SKRIPSI
Oleh :
DIKY PRATAMA
1510621015
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PAYAKUMBUH, 2019
i
PENGARUH DOSIS PENYUNTIKAN HORMON FSH
TERHADAP LITTER SIZE, SEX RATIO DAN
BOBOT LAHIR PADA PARITAS
KAMBING YANG BERBEDA
SKRIPSI
Oleh :
DIKY PRATAMA
1510621015
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PAYAKUMBUH, 2019
ii
PENGARUH DOSIS PENYUNTIKAN HORMON FSH
TERHADAP LITTER SIZE, SEX RATIO DAN
BOBOT LAHIR PADA PARITAS
KAMBING YANG BERBEDA
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-
iii
Dosis Penyuntikan Hormon FSH terhadap Litter Size, Sex Ratio dan Bobot
Lahir pada Paritas Kambing yang Berbeda”. Skripsi ini merupakan salah satu
Dr. Ir. H. Hendri, MS. dan Ibu Prof. Dr. Ir. Zaituni Udin, MS. selaku dosen
penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ibu Dr. Ir.
Hj. Dwi Yuzaria, SE., M.Si. selaku pembimbing akademik yang telah
Skripsi ini belum memenuhi standar penulisan yang baik. Untuk itu
diharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan skripsi
ini. Akhir kata diucapakan terima kasih dan semoga skripsi ini dapat memberikan
manfaat nantinya.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR..........................................................................................iii
iv
DAFTAR ISI.................................................................................................................v
DAFTAR TABEL.......................................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR................................................................................................viiii
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................ix
I. PENDAHULUAN.....................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................1
1.2 Perumusan masalah...............................................................................................4
1.3 Tujuan penelitian...................................................................................................4
1.4 Hipotesis penelitian...............................................................................................4
II.TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................5
2.1 Kambing.................................................................................................................5
2.2 Kambing Kacang...................................................................................................6
2.3 Sinkronisasi Birahi......................................................................................... 8
2.4 Prostaglandin F2α..........................................................................................9
2.5 Follicle Stimulating Hormone (FSH)............................................................10
2.6 Litter Size.............................................................................................................11
2.7 Sex Ratio...............................................................................................................12
2.8 Bobot Lahir..........................................................................................................13
2.9 Paritas...................................................................................................................14
v
5.2 Saran................................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................3
0
DAFTAR TABEL
vi
2. Sidik Ragam (ANOVA) Rancangan Acak Kelompok......................................19
3. Rata-rata litter size (ekor) setelah injeksi hormon FSH dengan dosis yang
berbeda..............................................................................................................24
5. Rata-rata bobot lahir (kg) setelah injeksi hormon FSH dengan dosis yang
berbeda..............................................................................................................28
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
Gambar Teks Halaman
ix
1. Kambing Kacang (Capra hircus)........................................................................8
DAFTAR LAMPIRAN
x
Lampiran Teks Halaman
1. Rata-rata litter size (ekor) setelah injeksi hormon FSH dengan dosis yang
berbeda..............................................................................................................37
3. Rata-rata bobot lahir (kg) setelah injeksi hormon FSH dengan dosis yang
berbeda..............................................................................................................39
xi
I. PENDAHULUAN
cukup tinggi karena ketersediaan bahan pakan yang melimpah dan kemampuan
reproduksi kambing yang cukup tinggi dengan jumlah anak perkelahiran lebih
dengan baik, selain itu ternak kambing memiliki nilai ekonomi sehingga minat
2013. Ternak kambing pada tahun 2013 jumlah 18 500 322 ekor, pada tahun
2014 dengan jumlah 18 639 533 ekor, pada tahun 2015 dengan jumlah 19 012 794
ekor, sedangkan pada tahun 2016 mengalami penurunan jumlah yang cukup besar
yaitu sekitar 17 847 197 ekor dan merupakan angka populasi kambing terendah
sejak tahun 2013, kemudian pada tahun 2017 populasi kambing mulai meningkat
menjadi 18 410 379 ekor. Berdasarkan data tersebut populasi ternak kambing
popilasi kambing di Sumatera Barat pada tahun 2015 sampai 2017 mengalami
penurunan dari 273.383 ekor menjadi 255.463 ekor (Ditjennak, 2018). Tonbesi et
al. (2009) menyatakan bahwa populasi ternak selalu mengalami perubahan dan
1
Kambing lokal sangat berpotensial sebagai salah satu ternak penghasil
daging untuk memenuhi kebutuhan protein asal hewani. Salah satu kambing lokal
lingkungan lokal Indonesia serta daya reproduksi yang sangat tinggi. Menurut
hasil. Informasi keragaman genetik sampai saat ini belum tersedia, menyebabkan
memiliki rataan bobot lahir anak 1,78 ± 0,23 kg dan rataan bobot sapih 6,56 ±
1,37 kg sedangkan jumlah anak sekelahiran sebesar 1,23 dan daya hidup anak
hingga sapih umur tiga bulan sebesar 83%, jarak beranaknya sebesar 268 ± 34
hari. Berdasarkan urutan kelahiran anak (paritas) dari setiap induk diperoleh
bahwa urutan kelahiran dua dan tiga untuk bobot lahir, bobot sapih dan daya
genetik beberapa jenis kambing lokal yang ada di Indonesia. Namun, salah satu
perhatian peternak dan perlakuan inseminasi buatan yang tidak intensif pada
2
kambing. Selain itu, manajemen pakan yang buruk mengakibatkan ternak
reproduksi dimana jumlah hormon yang disekresikan oleh tubuh ternak tidak
usaha meningkatkan jumlah anak per kelahiran dapat digunakan hormon FSH.
jumlah sel telur yang akan berkembang menjadi embrio menjadi lebih banyak dan
akan meningkatkan jumlah anak dalam satu kali kelahiran. Menurut Siregar dan
Armansyah (2011), respon ovarium terhadap hormon FSH biasanya lebih baik
karena lebih banyak menghasilkan ovulasi, jumlah folikel anovulasi lebih sedikit,
lebih banyak embrio yang diperoleh, dan kualitas embrio lebih baik dibandingkan
Namun hormon FSH dipasar domestik sulit didapatkan sebab harganya relatif
mahal.
Untuk itu perlu dilakukan penelitian penggunaan dosis FSH yang efektif
dan optimal dalam merangsang reproduksi kambing lokal dengan judul “Pengaruh
Dosis Penyuntikan Hormon FSH terhadap Litter Size, Sex Ratio dan Bobot Lahir
3
1.2 Perumusan Masalah
sex ratio dan bobot lahir pada paritas kambing yang berbeda.
Hormon FSH terhadap Litter Size, Sex Ratio dan Bobot Lahir pada Paritas
Dosis penyuntikan hormon FSH berpengaruh terhadap litter size, sex ratio
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
oleh manusia untuk keperluan sumber daging, susu, kulit dan bulu (Chenault et
al., 2003). Hasil domestikasi dari ternak liar, diperkirakan penjinakkan kambing
terjadi di daerah pegunungan Asia Barat selama abad ketujuh sampai kesembilan
sebelum masehi, salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah dikenal secara
daging, susu, maupun keduanya (dwiguna) dan kulit. Secara umum kambing
ekstrim, tahan terhadap beberapa penyakit, cepat berkembang biak dan prolifik.
sapi dan kerbau, biasanya kambing melahirkan anak kembar, sehingga akan cepat
menghasilkan populasi anak yang banyak dan jika pembesaran kambing potong
disertai dengan manajemen pemeliharaan yang baik, produksi dagingnya pun juga
Kerajaan :Animalia
Filum :Chordata
Kelas :Mammalia
Ordo :Artiodactyla
Famili :Bovidae
Subfamili :Caprinae
5
Genus :Capra
diantaranya: (1) Tubuh kambing relatif kecil dan cepat dewasa kelamin, (2)
memerlukan lahan yang luas, (3) Membutuhkan modal yang relatif kecil, sehingga
setiap investasi lebih banyak unit produksi yang dapat dicapai, (4) Modal usaha
untuk ternak kambing lebih cepat berputar, dan lebih cepat dipotong dibandingkan
dengan ternak ruminansia besar, (5) Karkas kambing yang kecil akan lebih mudah
dijual (Murtidjo,1993). Susunan karkas daging kambing yaitu 62% terdiri dari
yang cukup banyak dan tersebar luas di wilayah pedesaan. Menurut Murtidjo
kecil, kepala ringan dan kecil, telinga pendek dan tegak lurus mengarah ke atas
depan, memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap kondisi alam setempat dan
Malaysia dan Indonesia. Salah satu kelebihan kambing Kacang adalah mampu
adalah ukuran tubuh yang relatif kecil dan laju pertambahan bobot hidup yang
relatif rendah (Setiadi, 2003). Bobot badan kambing Kacang betina pada saat
6
Lebih lanjut dikemukakan Murtidjo (1993) bahwa kambing Kacang
memiliki warna tunggal, yakni: putih, hitam atau cokelat, namun ada juga yang
memiliki campuran dari ketiga warna tersebut. Panjang tanduk kambing Kacang
jantan maupun betina 8-10 cm. Damshik (2001) mengemukakan bahwa rata-rata
dan 30 kg. Apabila dibandingkan dengan bagian lainnya maka kepala mempunyai
proporsi yang sangat baik dan seimbang. Telinganya berukuran sedang, selalu
Peranakan Etawa (PE). Tanduk kambing Kacang terdapat pada kambing jantan
maupun betina dan ukurannya relatif pendek. Janggut tumbuh dengan baik dan
lebat pada dewasa jantan namun kurang lebat pada yang betina. Leher pendek
dan memberi kesan tebal dan tegap. Punggung lurus, pada beberapa kasus terlihat
agak melengkung dan memberi kesan semakin kebelakang semakin tinggi sampai
kebagian pinggul.
sebagai berikut: profil wajah lurus, ekor kecil dan tegang, ambing kecil dengan
konformasi baik dengan puting yang relatif besar, bulu tubuh kambing betina pendek
dan kasar sedangkan pada yang jantan lebih panjang daripada betina. Kambing Kacang
mampu bertahan hidup pada berbagai kondisi lingkungan dan mampu beradaptasi
umur sekitar enam bulan pada yang jantan dan lima bulan pada betina. Kambing Kacang
7
2.3 Sinkronisasi Birahi
Parameter yang digunakan untuk mendapatkan kualitas estrus yang baik adalah
teramatinya tanda-tanda estrus yang jelas. Salah satu ciri yang menonjol pada saat
hewan menunjukkan gejala estrus adalah diprodukssinya lendir yang jumlah dan
kualitasnya berbeda dengan situasi atau kondisi lainnya dalam satu siklus estrus.
Oleh karenanya munculnya lendir vagina yang berlebihan pada saat estrus sering
dijadikan patokan dalam menentukan status estrus hewan betina. Komposisi lendir
vagina yang berasal dari serviks menunjukkan komposisi yang berbeda di setiap
bagian organ reproduksi betina. Bentuk lendir vagina pada saat estrus yang sangat
kekhasan sifat lendir ini dibandingkan dengan periode lainnya dalam satu siklus
serentak GnRH dari hipotalamus, diikuti dengan pembebasan FSH dari pituitari
mirip derivat asam lemak tak jenuh seperti arachidonat (Solihati, 2005). Nama
prostaglandin diberikan oleh Von Euler karena ia berpendapat bahwa zat ini
8
dihasilkan oleh kelenjar prostat manusia. Prostaglandin mempunyai implikasi
pada pelepasan gonadotropin, ovulasi, regresi CL, motilitas uterus dan motilitas
diketahui dengan pasti walaupun salah satu dari postulat-postulat yang ada
sebagai racun terhadap sel-sel CL, (4) PGF2α bersifat sebagai antigonadotropin,
baik dalam aliran darah maupun reseptor pada CL, dan (5) PGF2α mempengaruhi
aliran darah ke ovarium (Solihati, 2005). PGF2α hanya efektif bila ada CL yang
berkembang, antara hari 7 sampai 18 dari siklus estrus (Putro, 2008). Betriyani
yang bekerja pada gonad. Follicle stimulating hormone (FSH) dan luteinizing
9
perekrutan folikel dan pertumbuhan sampai folikel dominan (Sartorelli et al.,
2005).
berulang untuk merangsang aktivitas folikel secara lebih efisien. Selain FSH
dapat pula digunakan hormon lain, yaitu Pregnant mare’s serum gonadothropin
(PMSG) yang mempunyai waktu paruh lebih panjang sehingga hanya perlu
dilakukan satu kali injeksi. Waktu paruh yang panjang tersebut akan berdampak
pada hasil superovulasi sangat bervariasi, sering timbul folikel yang menetap
yang kurang memenuhi klasifikasi yang telah ditentukan (Kaiin dan Tappa, 2006).
harus diberikan dua kali sehari dalam 3-4 hari (Subchan et al., 2016). Satu dosis
regresi luteal prematur dapat sering terjadi (Riesenberg et al., 2001). Berlinguer
penurunan dosis. Itu juga menunjukkan bahwa penurunan dosis FSH dalam
superovulasi domba layak dan alasannya mungkin bahwa protokol dosis menurun
meniru gelombang seperti pola sekresi FSH (Gonzalez et al., 2000; Gonzalez et
al., 2002).
10
Induksi hormon FSH mulai hari keenam setelah estrus dan waktu yang
optimal antara hari ke 8-12 setelah estrus (Hafez 2000). Menurut Malson (2014)
tingkat ovulasi dan jumlah folikel yang matang akan lebih banyak apabila
penyuntikan hormon FSH pada hari kesembilan menghasilkan respon dan jumlah
corpus luteum yang terbaik dengan jumlah 94 dengan rataan 15.67±9.33 namun
penyuntikan hormon FSH (Folltropin-V®) pada domba Xinji dengan dosis 120
mg atau 6 ml dengan enam kali penyuntikan selama tiga hari berturut-turut (30
mg, 30 mg; 20 mg, 20 mg; 10 mg,10 mg) merupakan dosis terbaik yang dapat
Litter size (LS) yaitu jumlah cempe yang dilahirkan oleh seekor ternak
dan kelahiran. Litter size dapat ditingkatkan melalui persilangan yang tepat antara
jenis kambing yang subur dan jenis kambing yang tidak subur (Wodzicka et
al.,1993). Hasil penelitian Nasich (2011) rata – rata LS yang dimiliki oleh
Kambing persilangan antara Boer jantan dan PE betina 1,54. Badriyah dkk.
menyatakan bahwa LS kambing Kacang hanya 1,23. Litter size dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain bangsa, genetik, umur induk waktu beranak, berat
badan induk, pengaruh pejantan, musim, dan tingkat nutrisi (Sodiq dkk., 2003;
11
Dakhlan et al., 2009; Elieser et al., 2012). Sodiq dan Sadewo (2008) juga
Induk dengan postur tubuh yang besar akan menghasilkan LS yang tinggi.
83,33% dan tunggal sebanyak 16,67% dengan LS 1,83 ± 0,24. Menurut Sutama
(1993) LS dipengaruhi oleh tingkat ovulasi pada saat siklus pembuahan, dikurangi
kehilangan sel telur, janin, dan anak dalam kandungan. Beberapa penelitian yang
Adapun jumlah anak dan bobot lahir pada kambing tidak dipengaruhi oleh
reproduktivitas kambing kacang seperti bobot lahir, bobot sapih dan daya hidup
anak dipengaruhi oleh paritas sebagai akibat dari tingkat kematangan tubuh induk
yang semakin dewasa. Sehingga induk yang telah beranak beberapa kali daya
jumlah data mengenai sex ratio dapat ditampilkan secara umum (tanpa melihat
kelompok umur) atau juga dapat didasarkan kelompok umur tertentu. Pada
pembibitan ternak potong normal, perbandingan antara jantan dan betina (sex
ratio) anak adalah 1:1 (Gordon, 1997). Jenis kelamin anak yang dilahirkan
ditentukan pada saat fertilisasi (Berry dan Cromie, 2007). Kombinasi antara satu
gamet maternal dan dua gamet paternal yang menghasilkan memungkinan 50%
12
jantan dan 50% betina (Krzyzaniak dan Hafez, 1987). Namun menurut
Doloksaribu (2005) sex ratio jantan dan betina anak kambing Kacang adalah
53:47%.
kelahiran jantan atau betina bisa disebabkan oleh faktor genetik atau faktor
lingkungan, terutama pakan (Hunter, 1995). Jenis kelamin anak dipengaruhi sifat
genetik induk. Induk yang dilahirkan dari tetua yang menghasilkan anak betina
lebih banyak akan melahirkan cempe dengan jumlah cempe betina lebih banyak
dari pada cempe jantan, demikian pula sebaliknya (Adriani et al., 2003).
sampai fetus di dalam kandungan. Bobot lahir dipengaruhi oleh bangsa, jenis
kelamin, tipe kelahiran, umur induk atau paritas, dan nutrisi yang diperoleh induk
kambing yang bunting selama dua bulan menjelang kelahirannya (Devendra dan
Burns,1994). Cempe yang terlahir dalam keadaan tunggal memiliki bobot lahir
yang lebih tinggi daripada yang terlahir kembar (Hardjosubroto, 1994). Menurut
Rivai (1995), bobot lahir adalah bobot badan individu pada waktu lahir. Cempe
Bobot lahir juga dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dimiliki oleh induk
kualitas dan kuantitas pakan yang diperoleh induk selama bunting. Anak kambing
jantan selalu lebih berat saat lahir dibandingkan dengan kambing betina, dan
13
bobot lahir tersebut akan berkorelasi positif dengan bobot sapih dan pertambahan
2.9 Paritas
Paritas adalah tahapan seekor induk ternak melahirkan anak (Hafez, 2000).
Paritas identik dengan umur induk yang menunjukkan pengalaman induk dalam
melahirkan anak. Umur induk yang dapat dimanifestasikan sebagai paritas akan
memengaruhi bobot lahir dan tipe kelahiran. Induk yang beranak untuk kedua
kalinya menghasilkan bobot lahir yang lebih tinggi dibandingkan induk yang baru
pertama kali beranak dan terus meningkat dengan bertambah dewasanya induk.
Menurut Suwardi (1987) induk domba yang berumur dua tahun biasanya
melahirkan anak lebih kecil dibandingkan induk yang berumur 3-5 tahun atau
enam tahun. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan Siregar (1983)
yang menyatakan bahwa anak domba yang dilahirkan dari induk yang berumur
lebih dari dua tahun 10% lebih berat dibandingkan induk yang berumur dua tahun.
Hal ini disebabkan oleh umur induk memengaruhi derajat perkembangan uterus
berfungsi untuk mengangkut makanan dari induk ke fetus. Jika plasenta kecil
akan mengakibatkan kematian fetus, dan induk akan melahirkan anak dengan
memiliki frekuensi melahirkan yang tinggi dan mampu melahirkan anak yang
sehat. Induk kambing berumur lima tahun melahirkan anak dengan bobot lahir
14
tertinggi, sehingga anak tersebut dapat mencapai bobot sapih yang tinggi pula.
Semakin tinggi bobot sapih anak seiring dengan meningkatnya umur disebabkan
Umur induk juga memengaruhi bobot sapih dan pertambahan bobot tubuh
harian prasapih. Anak kambing dari induk yang lebih tua pada umumnya bobot
sapih dan pertambahan bobot tubuh harian prasapih lebih tinggi dibandingkan
anak kambing dari induk yang lebih muda (Setiadi, 1987). Hal ini dikarenakan
induk muda menghasilkan susu 30% lebih rendah pada saat laktasi pertama
mangasuh anak.
induk, mekanisme hormonal organ reproduksi akan bertambah sempurna dan daya
asuh induk terhadap anak akan semakin tinggi. Tingkat kesuburan induk kambing
terlihat dari banyaknya anak yang dilahirkan dalam satu kali kelahiran. Tingkat
kesuburan tersebut dipengaruhi oleh bangsa kambing, umur induk dan paritas.
(Abdulgani, 1991).
lahir, dimana bobot lahir terendah terjadi pada paritas pertama dan meningkat
(2005) juga menyatakan bahwa daya hidup anak dari induk paritas dua dan tiga
15
sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang berasal dari induk paritas
satu. Hal ini terjadi karena naluri keindukan kambing akan semakin meningkat
setelah beberapa kali beranak, sehingga daya asuh kambing terhadap anak
meningkat.
16
3.1 Materi Penelitian
yang jelas dari peternak sebelumnya. Adapun kambing betina berjumlah sembilan
ekor yang terdiri dari tiga ekor dara, tiga ekor induk beranak satu kali dan tiga
ekor induk beranak lebih dari satu kali, serta satu ekor pejantan berumur tiga
tahun.
bersekat dengan pola kandang tail to tail. Adapun kandang betina memiliki
ukuran panjang dan lebar setiap sekat yaitu 80x100 cm, sedangkan kandang
pejantan memiliki ukuran panjang dan lebar yaitu 150x200 cm. Selain itu,
dibagian luar.
Peralatan yang digunakan terdiri dari sapu lidi, cangkul, baskom, gerobak,
spuit injeksi, tali dan alat tulis serta alat untuk dokumentasi selama penelitian.
(Prostaglandin F2α) merk dagang “Lutalyse” dengan zat aktif 5 mg/ml dan
17
3.2.1 Rancangan Penelitian
Kelompok (RAK) yang terdiri atas tiga perlakuan dan tiga ulangan. Setiap
Hari Jumlah
Perlakuan
1 2 3 4 (mg)
A 40 40 30 30 20 20 10 10 200
B 20 20 15 15 10 10 5 5 100
C 20 20 10 10 5 5 5 5 80
Yᵢj = µ + αᵢ + βj + Ʃᵢj
Keterangan :
Yᵢj = nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ = nilai tengah umum
αᵢ = pengaruh perlakuan ke-i
βj = pengaruh kelompok ke-j
Ʃᵢj = pengaruh sisa akibat perlakuan ke-i, kelompok ke-j
i = perlakuan (1,2 dan 3)
j = kelompok (1,2 dan 3)
18
Setiap percobaan penelitian terdiri dari tiga perlakuan dengan tiga ulangan
dengan jumlah sampel untuk setiap unit percobaan adalah sembilan ekor.
Acak Kelompok (RAK) dan akan di analisis secara deskriptif serta diuji dengan
Uji ANOVA.
Ft
SK DB JK KT Fh
5% 1%
Kelompok (k-1) JKK JKK/DBK KTP/KTS
Perlakuan (t-1) JKP JKP/DBP KTP/KTS
Galat/Sisa (k-1) (t-1) JKS JKS/DBS
Total (kt-1) JKT
Keterangan:
SK = Sumber keragaman
DB = Derajat bebas
JK = Jumlah kuadrat
KT = Kuadrat tengah
JKK = Jumlah kuadrat kelompok
JKP = Jumlah kuadrat perlakuan
JKS = Jumlah kuadrat sisa
JKT = Jumlah kuadrat total
KTP = Kuadrat tengah perlakuan
KTS = Kuadrat tengah sisa
DBP = Derajat bebas perlakuan
DBS = Derajat bebas sisa
K = Kelompok
T = Perlakuan
Fh = F Hitung
Ft = F Tabel
Perhitungannya adalah:
FK = (GT)²/kt=(Ʃyij)²/kt
JKT = (Y1 1²+Y1 2²+...+Yij²)-FK
JKP = ((Y1²+Y2²+...+Yi²)/r)-FK
JKK = ((Y.1²+Y.2²+...+Y.j²)/t)-FK
19
JKS = JKT-JKK-JKP
KTP = JKS/DBp
KTS = JKS/DBs
F hit P = KTP/KTS
Keterangan :
Fhit > Ftabel 1 % : berbeda sangat nyata (**)
Fhit > Ftabel 5 % : berbeda nyata (*)
Fhit < Ftabel 5 % : berbeda tidak nyata (ns)
hasil berpengaruh nyata (F hitung > F Tabel 0,05), dilakukan uji lanjut
Torrie (1995).
a. Litter size
Litter size (LS) yaitu jumlah cempe yang dilahirkan oleh seekor ternak
LS =
b. Sex ratio
jumlah pejantan dan betina. Data mengenai sex ratio dapat ditampilkan secara
umum (tanpa melihat kelompok umur) atau juga dapat didasarkan kelompok umur
tertentu.
c. Bobot lahir
20
Bobot lahir merupakan akumulasi pertumbuhan sejak bentuk zigot, embrio
sampai fetus di dalam kandungan. Bobot lahir dihitung dengan cara menimbang
1. Persiapan
vitamin B kompleks dan obat cacing, kemudian dirawat dengan perlakuan yang
sama dalam rangka adaptasi bagi kambing selama satu minggu. Selanjutnya
2. Sinkronisasi Birahi
metode penyuntikan dua kali. Penyuntikan dilakukan dengan dosis 8,75 mg (1,75
3. Pengamatan Birahi
Pengamatan birahi dilakukan tiga kali dalam sehari (pada jam 07.00;
hari setelah birahi akibat pengaruh penyuntikan PGF2α yang kedua. Penyuntikan
dilakuan dengan tiga perlakuan dosis dan dilakukan secara intramuskular selama
empat hari penyuntikan dengan dosis menurun sebanyak dua kali sehari (pagi dan
21
sore). Kelompok 1 setiap kambing dengan dosis sebanyak 200 mg (2 x 40 mg
keempat).
5. Perkawinan
setelah terjadinya puncak birahi pada betina. Perkawinan dilakukan dengan cara
6. Deteksi Kebuntingan
7. Kelahiran
segera melahirkan ditandai dengan ambing yang terlihat penuh, vulva bengkak
22
Data berupa litter size, sex ratio dan bobot lahir diambil setelah kambing
23
IV.1 Litter size ( Jumlah Anak)
nyata (P<0.05) terhadap Litter size. Rata-rata Litter size setelah injeksi hormon
Tabel 3. Rata-rata Litter size (ekor) setelah injeksi hormon FSH dengan dosis
yang berbeda
Perlakuan
Kelompok
A(10.00) B(5.00) C(4.00)
P0 2.00 1.00 2.00
P1 3.00 2.00 2.00
P2 2.00 1.00 2.00
Jumlah 7.00 4.00 6.00
a b
Rata-rata 2.33±0.58 1.33±0.58 2.00±0.00a
Keterangan : Nilai dengan huruf Superscript yang berbeda pada kolom yang sama
menunjukkan pengaruh yang nyata (P<0.05)
dan terendah terdapat pada perlakuan B yaitu 1.3±0.58b. Hasil analisis keragaman
ovulasi ganda, sehingga jumlah anak yang dihasilkan juga meningkat. Jumlah
anak sekelahiran seekor ternak tergantung pada jumlah ovum yang diovulasikan,
pembuahan dan kemampuan hidup embrio (Hulet dan Shelton, 1987). Subandryo
sekelahiran pada kambing adalah bangsa ternak, umur induk, nutrisi dan
24
Jumlah anak juga tergantung pada jumlah sel telur yang diovulasikan dan
dibuahi. Menurut Hunter (1995) sekresi hormon FSH pada saat folikulogenesis
yang disekresikan oleh hipofisis anterior diregulasi melalui umpan balik positif
oleh GnRH. Menurut Hunter (1995), jumlah sel telur yang tumbuh dan
diovulasikan sangat bergantung pada banyaknya kadar FSH dalam darah yang
memunculkan tanda-tanda berahi yang jelas dan diikuti oleh ovulasi. Ketepatan
waktu perkawinan akan meningkatkan jumlah kebuntingan dan jumlah anak per
kambing.
(Senger, 2005) dan menghasilkan ovum yang lebih banyak sehingga jumlah
nyata dengan pemberian 80 mg. hal ini sesuai dengan pendapat Outang, et al.
25
Jenis kelamin anak pada perlakuan peyuntikan hormon FSH dengan dosis
Jenis kelamin anak yang dilahirkan ditentukan pada saat fertilisasi (Berry
dan Cromie, 2007). Kombinasi antara satu gamet maternal dan dua gamet
88,23% jantan dan 11,77% betina yang tidak sesuai dengan pendapat Doloksaribu
(2005) bahwa sex ratio jantan dan betina anak kambing Kacang adalah 53:47%.
(P>0.05) terhadap bobot lahir. Rata-rata bobot lahir setelah injeksi hormon FSH
Tabel 5. Rata-rata Bobot lahir (Kg) setelah injeksi hormon FSH dengan dosis
yang berbeda
Perlakuan
Kelompok
A(200 mg) B(100 mg) C(80 mg)
P0 2.55 3.80 2.40
P1 2.92 3.18 2.65
P2 3.42 3.45 3.30
Jumlah 8.89 10.43 8.96
Rata-rata 2.96±0.44 3.48±0.31 2.99±0.51
Keterangan : Nilai yang berbeda pada kolom menunjukkan pengaruh yang tidak
nyata (P>0.05)
26
Berdasarkan hasil pengamatan rataan bobot lahir berkisar antara 2.96±0.44
dan terendah terdapat pada perlakuan A yaitu 2.96±0.44. Hasil analisis keragaman
terhadap bobot lahir (Lampiran 3). Lebih rendah jika dibandingkan dengan
penelitian Adriani dan Suparjo (2012) yang memperoleh rataan bobot lahir
sebesar 3,80±0,23b .
bobot lahir kambing jantan lebih tinggi dari pada kambing betina. Kondisi ini
(2011) bahwa hormon androgen dihasilkan dari anak jantan yang menyebabkan
bobot lahir lahir tinggi karena dapat memacu pertumbuhan, sementara pada ternak
betina lebih banyak hormon estrogen yang dapat membatasi pertumbuhan tulang
pipa pada proses pembentukan tulang fase prenatal yang sudah mulai pada hari
mendapatkan rataan bobot lahir kambing sebesar 2.95 ± 0.57 kg (Kaunang et al.,
2012), sebesar 2.08 ± 0.54 kg pada kambing persialangan Boer dan kambing
Kacang (Mahmilia dan Elieser, 2008). Relatif sama dengan penelitian lainnya
yang mendapatkan bobot lahir 3.02 kg (Adhianto, et al., 2012), serta lebih rendah
dari penelitian Kostaman dan Sutama (2006) mendapatkan bobot lahir kambing
sebesar 3.58 ± 0,90 kg. Perbedaan ini diduga karena adanya perbedaan genetik
27
ternak, bangsa kambing serta umur induk kambing. Menurut Adhianto et al.
(2012) bahwa bobot lahir kambing sangat dipengaruhi oleh bangsa ternak, umur
V. PENUTUP
28
V.1 Kesimpulan
mg) memperoleh hasil terbaik karena lebih efektif dan efisien. Perlakuan dosis
hormon FSH memberikan pengaruh yang nyata terhadap litter size dan tidak
berpengaruh nyata terhadap bobot lahir serta sex ratio diperoleh 88,23% jantan
V.2 Saran
Untuk mendapatkan Litter size, sex ratio dan bobot lahir yang optimal dan
29
DAFTAR PUSTAKA
Abdulgani, I.K. 1991. Beberapa Ciri Populasi Kambing di Desa Ciburuy dan
Cigombong serta Kegunaannya Bagi peningkatan Produktivitas. Disertasi.
Fakultas Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Adriani dan Suparjo. 2012. Volume ambing dan bobot badan anak kambing
peranakan etawah sebagai respon pemberian FSH dan PMSG. J Penelitian
Universitas Jambi Seri Sains.14(2): 35-42.
Barrett, D.M, P.M. Bartlewski, S.J. Cook, W.C. Rawling. 2002. Ultrasound and
Endocrine Evaluation of the Ovarian Respon to PGF2 alpha given at
Different Stage of the Luteal Phase in ewes. Theriogenology. Vol. 58(7) :
1409 –1424.
30
Berry, D.P., dan A.R. Cromie. 2007. Artificial Insemination Increases the
Probability of a Male Calf in Dairy and Beef Cattle. Theriogenology. 67
(2): 346 – 352.
Capuco, A.V., S.E. Ellis, S.A. Hale, E. Long, R.A. Erdman, X. Zhao, dan M. J.
Paape. 2003. Lactation Persistency: Insight from Mammary Cell
Proliferation Studies. J. Anim. Sci. 81: 18-31.
Chenault, J.R., J.F.Boucher, K.J. Dame, J.A. Meyer, S.L. Wood-Follis. 2003.
Intravaginal Progesterone Insert to Synchronize Return to Estrus of
Previously Inseminated Dairy Cows. J. Dairy Sci. Vol.86(6): 2039-2049.
Elieser, S. 2012. Kinerja Hasil Persilangan antar Kambing Boer dan Kacang
Sebagai Dasar Pembentukan Kambing Komposit. Disertasi. Program
Pascasarjana. Fakultas Peternakan. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
31
Farid, A.H. and M.H. Fahmy. 1996. The East Friesian and Other European
Breeds. In: Fahmy, M.H. (Ed.). Prolific Sheep. CAB International
Gaspersz. 1991. Metode Perancangan Percobaan: untuk Ilmu-ilmu
Pertanian, Ilmu-ilmu Teknik, dan Ilmu Biologi. Penerbit Armico.
Bandung.
Hulet, C.V. and M. Shelton. 1987. Sheep and Goats. In. E.S.E. Hafez:
Reproduction in Farm Animals. 5th ed. Lea & Febiger. Philadelphia. pp:
346-357.
Kaunang. D. Siyadi dan S. Wahjuningsih. 2012. Analisis Litter Size, Bobot Lahir
dan Bobot Sapih Hasil Perkawinan Kawin Alami dan Inseminasi Buatan
Kambing Boer dan Peranakan Etwah. J. Ilmu-ilmu Peternakan. 23(3):41-
46.
Kostaman T dan I.K Sutama. 2006. Korelasi Bobot Induk dengan Lama Bunting,
Litter Size, dan bobot lahir Anak Kambing Peranakan Etawah. Makalah
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor.
32
Krzyzaniak, L.T. and E.S.E. Hafez. 1987. X and Y Chromosome Bearing
Spermatozoa. In: Reproduction in Farm Animals 5 (Ed). Hafez, E.S.E.
(Ed.). Lea & Febiger. Philadelphia.
Maertens L, Luzi F. 1995. Note concerning the effect of PMSG stimulation on the
mortality rate at birth and the distribution of litter size in artificially
inseminated doses. World Rabbit Science 3(1):57-61.
Outang T.M.T, W.M. Nalley, T.M. Hine, 2017. Pemanfaatan Ekstrak Hipofisis
Sapi untuk Memperbaiki Performans Reproduksi Induk Babi Post Partum.
Jurnal Veteriner. 18(3):383-392
Rifai, T.H. 2013. Seleksi induk kambing Kacang Berdasarkan Nilai Indeks
Produktivitas Induk di Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan.
Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Lampung.
33
Rivai, M. 1995. Ilmu Reproduksi Ternak Potong dan Kerja. Diktat. Fakultas
Peternakan. Universitas Andalas. Padang.
Sartorelli E.S., L.M. Carvalho, D.R. Bergfelt, O.J. Ginther, C.M. Barros C.M.
2005. Morphological Characterization of Follicle Deviation in Nelore
(Bos Indicus) Heifers and Cows.Theriogen. 63:2382-2394.
Schmidt, G.H. 1971. Biology of Lactation. W.H. Freeman and Company. San
Fransisco.
Setiadi, M.A. dan Aepul. 2010. Daya Penghambatan Arus Listrik Daerah Vagina
pada Domba Setelah Sinkronisasi Estrus. Prosiding Seminar Nasional
Peranan Teknologi Reproduksi Hewan dalam Rangka Swasembada
Pangan Nasional. FKH-IPB. 135-144.
34
Sodiq, A. dan Sadewo. 2008. Reproductive Performance and Preweaning
Mortality of Peranakan Etawa Goat Under Production System of Goat
Farming Group in Gumelar Banyumas. Animal production . Mei 2008.
Vol 10 no 2:67-72.
Sodiq, A., S. Adjisoedarmo, dan E.S. Tawfik. 2003. Reproduction Rate of Kacang
Peranakan Ettawa Goats Under Village Production Systems in Indonesia.
International Research on Food Security, Natural Resource Management
and Rural Development Technological and Instutional Innovations for
Substainable Rular Development. Deutscher Tropentag – Gottaingen, 8 –
10 October 2003. Page 1-3.
Tiven, N.C., E. Suryanto dan Rusman. 2007. Komposisi Kimia, Sifat Fisik dan
Organoleptik Bakso Daging Kambing dengan Bahan Pengeyal yang
Berbeda. Jurnal Agritech 27(1):1-6.
35
Tonbesi, T.T., N. Ngadiyono, dan Sumadi. 2009. Estimasi dan Kinerja Sapi Bali
di Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.Vol. 33 No. 1
Hal.30-39.
Wu, W, Hanikezi, M. Yang, P. Gong, F. Wang,Y. Tian,X. Xu, …..,Z. Guo. 2011.
Effect of Two Follicle Stimulating Hormone (FSH) Preparations and
Simplified Superovulatory Treatments on Superovulatory Response in
Xinji Fine-Wool Sheep. African Journal of Biotechnology Vol. 10(70).
36
LAMPIRAN
Lampiran 1. Rata-rata Litter size (ekor) setelah injeksi hormon FSH dengan
dosis yang berbeda
Perlakuan
Kelompok Jumlah Rata –rata
A B C
P0 2.00 1.00 2.00 5.00 1.67±0.58
P1 3.00 2.00 2.00 7.00 2.33±0.58
P2 2.00 1.00 2.00 5.00 1.67±0.58
Jumlah 7.00 4.00 6.00 17.00
Rata-rata 2.33±0.58a 1.33 ±0.58b 2.00±0.00a
FK = 172/ 9
= 32.11
F.tabel
SK DB JK KT F.HIT 5% 1%
Kelompok 2 0.89 0.44 4.00 6.94 18.00
Perlakuan 2 1.56 0.78 7.00*
Sisa 4 0.44 0.11
Total 8
Keterangan:
**) = Berbeda Sangat Nyata (P<0.01)
*) = Berbeda Nyata ((P<0.05)
ns = Tidak Berbeda Nyata (P>0.05)
37
Uji Jarak Berganda Duncan Multi Range Test (DMRT)
SE =
= 0.16
LSR = SE.SSR
Lampiran 2. Sex ratio (jenis kelamin anak) kambing Kacang (jantan/betina) pada
perlakuan penyuntikan hormon FSH dengan dosis yang berbeda
Perlakuan
Kelompok A B C
Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina
P0 2 0 1 0 2 0
P1 3 0 2 0 2 0
P2 1 1 0 1 2 0
Jumlah 6 1 3 1 6 0
38
Lampiran 3. Rata-rata bobot lahir (Kg) setelah injeksi hormon FSH dengan dosis
yang berbeda
Perlakuan
Kelompok Jumlah Rata-rata
A B C
P0 2.55 3.80 2.40 8,75 2,92±1.13
P1 2.92 3.18 2.65 9,36 3,12±0.27
P2 3.42 3.45 3.30 10,17 3,39±2.01
Jumlah 8.89 10.43 8.96 28,28
Rata-rata 2.96±0.44 3.48±0.31 2.99±0.51
Keterangan : Nilai yang berbeda pada kolom menunjukkan pengaruh yang tidak
nyata (P>0.05)
FK = 28.28 2/ 9
= 88.86
= 1.60
= 0.75
F.tabel
SK DB JK KT F.HIT
5% 1%
Kelompok 2 0.34 0.17 0.90 6.94 18.00
Perlakuan 2 0.50 0.25 1.34 ns
Sisa 4 0.75 0.19
Total 8
Keterangan:
**) = Berbeda Sangat Nyata (P<0.01)
*) = Berbeda Nyata ((P<0.05)
ns = Tidak Berbeda Nyata (P>0.05)
39
Lampiran 4. Dokumentasi selama penelitian
RIWAYAT HIDUP
40
DIKY PRATAMA, dilahirkan di Kinari, Kec. Bukit Sundi, Kab. Solok
pada tanggal 10 Juli 1997, anak ke-2 dari 4 bersaudara dari pasangan Bapak
Matredi dan Ibu Elma Viati. Pada tahun 2009 penulis menamatkan sekolah dasar
Pertama di SMPN 2 Bukit Sundi. Pada tahun 2015 penulis menamatkan Sekolah
Menengah Atas di SMAN 1 Bukit Sundi. Pada tahun yang sama, Penulis terdaftar
2015, pada tahun 2016 penulis mengikuti Organisasi BEM Peternakan Unand
tahun 2018 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Nagari Air
Hitam, Kec. Silaut, Kab. Pesisir Selatan. Pada tanggal 12 September 2018 sampai
Andalas.
DIKY PRATAMA
41