATIF ITIK SIKUMBANG JONTI DI

KECAMATAN PAYAKUMBUH TIMUR KOTA PAYAKUMBUH

SKRIPSI

Oleh :

RIZKI ROUDHA
1210611004

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2016
IDENTIFIKASI KARAKTER KUALITATIF ITIK SIKUMBANG JONTI DI
KECAMATAN PAYAKUMBUH TIMUR KOTA PAYAKUMBUH

SKRIPSI

Oleh :

RIZKI ROUDHA
1210611004

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas
Peternakan Universitas Andalas

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2016
IDENTIFIKASI KARAKTER KUALITATIF ITIK SIKUMBANG JONTI DI
KECAMATAN PAYAKUMBUH TIMUR KOTA PAYAKUMBUH

Rizki Roudha, dibawah bimbingan

Dr. Ir. Firda Arlina, M.Si dan Prof.Dr.Ir. Hj. Husmaini, MS

Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan

Universitas Andalas Padang 2016

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakter kualitatif itik


Sikumbang Jonti di Kecamatan Payakumbuh Timur Kota Payakumbuh. Materi
Penelitian menggunakan itik Sikumbang Jonti yang sudah dewasa kelamin
sebanyak 156 ekor itik betina dan 50 ekor itik jantan. Metode penelitian dilakukan
dengan metode survey, pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive
sampling yaitu peternak yang ada memelihara itik Sikumbang Jonti di Kelurahan
Payobasung dan Kelurahan Koto Baru Kecamatan Payakumbuh Timur Kota
Payakumbuh. Analisis data yang dilakukan adalah analisis statistik deskriptif dan
menghitung persentasenya. Hasil penelitian memperlihatkan warna yang
mendominanasi itik Sikumbang Jonti jantan pada bagian kepala adalah warna
hitam sebanyak 54%, warna bulu leher putih polos 40%, warna bulu dada putih
polos 64%, warna bulu punggung putih polos 40%, warna bulu sayap primer hijau
64%, warna bulu ekor hitam 62%, dan warna bulu paha warna putih polos 100%.
Warna shank dan paruh hitam berulas putih (W+W+id+id+EE) sebanyak 81%.
Sedangkan itik Sikumbang Jonti betina pada bagian kepala didominasi oleh warna
putih 78,85%, warna bulu leher putih polos 78,85%, warna bulu dada dan
punggung putih polos 66.02%, warna bulu sayap primer hijau 94.87%, warna bulu
ekor putih kecokelatan 55.13%, dan warna bulu paha putih polos 100%. Warna
shank dan paruh pada itik betina hitam berulas putih (W+W+ id+id+EE) sebanyak
87.18%. Karakter warna bulu itik Sikumbang Jonti didominasi oleh putih
sebanyak 82,04%, pola warna itik Sikumbang Jonti termasuk pada pola runner
100%. Pada kriteria pola mallard itik Sikumbang Jonti juga termasuk pada tipe
restricted (MR) sebanyak 28.64%, mallard (M+) 61.65% dan dusky (md) 9.71%.
Kerlip bulu yang mendominasi itik ini adalah keperakan sebanyak 82,04%.

Kata kunci : Identifikasi, Karakter Kualitatif, Itik Sikumbang Jonti, dan Genotip
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang

berjudul “Identifikasi Karakter Kualitatif Itik Sikumbang Jonti di Kecamatan

Payakumbuh Timur Kota Payakumbuh”. Penulisan skripsi ini merupakan

salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada program studi Peternakan

Universitas Andalas.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan

yang setulusnya kepada Ibu Dr. Ir. Firda Arlina, M.Si selaku pembimbing I dan

ibu Prof. Dr. Ir. Hj.Husmaini MP selaku pembimbing II yang telah memberikan

masukan dan saran dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Ucapan terima

kasih juga penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Sarbaini, M.Sc, Bapak Dr.

rusfidra, S.Pt, MP, dan Ibu Dr. Ir. Sabrina, MP selaku penguji yang telah

memberikan kritikan dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini, serta kepada

Bapak Dekan Fakultas Peternakan, Bapak dan Ibu Dosen, Kepala Bagian

Produksi, serta semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda Idris Lubis S.Pd dan

Ibunda Linda Mora Nst tercinta serta keluarga besar yang telah mencurahkan

perhatian dan kasih sayangnya kepada penulis selama melaksanakan studi di

Fakultas Peternakan Universitas Andalas.

Akhirnya, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna

oleh karena itu dengan segala keterbatasan dan kekurangan yang ada, penulis

mengharapkan masukan berupa kritik dan saran dari semua pihak lain untuk
kemajuan ilmu pengetahuan khususnya mengenai ilmu bidang peternakan.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat pada masa yang akan datang, seiring dengan

kemajuan ilmu pemuliaan ternak.

Padang, Mei 2016

Rizki Roudha
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .......................................................................... i

DAFTAR ISI.......................................................................................... iv

DAFTAR TABEL ................................................................................. v

DAFTAR GAMBAR ............................................................................ vi

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ vii

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah .............................................................. 4

1.3 Tujuan ................................................................................... 4

1.4 Manfaat Penelitian ................................................................ 4

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Asal – Usul Itik di Indonesia................................................. 5

2.2 Ciri – Ciri Itik Lokal ............................................................. 6

2.3 Sistem Pemeliharaan Itik ...................................................... 8

2.4 Karakteristik Sifat Kualitatif Itik.......................................... 10

2.4.1 Variasi Warna Bulu Itik ........................................... 11

2.4.2 Warna Kerabang Telur Itik ..................................... 15

2.4.3 Warna Kulit Kaki (Shank) Itik ................................. 16

2.4.4 Warna Paruh Itik ...................................................... 16

2.4.5 Warna Kulit Itik ....................................................... 18

III. MATERI DAN METODA PENELITIAN


3.1 Materi Penelitian .................................................................. 19
3.2 Metode Penelitian ................................................................ 19

3.3 Parameter Penelitian ............................................................ 19

3.4 Langkah Kerja ..................................................................... 24

3.5 Analisis Data ........................................................................ 24

3.6 Tempat dan Waktu Penelitian .............................................. 25

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Kondisi Umum Wilayah Penelitian ..................................... 26

4.2 Sistem Pemeliharaan Itik Sikumbang Jonti........................... 26

4.3 Warna Bagian-bagian Bulu Tubuh Itik Sikumbang Jonti .... 29

4.4 Warna Kerabang Telur Itik Sikumbang Jonti ...................... 34

4.5 Karakter Eksternal Warna Bulu, Pola Bulu dan Kerlip Itik
Sikumbang Jonti ................................................................... 35

4.6 Karakter Warna Kulit Kaki (Shank) dan Paruh Itik


Sikumbang Jonti .................................................................. 38

4.7 Warna Kulit Badan Itik Sikumbang Jonti ............................ 42

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ........................................................................... 43

5.2 Saran ..................................................................................... 43

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 44

LAMPIRAN .......................................................................................... 45

RIWAYAT HIDUP .............................................................................. 72


DAFTAR TABEL

Tabel Teks Halaman

1. Penampilan warna bulu Seri Mallard pada itik (Lancaster,


1990)................................................................................................ 15

2. Penampakan warna pada shank dan paruh itik (Smyth, 1990)........ 17

3. Persentase karakter kualitatif warna bagian-bagian bulu tubuh itik


Sikumbang Jonti jantan di Kecamatan Payakumbuh Timur Kota
Payakumbuh.................................................................................... 29

4. Persentase karakter kualitatif warna bagian-bagian bulu tubuh itik


Sikumbang Jonti betina di Kecamatan Payakumbuh Timur Kota
Payakumbuh.................................................................................... 31

5. Persentase karakter gen warna bulu, pola warna dan kerlip bulu
itik Sikumbang Jonti di Kecamatan Payakumbuh Timur Kota
Payakumbuh.................................................................................... 35

6. Persentase karakter pola warna kulit kaki (shank) tik Sikumbang


Jonti di Kecamatan Payakumbuh Timur Kota
Payakumbuh..................................................................................... 38

7. Persentase karakter pola warna paruh itik Sikumbang Jonti di


Kecamatan Payakumbuh Timur Kota Payakumbuh........................ 40
DAFTAR GAMBAR

Gambar Teks Halaman

1. Itik Indian Runner ........................................................................... 6

2. Penampilan Warna Bulu Putih pada Itik Sikumbang Jonti.............. 13

3. Bagian Tubuh Itik Sikumbang Jonti yang Diamati ......................... 23

4. Itik Sikumbang Jonti Ketika Digembalakan pada Pagi Hari .......... 27

5. Itik Sikumbang Jonti Ketika Dipekarangan pada Sore Hari .......... 27

6. Kandang Itik Sikumbang Jonti di Kelurahan Payobasung ............. 28

7. Kandang Itik Sikumbang Jonti di Kelurahan Koto Baru ................ 28

8. Sayap Primer Itik Sikumbang Jonti Berwarna Hijau ...................... 33

9. Warna Kerabang Telur Itik Sikumbang Jonti ............................... 35

10. Shank Warna Hitam Berulas Putih ................................................ 39

11. Shank Warna Kuning ..................................................................... 39

12. Shank Warna Kuning Berulas Hitam .............................................. 39

13. Paruh Warna Hitam Berulas Putih ................................................. 40

14. Paruh Warna Hitam Berulas Kuning .............................................. 41


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Teks Halaman

1. Gambar Itik Sikumbang Jonti Jantan ............................................ 48

2. Gambar Itik Sikumbang Jonti Betina ............................................ 49

3. Gambar Warna Kepala Itik Sikumbang Jonti ............................... 50

4. Gambar Warna Leher Itik Sikumbang Jonti ................................. 52

5. Gambar Warna Dada Itik Sikumbang Jonti .................................. 54

6. Gambar Warna Punggung Itik Sikumbang Jonti ........................... 55

7. Gambar Warna Sayap Itik Sikumbang Jonti ................................. 57

8. Gambar Warna Ekor Itik Sikumbang Jonti ................................... 59

9. Gambar Warna Kerabang Telur Itik Sikumbang Jonti .................. 61

10. Gambar Warna Shank Itik Sikumbang Jonti ................................. 62

11. Gambar Warna Paruh Itik Sikumbang Jonti ................................. 63

12. Perhitungan Persentase Kualitatif Itik Sikumbang Jonti ............... 64


I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Plasma nutfah merupakan bahan genetik yang memiliki nilai guna, baik

secara nyata maupun yang masih berupa potensi. Wilayah Indonesia yang

membentang luas dengan kondisi geografis dan ekologi yang bervariasi telah

menciptakan keanekaragaman plasma nutfah yang sangat tinggi. Dengan

keanekaragaman plasma nutfah, terbuka peluang yang besar bagi upaya program

pemuliaan guna memanfaatkan secara optimal (Kurniawan et al., 2004).

Ternak itik lokal merupakan suatu plasma nutfah ternak Indonesia.

Pelestarian dan pengembangan itik lokal harus diupayakan guna mempertahankan

keberadaan plasma nutfah ternak Indonesia yang beradaptasi dengan lingkungan

setempat (Ismoyowati 2008). Itik merupakan spesies unggas yang potensial untuk

dikembangkan sebagai salah satu sumber protein hewani masyarakat Indonesia

dan sebagai penghasil daging dan telur. Itik memiliki banyak kelebihan

dibandingkan ternak unggas lainnya, diantaranya adalah ternak itik lebih tahan

terhadap penyakit. Selain itu, itik memiliki efesiensi dalam mengubah pakan

menjadi daging (Akhadiarto, 2002).

Populasi ternak itik yang tinggi dan perannya yang penting bagi kehidupan

peternak sebagai sumber gizi merupakan potensi nasional yang masih dapat

ditingkatkan. Itik dijumpai hampir di seluruh wilayah Indonesia, biasanya itik

dipelihara di daerah dataran rendah, persawahan yang irigasinya cukup baik, di

daerah aliran sungai dan daerah yang memiliki rawa-rawa. Hardjosworo (1985)

menyatakan pemeliharaan ternak itik secara tradisional telah lama dilakukan


masyarakat pedesaan, yakni dengan memelihara itik-itik lokal dari sejumlah

puluhan sampai ribuan ekor, digembalakan secara berindah-pindah dari satu desa

ke desa lain di sawah yang telah dipanen.

Jenis itik lokal di Indonesia diberi nama sesuai dengan lokasinya dan

mempunyai ciri-ciri morfologi yang khas, di Pulau Jawa dikenal degan nama itik

Tegal dan itik Magelang yang berada di Provinsi Jawa Tengah, itik Mojosari di

Povinsi Jawa Timur, itik Cihateup di Provinsi Jawa Barat dan itik Turi di Daerah

Istimewa Yogyakarta, sedangkan di Pulau Sumatera tepatnya di Provinsi

Sumatera Barat itik yang berkembang sebagai sumber daya genetik adalah itik

Pitalah, itik Kamang, itik Bayang dan itik Sikumbang Jonti .

Kota Payakumbuh khususnya kecamatan Payakumbuh Timur merupakan

salah satu sentra peternakan unggas dengan populasi ternak itik terbesar di

Sumatera Barat. Pada tahun 2014 jumlah populasi ternak itik di Payakumbuh

mencapai 70.267 ekor itik, dengan populasi terbesar berada di Kecamatan

Payakumbuh Timur yaitu dengan jumlah 35.800 ekor itik. Populasi ternak itik ini

tersebar di beberapa daerah yang ada di Kecamatan Payakumbuh Timur yang

terdiri dari 14 nagari/kelurahan. Dari 14 kelurahan tersebut terdapat 2 kelurahan

yang memiliki populasi terbanyak yang mewakili Kecamatan Payakumbuh Timur

pada tahun 2014, yaitu Kelurahan Payobasung terdapat 3.900 ekor itik dan

Kelurahan Koto Baru 12.500 ekor itik (Disnak Kota Payakumbuh, 2014)

Itik Sikumbang Jonti merupakan itik petelur lokal, yang berasal dari kota

Payakumbuh khususnya di Kelurahan Koto Baru Payobasung. Itik Sikumbang

Jonti disebut juga sebagai itik putih oleh penduduk setemput karena warnanya

yang dominan putih dan Itik Sikumbang Jonti termasuk itik petelur yang
produktif. Namun, keberadaannya semakin jarang ditemui, karena digantikan oleh

itik jawa (Mojosari dan Tegal) karena produksi telurnya yang lebih tinggi. Selain

itu penurunan populasi itik Sikumbang Jonti secara drastis dikarenakan desakan

ekonomi peternak sehingga banyak yang menjual itik dalam keadaan produktif.

Gunawan (1988) menyatakan bahwa itik lokal merupakan komoditi ternak

yang mempunyai potensi genetik yang tinggi di Indonesia. Namun berkat

lancarnya sarana transportasi antar pulau di Indonesia maka sekarang telah banyak

di datangkan itik-itik dari daerah lain ke Sumatera Barat. Hal ini memungkinkan

terjadinya kawin silang, karena sistem pemeliharaan yang berpindah-pindah

sehingga kemurnian genetik ternak lokal Payakumbuh Sumatera Barat dapat

dicemari oleh itik lain.

Nishida et al., (1980) menyatakan karakteristik genetik eksternal dan

ukuran-ukuran tubuh merupakan ciri dasar untuk penentuan jenis ternak.

Selanjutnya Nishida et al., (1982) menyatakan bahwa tahapan karakterisasi

genetik eksternal merupakan cara dasar untuk menentukan jenis ternak yang

diwariskan pada generasi berikutnya. Karakterisasi genetik eksternal dapat

diamati meliputi sifat kualitatif seperti warna bulu, warna kulit badan, warna kulit

kaki (shank), warna paruh dan warna kerabang telur. Minkema (1987)

menambahkan bahwa karakteristik genetik kualitatif dapat dijadikan patokan

untuk menentukan suatu bangsa itik karena sifat ini diatur oleh faktor genetik

individu, sedangkan pengaruh faktor lingkungan sedikit sekali peranannya.

Sampai saat ini informasi karakteristik genetik itik Sikumbang Jonti belum

banyak diungkapkan, sehingga upaya pengidentifikasian karakteristik genetik itik


Sikumbang Jonti yang ada di Payakumbuh sangatlah penting dilakukan dalam

rangka menunjang program pengembangbiakannya.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis melakukan penelitian dengan

judul “Identifikasi Karakter Kualitatif Itik Sikumbang Jonti Di Kecamatan

Payakumbuh Timur Kota Payakubuh”.

I.2. Perumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana karakter genetik

kualitatif itik Sikumbang Jonti yang dilihat dari warna bulu bagian-bagian tubuh,

warna kulit badan, warna kulit kaki (shank), warna paruh, kerlip bulu dan warna

kerabang telur di Kecamatan Payakumbuh Timur Kota Payakumbuh.

I.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakter genetik warna

bulu tubuh itik Sikumbang Jonti di Kecamatan Payakumbuh Timur Kota

Payakumbuh.

I.4. Manfaat Penelitian

Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dasar

tentang karakter genetik warana bulu tubuh itik Sikumbang Jonti Kecamatan

Payakumbuh Timur Kota Payakumbuh dalam rangka seleksi dan penentuan

standar produksi serta pengembangbiakan itik lokal di Payakumbuh.


II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Asal – usul Itik

Itik merupakan salah satu unggas air (waterfowls) yang termasuk ke dalam

kelas Aves, Ordo Anseriformes, Famili Anatidae, Sub Famili Anatinae, Tribus

Anatini, Genus Anas dan Spesies Anas Plathyrynchos (Srigando, 1997). Itik

pertama kali didomestikasi di Asia, kemudian terjadi domestikasi besar-besaran di

Eropa (Crawford, 1990). Menurut Hardjosworo (1989) ternak itik berasal dari itik

liar mallard kepala hijau (Anas Plathyrynchos) yang tersebar luas di bagian Utara

bumi. Itik yang dikenal sekarang adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Bosca),

dan itik yang dipelihara biasa disebut Anas Domesticus. Pada habitatnya itik liar

lebih sering hidup berpasangan, tetapi setelah jinak sifatnya berubah menjadi suka

berganti – ganti pasangan (Murtidjo, 1988).

Di Indonesia hampir seluruh bangsa itik Indonesia berasal dari bangsa

Indian Runner. Batty (1985) menyatakan bahwa itik Indian Runner berasal dari

India yang berarti pelari cepat. Menurut Dickinso (1950) bahwa itik Indian

Runner mempunyai tiga varietas utama, yaitu fawn dan putih, putih dan penciled.

Winter dan Funk (1960), menyatakan bahwa itik Indian Runner pertama kali

dibentuk di Belgia dan Belanda, dengan produksi telur berkisar antara 150 - 250

butir/ekor/tahun. Pada saat ini telah diketahui ada tiga jenis itik petelur di

Indonesia yang termasuk bangsa Indian Runner, yaitu itik Tegal, itik Bali, itik

Alabio (Srigandono, 1986). Menurut Samosir (1990) bangsa itik Indian Runner

merupakan standar dari itik Indonesia.

Adapun tanda-tanda itik tersebut yaitu :

1. Kepala kecil mungil, mata bersinar terang, terletak dibagian atas dari kepala.
2. Warna bulu kebanyakan merah tua (cokelat), ada juga berwarna lurik cokelat

putih bersih, putih kekuningan, abu-abu hitam dan campuran.

3. Badan langsing bila dilihat dari depan, mulai dari kepala, leher, badan /

punggung berbentuk seperti botol.

4. Leher langsing bulat dan tegak.

Gambar 1. Itik Indian Runner

Menurut Serengat (1980) walaupun itik lokal Indonesia satu rumpun

dengan bangsa Indian Runner akan tetapi populasinya tersebar di wilayah

Indonesia dengan bermacam-macam nama menurut daerah atau lokasi

berkembangnya. Harahap, Arbi, Tami, Azhari, dan Bandaro (1980) menyatakan

bahwa dilihat dari fenotip itik yang dipelihara di Sumatera Barat seperti itik di

pulau Jawa berdarah Indian Runner, bangsa itik tersebut diberi nama berdasarkan

daerah setempat seperti itik Pitalah, itik Payakumbuh, itik Bayang dan itik

Kamang.

2.2. Ciri-ciri Itik Lokal

Ribison (1997) menyatakan bahwa itik lokal Indonesia dibedakan

sekurang-kurangnya atas tiga tipe utama yaitu itik Tegal, itik Alabio dan itik Bali
yang dipelihara untuk tujuan produksi telur. Itik asli Indonesia menurut Samosir

(1993) memiliki karakteristik petelur yang baik, terutama dengan bobot badan

yang ideal. Djanah (1989) menyatakan bahwa itik Indonesia disebut juga itik

Jawa, oleh karena mula-mulanya banyak dipelihara di pulau Jawa.

Bentuk itik Tegal merupakan contoh bangsa India Runner, yaitu dengan

posisi berdiri yang hampir tegak lurus dengan berat standar lebih kurang 1,5 kg.

Warna yang paling umum dijumpai adalah kecokelat-cokelatan atau lurik cokelat,

dengan beberapa variasi warna tertentu. Sebagian besar itik Tegal berwarna

cokelat, sedangkan sebagian kecil lainnya lurik hitam, putih dan sebagainya

(Hardjosworo, 1985).

Suhaemi (2007) mengemukakan ciri-ciri beberapa itik lokal Sumatera

Barat sebagai berikut :

1. Itik Pitalah

Itik betina dewasa mempunyai warna bulu sangat dominan cokelat gelap dengan

lurik cokelat tua. Sedangkan itik jantan dewasa warna kapala hijau keemasan

dengan warna bulu sangat dominan abu-abu, mulai dari leher sampai ekor, dan

pada bagian bulu di ujung sayap dan ekor berwarna hitam, dengan warna paruh

cokelat.

2. Itik Kamang

Memiliki ciri khusus, ada garis melengkung putih diatas mata ke paruh. Warna

bulu cenderung cokelat tua, dengan warna paruh kehitaman.

3. Itik Bayang

Memiliki warna bulu kehitaman hampir keseluruhan, dengan lurik kebiruan pada

bagian dada, dan warna paruh hitam.


Berdasarkan hasil penelitian Fricilia (2014) bahwa itik Sikumbang Jonti

termasuk itik lokal Sumatera Barat yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

a) Warna bulu putih keabu-abuan, pada jantan dewasa memiliki tanda abu – abu

gelap bagian leher atas sampe kepala, sedangkan pada betina hanya putih polos

sehingga dapat dengan mudah membedakan jantan dan betina.

b) Warna paruh dan ceker cokelat tua

c) Pada bagian ujung sayap terdapat bulu-bulu berwarna biru kehitaman yang

merupakan ciri khas dari itik Sikumbang Jonti

d) Warna kerabang telur biru terang

e) Bobot badan itik betina yang telah bertelur antara 1,23 – 1,37 kg

f) Produksi telur 190 – 210 butir/tahun/ekornya

2.3. Sistem Pemeliharaan Itik

Pemeliharaan itik di Indonesia sudah dikenal dan dilakukan sejak dahulu,

terutama oleh masyarakat di pedesaan. Itik dijumpai hampir di seluruh wilayah

Indonesia, biasanya itik dipelihara di daerah dataran rendah, persawahan yang

irigasinya cukup baik, di daerah aliran sungai dan daerah yang memiliki rawa-

rawa. Pada umumya peternak dalam memelihara itik belum melakukan pencatatan

yang baik, terutama sejarah penyakit dan asal-usul itik yang dipelihara, sehingga

kejelasan informasi belum terpenuhi (Suryana, 2007). Selanjutnya Prasetyo

(2010) menyatakan ada tiga faktor utama yang perlu diperhatikan dalam

menentukan sistem pemeliharaan itik yang benar sesuai dengan tahapan sistem

pemeliharaan itik yang sesuai dengan pertumbuhan itik yaitu berdasarkan bahan

dan bentuk kandang, tatalaksana pemeliharaan dan jenis ataupun bahan pakan

serta cara pemberian pakan.


Menurut Rasyaf (2004) sistem pemeliharaan itik terdiri dari :

a. Sistem ekstensif, dimana pada cara ini tidak ada campur tangan manusia

sebagai pemiliknya. Ternak hanya dilepas begitu saja dan datang sendirinya

pada sore harinya.

b. Sistem semi intensif, pada sistem ini ada campur tangan pemelihara, pada

sistem ini mulai menerapkan pengetahuan untuk meningkatkan produksi.

Tetapi itik masih dilepas hanya tidak sebebas pada sistem pemeliharaan

ekstensif.

c. Sistem intensif, pada sistem ini campur tangan manusia sangat berperan dalam

kehidupan ternak.

Rasyaf (2004) juga mengemukakan, sistem pemeliharaan intensif berbeda

dengan pemeliharaan ekstensif. Pemeliharaan intensif dapat memberikan

keuntungan yang besar sehingga dapat meningkatkan pendapatan peternak di-

pedesaan. Pada pemeliharaan secara intensif dilakukan terus-menerus pada itik

sehat maupu sakit dan manajemen usaha direncanakan dengan baik. Pemeliharaan

intensif lebih baik sekali diterapkan selain dalam pembibitan itik sejak menetas

sampai lepas sapih, dan untuk memelihara induk betina petelur. Kandang dalam

pemeliharaan intensif juga digunakan untuk penggemukan itik.

Harjosworo dan Rukmiasih (1999) menyatakan bahwa pada pemeliharaan

intensif dilakukan pengawasan terus-menerus pada itik. Pemeliharaan secara

intensif akan memperoleh keuntungan antara lain :

a) Produksi telur lebih tinggi dibandingkan pemeliharaan sistem ekstensif.

b) Pengawasan ternak itik mudah dilakukan.


c) Penggunaan energi pakan sangat efisien untuk meningkatkan produksi

secara optimal.

d) Dalam sistem perkandangan yang baik dapat menjamin kesehatan itik yang

hidup didalamnya.

e) Memudahkan pemeliharan terutama dalam kegiatan pemberian pakan,

minum, sanitasi dan pengawasan terhadap itik sakit.

f) Seleksi atau memilih itik petelur yang baik mudah dilakukan.

Dalam pemeliharaan itik sistem ekstensif jumlah itik yang dipelihara

tergantung pada kemampuan peternak dalam menanganinya, sedangkan pada

sistem semi intensif dan intensif jumlah itik yang dipelihara tidak terbatas, tetapi

sebaiknya tiap kelompok itik terdiri dari 50 - 100 ekor (Hardjosworo dan

Rukmiasih, 1999).

2.4. Karakteristik Sifat Kualitatif Itik

Kemurnian suatu bangsa unggas dapat ditentukan dari keseragaman dalam

ciri-ciri fenotip seperti warna bulu, warna kulit kaki (shank), bentuk kepala, warna

kerabang telur, dan warna kulit badan (Hutt, 1949). Warwick et al., 1995

menyatakan bahwa perbedaan sifat-sifat diatas tersebut hampir seluruhya

ditentukan oleh perbedaan genetik, sedangkan perbedaan lingkungan memberikan

pengaruh yang kecil bahkan tidak ada, sehingga variasi sifat kualitatif juga

merupakan variasi genetik.

Menurut Warwick., et al (1995) sifat kualitatif adalah suatu sifat dimana

individu-individu dapat diklasifikasikan ke dalam satu dari dua kelompok atau

lebih dan pengelompokan itu berbeda jelas satu sama lainnya, dalam arti luas

kualitatif dapat diartikan sebagai berikut:


1. Sifat Luar

Sifat luar yang nampak dengan sedikit atau bahkan tidak ada hubungannya

dengan kemampuan produksi, warna bulu, bentuk dan panjang ekor.

2. Cacat Genetik

Cacat genetik berkisar hanya pengaruhnya terhadap kemampuan produksi,

tetapi bisa mematikan individu.

3. Polimorfisme genetik

Kelompok sifat-sifat ini dapat diketahui pada seekor ternak hanya dengan

penelitian laboratium pada cairan atau jaringan tubuh.

Sifat kualitatif adalah sifat yang tidak dapat diukur tetapi dapat dibedakan

dan dikelompokkan secara tegas. Menurut Warwick et al., (1995) dan

Hardjosubroto (1994) sifat kualitatif tidak ada hubungannya dengan produksi akan

tetapi sifat ini dapat dijadikan sebagai cap-dagang (trade mark).

2.4.1. Variasi Warna Bulu Itik

Bulu merupakan suatu media untuk menjaga suhu tubuh dan melindungi

tubuh dari cidera yang lebih berat, bulu merupakan ciri khusus yang dimiliki

ternak unggas (Jull, 1951). Pola warna pada bulu juga dapat digunakan untuk

mengidentifikasi perbedaan jenis kelamin. Menurut Farner dan King (1972) bulu

unggas dapat dikelompokan menjadi 3 bagian yaitu bulu kontur, bulu plumulae

dan filoplumulae. Bulu kontur adalah bulu penutup tubuh secara keseluruhan, bulu

remiges pada sayap dan bulu retrices pada ekor. Plumulae merupakan bulu yang

berada dibawah bulu kontur yang memiliki tangkai (ranchis) dan bendera yang

lunak. Filoplumulae adalah bulu yang menyerupai rambut yang telah

berdegenerasi dan biasanya tertinggal pada saat unggas dibului.


Pada bulu unggas juga terdapat beberapa variasi warna bulu. Variasi warna

bulu pada unggas dibagi menjadi dua yaitu warna yang dihasilkan oleh adanya

pigmen dengan ukuran granul pigmen yang menyusunnya dan warna struktural

yang memperhatikan apakah struktural warna bulu mematah, menyerap,

membelok, atau memantulkan cahaya. Menurut Warwick dan Hasjosubroto

(1995), variasi warna bulu merupakan sifat kualitatif yang ekspresinya dikontrol

oleh satu pasang gen atau lebih. Warna bulu pada ternak ungas sebenarnya

bukanlah sifat produksi yang memiiki nilai ekonomis tinggi, tetapi dapat menjadi

sangat penting dalam pemuliaan untuk tujuan tertentu. Pola warna bulu adalah

hasil dari determinasi oleh adanya gen dalam sel bulu yang kemudian di

modifikasi oleh sekresi dari kelenjar endokrin (Hutt, 1949).

Menurut Serengat (1989), beberapa variasi warna bulu pada itik lokal

Indonesia adalah pola warna branjangan yaitu itik dengan pola warna cokelat

yang berhiaskan lurik-lurik hitam, pola warna jarakan yaitu pola itik dengan

warna cokelat tua yang berhiaskan lurik-lurik hitam, warna basokan yaitu pola

warna itik ketika masa stater berwarna hitam tetapi setelah masuk masa dewasa

kelamin warna mulai berubah menjadi cokelat tua, pola warna gambiran yaitu

warna hitam dan putih, pola warna lemahan yaitu pola warna itik cokelat keabu-

abuan, pola warna jalen dan putihan yaitu pola warna bulu itik putih mulus akan

tetapi paruh dan kaki berwarna kuning jingga atau kehijauan pola warna pudak

yaitu pola warna bulu itik putih akan tetapi paruh dan kaki berwarna hitam, pola

warna irengan yaitu pola warna bulu itik hitam kelam, pola warna jambul yaitu

pola warna bulu itik yang lebih dominan berwarna hitam serta terdapat jambul

pada kepala.
Menurut Lancester (1990), gen putih resesif (c) yaitu bentuk resesif dari

gen warna (C) ditemukan pada itik. Warna putih pada seluruh tubuh itik

disebabkan oleh gen putih resesif (c), yang dalam keadaan homozigot (cc) secara

penuh mengontrol semua gen warna lain (completely epistasis) dan terletak pada

otosom.

Lancester (1990) juga menyatakan, pola runner adalah variasi warna putih

pada bulu unggas yang berwarna yang ditimbulkan oleh gen dominan tidak penuh

R gen resesif pada sifat ini adalah tipe liar (𝑟 + ). Warna bulu putih (cc) pada itik

kadang-kadang disertai dengan RR. Pola ini dicirikan oleh ulasan warna putih

pada tiga daerah utama yaitu leher bagian atas, permukaan ventral bagian bawah

perut dan bagian sayap (pada bulu primer maupun sekunder). Luasan bulu putih

tersebut sangat bervariasi. Bentuk cincin putih pada leher itik jantan dan itik

betina merupakan salah satu ciri dari penampilan gen runner dalam keadaan

heterozigot.

Gambar 2. Penampilan Warna Bulu Putih pada Itik Sikumbang Jonti,


Sumber : Dokumen Hasil Penelitian (2016)

Menurut Lancaster (1990), bahwa perluasan warna hitam pada itik

disebabkan oleh gen extended black (E) yang bersifat dominan terhadap tipe liar
(e+) dan terletak pada otosom. Penampilan gen E dalam keadaan homozigot EE

menyebabkan warna bulu hitam pada seluruh bagian itik, e+e+ adalah tipe liar,

sedangkan penamilan heterozigot E e+ sama dengan hitam (EE).

Variasi warna bulu pada itik tipe liar (wild-type) memberikan penampakan

ciri beberapa bangsa (breed) (Lancaster, 1990). Dijelaskan lebih lanjut bahwa

variasi warna bulu yang terjadi disebabkan oleh dua seri alel ganda, yaitu seri

mallard dan seri dark phase. Mutasi yang mungkin terjadi pada kedua alel

tersebut memberikan perluasan warna hitam. Rangkaian pola warna bulu

restricted (𝑀𝑅 ), mallard (𝑀+ ) dan dusky (𝑚𝑑 ) disebut juga warna bulu seri

mallard ditemukan pada itik domestik. Rangkaian ketiga alel tersebut bersifat

dominan lengkap pada otosom dengan urutan dominasi sebagai berikut : 𝑀𝑅 > 𝑀+

> 𝑚𝑑 (Jaap, 1934 yang dikutip oleh Lancester (1990).

Lancester (1990) menyatakan bahwa pola mallard atau wild-type pada itik

jantan dicirikan dengan kepala dan leher yang berwarna belang hitam kehijauan-

hijauan yang dipisahkan oleh warna merah sampai pada leher dan dibatasi dengn

cincin putih. Punggung dan pinggang berwarna hitam kehijau-hijauan, begitu pula

pada bagian sepanjang punggung diantara bahu. Kaki atas bagian sisi dan perut

berwarna abu-abu dan kebiru-biruan, yang kadang-kadang ditemukan totol hitam

pada daerah tersebut. Pola bulu sayap terdapat warna hitam dan putih yang

memantulkan cahaya hijau kebiru-biruan. Permukaan sayap ventral berwarna

putih, sedangkan permukaan yang dorsal berwarna abu-abu kecokelat-cokelatan.

Dijelaskan lebih lanjut bahwa pada itik betina, warna bagian kepala cokelat

kekuning-kuningan, kadang-kadang ditemukan ulusan warna yang lebih gelap

beberapa daerah tertentu. Warna gelap terdapat pula pada bagian belakang paruh
sampai mata, pada belakang leher dan punggung. Bulu sayap pada betina

mengkilap seperti pada jantan. Sayap bagian ventral berwarna putih, bulu primer

kebanyakan berwarna cokelat dengan totol hitam atau cokelat gelap.

Lancaster (1990) menjelaskan bahwa pada warna dusky lebih gelap dan

sederhana (kurang bervariasi) dari pada mallard, sedangkan restricted lebih terang

dan lebih banyak warna bulu putih dari pada mallard. Warna bulu putih pada sifat

restricted selain yang disebutkan pada sifat mallard juga terdapat pada bulu sayap

dorsal. Tabel 1 menjelaskan tentang penampilan warna bulu seri mallard pada

itik.

Tabel 1. Penampilan warna bulu Seri Mallard pada itik


Merah di
Permukaan Ujung
Belang di Kilauan Dada dan
Sayap pada Sayap pada
Tipe Kepala pada Bulu Cincin Putih
Bagian Bagian
Betina Sayap di Leher
Ventral Dorsal
pada Jantan

Restricted
Putih Ada Putih Ada Ada
(MR)

Mallard
Putih Ada Berwarna Ada Ada
(M+)

Dusky Tidak
Berwarna Tidak Ada Berwarna Tidak Ada
(md) Ada

Sumber : Lancester (1990)

2.4.2. Warna Kerabang Telur Itik

Warna kerabang telur ada yang putih dan ada yang biru. Warna kerabang

telur sebagian besar tergantung pada produksi pigmen oleh bangsa itik tertentu,

dan biasanya warna kerabang telur tidak dipengaruhi oleh faktor makanan itik.
Kerabang telur ditentukan oleh faktor genetik yaitu adanya zat warna phorpyrin.

Warna kerabang telur tidak selalu berhubungan dengan kualitas kerabang telur.

Karena kecepatan kerusakan kerabang telur tidak tergantung pada warna kerabang

telur tertentu baik pada kerabang warna biru maupun pada kerabang berwarna

putih (Yuwanta, 2004).

2.4.3. Warna Kulit Kaki (shank) Itik

Shank pada ternak unggas air telah berkembang menjadi organ tubuh yang

berfungsi untuk berenang, ini disebabkan pada kaki itik terdapat selaput pada

ketiga jari yang berfungsi sebagai pengayuh (Jull, 1951). Keragaman warna kulit

kaki (shank) dipengaruhi oleh pigmen karotenoids, melanin dan xantofil yang

muncul secara genetik dari dalam tubuh ternak, terjadinya berbagai kombinasi

pigmentasi pada berbagai lapisan kaki menyebabkan warna yang berbeda-beda

pada kaki itik (Mahfudz et al.2004). Warna kulit kaki (shank) juga ada yang hitam

dan ada yang putih / kuning. Warna kulit hitam itu disebabkan karena warna kulit

putih yang dimiliki dipengaruhi oleh adanya melanin pada lapisan kulit

epidermal. Warna kulit putih dan kuning terutama karena kurangnya kadar

melanin pada lapisan epidermis, yang disebabkan oleh aksi gen lain yang bersifat

penolakan (Hutt, 1949).

2.4.4. Warna Paruh Itik

Paruh pada ternak unggas air (waterfowl) berfungsi utuk melindungi

membran sensitif didalamnya yang berguna sebagai alat untuk mencari makanan

dalam air atau alat penyaring air (Jull, 1951). Wulandari (2005) menyatakan

bahwa warna kulit paruh itik dipengaruhi oleh gen derminal melanin (id*) yang
menyebabkan warna hitam pada paruh. Sedangkan warna kuning pada paruh

disebabkan oleh gen inhibitor dermal melanin yang bersifat menghambat

peletakan pigmen pada kulit.

Pigmen utama dalam kulit pada dasarnya adalah melanin dan xantofil.

Melanin adalah protein komplek yang bertangung jawab untuk memunculkan

warna biru dan hitam pada kulit (Hutt, 1949). Kemudian Lucas (1972)

menambahkan bahwa melanin terbagi empat menjadi yaitu eumelanin yang

menimbulkan warna hitam dan coklat tua; phoeomelanin yang menimbulkan

warna coklat muda dan coklat kemerah-merahan; trichosiderin yang

menimbulkan warna ungu; erythromelanin yang menimbulkan warna merah

chesnut. Warna kuning pada lemak tubuh, telur, kulit termasuk paruh dan shank

tidak diproduksi oleh sel tubuh unggas sendiri seperti halnya pada melanin,

melainkan diproduksi oleh xantofil dari tumbuhan dan unggas mendapatkan

xantofil dari pakan yang dikonsumsi.

Tabel 2. Penampakan warna pada shank dan paruh itik

Karoten Dermal Epidermal


Genotip Fenotip
(xantofil) Melanin Melanin

W+ Id E W+W+ IdId EE Putih berulas hitam

W+ Id e+ W+W+ IdId e+e+ Putih

W+ id+ E W+W+ id+id+ EE Hitam berulas putih

W+ id+ e+ W+W+ id+id+ e+e+ Biru berulas putih

W Id E ww IdId EE Kuning berulas hitam

W Id e+ ww IdId e+e+ Kuning

W id+ E ww id+id+ EE Hitam berulas kuning


W id+ e+ ww id+id+ e+e+ Hijau berulas kuning

Sumber: Smyth (1990)

Hutt (1949) menyatakan bahwa gen warna kulit putih (W+) bersifat

dominan terhadap warna kulit kuning (w) dan terletak pada autosom. Penampilan

gen W+ dan w dapat optimal jika didukung melanin dan xantofil dalam jumlah

yang cukup. Pigmen melanin dalam dermis disebabkan oleh gen id+ yang

diwariskan secara sex-linked . Gen id+ bersifat resesif terhadap Id (inhibitor bagi

melanin dermal). Kombinasi gen-gen tersebut dan kehadiran pigmen dalam kulit

memghasilkan paruh dan shank yang berbeda. Penampakan tersebut disajikan

pada Tabel 2 diatas.

2.4.5. Warna Kulit Itik

Warna kulit unggas menjadi perhatian breeder karena berhubungan dengan

kepentingan ekonomis. Selera konsumen di suatu daerah atau Negara mungkin

berbeda dengan daerah atau Negara lain, seperti misalnya di Inggris, konsumen

lebih menyukai unggas yang warna kulitnya putih, sedangkan di Amerika lebih

menyukai yang berwarna kuning (Smyth, 1990).

Hutt (1949), menyatakan bahwa perbedaan warna kulit dapat diamati

berdasarkan warna shank dan paruh. Warna shank dan paruh saling berhubungan.

Variasi warna kulit termasuk shank dan paruh ditentukan tiga faktor utama, yaitu

struktur kulit, pigmen yang terkandung dalam kulit dan faktor genetik.
III. MATERI DAN METODE

3.1. Materi Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan itik Sikumbang Jonti betina dewasa

kelamin 156 ekor dan itik Sikumbang Jonti jantan 50 dewasa kelamin,

sebagaimana rekomendasi FAO (2012) yang menyatakan bahwa jumlah sampel

itik untuk karakteristik fenotip adalah 100-300 ekor pada itik betina dan 10-30

ekor pada itik jantan. Pengambilan sampel sebanyak 206 dari total populasi

peternak yang ada memelihara itik Sikumbang Jonti di Kecamatan Payakumbuh

Timur. Peralatan yang digunakan untuk karakteristik sifat kualitatif adalah kertas

kuisioner, perlengkapan alat tulis, tali rafia untuk memberi tanda pada itik, kamera

digital.

3.2. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metoda survey dengan mengamati ternak

secara langsung. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive

sampling yaitu peternak yang ada memelihara itik Sikumbang Jonti di Kelurahan

Payobasung dan Kelurahan Koto Baru yang memiliki populasi itik Sikumbang

Jonti terbanyak di Kecamatan Payakumbuh Timur. Pengumpulan data dilakukan

dengan mengamati secara langsung sifat-sifat kualitatif pada itik Sikumbang Jonti

jantan dan betina yang sudah dewasa kelamin.

3.3. Parameter yang Diamati

Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah beberapa sifat

kualitatif pada itik Sikumbang Jonti yaitu :

1. Warna bagian-bagian bulu tubuh itik


a. Warna bulu kepala

b. Warna bulu leher

c. Warna bulu sayap primer

d. Warna bulu punggung

e. Warna bulu dada

f. Warna bulu ekor

g. Warna bulu paha

2. Warna kerabang telur itik

3. Karakter eksternal warna bulu dan pola warna itik

a. Penentuan gen warna bulu (Lancester, 1990)

 Putih (c) : Bila seluruh permukaan bulu itik berwarna


putih yang disebabkan oleh gen putih resesif

(c)

 Berwarna (C) : Ditemukan warna pada seluruh tubuh itik


yang dipengaruhi oleh gen C

b. Penentuan pola warna (Lancester, 1990)

 Pola runner : Runner (R) dicirikan oleh ulasan warna


pada putih tiga daerah utama yaitu leher
bagian atas, permukaan ventral bagian

bawah perut dan bagian sayap (pada bulu

primer maupun sekunder).

Liar (r+) dicirikan oleh perluasan warna

hitam pada itik.

 Pola seri mallard : Restricted (MR) terdapat warna putih pada


permukaanan sayap bagian ventral, ada
belang dikepala betina pada ujung sayap
bagian dorsal, ujung sayap bagian dorsal
putih, adanya kilauan bulu sayap, adanya
merah (cokelat) di dada dan cincin putih

dileher.

Mallard (M+) terdapat warna putih pada


permukaaan sayap bagian ventral, ada
belang dikepala betina pada ujung sayap
bagian dorsal, tetapi ujung sayap bagian
dorsal berwarna, adanya kilauan bulu sayap,
adanya merah (cokelat) di dada dan cincin
putih dileher pada jantan.

Dusky (md) pada permukaan sayap bagian


ventral berwarna, tidak ada belang dikepala
betina, ujung sayap bagian dorsal berwarna,
tidak ada kilauan bulu sayap, dan tidak ada
merah (cokelat) di dada dan cincin putih
dileher pada jantan.

c. Penentuan kerlip bulu (Somes, 1988)

 Keperakan (s) : Terdapat pada itik yang memiliki warna bulu


putih, lurik hitam dan putih

 Keemasan (S) : Terdapat pada itik yang memiliki warna


hitam, cokelat, lurik hitam dan cokelat

4. Pola warna kulit kaki (shank) itik (Smtyh, 1990)

a. Putih : Kulit kaki (shank) berwarna putih

b. Putih berulas hitam : Kulit kaki (shank) berwarna putih yang


berulaskan hitam
c. Hitam berulas putih : Kulit kaki (shank) berwarna hitam yang
berulaskan putih

d. Hitam berulas kuning : Kulit kaki (shank) berwarna hitam yang


berulaskan kuning

e. Kuning : Kulit kaki (shank) berwarna kuning

f. Kuning berulas hitam : Kulit kaki (shank) berwarna yang kuning


berulaskan hitam

g. Biru berulas putih : Kulit kaki (shank) berwarna biru yang


berulaskan putih

h. Hijau berulas kuning : Kulit kaki (shank) berwarna hijau yang


berulaskan kuning

5. Pola warna paruh itik (Smtyh, 1990)

a. Putih : Paruh berwarna putih

b. Putih berulas hitam : Paruh berwarna putih yang berulaskan hitam

c. Hitam berulas putih : Paruh berwarna hitam yang berulaskan putih

d. Hitam berulas kuning : Paruh berwarna hitam yang berulaskan


kuning

e. Kuning : Paruh berwarna kuning

f. Kuning berulas hitam : Paruh berwarna kuning berulaskan hitam

g. Biru berulas putih : Paruh berwarna biru yang berulaskan putih

h. Hijau berulas kuning : Paruh berwarna hijau berulaskan kuning

6. Warna kulit badan itik (Smtyh, 1993)

a. Putih : Kulit badan berwarna putih

b. Kuning : Kulit badan berwarna kuning

c. Abu – abu : Kulit badan berwarna hitam


Pengamatan sifat kualitatif pada bagian – bagian tubuh itik Sikumbang

Jonti dapat dilihat pada gambar 2. 6

7 3

9 4

Gambar 3. Bagian Tubuh Itik Sikumbang Jonti yang Diamati


Sumber : Dokumen Hasil Penelitian (2016)

Keterangan :

1. Warna paruh itik Sikumbang Jonti

2. Warna buu leher itik Sikumbang Jonti

3. Warna bulu dada itik Sikumbang Jonti

4. Warna bulu paha itik Sikumbang Jonti

5. Warna kulit kaki (shank) itik Sikumbang Jonti

6. Warna bulu kepala bagian atas itik Sikumbang Jonti

7. Warna bulu punggung itik Sikumbang Jonti

8. Warna bulu sayap itik Sikumbang Jonti


9. Warna bulu ekor itik Sikumbang Jonti

3.4. Langkah kerja


1) Memisahkan itik yang diamati pada sore hari, pengumpulan dilakukan 20

ekor setiap hari, dan penelitian dilakukan pagi hari

2) Menangkap itik akan diamati tersebut secara satu persatu guna

memudahkan pengamatan

3) Mengamati itik dari warna bulu kepala, leher, sayap, punggung, dada,

ekor, dan paha. Kemudian lihat pola bulu, kerlip bulu, dan corak bulu

4) Setelah mengamati warna bulu kemudian mengamati warna kaki (shank),

warna kulit badan, warna paruh dan warna kerabang telur dari itik

Kumbang Jonti tersebut

5) Itik yang sudah diteliti diberi tanda pada bagian sayap dengan cat semprot,

untuk menghindari terulang kembali dilukakan yang sudah diteliti.

3.5. Analisis Data

Data itik Sikumbang Jonti yang diperoleh kemudian dianalisis dengan

analis statistik dekskriptif dengan menghitung persentase berdasarkan rumus

Stanfield (1983) sebagai berikut :

𝑋𝑖
P= x 100%
𝑁

Keterangan :

P : Jumlah Persentase fenotip

Xi : jumlah ternak yang memiliki warna tertentu

N : jumlah seluruh ternak yang diamati


3.6. Tempat dan Waktu

Tempat penelitian dilaksanakan di Kelurahan Payobasung dan Kelurahan

Koto Baru Kecamatan Payakumbuh Timur Kota Payakumbuh. Waktu penelitian

dilaksanakan pada tanggal 28 Desember 2105 sampai dengan 17 Januari 2016.


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Umum Wilayah Penelitian

Payakumbuh Timur merupakan salah satu Kecamatan yang terletak di

Kota Payakumbuh, Provinsi Sumatera Barat. Kecamatan Payakumbuh Timur

terdiri dari 14 kelurahan dengan luas wilayah 2273,0237 km2 dengan jumlah

penduduknya 22.706 jiwa. Kecamatan Payakumbuh Timur memiliki 2 daerah

sentra populasi ternak itik terbanyak yaitu di Kelurahan Payobasuang dengan luas

wilayah 427,0552 km2 sedangkan jumlah penduduknya mencapai 1.934 jiwa dan

Kelurahan Koto Baru dengan luas wilayah 183,2903 km2 serta jumlah

penduduknya 1.630 jiwa.

Payakumbuh Timur merupakan daerah pertanian dengan dikelilingi oleh

bukit-bukit dan sungai-sungai yang terletak dengan ketinggian 513 meter dari

permukaan laut. Luas lahan pertanian termasuk persawahan di Kecamatan

Payakumbuh Timur adalah 663 ha (BPS Kota Payakumbuh, 2016).

Suhu rata-rata berkisar antara 260C dengan kelembapan udara 45% hingga

50%. Murtidjo (1988) menjelaskan, suhu minimum untuk beternak itik yaitu 180C

dan suhu maksimum 320C. Hal ini menunjukkan bahwa untuk suhu udara yang

ada di kecamatan Payakumbuh Timur Kota Payakumbuh dikatakan sesuai untuk

beternak itik. Kelurahan Payobasuang dan Kelurahan Koto Baru juga merupakan

sentra penghasil bibit ternak itik untuk daerah sekitarnya.

4.2 Sistem Pemeliharaan Itik Sikumbang Jonti

Sistem pemeliharaan itik Sikumbang Jonti yang dilakukan di Kelurahan

Payobasung dan Kelurahan Koto Baru bersifat semi intensif. Pada pagi hari ternak

itik dilepaskan untuk digembalakan ke sawah untuk memakan sisa padi hasil
panen (Gambar 3), selanjutnya ternak itik dibiarkan di pekarangan kandang yang

telah diberi pagar dan dimasukkan kembali pada sore hari (Gambar 4). Tujuan

diterapkan pemeliharaan semi intensif adalah agar ternak itik dapat bergerak

bebas, kandang tidak becek pada musim hujan dan bulu ternak itik terlihat bersih.

Gambar 4. Itik Sikumbang Jonti Ketika Digembalakan di Lahan Sawah


Pada Pagi Hari

Sumber : Dokumentasi Hasil Penelitian (2016)

Gambar 5. Itik Sikumbang Jonti Ketika Dipekarangan Kandang Pada


Sore Hari

Sumber : Dokumentasi Hasil Penelitian (2016)

Pemberian pakan ternak itik Sikumbang Jonti oleh peternak di Kelurahan

Payobasung dan Kelurahan Koto Baru dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi

hari dan sore hari. Hal ini sesuai dengan pendapat Ranto dan Sitanggang (2010)

yang menyatakan bahwa dalam pemberian pakan ternak itik pada sistem

pemeliharaan semi intensif diberikan dua kali dalam satu hari yaitu pada pagi dan

sore hari. Penggunaan bahan pakan untuk itik lokal di Kecamatan Payakumbuh

Timur Kota Payakumbuh masih terlihat variasi jenis bahan pakannya, seperti
dedak padi, jagung, nasi sisa, sayur, dan bekicot. Menurut Murtidjo (1988)

penggunaan bekicot pada bahan pakan diharapkan dapat menyuplai kebutuhan

protein ternak.

Sistem kandang yang dipakai oleh peternak di Kelurahan Payobasuang dan

Kelurahan Koto Baru yaitu kandang terbuka atau kandang yang berlantaikan

hamparan tanah (Gambar 5 dan 6).

Gambar 6. Kandang Itik Sikumbang Jonti di Kelurahan Payobasung


Sumber : Dokumen Hasil Penelitian (2016)

Gambar 7. Kandang Itik Sikumbang Jonti di Kelurahan Koto Baru


Sumber : Dokumen Hasil Penelitian (2016)

Kandang dengan sistem terbuka berlantai tanah dan dibatasi pagar keliling.

Hal ini sesuai dengan pendapat Windhyarti (2002) bahwa lantai kandang yang

terbuka dapat berupa tanah biasa, anyaman bambu, hamparan batu-batu atau

plester semen.
4.3 Warna Bagian-Bagian Bulu Tubuh Itik Sikumbang Jonti

Itik Sikumbang Jonti di Kecamatan Payakumbuh Timur Kota Payakumbuh

memiliki warna bulu tubuh relatif seragam. Hasil pengamatan terhadap warna

bagian-bagian bulu tubuh itik Sikumbang Jonti jantan dan betina di Kecamatan

Payakumbuh Timur Kota Payakumbuh dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4.

Tabel 3. Persentase karakter kualitatif warna bagian-bagian bulu tubuh itik


Sikumbang Jonti jantan di Kecamatan Payakumbuh Timur Kota
Payakumbuh
Jumlah Frekuensi
Bagian Tubuh Sifat Kualitatif (ekor)
(%)

a. Putih kehitaman 15 30

1. Warna bulu kepala b. Cokelat 8 16

d. Hitam 27 54

Jumlah 50 100

a. Putih Polos 20 40

2. Warna bulu leher b. Putih kehitaman 15 30

c. Putih lurik kecokelatan 15 30

Jumlah 50 100

3. warna bulu dada a. Putih Polos 32 64

b. Putih kecokelatan 18 36

Jumlah 50 100

a. Putih polos 20 40

4. Warna bulu punggung b. Putih lurik kecokelatan 12 24

c. Cokelat 18 36

Jumlah 50 100
5. Warna bulu sayap
primer a. Hijau 32 64

b. Ungu kehijauan 18 36

Jumlah 50 100

6. Warna bulu ekor a. Putih kecokelatan 19 38

b. Hitam 41 62

Jumlah 50 100

7. Warna bulu paha a. Putih Polos 50 100

Jumlah 50 100

Pada Tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa itik Sikumbang Jonti jantan di

Kecamatan Payakumbuh Timur Kota Payakumbuh memiliki warna bulu bagian

kepala didominasi oleh hitam sebanyak 54%. Pada warna bulu bagian leher

didominasi oleh putih polos sebanyak 40%, warna bulu bagian dada didominasi

oleh warna putih polos sebanyak 64%. Warna putih polos pada bulu bagian dada

itik Sikumbang Jonti jantan diduga karena terkait dengan pola dusky (md) dimana

pada pola dusky ini tidak ada warna merah (cokelat) pada bagian dada itik.

Warna bulu bagian punggung itik Sikumbang Jonti jantan didominasi oleh

warna putih polos sebanyak 40%. Sedangkan pada bulu bagian sayap didominasi

oleh warna hijau sebanyak 64%, warna hijau yang terdapat pada bagian sayap itik

Sikumbang Jonti jantan diduga karena terkait dengan pola mallard (M+), dimana

pada pola ini terdapat kilauan pada bulu sayap, permukaan sayap bagian ventral

putih dan ujung sayap berwarna, seperti yang dinyatakan oleh Lancester (1990)

bahwa pola mallard atau wild-type pada itik jantan yang dicirikan dengan pola

bulu sayap terdapatnya warna hitam dan putih yang memantulkan cahaya hijau
kebiru-biruan. Pada warna bulu bagian ekor itik Sikumbang Jonti jantan

didominasi oleh warna hitam sebanyak 62%. Sedangkan warna bulu bagian paha

seluruh itik jantan berwarna putih polos sebanyak 100%.

Pada Tabel 4 di bawah dapat dilihat itik Sikumbang Jonti betina di

Kecamatan Payakumbuh Timur Kota Payakumbuh memiliki warna bulu kepala

didominasi oleh warna putih polos sebanyak 71,15%. Warna bulu putih yang

terdapat pada bagian kepala itik Sikumbang Jonti betina ini diduga karena terkait

dengan pola dusky (md), dimana pada pola dusky (md) tidak adanya belang

dibagian kepala betina.

Tabel 4. Persentase karakter kualitatif warna bagian-bagian bulu tubuh itik


Sikumbang Jonti betina di Kecamatan Payakumbuh Timur Kota
Payakumbuh
Jumlah Frekuensi
Bagian Tubuh Sifat Kualitatif (ekor) (%)

1. Warna kepala a. Putih polos 111 71.15

b. Cokelat 45 28.85

Jumlah 156 100

2. Warna bulu leher a. Putih polos 156 100

Jumlah 156 100

3. Warna bulu dada a. Putih polos 111 71.15

b. Putih kecokelatan 45 28.85

Jumlah 156 100

4. Warna bulu punggung a. Putih polos 111 71.15

b. Putih lurik kecokelatan 45 28.85


Jumlah 156 100

a. Hijau 120 76.92

5. Warna bulu sayap primer b. Ungu 5 3.2

c. Ungu kehijauan 31 19.88

Jumlah 156 100

6. Warna bulu ekor a. Putih kecokelatan 86 55.13

b. Cokelat susu lurik kehitaman 70 44.87

Jumlah 156 100

7. Warna bulu paha a. Putih polos 156 100

Jumlah 156 100

Warna bulu leher pada seluruh itik Sikumbang Jonti betina memiliki

warna putih polos 100%, demikian pula warna bulu bagian dada didominasi oleh

warna putih polos sebanyak 71,15%, warna bulu bagian punggung didominasi

oleh warna putih polos sebanyak 71,15%. Sedangkan warna bulu bagian sayap

didominasi oleh warna hijau sebanyak 76,92%. Warna hijau pada bagian ujung

sayap primer diduga terkait dengan pola mallard (M+) dimana pada pola mallard

(M+) terdapat kilauan pada bulu sayap, permukaan sayap bagian ventral putih dan

ujung sayap berwarna. Kemudian warna bulu bagian ekor didominasi oleh warna

putih kecokelatan sebanyak 55.13%, sedangkan warna bulu bagian paha itik

Sikumbang Jonti betina seluruhnya berwarna putih polos sebanyak 100%.

Dari Tabel 3 dan 4 terlihat bahwa warna keseluruhan itik Sikumbang Jonti

lebih didominasi warna bulu putih dengan ujung sayap primer hijau, namun pada

itik Sikumbang Jonti jantan terlihat pada bagian kepalanya dominan warna hitam.
Sedangkan itik Sikumbang Jonti betina warna kepala didominasi warna putih

polos. Ciri khas itik ini terdapat pada warna ujung sayap primer yang berwarna

hijau mengkilap layaknya kumbang (Gambar 8). Hal tidak jauh berbeda dengan

yang dijelaskan oleh Charlly (2014) bahwa itik Payakumbuh jantan memiliki

kepala hitam, bagian leher, dada dan paha berwarna putih kecokelatan, ujung

sayap dan ekor berwarna hitam, sedangkan itik Payakumbuh betina lebih

didominasi warna bulu putih dengan ujung sayap berwarna cokelat tua.

Bila dibandingkan lagi dengan itik lokal Sumatera Barat lainnya

berdasarkan hasil pengamatan Charlly (2014), bahwa itik Pitalah betina memiliki

warna kepala dan leher hitam kecokelatan dengan warna bulu lebih dominan

cokelat tua lurik cokelat kehitaman, sedangkan itik jantan memiliki tanda-tanda

warna bulu kepala dan leher hitam kehijauan, dengan bulu sangat dominan cokelat

keabu-abuan dan ujung sayap dan ekor berwarna hitam. Kemudian itik Kamang

yang juga merupakan itik lokal Sumatera Barat memiliki warna bulu yang

dominan putih dan cokelat muda beralis putih diatas mata dengan ujung sayap

berwarna cokelat tua, bulu badan berwarna putih cokelat muda dengan ujung

sayap dan ekor berwarna hitam.

Hardjosubroto (2001) mengemukakan pada ternak dikenal beranekaragam

corak dan warna bulu, pola dan warna bulu sangat berperan dalam penentuan

kemurnian suatu bangsa atau breed. Adanya berbagai variasi warna dan corak

bulu disebabkan oleh peran aktif berbagai gen, kemudian gen-gen yang

mempengaruhi warna bulu dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu gen

penentu warna belang, kombinasi warna, intensitas warna dan pemudaran warna.
Gambar 8. Sayap Primer Itik Sikumbang Jonti Berwarna Hijau

Sumber : Dokumen Hasil Penelitian (2016)

Perbedaan lingkungan atau letak geografis antara lain intensitas

penyinaran matahari seperti yang dilaporkan Sopiyana et al,. (2006) akan

mempengaruhi intensitas mengkilapnya warna bulu, namun bukan pada warna

dasarnya (Warwick et al., 1995; Hardjosubroto, 2001). Selain faktor lingkungan,

perbedaan warna bulu pada itik dikontrol oleh beberapa gen (polygens)

(Suparyanto, 2003). Gen-gen yang mengubah sifat bulu tertentu diduga gen

resesif otosomal, baik yang dihasilkan oleh salah satu gen atau kedua-duanya

seperti white primeries (w) dan Runner (R), sedangkan dilusi khaki (d) mengubah

warna hitam menjadi coklat, pola Runner (R) secara lokal (spot) akan meniadakan

pigmen pada leher, sayap dan perut, serta biru keabuan (Bl) dapat mengurangi

produksi pigmen hitam (Smyth, 1993).

4.4 Warna Kerabang Telur Itik Sikumbang Jonti


Ternak unggas pada umumnya memiliki warna kerabang telur mulai dari

putih hingga coklat untuk ayam, sedangkan untuk unggas air adalah biru

kehijauan. Hasil pengamatan terhadap keragaman warna kerabang telur

Sikumbang Jonti di Kecamatan Payakumbuh Timur Kota Payakumbuh adalah

hijau kebiruan (100%) (Gambar 10). Sifat ini diturunkan dengan berbagai faktor

pola dan gen yang mempengaruhinya. Pigmen yang bertanggung jawab terhadap

warna kerabang telur itik menjadi hijau kebiruan adalah biliverdin khususnya zick

chelate dan protoporpirin IX yang umumnya ditemukan pada telur yang

berkerabang coklat (Washburn, 1993).

Warna kerabang telur itik Sikumbang Jonti mempunyai kesamaan dengan

warna itik yang ada di Jawa. Hal ini diduga adanya kedekatan genetik antara itik

lokal Sumatera Barat dengan itik Jawa. Kerabang telur itik Jawa secara umum

berwarna hijau kebiru-biruan, seperti yang dinyatakan oleh Suparyanto (2005)

bahwa itik Alabio dan Mojosari mempunyai kerabang telur berwarna hijau

kebiruan. Warna kerabang diduga berhubungan antara lain dengan umur dan

pigmen yang dihasilkan oleh bangsa unggas yang berbeda. Sementara itu,

perbedaan intensitas warna kerabang antara lain erat kaitannya dengan faktor

pakan, keadaan cuaca, genetik, dan lingkungan (Achmanu, 1997). Berdasarkan

uraian diatas, intensitas warna kerabang tidak bisa dijadikan identitas dan

petunjuk untuk membedakan jenis itik.


Gambar 9. Warna Kerabang Telur Itik Sikumbang Jonti

Sumber : Dokumentasi Hasil Penelitian (2016)

4.5 Karakter Eksternal Warna Bulu, Pola Bulu dan Kerlip Bulu Itik
Sikumbang Jonti

Fenotip warna bulu itik Sikumbang Jonti dalam penelitian ini terdiri atas

warna putih seluruh badan kecuali bagian kepala itik jantan berwarna hitam

sebagai pembeda antara itik jantan dan betina, warna bulu ekor putih kecoklatan

pada betina, sedangkan pada jantan bulu ekor berwarna hitam dan sayap kedua

jenis kelamin itik tersebut berwarna hijau. Karakter warna bulu dan pola warna

itik Sikumbang Jonti dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.

Tabel 5. Persentase karakter gen warna bulu, pola warna dan kerlip bulu itik
Sikumbang Jonti di Kecamatan Payakumbuh Timur Kota
Payakumbuh
Jumlah Persentase
Karakter Eksternal Fenotip Gen
(ekor) Fenotip

Warna bulu Putih c 169 82.04%

Berwarna C 37 17.96%

Pola runner Runner R 206 100%


Liar r+ 0 0

Pola seri mallard Restricted MR 59 28.64%

Mallard M+ 127 61.65%

Dusky md 20 9.71%

Kerlip bulu Keperakan s 196 82.04%

Keemasan S- 37 17.96%

Berdasarkan Tabel 5 gen warna bulu itik Sikumbang Jonti di Kecamatan

Payakumbuh Timur Kota Payakumbuh didiominasi oleh gen berwarna putih

sebanyak 82,04%. Warna bulu putih dikontrol oleh gen c resesif terhadap warna

bulu berwarna yang dikontrol oleh gen C. Persentase gen warna bulu berwarna

pada itik Sikumbang Jonti di Kecamatan Payakumbuh Timur Kota Payakumbuh

hanya 17,96%. Tingginya jumlah persentase gen warna bulu putih yang resesif

pada itik Sikumbang Jonti di Kecamatan Payakumbuh Timur Kota Payakumbuh

akibat dari gen warna bulu putih yang mengalami completely epistasis dimana

dalam keadaan homozigot resesif (cc) secara penuh mengontrol semua gen warna

lain yang terletak pada autosom.

Fox dan Smyth (1984) berpendapat bahwa gen pembawa sifat bulu putih

dapat berupa dominan I (inhibitor) yang memiliki peran untuk menghalangi

pemunculan warna, baik dalam bentuk pasangan yang homozigot maupun

heterozigot. Pengaruh lain yang memberikan warna bulu putih adalah gen c

resesif (Lancester, 1993). Gen c ini akan efektif bila dalam kondisi pasangan alel

yang homosigot (cc) dan ternyata diduga pengaruh adanya amelamotic.

Pola warna bulu itik Sikumbang Jonti pada Tabel 5 didominasi oleh pola

runner sebanyak 100%. Pola runner dikontrol oleh gen R yang bersifat dominan
tidak penuh terhadap alel gen r+ yang mengontrol pola liar. Berdasarkan hukum

Mendel untuk persilangan monohybrid dengan aksi gen yang kodominan dengan

resesif akan menghasilkan perbandingan fenotip pada F1 (keturunan pertama)

adalah 1:2:1. Warna bulu putih (cc) pada itik biasanya juga disertai dengan RR.

Pola runner ini dicirikan oleh ulasan warna putih pada tiga daerah utama yaitu

leher bagian atas, permukaan ventral bagian bawah perut dan bagian sayap (pada

bulu primer maupun sekunder). Bentuk cincin putih pada leher itik jantan dan itik

betina merupakan salah satu ciri dari penampilan gen runner dalam keadaan

heterozigot.

Pada Tabel 5 penampilan seri mallard yang disebabkan oleh gen restricted

(MR), mallard (M+) dan dusky (md) pada itik Sikumbang Jonti di Kecamatan

Payakumbuh Timur Kota Payakumbuh adalah masing-masing 28.64%; 61.65%

dan 9.71%. Rangkaian ketiga alel tersebut bersifat dominan lengkap pada autosom

dengan urutan dominasi adalah MR > M+ > md. Lancaster (1990) menjelaskan

bahwa pada warna dusky lebih gelap dan sederhana (kurang bervariasi) dari pada

mallard, sedangkan restricted lebih terang dan lebih banyak warna bulu putih dari

pada mallard. Warna bulu putih pada sifat restricted selain yang disebutkan pada

sifat mallard juga terdapat pada bulu sayap dorsal.

Pada Tabel 5 dapat terlihat juga bahwa itik Sikumbang Jonti di Kecamatan

Payakumbuh Timur Kota Payakumbuh memiliki kerlip bulu keperakan sebanyak

82,04%, sedangkan keemasan hanya 17,96%. Kerlip bulu keperakan dikontrol

oleh gen s resesif terhadap kerlip keemasan yang dikontrol oleh alel gen S. Kerlip

bulu keperakan dapat ditemukan pada itik yang memiliki warna bulu tubuh putih,
lurik hitam dan putih. Sedangkan kerlip bulu keemasan dapat ditemukan pada itik

yang memiliki warna bulu tubuh hitam, cokelat, lurik hitam dan cokelat.

Hal diatas menunjukkan terdapatnya persamaan variasi kerlip bulu yang

diduga disebabkan oleh cara pemeliharaan itik di masing-masing lokasi penelitian

relatif sama, yaitu itik dipelihara di kandang yang dilengkapi tempat umbaran luas

dan terbuka, dan ada juga kandang yang dibuat dekat dengan persawahan dan

dibiarkan itik bergerak bebas ke sawah, sehingga intensitas penyinaran matahari

lebih optimal. Hal ini sesuai dengan penelitian Sopiyana et al. (2006), bahwa itik

damiaking yang dipelihara di sekitar pesisir dengan intensitas sinar matahari yang

lebih lama menyebabkan warna bulunya lebih mengkilap.

4.6 Karakter Warna Kulit Kaki (Shank) dan Warna Paruh Itik
Sikumbang Jonti

Hasil pengamatan terhadap warna kulit kaki (shank) itik jantan dan betina

Sikumbang Jonti di Kecamatan Paykumbuh Timur Kota Payakumbuh disajikan

pada Tabel 6.

Tabel 6. Persentase pola warna kulit kaki (shank) itik Sikumbang Jonti di
Kecamatan Payakumbuh Timur Kota Payakumbuh

Jantan Betina
Warna kulit kaki (Shank) Genotip
n=50 n=156

Hitam berulas putih W+W+ id+id+ EE 41 (82%) 136 (87.18%)

Kuning ww IdId e+e+ 9 (18%) 12 (7.69%)

Kuning berulas hitam ww IdId EE 0 8 (5.13%)

Dari Tabel 6 terlihat warna kulit kaki (shank) pada itik Sikumbang Jonti

jantan dan betina didominasi oleh warna hitam berulas putih (Gambar 10)
sebanyak 82% dan 87,18%, sisanya pada itik Sikumbang Jonti jantan terdapat

warna kulit kaki (shank) dengan warna kuning (Gambar 11) hanya 18%.

Sedangkan pada itik betina sisanya terdapat pula warna kuning sebanyak 7,69%

dan kuning berulas hitam (Gambar 12) sebanyak 5.13%. Bila dibandingkan

dengan warna kulit kaki (shank) itik Payakumbuh jantan maupun betina yang

diamati oleh Charlly (2014) maka hasilnya tidak jauh berbeda yaitu berwarna

hitam.

Keragaman warna kulit kaki (shank) dipengaruhi oleh pigmen karotenoids,

melanin dan xantophil yang muncul secara genetik dari dalam tubuh ternak,

terjadinya berbagai kombinasi pigmentasi pada berbagai lapisan kaki

menyebabkan warna yang berbeda-beda pada kaki itik (Mahfudz et al., 2004).

Gambar 10. Shank Warna Hitam Berulas Putih Gambar 11. Shank Warna Kuning

Sumber : Dokumen Hasil Penelitian Roudha (2016)


Gambar 12. Shank Warna Kuning Berulas Hitam

Sumber : Dokumen Hasil Penelitian Roudha (2016)

Hasil pengamatan warna paruh itik Sikumbang Jonti jantan dan betina di

Kecamatan Payakumbuh Timur Kota Payakumbuh disajikan pada Tabel 7 yang

terlihat dibawah ini.

Tabel 7. Persentase karakter warna paruh itik Sikumbang Jonti di Kecamatan


Payakumbuh Timur Kota Payakumbuh
Jantan Betina
Warna paruh Genotip
n=50 n=156

Hitam berulas putih W+W+ id+id+ EE 41 (82%) 136 (87.18%)

Hitam berulas kuning ww id+id+ EE 9 (18%) 20 (12.82%)

Pada Tabel 7 terlihat warna paruh pada kedua jenis kelamin itik

Sikumbang Jonti didominasi oleh warna hitam berulas putih (Gambar 13), pada

itik Sikumbang Jonti jantan terdapat sebanyak 82% dan itik Sikumbang Jonti

betina 87,18%, sisanya hitam berulas kuning pada itik Sikumbang Jonti jantan

hanya 18% dan itik Sikumbang Jonti betina hanya 12,82%. Mendominasinya

warna hitam berulas putih pada paruh itik Sikumbang Jonti di Kecamatan
Payakumbuh Kota Payakumbuh menjadi hal yang sama pada pengamatan Charlly

(2104) bahwa itik Payakumbuh jantan maupun betina memiliki warna paruh

hitam.

Gambar 13. Paruh Warna Hitam Berulas Putih Gambar 14. Paruh Warna Hitam
Berulas Kuning
Sumber : Dokumen Hasil Penelitian Roudha (2016)

Dominasi warna hitam pada warna paruh dan kulit kaki (shank) itik

Sikumbang Jonti diduga karena adanya kedekatan genetik dengan itik Jawa seperti

yang dijelaskan oleh Wulandari et al., (2005) bahwa itik Ciheteup mempunyai

paruh dan shank berwarna hitam mirip dengan warna paruh dan shank itik Tegal

dan Itik Mojosari.

Warna hitam disebabkan oleh gen W+ yang dapat mengahalangi masuknya

xanthophil kedalam jaringan kulit, paruh, shank, sehingga warna kuning tidak

muncul (Hardjosubroto, 2001). Selain itu, yang menyebabkan warna kuning pada

paruh, dan shank adalah salah satu pasang gen warna kuning (w) dan xanthopyll

atau karotenoid dalam pakan (Suparyanto, 2005). Warna kuning pada paruh dan

shank disebabkan oleh adanya lemak atau pigmen lipokrom pada lapisan

epidermis, sementara pigmen hitam atau melanin tidak terdapat pada epidermis
dan dermis (Smyth, 1993), dan dipengaruhi oleh gen Id (inhibitor dermal

melanin) yang bersifat menghambat peletakan pigmen melanin pada kulit

(Suparyanto, 2003). Warwick et al. (1995) dan Hardjosubroto (2001) menyatakan

bahwa sifat fenotip seperti warna bulu, paruh dan shank sepenuhnya dikontrol

oleh banyak gen, sedangkan pengaruh lingkungan relatif kecil.

4.7 Warna Kulit Badan Itik Sikumbang Jonti

Hasil pengamatan terhadap warna kulit badan itik Sikumbang Jonti jantan

dan betina di Kecamatan Payakumbuh Timur Kota Payakumbuh adalah dominan

putih (100%). Smyth (1993) mengidentifikasikan bahwa warna kulit pada unggas

diantaranya abu-abu dan putih. Fenotipik warna kulit putih dengan sandi genetik

(genotipik) W+/Id/W fm+/fm+ +


e/e+. Dominasi warna kulit putih menunjukan

bahwa itik Sikumbang Jonti masih sedarah dengan itik Indian runner. Itik Indian

runner mempunyai warna kulit putih (Mahfud et al., 2004).

Dominasi warna putih dikarenakan pigmen yang membawa warna putih

(W) dan inhibitor dermal melanin (Id) seluruhnya bersifat dominan homozigot,

sedangkan warna fibromelanin adalah resesif (fm+). Menurut Subowo (1995) dan

Mahfudz et al. (2004) selama masih ada faktor penghambat warna hitam pada

jaringan kulit terhadap penyebaran melanin maka kulit akan berwarna putih.
V. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa :

1. Itik Sikumbang Jonti di Kecamatan Payakumbuh Timur kota Payakumbuh

memiliki warna bulu relatif seragam.

2. Warna kulit kaki (shank) dan paruh itik Sikumbang Jonti jantan dan betina

berwarna hitam beruas putih dengan genotip W+W+ id+id+ EE dan warna

kulit badan itik Sikumbang Jonti adalah putih (W+). Warna kerabang telur itik

Sikumbang Jonti adalah hijau kebiruan.

3. Karakter warna bulu itik Sikumbang Jonti adalah putih (cc), pola warna itik

Sikumbang Jonti termasuk pada tipe pola runner. Pada kriteria pola mallard

itik Sikumbang Jonti juga termasuk pada tipe restricted (MR), mallard (M+)

dan dusky (md). Itik Sikumbang Jonti memiliki kerlip bulu dominan

keperakan (s).

2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, disarankan agar adanya perhatian dari

Dinas Peternakan Payakumbuh dan kesadaran peternak itu sendiri untuk tidak

mencampur-ratakan pemeliharaan ternak Itik Sikumbang Jonti yang sudah

seragam di Kecamatan Payakumbuh Timur Kota Payakumbuh.


DAFTAR PUSTAKA

Achmanu. 1997. Ilmu Ternak Itik. Karangan Ilmiah Fakultas Peternakan


Universitas Brawijaya, Malang.

Akhadiarto, S. 2002. Kualitas Fisik Daging Itik Pada Berbagai Umur


Pemotongan. Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Budidaya
Pertanian. BPPT.

Badan Pusat Statistik Kota Payakumbuh, 2016. Sumber Dinas Tanaman Pangan,
Perkebunan dan Kehutanan.

Batty, J. 1985. Domesticated Ducks and Geese. 2𝑛𝑑 ed. Francier Suppliers. Ltd,
England.

Bonnet, L. 1975. Practical Duck Keeping. Malihi Breeding Project Inc. Manila.

Charrly, CA. 2004. Keragaman Sifat Kualitatif Itik Lokal di Usaha Pembibitan
“Er” di Koto Baru Payobasung Kecamatan Payakumbuh Timur Kota
Payakumbuh. Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang.

Djanah D.J.1989. Beternak Itik. Yasaguna, Jakarta

FAO., 2012. Phenotypic characterization of animal genetic resources. Animal


production and health. Commission on genetic resources for food and
agriculture.

Farner, D.S dan J.R. King., 1972. Avian Biology. Academic Press, New York.

Fricilia, V. 2014. Tingkat Keragaman dan Korelasi Sifat Kuantitatif Itik


“Kumbang Jati” di Usaha Peternakan Netty Farm di Kanagarian Koto
Baru Payobasung Kota Payakumbuh. Fakultas Peternakan. Universitas
Andalas, Padang.

Gunawan, B. 1988. Teknologi pemuliaan itik petelur Indonesia. Prossiding


Seminar Peternakan Nasional dan Forum Peternakan Unggas dan Aneka
Ternak II. BPT – Ciawi – Bogor.

Harahap,. D, A. Arbi, D.Tami, W, Azhari dan Dj. T. Bandaro. 1980. Pengaruh


manajemen terhadap produksi telur itik di Sumatera Barat. P3T
Universitas Andalas, Padang.

Hardjosubroto, W. 2001. Genetika Hewan. Fakultas Peternakan Universitas Gajah


Mada, Jogjakarta.

Hardjosworo, P.S. 1985. Konservasi Ternak Asli. Fakultas Peternakan, IPB,


Bogor.

, P.S. 1989. Respon Biologik Itik Tegal Terhadap Pakan Perlakuan


dengan Berbagai Kadar Protein [disertasi]. Fakultas Pascajarna, Institut
Pertanian. Bogor.

, P. dan Rukmiasih. 1999. Itik, Permasalahan dan Pemecahan.


Penebar Swadaya, Bogor.

Hutt, F.B. 1949. Genetic of the Fowl, Mc – Grow – Hill Book Company Inc, New
York, Taronto, London.

Ismoyowti., 2008. Kajian Deteksi Produksi Telur Itik Tegal melalui Polimorfisme
Protein Darah (Detection of Egg Porduction of Tegal duck by Blood
Polymorphism). Jurnal Animal Production. Fakultas Peternakan,
Universitas Jendral Soedirman, Purwokerto.
Jull, M.A., 1951. Poultry Husbandry. 3𝑟𝑑 Edition. Mc Graw – Hill Company Inc,
New York.

Kurniawan, Ida H.S, Hadiatmi dan Asadi. 2004. Katalog Data Paspor Plasma
Nutfah Tanaman Pangan. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. Bogor.

Lancester, F.M. 1990. Mutation and Major Variant in Domistic Ducks, in Poultry
Breeding and Genetics. Crowford, R.D 1990. Elsevier Science Publisher.
B.V. Amsterdam.

Lucas, A.M., 1972. Avian Anatomy Integument Part II, Supeintendent of


Document , U.S. Government Printing Office. Washinton, D.C.

Mahfuds, L.D., B. Srigandono dan S.M. Ardiningsih 2004. Karakteristik dan


Protein polimorphisme Itik Tegal dan Itik Magelang yang Prouktif.
Laporan Penelitian Dasar. Direktorat Jendral Pendidkan
Tinggi.Departemen Pendidikan Nasioal.

Minkema, D. 1987. Dasar Genetika dan Pembudidayaan Ternak. Bhatara Karya


Aksara, Jakarta.

Murtidjo, B.A 1988. Seri Budi Daya Mengelola Itik. Cetakan ke Sebelas. Kansius,
Yogyakarta.

Nishida, T., K. Kondo, S.S. Mansjoer dan H. Martojo. 1980. Morphological and
Genetical Studies in Indonesia Native Fowl. The Origin and Phylogeny of
Indonesia Native Livestock. Res. Report I:47-70.

Nishida, T., K. Nezowz., Y Hayasi., T. Hashiguchi dan S.S. Mansjoer. 1982.


Body Measurement and Analisys on Exsternal Genetik Character of
Indonesian Native Fowl. The Origin and Phylogeny of Indonesian Ntaive
Livestock. III. 73-83
Prasetyo, H. 2010. Sistem Pemeliharaan Itik Petelur. Litbang. Deptan.

Ranto dan M. Sitanggang. 2005. Panduan Lengkap Beternak Itik PT. Penebar
Swadaya, Jakarta.

Rasyaf, M. 2004. Beternak Ayam Kampung, Swadaya, Jakarta.

Ribison, D.W. A. 1977. The Husbandry of Alabio Duck in South Kalimantan


Swamplands. Center Report. July.

Samosir, D.J. 1990. Ilmu Ternak Itik. Gramedia, Jakarta.

, D.J. 1993. Ilmu Ternak itik. PT Gramedia Pustaka Umum, Jakarta.

Serengat, W. 1980. Beberapa Jenis Ayam Lokal Indonesia. Fak. Peternakan,


Universitas Diponegoro, Semarang.

, W. 1989. Infentarisasi nama – nama jenis berdasarkan warna bulu pada


populasi itik lokal daerah Magelang dan Tegal. Prosiding Seminar
Nasional Unggas Lokal. Fak. Peternakan, Universitas Diponegoro,
Semarang.

Smyth, J.R. 1993. Gnetic of Plumage, Skin and Eye Pigmentation, in Poultry
Breeding an Genetics. Cowford, R.D. (Ed). Elsvier Science Publishers,
B.V. Amsterdam.

Somes, R.G. 1988. International Registry of Poultry Genetics Stocks. Bulletin


DOC No. 476. Storrs Agricultural Experiment. The University of
Connecticut. Station Storrs, Connecticut 06268.

Srigandono, B. 1986. Ilmu Unggas Air. Gadjah Mada University Press,


Yogyakarta.
, B. 1997. Ilmu Unggas Air. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.

Standfield, W.D. 1983. Theory and Problems of Genetics. 2𝑛𝑑 . ed. Mc. Graw Hill
Company Inc. New York.

Subowo. 1995. Biologi Sel. Cetakan ke-3. Penerbit PT. Angkasa, Bandung.

Suhaemi, Z. 2007. Tinjauan Keragaman Itik Pitalah Berdasarkan Warna Bulu di


Kab. Tanah Datar. Laporan Penelitian. LP3M Universitas Tamansiswa,
Padang.

Sulandri, S., M.S.A Zein, Sri Paryanti, T. Sartika, J.H.P. Sidadolog, M. Astuti, T.
Widjastuti, E. Sujana, S. Darana, I. Herawati, I. Wayan & T. Wibawan.
2007. Keanekaragaman Sumber Dya Hayati Ayam Lokal Indonesia.
Manfaat dan Potensi. Pusat Penelitian Biologi LIPI, Jakarta.

Suparyanto, A. 2003. Karakteristik Itik Mojosari Putih dan Peluang


Pengembangannya Sebagai Itik Pedaging Komersil. Wartazoa.

Suparyanto, A. 2005. Peningkatan Produktivitas Daging Itik Mendalung Melalui


Pembentukan Galur Induk. Disertasi, Sekolah Pascasarjana. Institut
Pertanian Bogor.

Suryana. 2007. Prospek dan Peluang Pengembangan Itik Alabio di Kalimantan


Selatan. Balai Pegkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan.

Sopiyana, S., A.R. Setioko dan M.E. Yusnandar. 2006. Identifikasi Sifat-Sifat
Kualitatif dan Ukuran Tubuh pada Itik Tegal, Itik Magelang, dan Itik
Demiaking. Prosiding Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi dalam
Mendukung Usaha Ternak Unggas Berdaya Saing. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan
Petanian.
Warwick, E. J. J. M. Astuti dan W. Hardjosubroto. 1995. Pemuliaan Ternak.
Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Washburn, K.W. 1993. Genetics Variation Inegy Composition. In: Poultry and
Genetic. R.D. Crawford (Ed). Depertement of Animals and Poultry
Science, University Of Saskatchehan, Skotlandia.

Windhyarti, SA. 2002. Beternak Itik Tanpa Air. Penebar Swadaya. Jakarta

Wulandri, W.A. 2005. Kajian Karakteristik Biologis Itik Ciheteup. Tesis. Sekolah
pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Yuwanta, T. 2004. Dasar Ternak Unggas . Kanisius, Yogyakarta.


Lampiran 1. Gambar Itik Sikumbang Jonti Jantan
Lampiran 2. Gambar Itik Sikumbang Jonti Betina
Lampiran 3. Gambar Warna Kepala Itik Sikumbang Jonti
a. Kepala itik berwarna putih kehitaman

b. Kepala itik berwarna cokelat


c. Kepala itik berwarna hitam

d. Kepala itik berwarna putih polos


Lampiran 4. Gambar Warna Leher Itik Sikumbang Jonti
a. Leher itik berwarna putih polos

b. Leher itik berwarna putih kehitaman


c. Leher itik berwarna putih lurik cokelat
Lampiran 5. Gambar Warna Dada Itik Sikumbang Jonti
a. Dada itik berwarna putih polos

b. Dada itik berwarna putih kecokelatan


Lampiran 6. Gambar Warna Punggung Itik Sikumbang Jonti

a. Punggung itik berwarna putih

b. Punggung itik berwarna putih lurik kecokelatan


c. Punggung itik berwarna cokelat
Lampiran 7. Gambar Warna Sayap Primer Itik Sikumbang Jonti

a. Sayap primer itik berwarna hijau

b. Sayap primer itik berwarna ungu


c. Sayap primer itik berwarna ungu kehijauan
Lampiran 8. Gambar Bagian Warna Ekor Itik Sikumbang Jonti

a. Bulu ekor itik berwarna putih kecokelatan

b. Bulu ekor itik berwarna hitam


c. Bulu ekor itik berwarna cokelat susu lurik kehitaman
Lampiran 9. Gambar Kerabang Telur Itik Sikumbang Jonti
Lampiran 10. Gambar Warna Shank Itik Sikumbang Jonti

a. Shank itik berwarna hitam berulas putih

b. Shank itik warna kuning

c. Shank itik warna kuning berulas hitam


Lampiran 11. Gambar Warna Paruh Itik Sikumbang Jonti

a. Paruh itik berwarna hitam berulas putih


b. Paruh itik berwarna hitam berulas kuning
Lampiran 12. Perhitungan Persentase Kualitatif Itik Sikumbang Jonti di
Payakumbuh Timur Kota Payakumbuh

1. Persentase Sifat Kualitatif Warna Bulu Itik Sikumbang Jonti Jantan di


Kecamatan Payakumbuh Timur Kota Payakumbuh
1.1. Warna bulu kepala itik Sikumbang Jonti jantan

a. Putih kehitaman sebanyak 15 ekor


15
% = 50 × 100%
1500
%= = 30%
50
b. Cokelat sebanyak 8 ekor
8
% = 50 × 100%

800
%= = 16 %
50

c. Hitam sebanyak 27 ekor


27
% = 50 × 100%

2700
%= = 54%
50

2.1. Warna bulu leher itik Sikumbang Jonti jantan

a. Putih polos sebanyak 20 ekor


20
% = 50 × 100%
2000
%= = 40%
50
b. Putih kehitaman sebanyak 15 ekor
15
% = 50 × 100%
1500
%= = 30%
50
c. Putih lurik kecokelatan sebanyak 15 ekor
15
% = 50 × 100%
1500
%= = 30%
50
3.1. Warna bulu dada itik Sikumbang Jonti jantan

a. putih polos sebanyak 32 ekor


32
% = 50 × 100%
3200
%= = 64%
50
b. Putih kecokelatan sebanyak 18 ekor
18
% = 50 × 100%
1800
%= = 36%
50

4.1. Warna bulu punggung itik Sikumbang Jonti jantan

a. Putih polos sebanyak 20 ekor


20
% = 50 × 100%
2000
%= = 40%
50

b. Putih lurik kecokelatan sebanyak 12 ekor


12
% = 50 × 100%

1200
%= = 24%
50

c. Cokelat sebanyak 18 ekor


18
% = 50 × 100%
1800
%= = 36%
50
5.1. Warna bulu sayap primer itik Sikumbang Jonti jantan

a. Hijau sebanyak 32 ekor


32
% = 50 × 100%
3200
%= = 64%
50
b. Ungu kehijauan sebanyak 18 ekor
18
% = 50 × 100%

1800
%= = 26%
50

6.1. Warna bulu ekor itik Sikumbang Jonti jantan

a. Putih kecokelatan sebanyak 19 ekor


19
% = 50 × 100%
1900
%= = 38%
50

b. Hitam sebanyak 41 ekor


19
% = 50 × 100%
1900
%= = 62%
50
7.1. Warna bulu paha itik Sikumbang Jonti jantan

a. Putih polos sebanyak 50 ekor


50
% = 50 × 100%
5000
%= = 100%
50
2. Persentase Sifat Kualitatif Warna Bulu Itik Sikumbang Jonti Betina di
Kecamatan Payakumbuh Timur Kota Payakumbuh
1.2. Warna bulu kepala itik Sikumbang Jonti betina

a. Putih polos sebanyak 111 ekor


123
% = 156 × 100%

12300
%= 156
= 78,85%

b. Cokelat sebanyak 45 ekor


45
%= × 100%
156

4500
%= = 28,85%
156

2.2. Warna bulu leher itik Sikumbang Jonti betina

a. Putih polos sebanyak 156 ekor


156
% = 156 × 100%

15600
%= = 100%
156

3.2. Warna bulu dada itik Sikumbang Jonti betina

a. Putih polos sebanyak 111 ekor


111
% = 156 × 100%

11100
%= = 78,85%
156
b. Putih kecokelatan sebanyak 45 ekor
45
% = 156 × 100%

4500
%= = 28,85%
156
4.2. Warna bulu punggung itik Sikumbang Jonti betina

a. Putih polos sebanyak 111 ekor


111
% = 156 × 100%
11100
%= = 71,15%
156
b. Putih lurik kecokelatan sebanyak 45 ekor
45
% = 156 × 100%
4500
%= = 28,85%
156

5.2. Warna bulu sayap primer itik Sikumbang Jonti betina

a. Hijau sebanyak 120 ekor


120
% = 156 × 100%

12000
%= = 76,92%
156

b. Ungu sebanyak 5 ekor


5
% = 156 × 100%

500
% = 156 = 3.2%

c. Ungu kehijauan sebanyak 31 ekor


31
% = 156 × 100%

3100
%= = 19,88%
156

6.2. Warna bulu ekor itik Sikumbang Jonti betina

a. Putih kecokelatan sebanyak 86 ekor


86
% = 156 × 100%

8600
%= = 55,13%
156

b. Cokelat susu lurik kehitaman sebanyak 70 ekor


70
% = 156 × 100%

7000
%= = 44,87%.
156
7.2. Warna bulu paha itik Sikumbang Jonti betina

a. Putih polos sebanyak 156 ekor


156
% = 156 × 100%

15600
%= = 100%
156
3. Persentase Sifat Kualitatif Warna Kerabang Telur Itik Sikumbang Jonti
betina di Kecamatan Payakumbuh Timur Kota Payakumbuh

a. Warna kerabang hijau kebiruan sebanyak 156 butir


156
% = 156 × 100%

15600
%= = 100%
156

4. Persentase Karakter Eksternal Warna Bulu, Pola Warna dan Kerlip


Bulu Itik Sikumbang Jonti di Kecamatan Payakumbuh Timur Kota
Payakumbuh
1.4. Gen warna bulu itik Sikumbang Jonti

a. Putuh (c) sebanyak 169 ekor


169
% = 206 × 100%
16900
%= = 82,04%
206

b. Berwarna (C) sebanyak 37 ekor


37
% = 206 × 100%

3700
%= = 17,96%
206

2.4. Gen pola runner pada itik Sikumbang Jonti

a. Runner sebanyak (R) sebanyak 206 ekor


206
% = 206 × 100%

20600
%= = 100%
206

3.4. Gen pola seri mallard pada itik Sikumbang Jonti

a. Restricted (MR) sebanyak 59 ekor


59
% = 206 × 100%
5900
%= = 28,64%
206

b. Mallard (M+) sebanyak 127 ekor


127
% = 206 × 100%
12700
%= = 61,65%
206
c. Dusky (md) sebanyak 20 ekor
20
% = 206 × 100%

2000
%= = 9,71%
206

4.4. Kerlip bulu pada itik Sikumbang Jonti

a. Keperakan (s) sebanyak 169 ekor


169
% = 206 × 100%

16900
%= = 82,04%
206

b. Keemasan (S) sebanyak 37 ekor


37
% = 206 × 100%
3700
%= = 17,96%
206

5. Persentase Karakter Warna Kulit Kaki (Shank) dan Paruh Itik


Sikumbang Jonti di Kecamatan Payakumbuh Timur Kota Payakumbuh

1.5. Warna shank itik Sikumbang Jonti jantan

a. Hitam berulas putih (W+W+ id+id+ EE) sebanyak 41 ekor


41
% = 50 × 100%
4100
%= = 82%
50

b. Kuning (ww IdId e+e+) sebanyak 9 ekor


9
% = 50 × 100%
900
%= = 18%
50

2.5. Warna shank itik Sikumbang Jonti betina

a. Hitam berulas putih (W+W+ id+id+ EE) sebanyak 136 ekor


136
% = 156 × 100%

13600
%= = 87,18%
156

b. Kuning (ww IdId e+e+) sebanyak 12 ekor


12
% = 156 × 100%

1200
%= = 7,69%
156

c. Kuning berulas hitam (ww IdId EE) sebanyak 8 ekor


8
% = 156 × 100%
800
% = 156 = 5,13%

3.5. Paruh itik Sikumbang Jonti jantan

a. Hitam berulas putih (W+W+ id+id+ EE) sebanyak 41 ekor


41
%= × 100%
50
4100
%= = 82%
50

b. Hitam berulas kuning (ww id+id+ EE) sebanyak 9 ekor


9
% = 50 × 100%
900
%= = 18%
50

4.5. Paruh itik Sikumbang Jonti betina

a. Hitam berulas putih (W+W+ id+id+ EE) sebanyak 136 ekor


136
% = 156 × 100%

13600
%= = 87,18%
156

b. Hitam berulas kuning (ww id+id+ EE) sebanyak 20 ekor


20
% = 156 × 100%

2000
%= = 12,82%
156
6. PersentaseWarna Kulit Badan Itik Sikumbang Jonti di Kecamatan
Payakumbuh Timur Kota Payakumbuh

a. Putih sebanyak 206 ekor


206
% = 206 × 100%

20600
%= 206
RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Rizki Roudha, lahir di Medan pada

tanggal 14 Juli 1993, merupakan anak pertama dari lima

bersaudara. Putri dari pasangan Ayahanda Idris Lubis S.pd dan

Ibunda Linda Mora Nasution. Penulis memulai pendidikan pada

tahun 2000 memasuki jenjang pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 12106411

Rantauprapat dan tamat pada tahun 2006, pada tahun yang sama melanjutkan

Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Rantau Selatan dan tamat pada

tahun 2009, kemudian melanjutkan di SMA Negeri 1 Rantau Selatan dan tamat

pada tahun 2012. Pada tahun 2012 dinyatakan lulus sebagai salah satu mahasiswa

di Fakultas Peternakan Universitas Andalas melalui jalur undangan (PMDK).

Selama menempuh pendidikan di Fakultas Peternakan Universitas Andalas, pada

tanggal 21 Juni sampai dengan 13 Agustus 2015 penulis melaksanakan KKN

(Kuliah Kerja Nyata) di Nagari Koto Baru, Kecamatan Sungai Tarab, Kabupaten

Tanah Datar. Pada tanggal 19 Januari sampai 07 Maret 2016 penulis

melakasanakan Farm Experience di UPT Fakultas Peternakan Universitas

Andalas. Selanjutnya penulis melakukan penelitian dengan judul “Identifikaasi

Karakter Kualitatif Itik Sikumbang Jonti di Payakumbuh Timur Kota

Payakumbuh” yang dilaksanakan pada tanggal 28 Desember 2105 sampai

dengan 17 Januari 2016.

Anda mungkin juga menyukai