SKRIPSI
Oleh :
RENDI SRIWIDIANSYAH
1710622010
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PAYAKUMBUH, 2021
ESTIMASI OUTPUT SAPI PESISIR DI KECAMATAN
BAYANG KABUPATEN PESISIR SELATAN
SKRIPSI
Oleh :
RENDI SRIWIDIANSYAH
1710622010
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PAYAKUMBUH, 2021
ESTIMASI OUTPUT SAPI PESISIR DI KECAMATAN BAYANG
KABUPATEN PESISIR SELATAN
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai NI, NRR, dan potensi
(output) ternak sapi Pesisir di Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan.
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 84 orang peternak sapi Pesisir
sebagai responden. Penelitian ini dilakukan dengan metode survey dan metode
penetapan lokasi Stratified Random Sampling, yaitu dipilih tiga nagari yang
mewakili satu kecamatan, kemudian seluruh peternak sapi Pesisir pada setiap
nagari yang terpilih dijadikan responden. Data yang diperoleh dianalisis secara
deskriptif kuantitatif melalui pendekatan teori pemuliaan ternak. Hasil penelitian
menunjukkan nilai natural increase (NI) sapi pesisir sebesar 12,69% yang
menunjukkan bahwa pertambahan populasi ternak sapi Pesisir tergolong rendah.
Nilai net replacement rate (NRR) ternak sapi Pesisir jantan sebesar 204,72% dan
NRR betina sebesar 114,55%. Potensi (output) ternak sapi Pesisir yang dapat
dikeluarkan tanpa mengganggu populasi yang ada sebesar 12,68% atau 25 ekor
yang terdiri dari ternak jantan afkir sebesar 2,54% atau 5 ekor dan 6,53% atau 13
ekor untuk ternak betina afkir, kemudian sisa replacement stock sapi Pesisir jantan
sebesar 2,66% atau 5 ekor dan sapi Pesisir betina 0,95% atau 2 ekor.
Kata kunci: Sapi Pesisir, Natural increase, Net replacement rate, Output.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT. Atas rahmat dan
dengan bak. Skripsi dengan judul “Estimasi Output Sapi Pesisir di Kecamatan
Bayang Kabupaten Pesisir Selatan” penulis susunsebagai salah satu syarat untuk
Andalas.
kasih pula kepada Bapak Dr. Ir., Rusmana Wijaya Setia Ningat, M.Rur.Sc selaku
pembimbing akademik. Ucapan terima kasih ditunjukan kepada Bapak Prof. Dr. Ir
Khasrad, M.Si, Bapak Dr. Ferry Lismanto Syaiful, S.Pt, M.P, dan Ibu Adisti
Rastosari, S.Pt, M.Sc selakupenguji yang telah memberikan arahan, kritik dan
dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dan nasihat sehingga skripsi
ini dapat terselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih juga kepada Bapak
Yusril, S.Pt selaku kepala puskeswan Tarusan dan Kak Putri Oktavially, S.Pt yang
namun penulis juga menyadari adanya kekurangan dan kesalahan dalam penyajian
i
skripsi. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan masukan serta
memohon maaf bila ada salah kata dan benulisan. Semoga penelitian ini
produksi ternak.
Rendi Sriwidiansyah
ii
DAFTAR ISI
iii
3.2. Metode Penelitian ................................................................................... 15
LAMPIRAN .......................................................................................................... 40
iv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
4. Nilai Natural Increase sapi Pesisir dengan sistim perkawinan IB dan Alam
5. Nilai net replacement rate sapi Pesisir dengan sistim perkawina IB dan
6. Rincian potensi output sapi Pesisir dengan sistim perkawinan IB dan Alam
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
3. Dokumentasi Penelitian............................................................................. 43
vii
I. PENDAHULUAN
populasi ternak sapi potong dengan meningkatkat usaha pembibitan sapi potong
Sapi Pesisir merupakan salah satu jenis sapi potong lokal asli Indonesia
baik, terutama dengan adanya jenis sapi Pesisir yang merupakan jenis sapi potong
pada tiap tahunnya tercatat pada tahun 2017 popuasi sapi potong mencapai 3.663
ekor (BPS Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan, 2017), pada tahun 2018
1
populasi sapi potong mencapai 3.698 ekor (BPS Kecamatan Bayang Kabupaten
Pesisir Selatan), pada tahun 2019 populasi sapi potong mencapai 3.744 ekor (BPS
Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan) dan pada tahun 2020 jumlah
populasi sapi potong mencapai 4.724 ekor (BPS Kecamatan Bayang Kabupaten
Pesisir Selatan, 2020). Dengan tingginya peningkatan populasi sapi potong pada
daging di Sumatra Barat, dan tentunya didukung oleh peran pemerintah dalam
berupa pengadaan sarana dan prasarana untuk program pembibitan sapi potong
untuk peningkatan jumlah populasi ternak sapi potong seperti Inseminasi Buatan
Sapi Pesisir memiliki karakteristik dan ciri fisik yang khas, sapi Pesisir
memiliki tubuh berukuan kecil dan banyak di pelihara oleh masyarakat di Sumatra
Barat. Meskipun memiliki ukuran tubuh yang kecil dibandingkan dengan jenis
sapi lainnya, sapi Pesisir memiliki persentase karkas mencapai 50,6%, lebih tinggi
Ternak sapi lokal memiliki beberapa sifat yang lebih unggul dibandingkan
dengan ternak sapi impor seperti, dapat mengkonversi pakan berkualitas rendah,
daya adaptasi tinggi di iklim tropis dan tahan terhadap berbagai jenis peyakit,
Namun, produktivitas sapi lokal lebih rendah dibandingkan jenis sapi impor
lainnya, hal ini dikarenakan tingginya tingkat pemotongan ternak dan kurangnya
2
Sapi Pesisir banyak dipelihara oleh masyarakat di Sumatra Barat
sampai 30 ekor, sistim pemeliharaan sapi Pesisir yang digunakan oleh masyarakat
di Kecamatan Bayang yaitu dengan sistim intensif, dengan cara sapi dipelihara di
dalam kandang secara terus menerus dan dikontrol makan dan kesehatan hewan
mengetahui pola pembiakan dari ternak di suatu daerah. Estimasi output pada
suatu daerah di pengaruhi oleh natural increase (NI) dan net replacement rate
dipengaruhi oleh natural increase (NI), karena output dihitung berdasarkan selisih
antara natural increase dengan kebutuhan ternak pengganti dalam priode satu
suatu jenis ternak yang ada pada suatu daerah. Nilai dari estimasi output dapat
daerah dan juga dapat digunakan untuk mengatur jumlah ternak yang di potong
dan jumlah ternak yang dikeluarkan dari suatu daerah agar tidak mengganggu
3
Dari data yang diinformasikan oleh Badan Pusat Statistik Daerah, Dinas
jumlah sapi yang ada pada daerah tersebut, sehingga belum mencatat potensi
dan output ternak sapi Pesisir di daerah tersebut. Berdasarkan uraian yang
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai NI¸ NRR dan potensi
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
Sapi potong merupakan jenis sapi yang dipelihara dengan tujuan utamanya
memproduksi daging yang lebih tinggi. Sapi potong adalah jenis sapi yang
memiliki performa pertumbuhan cepat dan memiliki kualitas daging yang baik
(Abidin, 2002). Sapi merupakan salah satu hewan herbivora pemakan rumput
yang memiliki kemampuan dalam mengkonversi pakan yang baik dari kualitas
pakan rendah menjadi bahan yang memiliki nilai gizi tinggi (Sugeng, 2003).
Ternak sapi potong sebagai salah satu penyumbang protein hewani berupa
daging, produktivitas daging di Indonesia masih jauh dari taget yang diperlukan
intensif, semi intensif dan ekstensif. Sistim pemeliharaan ternak sapi dengan
sistim intensif yaitu ternak sapi sepanjang hari berada di dalam kandang dan
diberi pakan sebanyak dan sebaik mungkin sehingga pertambahan bobot ternak
2009).
5
2.2. Sapi Pesisir
al, 2007). Sapi pesisir merupakan salah satu jenis sapi potong lokal asli Indonesia
Sumatra Barat dan banyak tersebar diberbagai wilayah Kabupaten Pesisir Pelatan.
Sapi Pesisir mempunyai keseragaman bentuk fisik dan komposisi genetic serta
mempunyai ciri khas yang berbeda dengan rumpun sapi asli atau sapi lokal
lainnya dan merupakan kekayaan sumber daya genetic ternak lokal Indonesia
yang perlu dilindungi dan dilestarikan (Permentan, 2011). Menurut Jakaria et. al.
(2007) sapi Pesisir memiliki bobot badan dan ciri fisik yang relative kecil karena
(Rusfidra, 2007) sapi Pesisir pada umumnya dipelihara secara ekstensif (bebas)
Adrial (2010) sapi Pesisir memiliki bobot badan dan ukuran tubuh yang lebih
kecil dibandingkan dengan jenis sapi lainnya. Pada umur 4-6 tahun sapi Pesisir
memiliki bobot badan 160 kg, panjang badan 114 cm, lingkar dada 127 cm, dan
tinggi badan 100 cm. Sapi Pesisir memiliki keragaman warna bulu yang tinggi.
Menurut hasil penelitian Sarbaini (2004) bahwa warna bulu pada sapi Pesisir
memiliki pola tunggal yang dikelompokkan atas warna utama, yaitu merah bata
(34,35%), kuning (25,51%), coklat (18,96%), hitam (10,91%) dan putih (9,26%).
6
Menurut Saladin (1983) karakteristik sapi Pesisir yang lain adalah sapi
Pesisir memiliki tandung pendek dan mengarah keluar seperti tanduk kambing.
Sapi jantan memiliki kepala pendek, leher pendek dan besar, belakang leher besar,
ponok besar, kemudi pendek, dan membulat.Sapi betina memiliki kepala agak
panjang dan tipis, kemudi miring, pendek dan tipis, tanduk kecil dan mengarah
keluar.
7
Gambar 3.Penampilan sapi Pesisir betina(Sumber : SNI Sapi Pesisir, 2015)
reproduksi dalam jangka waktu tertentu yang dipengaruhi oleh beberapa faktor
(Sumadi et al, 2011). Produktivitas merupakan hasil yang diperoleh dari seekor
ternak dan dapat dinyatakan sebagai fungsi dari tingkat produksi dan reproduksi
(Hardjosubroto, 1994).
sistim perkawinan dan umur (Toelihere, 1981). Menurut Ginting (1995) dan
reproduktivitas ternak diperlukan daya dukung pakan baik dari kualitas maupun
kuantitasnya.
Aspek seekor ternak tidak dapat dipisahkan dari reproduksi ternak yang
ternak sapi potong adalah jumlah kebuntingan, kelahiran, kematian, panen pedet
(calf corpt), bobot setahun (yearling), bobot potong, pertambahan bobot badan
8
ternak (Trikesowoet al. 1993). Peningkatan produktivitas sapi potong dapat di
Umur pada ternak sangat penting untuk diketahui, hal ini sesuai dengan
tujuan usaha dari pemeliharaan ternak dan manajemen perkawinan pada ternak
membeli anakan sapi yang berusia 4 bulan. Sedangkan untuk tujuan pembibitan,
peternak dianjurkan membeli sapi sejak umur 8 bulan agar sapi lebih mudah
usaha penggemukan sapi potong biasanya dibeli pada umur 1,5 sampai 2 tahun.
Karena pada usia tersebut konsumsi pakan tinggi sehingga dapat menunjang
pertambahan bobot badan yang signifikan pada ternak, kemudian pada umur
pada otot masih berlangsung. Dengan demikian, untuk mengetahui umur pada
sapi menjadi sangat penting bagi para peternak. Meskipun begitu kenyataan yang
terjadi dilapanganpara peternak masih kesulitan untuk mengetahui umur pada sapi
9
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengetahui umur seekor
4. Mengamati saat jatuhnya tali pusar, hanya bisa dilakukkan saat ternak
menggunakan cara pengamatan cincin tanduk, akan tetapi cara ini tergolong sulit
dan membutuhkan latihan. Menaksir usia pada sapi merupakan salah satu
tersebut dapat berguna dalam menentukan nilai jual ternak yang akan diseleksi
Menurut Murtidjo (1990) pertumbuhan gigi pada ternak sapi dapat dibagi
menjadi 3 fase yaitu : 1) fase gigi susu, fase dimana gigi yang tumbuh semenjak
lahir sampai gigi itu berganti dengan gigi yang baru, 2) fase penggantian gigi,
yaitu dari awal penggantian sampai selesai, dan 3) fase keausan, yaitu fase dimana
gigi tetap mengalami keausan. Menurut Torell et al. (2003) saat dewasa sapi
10
,e,iliki 32 gigi, 8 diantaranya merupakan gigi seri di rahang bawah. Dua gigiseri
tengah dikenal sebagai penjepit, pasangan ketiga disebut perantara kedua atau
lateral, dan pasangan luar disebut gigi pojok. Pada bagian atas tidak terdapat gigi
kematian suatu ternak dalam wilayah dan waktu tertentu kemudian diukur dalam
jangka waktu satu tahun (Sumadi et al, 2004). Suatu wilayah yang memiliki nilai
tersebut dalam penyediaan ternak pengganti tanpa bergantung pada wilayah lain
serta dapat menjual sisa ternak pengganti dari wilayahnya ke wilayah lain.
maupun induk sapi yang produktif dapat meningkatkan kelahiran pedet dalam
usaha peternakan.
sapi Pesisir sebesar 27,08%, sapi Bali sebesar 16,35%, persilangan sapi Bali dan
Pesisir sebesar 12,57%, sapi persilangan sebesar 24,68%. Dan nilai rata-rata
natural increas (NI) seluruh bangsa sapi adalah 24,39% (Susanti et al, 2015).
Menurut Putra et al. (2015) nilai natural increas bangsa sapi potong di Kabupaten
Pesisir Selatan Provinsi Sumatra Barat yaitu sapi Bali sebesar 25,42%, sapi PO
11
sebesar 16,22%, sapi SimPO sebesar 21,71%, sapi Simpes sebesar 15,63%, sapi
pedet betina yang terlahir dan diharapkan dapat hidup pada umur tertentu, dibagi
dengan jumlah kebutuhan ternak betina pengganti tiap tahunnya, dikalikan dengan
100%. Kemudian apabila nilai NRR suatu ternak melebihi angka 100% maka
terjadi surplus ternak dan apabila kurang dari 100% maka terjadi pengurangan
kebutuhan ternak pengganti per tahun. Persentase kelahiran pedet dan ketahanan
hidup pedet dapat menentukan suatu wilayah tersebut mampu atau tidaknya dalam
Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumatra Barat pada semua sapi potong adalah
1307,79% jenis kelamin jantan dan jenis kelamin betina adalah 674,34%, yang
kali dari kebutuhan, pada sapi betina untuk pengganti (replacement) sebanyak
6,74 kali dari kebutuhan, sehingga Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan
Provinsi Sumatra Barat dinyatakan kelebihan ternak sapi jantan dan betina.
2.7. Populasi
organisme dari spesies yang sama yang menempati wilayah atau daerah tertentu
untuk hidup dan berkembang biak pada suatu waktu. Populasi sapi Pesisir di
12
Kabupaten Pesisir Selatan pada tahun 2012 mencapai 76.111 ekor yang tersebar di
lengayang 12.622 ekor, dan Kecamatan Bayang 12.215 ekor. Sementara itu rumah
populasi, kerapatan, sebaran ruang umur, dan imbangan jenis kelamin, struktur
yang tinggi, mortalitas anak yang tinggi, lahan yang terbatas, serta kualitas pakan
populasi ternak di Indonesia antara lain rendahnya tingkat reproduksi ternak, dan
daerah lain atau dipotong dari daerah tertuntu tanpa mengganggu keseimbangan
dari ternak tersebut maka dinyatakan sebagai output. Menurut Sumadi (2011)
13
output dari suatu wilayah dipengaruhi oleh komposisi ternak berdasarkan umur,
Output (potensi) terdiri dari beberapa komponen yaitu jumlah sisa ternak
pengganti jantan dan betina serta ternak jantan dan betina afkir. Sisa dari ternak
dapat dibagi menjadi tiga bagian untuk memperoleh rentang nilai rendah, sedang
pertambahan populasi per satuan waktu sehingga dapat diketahui nilai estimasi
populasi suatu ternak dalam suatu wilayah tertentu. Nilai NI dapat mempengaruhi
jumlah output, karena output dihitung dari selisih antara natural incerease dengan
kebutuhan ternak pengganti selama satu tahun dalam suatu wilayah (Sumadi,
2011). Menurut Putra et al, (2015) rata-rata output sapi potong di Kabupaten
Pesisir Selatan Provinsi Sumatra Barat untuk sapi afkir jantan sebesar 5,93% dan
betina sebsar 11,12% dari populasi, sapi muda jantan sebesar 2,19% dan betina
14
III. MATERI DAN METODE
Materi dalam penelitian ini adalah ternak sapi Pesisir yang tersebar di
sebagai responden yaitu sebanyak 84 orang peternak dengan jumlah sapi Pesisir
yaitu 197 ekor. Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : alat tulis,
Sapi Pesisir di Kecamatan Bayang. Dalam penelitian ini dikumpulkan dua jenis
kuisioner. Data primer diambil meliputi identitas peternak sapi Pesisir dan data
ternak sapi Pesisir. Dan data skunder yang di peroleh dari Instansi Pemerintah
Selatan.
sampling, dari 17 nagari yang ada di Kecamatan Bayang diambil tiga nagari yang
mewakili keberadaan ternak sapi Pesisir dengan tingkat populasi tinggi (345-639
15
Data populasi ternak sapi potong pernagari di Kecamatan Bayang
Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumatra Barat pada tahun 2019 dapat dilihat
penelitian.
16
3.3. Variabel yang Diamati
2. Jumlah sapi Pesisir dewasa, sapi Pesisir muda, dan pedet sapi Pesisir, dengan
keterangan sapi dewasa adalah sapi dengan umur lebih dari dua (2) tahun,
sapi muda sapi dengan umur dua belas (12) bulan sampai dikawinkan pertama
kali atau dua (2) tahun, dan pedet adalah sapi sejak lahir sampai umur dua
belas (12) bulan atau satu (1) tahun. Pendugaan umur juga dapat dilakukan
a. Umur 1 bulan terdapat dua atau lebih gigi seri sementara dalam bulan
b. Umur antara 1-2 tahun, pasangan gigi seri sementara (I1) digantikan
oleh gigi permanen (I1). Umur 2 tahun gigi permanen sentral (I1)
c. Umur 2-2,5 tahun, pasangan gigi seri intermedial (I2) digantikan oleh
umur 3 tahun.
d. Umur 3-3,5 tahun pasangan gigi seri intermedial kedua atau lateral
e. Umur 4-4,5 tahun, gigi seri sudut (I4) digantikan oleh gigi permanen
(I4). Pada umur 5 tahun gigi sudut biasanya telah tumbuh sempurna.
17
f. Umur 5-6 tahun, gigi permanen (I1) rata, pasangan intermedial
g. Umur 7-10 tahun, pada umur 7 tahun atau 8 tahun (I1) terlihat keausan
yang nyata, dan pada umur 10 tahun (I4) baru terlihat keausan yang
nyata .
3. Jumlah induk sapi Pesisir yang melahirkan selama satu tahun terakhir
5. Jumlah ternak sapi Pesisir yang mati selama satu tahun terakhir
NRR, dan output melalui pendekatan teori pemuliaan ternak sesuai dengan
18
d. Persentase kematian (%)
f. NI jantan (%)
g. NI betina (%)
NI jantan (ekor)
NRR jantan (%)= ×100%
Kebutuhan replacement jantan (ekor)
NI betina (ekor)
NRR betina (%)= ×100%
kebutuhan replacement betina (ekor)
j. Output
Setelah nilai NI, NRR, dan Output diketahui maka akan dilanjutkan dengan
19
3.4. Analisis Data
rate dan output sapi Pesisir yang ada di Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir
Selatan.
Selatan Provinsi Sumatra Barat pada tanggal 2 April sampai tanggal 8 Mei tahun
2021.
20
IV. Hasil dan Pembahasan
memiliki luas wilayah sebesar 5749,89 Km² atau sekitar 13,69% dari luas Provinsi
wilayah dilereng/punggung bukit atau gunung, wilayah daerah aliran sungai, dan
wilayah yang rata/datar. (Badan Pusat Statistik Kabupaten Pesisir Selatan 2021).
1°17,30̛ Lintang Selatan dan 100°19̛ - 100°34,7̛ Bujur Timur, dengan luas daerah
tercatat sebesar 77,5 Km² atau 5,71% dari luas Kabupaten Pesisir Selatan.
dengan Kecamatan IV Jurai dan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Koto
IX Tarusan.
Kecamatan Bayang terdiri dari 17 nagari yaitu Pasar Baru, Talaok, Koto
Barapak, Gurun Panjang, Api-Api, Tanjung Durian, Asam Kamba, Sawah Laweh,
Kapeh Panji, Aur Begalung, Kapelgam, Kapujan, Kubang, Koto Baru, Gurun
Panjang Selatan, Gurun Panjang Utara, Gurun Panjang Barat. Terdapat 3 nagari
Pesisir Selatan yaitu Aur Begalung dengan jumlah rumah tangga pemeliharaan
21
ternak sebanyak 346 peternak, Koto Barapak dengan jumlah rumah tangga
Kecamatan Bayang memiliki luas lahan pertanian sebesar 90,58% yang terdiri
dari 28,37% lahan persawahan, 62,21% lahan pertanian bukan sawah dan 9,42
lahan bukan pertanian. (Badan Pusat Statistik Kabupaten Pesisir Selatan 2020).
dan Andri, 2018). Identitas peternak merupakan salah satu bagian dari
penting yang digunakan dalam usaha peternakan. Identitas peternak meliputi umur
22
Tabel 2. Identitas peternak sapi Pesisir di Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir
Selatan tahun 2020.
NO Peubah Rata-rata
1 Umur Peternak (th) 48,19 ± 11,46
2 Pengalaman Beternak (th) 11,66 ± 9,19
3 Pendidikan Terkhir (%)
a. Tidak Pernah Sekolah 2,4
b. SD 35,7
c. SMP 28,6
d. SMA 32,1
e. S1 1,2
4 Pekerjaan Utama (%)
a. Petani 72,6
b. IRT 23,8
c. Pedagang 1,2
d. Pegawai Swasta 1,2
e. Nelayan 1,2
5 Tujuan Pemeliharaan (%)
a. Pembibitan 100
b. penggemukan 0
6 Alasan Pemeliharaan (%)
a. Tabungan 95,2
b. Usaha Pokok 4,8
7 Alasan Pemeliharaan Sapi (%)
a. Mudah Dipelihara 89,3
b. Harga Jual Tinggi 10,7
8 Sistim Pemeliharaan (%)
a. Siang malam dikandangkan 51,2
b. Siang dilepas, malam dikandangkan 48,8
9 Metode Perkawinan (%)
a. IB 97,6
b. Alam 2,4
10 Jumlah Ternak 197 ekor
11 Jumlah Peternak (Responden) 84 orang
Kabupaten Pesisir Selatan yaitu 48,19 ± 11,46 tahun. Pada usia produktif
kemampuan dan kondisi fisik manusia akan cenderung optimal (Setiawan, 2019).
23
bagian yaitu usia belum produktif 0 – 14 tahun, usia produktif 15 – 65 tahun, dan
Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan masih dalam usia produktif dan
setempat.
Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan yaitu 11,66 ± 9,19 tahun. Peternak
di Kecamatan Bayang memiliki pengalaman beternak sapi yang cukup lama, hal
ini dipengaruhi oleh sistim manajemen dan pemeliharaan yang diwariskan secara
turun-temurun. Menurut Arif Nur Hidayat et al. (2019) salah satu faktor yang
lama peternak memiliki pengalaman dalam beternak maka peternak semakin peka
terhadap kondisi ternaknya, baik dari segi kesehatan maupun dalam sistim
perkawinanya.
Kabupaten Pesisir Selatan sangat beragam mulai dari tidak sekolah menempuh
tingkat pendidikan peternak mulai dari tidak pernah sekolah, SD, SMP, SMA, dan
sarjana berturut-turut yaitu 2,4 %, 35,7 %, 28,6 %, 32,1 %, dan 1,2 %. Dari
dasar (SD) dan diikuti oleh sekolah menengah atas (SMA). Tingkat pendidikan
24
mengelola usahanya, semakin tinggi pendidikan maka wawasan akan semakin
meningkat dan dapat menerima inovasi serta teknologi yang dapat diterapkan
petani yaitu 72,6 %. Hal ini sesuai dengan keadaan wilayah di Kecamatan Bayang
yang secara umum penduduknya tinggal di wilayah pedesaan dan jauh dari pusat
kota, sehingga masyarakat lebih memanfaatkan sumber daya alam sekitar dengan
Menurut M. Adri Sutrisno et al. (2018) petani pada umumnya memelihara sapi
sebagai usaha sambilan karena tidak memerlukan waktu yang banyak. Usaha
peterakan sapi Pesisir di Kecamatan Bayang hanya dilakukan dalam sekala kecil.
Lestari et al. (2014) yaitu memelihara sapi untuk mendapatkan anak yang
pemeliharaan secara intensif atau siang dan malam dikandangkan, hal ini
lahan penggembalaan menjadi lahan pertanian. Dan alasan peternak lebih memilih
ternak sapi dibandingan ternak lainnya karena mudah dipelihara dan tidak
25
membutuhkan tenaga dan waktu yang cukup banyak. Mayoritas peternak sapi
hal ini dipengaruhi dengan sisitim pemeliharaan yang diterapkan oleh peternak di
terjadi antar peternak dalam wilyah yang sama atau wilayah yang berbeda
kemudian dihitung dari jangka waktu satu tahun terakhir. Mutasi masuk dapat
terjadi apabila ada ternak yang lahir atau sengaja membeli ternak, sedangkan
mutasi keluar dapat terjadi akibat proses jual beli antar peternak atau proses
penjulan ternak untuk dipotong. Mutasi ternak sapi Pesisir di Kecmatan Bayang
26
Pada Tabel 4 menunjukkan jumlah ternak sapi Pesisir masuk sebanyak 31
ekor atau 15,74% terhadap populasi. Peternak di wilayah ini sedikit dalam
ternak yang dimilikinya, karena sesuai dengan tujuan pemeliharaan ternak yang
ada yaitu pembibitan. Ternak jantan yang lahir sebanyak 11 ekor yang kemudian
dipelihara dan digemukkan untuk dijual atau dipotong pada hari raya Idul Adha,
sedangkan ternak betina yang lahir sebanyak 16 ekor yang kemudian dipelihara
atau 13,73%. Pada penelitian ini ternak sapi Pesisir yang masuk lebih banyak
dibandingan dengan ternak sapi Pesisir yang keluar. Kebanyakan ternak sapi
Pesisir yang keluar di wilayah ini yaitu ternak jantan sebanyak 14 ekor karena
sengaja dijual untuk kebutuhan keluarga atau dipotong saat hari raya Idul Adha
sedangkan ternak yang mati hanya sedikit karena manajemen pemeliharaan yang
ternak.
sejumlah data ketersediaan betina dewasa, tingkat kelahiran dan kematian ternak
dari suatu populasi. Nilai Natural Increase diperoleh dengan cara mengurangkan
27
tingkat kelahiran dengan tingkat kematian dalam suatu wilayah tertentu yang
biasanya dihitung dalam jangka waktu satu tahun (Sumadi et al., 2001). Nilai
Tabel 4. Nilai Natural Increase sapi Pesisir dengan sistim perkawinan IB dan
Alam di Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2020.
No Variabel IB Alam
1 Total populasi (ekor) 197 197
2 Jumlah induk yang melahirkan (ekor) 55 0
3 Populasi induk (ekor) 90 90
4 Persentase induk terhadap populasi (%) 45,69 45,69
5 Jumlah kelahiran pedet (ekor) 27 0
6 Persentase kelahiran pedet terhadap populasi (%) 13,71 0,00
7 Jumlah kematian sapi/tahun (ekor) 2 2
8 Persentase kematian terhadap populasi (%) 1,02 1,02
9 NI (%) 12,69 -1,02
IB sebesar 12,69% dan alam sebesar -1,02%. Nilai natural increase sapi Pesisir
pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan penelitian nilai natural
increase sapi Pesisir pada penelitian Afriani et al. (2019) di Kecamatan Bayang
sebesar 16,86%, Nilai natural increase sapi Pesisir Putra et al. (2015) di
Sutrisno et al. (2018) di Purwodadi Dalam sebesar 28,16% dan Wonodadi sebesar
Kebumen sebesar 40,78%, Nilai natural increase sapi Bali Suhana (2016) di
Kabupaten Lombok Utara sebesar 19,7%, Nilai natural increase sapi Pesisir
increase sapi Madura Kutsiyah (2017) di Pulau Sapudi sebesar 27,96%. Besarnya
28
Menurut Sulastri dan Adhianto (2016) NI dapat dikelompokan menjadi
tiga kelas yaitu tinggi, sedang, dan rendah yang ditentukan dengan melihat
tiga untuk pengkategorian kelas. Rentang nilai NI sapi Pesisir antara 0,00% -
45,69%, rentang nilai NI dapat digolongkan menjadi tiga kelas yaitu rendah
dengan rentang nilai NI sebesar 0,00% - 15,23%, sedang dengan rentang nilai NI
sebesar 15,23% - 30,46%, dan tinggi dengan rentang nilai NI sebesar 30,46% -
45,69%.
sebesar 12,69% dan nilai NI sapi Pesisir dengan kawin alam sebesar -1,02 hal
tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, rendahnya jantan produktif yang
digunakan untuk perkawinan karena pada umur 3 tahun sapi Pesisir jantan dijual
pada saat hari raya Idul Adha, kecenderungan peternak untuk mendapatkan
keturunan yang lebih besar dengan mengawinkan induk sapi Pesisir secara IB
dengan jenis sapi lain yang dapat menyebabkan sapi Pesisir murni menjadi
terancam punah dan juga karena rendahnya betina produktif sapi Pesisir serta
29
4.5. Net Replacement Rate (NRR)
muda yang calon pengganti dengan kebutuhan ternak pengganti per tahun
dikalikan dengan 100%. Nilai NRR digunakan untuk mengetahui apakah jumlah
kelahiran pedet dapat menutupi kebutuhan akan ternak pengganti agar populasi
ternak diwilayah tersebut tetap seimbang. Menurut Samberi et al. (2010) apabila
apabila NRR >100% maka kebutuhan ternak pengganti tercukupi. Nilai net
Tabel 5. Nilai net replacement rate sapi Pesisir dengan sistim perkawina IB dan
Alam di Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2020.
No Peubah (variabel) (%) IB Alam
1 Jantan
Kebutuhan pengganti 2,54 2,54
Ketersediaan 5,2 0
NRR 204,72 0,00
2 Betina
Kebutuhan pengganti 6,53 6,53
Ketersediaan 7,48 0
NRR 114,55 0,00
dengan sisitim perkawinan IB jantan dan betina sebesar 204,72% dan 114,55%,
artinya ketersediaan sapi jantan untuk pengganti sebanyak 2,04 kali dari
kebutuhan, sedangkan pada sapi betina sebanyak 1,14 kali dari kubutuhan, dan
NRR pada sapi Pesisir dengan kawin alam jantan dan betina untuk sapi Pesisir
0,00% dan 0,00% artinya ketersediaan sapi jantan dan betina untuk pengganti
dengan straw jenis sapi lain yang dapat menyebabkan sapi Pesisir murni menjadi
30
hilang. Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumatra Barat
dapat dinyatakan berpotensi dalam pengembangan populasi ternak sapi Pesisir dan
menjaga kemurnian dan kelestarian sapi Pesisir murni. Peternak sapi Pesisir di
jantan, ternak jantan dipelihara kemudian dijual pada saat hari raya Idul Adha
Hasil penelitian ini nilai NRR sapi Pesisir IB jantan lebih tinggi
dibandingkan nilai NRR sapi Pesisir jantan dan lebih rendah nilai NRR sapi
Pesisir betina Afriani et al. (2019) yaitu jantan 0,00% dan betina 439,56%, nilai
NRR sapi Pesisir penelitian ini lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai NRR
sapi Pesisir penelitian Putra et al. (2015) yaitu jantan 422,68% dan betina
124,63%, nilai NRR sapi Pesisir jantan penelitian ini lebih tinggi dan betina lebih
rendah jika dibandingkan dengan nilai NRR sapi PO Kusuma et al, (2017) yaitu
jantan 153,94%% dan betina 223,99%, nilai NRR sapi Pesisir jantan penelitian ini
lebih tinggi dan betina lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai NRR sapi
Pesisir Susanti et al. (2015) yaitu jantan 167,37% dan betina 245,22%, dan nilai
NRR sapi Pesisir jantan pada penelitian ini lebih tinggi dan betina lebih rendah
jika dibandingkan dengan nilai NRR sapi Madura Kutsiyah (2017) yaitu jantan
96,18% dan betina 126,41% dan hasil penelitia nilai NRR sapi Pesisir dengan
sistim kawin alam lebih rendah dibandingkan dengan penelitian yang serupa.
4.6. Output
Potensi atau Output sapi potong disuatu daerah yaitu kemampuan suatu
daerah dalam mengeluarkan ternak bibit maupun untuk dipotong dari suatu daerah
31
Sumadi et al. (2011). Jumlah sisa ternak pengganti dapat mempengaruhi besarnya
nilai Output. Nilai Output diperoleh dari penjumlahan populasi sisa ternak yang
digunakan untuk ternak pengganti baik jantan dan betina dengan poplasi ternak
afkir jantan maupun betina Kusuma et al. (2017). Output sapi Pesisir di
Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2020 terdapat pada Tabel 8.
Tabel 6. Rincian potensi output sapi Pesisir dengan sistim perkawinan IB dan
Alam di Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2020.
No Variabel IB Alam
1 Sisa replacement (%)
a. Jantan (%) 2,66 -2,54
(ek) 0 0
b. Betina (%) 0,95 -6,53
(ek) 0 0
2 Ternak afkir
a. Jantan (%) 2,54 2,54
(ek) 0 0
b. Betina (%) 6,53 6,53
(ek) 0 0
3 Total (%) 12,68 0
Output (ek) 0 0
Pada Tabel 8 menunjukkan total nilai Output sapi Pesisir dengan sisitim
Selatan dapat dikeluarkan tanpa mengganggu populasi yang ada sebesar 12,68%
atau 25 ekor yang terdiri dari sisa replacement stock sapi Pesisir jantan sebesar
2,66% atau 5 ekor dan sapi Pesisir betina 0,95% atau 2 ekor, kemudian ternak
jantan afkir sebesar 2,54% atau 5 ekor dan ternak betina afkir sebesar 6,53% atau
13 ekor, sedangkan nilai Output sapi Pesisir dengan sisitim perkawinan alam tidak
dapat dikeluarkan karena sisa replacement stock untuk ternak sapi pesisir jantan
dan betina sebesar -9,07% yang berarti Kecamatan Bayang kekurangan ternak
32
Nilai Output sapi Pesisir pada penelitian ini lebih rendah jika
dibandingkan dengan hasil penelitian Susanti et al. (2015) nilai output sapi Pesisir
sebesar 27,03%, Putra et al. (2015) nilai output sapi Pesisir sebesar 28,35%,
Afriani et al. (2019) nilai output sapi Pesisir sebesar 18,47%, dan Sembari et al.
(2010) nilai output sapi Bali sebesar 13,11%. Menurut Anggraini et al. (2016)
besarnya nilai output dapat disebabkan oleh beberapa potensi reproduksi dan
penerapan sistim pemeliharaan disuatu daerah dengan daerah lain. Nilai output
sapi Pesisir dalam penelitian ini memiliki nilai yang sama dengan NI-Nya.
Apabila pengeluaran ternak sama dengan NI-nya dalam suatu wilayah maka
populasi ternak akan seimbang sehingga dapat dikatakan bahwa output ternak
dalam suatu wilayah adalah sama dengan nilai NI-Nya Susanti et al. (2015). Nilai
berkembang.
33
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa
Kabupaten Pesisir Selatan kelebihan ternak sapi Pesisir jantan dengan nilai NRR
sebesar 204,72% atau ketersediaan sapi jantan untuk pengganti sebanyak 2,04 kali
dari kebutuhan dan kebihan ternak sapi Pesisir betina dengan nilai NRR sebesar
114,55% atau ketersediaan sapi betina untuk pengganti sebanyak 1,14 kali dari
kebutuhan. Potensi atau output sapi Pesisir yang dapat dikeluarkan tanpa
sebesar 12,68% atau setara dengan 25 ekor terdiri dari sisa replacement stock
jantan sebesar 2,66% atau 5 ekor, betina sebesar 0,95% atau 2 ekor dan ternak
afkir jantan sebesar 2,54% atau 5 ekor, betina sebesar 6,53% atau 13 ekor.
5.2. Saran
menyarankan agar adanya penelitian lebih lanjut mengenai estimasi output sapi
Pesisir yang merupakan plasma nutfah Sumatra Barat. Pemerintah daerah dan
dinas peternakan setempat agar mempertahankan kemurnian sapi Pesisir yang ada
34
DAFTAR PUSTAKA
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2015. SNI 17651. 6:2015. Bibit Sapi Potong
Bagian: Pesisir, Jakarta.
Adrial. 2010. Potensi sapi pesisir dan upaya penegembangannya di Sumatra Barat.
Jurnal Litbang Pertanian, 29(2):66-72.
Afriani, T., M. P. Agusta, Yurnalis, F. Arlina, dan D.E. Putra. 2019. Estimasi
dinamika populasi dan pembibitan sapi potong di Kecamatan Bayang
Kabupaten Pesisir Selatan. Jurnal Peternakan Indonesia, 21(2) : 130-139.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Pesisir Selatan. 2017. Kecamatan Bayang dalam
angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Pesisir Selatan, Painan.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Pesisir Selatan. 2018. Kecamtan Bayang dalam
angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Pesisir Selatan, Painan.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Pesisir Selatan. 2019. Kecamatan Bayang dalam
angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Pesisir Selatan, Painan.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Pesisir Selatan. 2020. Kecamatan Bayang dalam
angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Pesisir Selatan, Painan.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Pesisir Selatan. 2021. Kabupaten Pesisir Selatan
dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Pesisir Selatan, Painan.
35
Gurnadi, E. 1988.Teknik Penanganan dan Pengelolaan Ternak Ruminansia
Besar.Teknik Laboratorium Ilmu Pemuliaan Ternak dan Genetika Ternak,
Bogor.
Herlambang, B. 2014. Beternak Sapi Potong dan Sapi Perah. Fakultas Peternakan
Institut Pertanin Bogor, Bogor.
Kusuma S. B., N. Ngadiyono, dan Sumadi. 2017. Estimasi Dinamika Populasi dan
Penampilan Reproduksi Sapi Peranakan Ongole di Kabupaten Kebumen
Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Buletin Peternakan, 41(3) : 230-242.
Lestari, C. M. S., Purbowati, E., Dartosukarno, S., dan Rianto, E. 2014. Sistim
Produksi dan Produktivitas Sapi Jawa-Brebes Dengan Pemeliharaan
Tradisional (Studi Kasus di Kelompok Tani Ternak Cikoneng Sejahtera dan
Lembu Lestrasi Kecamatan Bandarharjo Kabupaten Brebes). Jurnal
Peternakan Indonesia, 16(1), 8-14.
36
Mentri Pertanian. 2011. Keputusan Mentri Pertanian No 2908/Kpts/Ot.
140/6/2011.
Nurlaila, S., Kurnadi, B., Zail, M., dan Nining, H. 2019. Status reproduksi dan
potensi sapi Sonok di Kabupaten Pamekasan. Jurnal Ilmiah Peternakan
Terpadu, 6(3), 147-154.
Putra, D. E., Sumadi dan T. Hartatik. 2015. Estimasi output Sapi Potong di
Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumatra Barat. Jurnal Peternakan
Indonesia 17(2):105-115.
Saladin, R. 1983. Penampilan sifat-sifat produksi dan reproduksi sapi lokal Pesisir
Selatan di Provinsi Sumatra Barat.Disetasi. Sekolah Pasca Sarjana, institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Sarbaini. 2004. Kajian keragaman karakter eksternal dan DNA mikrosatelit sapi
Pesisir di Sumatra Barat. Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
37
Setiawan, B. D., dan Nur, Y. S. 2019. Evaluasi sistim manajemen usaha
pembibitan sapi bali terintegrasi dengan perkebunan kelapa sawit di
Kabupaten Pasaman Barat, Provinsi Sumatra Barat. Jurnal Ilmiah
Peternakan Terpadu, 7(3), 276-286.
Suhana, N. 2016. Struktur Populasi dan Natural Increase Sapi Bali di Kabupaten
Lombok Utara. Doctoral dissertation, Universitas Mataram.
Susanti, A. E., N. Ngadiyono dan Sumadi. 2015. Estimasi Output Sapi Potong di
Lahan Pasang Surut Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatra Selatan. Jurnal
Lahan Suboptimal,4(2) : 99-109.
38
Sutrisno, M. A., Sulastri, S., dan Suharyati, S. 2018. Status Reproduksi dan
Estimasi Output Sapi Peranakn Ongole di Desa Purwodadi Dalam dan
Wonodadi, Kecamatan Tanjung Sari Kabupaten Lampung Selatan. Jurnal
Riset dan Inovasi Peternakan, 2(3), 29-40.
Soeprapto dan Z. Abidin. 2006. Cara Tepat Penggemukan Sapi Potong. Agro
Media Pustaka, Jakarta.
Triyanto, T., Rahayu, E. S., dan Purnomo, S. H. 2018. Analisis Daya Dukung
Wilayah Pengembangan Sapi Potong di Kabupaten Gunung kidul. In
Prosiding Seminar Nasional Fakultas Pertanian UNS (Vol. 2, No. 1, pp. D-
13).
39
LAMPIRAN
LEMBAR KUESIONER
Hari/Tanggal :
Propinsi : Sumatera Barat
Kabupaten : Pesisir Selatan
Kecamatan :
Kelurahan/Nagari :
Dusun/Jorong :
A. IDENTITAS RESPONDEN
No Variable Keterangan
1 Nama Peternak
c. PegawaiSwasta
d. Wirasawasta
e. Pegawai BUMN
f. Lainnya : ……
7 AlasanPemeliharaan (lingkari salah satu) a. sebagaiusahapokok
b. sebagaitabungan
c. sebagai status sosialmasyarakat
d. mengisiwaktuluang
8. Alasanmemilihpemeliharaansapi a. mudahdipelihara
b. hargajualtinggi
9 TujuanPemeliharaan (lingkari salah satu) a. Pembibitan
b. Penggemukan
c. Tenaga kerja
d. lainnya:
10 Jumlahanggotakeluarga (orang) Orang
40
11 Jumlahsapipotong (ekor) Ekor
12 Jumlahsapipesisir (ekor) Ekor
13 Sistempemeliharaan (lingkari salah satu) a. siangdilepas,
malamdikandangkan
b. siangmalamdikandangkan
c. siangmalamdilepas
14 Status Kepemilikan
Jantan Betina
1 Dewasa
2 Muda
3 Pedet
Keterangan:
1. Dewasaadalahsapidenganumurlebihdaridua (2) tahun.
2. Muda adalahsapidenganumurduabelas (12) bulansampai
dikawinkanpertama kali atauumurdua (2) tahun.
3. Pedetadalahsapisejaklahirsampaiumurduabelas (12) bulanatausatu (1) tahun
MUTASI TERNAK
Mutasi Komposisi Jeniskelamin Jumlah Alasan* KetBangsaSapi
Jantan ............. ....................... .................
Dewasa
Betina ............. ....................... .................
Jantan ............. ....................... ..................
Masuk Muda
Betina ............. ....................... ..................
Jantan ............. ....................... .................
Pedet
Betina ............. ....................... ..................
Jantan ............. ....................... .................
Dewasa
Betina ............. ....................... .................
Jantan ............. ....................... ..................
Keluar Muda
Betina ............. ....................... ..................
Jantan ............. ....................... .................
Pedet
Betina ............. ....................... ..................
*Isi denganketerangansebagaiberikut:
1. Mutasimasuk: alasanpemasukansesuaidenganjawabanresponden.
2. Mutasikeluardenganalasan: 1). Dijual; 2). Dipotong; 3). Digaduhkan; 4). Mati, disebabkan oleh
penyakit:.................................
41
Lampiran 2. Peta Kecamatan Bayang
42
Lampiran 3. Dokumentasi Penelitian
Kandang Peternak
Wawancara Peternak
Wawancara Peternak
43
Kandang Peternak
Wawancara Peternak
Wawancara Peternak
44
Sapi Pesisir
Sapi Pesisir
Sapi Pesisir
45
Sapi Pesisir
Sapi Pesisir
Sapi Pesisir
46
RIWAYAT HIDUP
Menengah Pertama di SMPN 2 Koto Besar dan lulus pada tahun 2014. Pendidikan
Menengah Atas dilanjutkan di SMAN 1 Sungai Rumbai dan lulus pada tahun
2017. Pada tahun 2017 penulis tercatat sebagai mahasiswa di Program Studi Ilmu
kampus diantaranya anggota dari divisi Voli dan Kepala divisi Kompilasi Unit
Kuliah Kerja Nyata di Nagari Koto Laweh, Kecamatan Koto Besar, Kabupaten
Januari 2021 sampai dengan tanggal 12 Februari 2021 di Unit Peternakan yang
ada di Kota Payakumbuh seperti BIB Tuah Sakato, Sago Pratama Farm, BPTU-
HPT Padang Mangatas, Rajawali Farm dan KSM III. Pada tanggal 22 Maret 2021
47
Penulis
RENDI SRIWIDIANSYAH
48