BUKU AJAR
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2017
ii
PRAKATA
Penyusun
v
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB I
PENDAHULUAN
Pengertian
a. Kawasan komoditas peternakan dan kesehatan hewan nasional
adalah sentra atau gabungan dari sentra-sentra peternakan dan
kesehatan hewan yang memenuhi batas minimal skala ekonomi
dan manajemen pembangunan di wilayah serta terkait secara
fungsional dalam hal potensi sumber daya alam, kondisi sosial
budaya dan keberadaan infrastruktur penunjang. Kawasan
peternakan dan kesehatan hewan dapat berupa kawasan yang
sudah terbentuk atau lokasi baru yang memiliki sumberdaya
alam sesuai agroekosistemnya dan membutuhkan pelayanan
yang terhubung secara fungsional, dilengkapi dengan prasarana
dan sarana untuk pengembangan komoditas ternak yang
memadai di kawasan tersebut.
b. Kawasan peternakan provinsi adalah kawasan peternakan di
masing-masing kabupaten/kota sesuai dengan karakteristiknya.
Di dalam provinsi dapat terjadi keterkaitan lintas kabupaten
dalam rangka mengembangkan komoditas unggulan di provinsi
yang bersangkutan.
6
BAB II
ISU STRATEGIS DAN ARAH KEBIJAKAN DALAM
PENGEMBANGAN KAWASAN PETERNAKAN DAN
KESEHATAN HEWAN
tepat guna dan spesifik lokasi hasil dari Lembaga Penelitian dan
Pengembangan serta Perguruan Tinggi, oleh para petani/peternak; (iii)
Memperkuat Lembaga Pembina, Lembaga Pelayanan dan Lembaga
Usaha; (iv) Meningkatkan sarana dan prasarana meliputi; benih, bibit,
pakan, obat-obatan dan pelayanan kesehatan hewan; (v)
Mengembangkan industri hilir yaitu industri pengolah bahan baku
primer menjadi produk olahan, baik produk antara maupun produk
akhir; (vi) Meningkatkan infrastruktur terutama jalan untuk
kelancaran pemasaran produk serta kebutuhan fasilitas teknis
peternakan dan kesehatan hewan, disamping penyediaan
embung/cubang dikawasan yang curah hujannya kurang.
Program prioritas: Kawasan peternakan dan kesehatan hewan
yang akan dikembangkan di provinsi Bali meliputi peternakan sapi,
peternakan kambing, dan peternakan babi. Mengingat kawasan yang
akan dikembangkan tersebut di atas, usahanya sudah berjalan dengan
memanfaatkan sarana dan prasarana teknis yang tersedia, sehingga
ketiga kawasan komoditas tersebut tergolong kawasan yang sedang
berkembang. Terhadap kawasan yang sedang berkembang, bentuk
pelayanan yang dibutuhkan adalah peningkatan pelayanan fisik dan
non fisik (seperti paket kredit semi komersial dari koperasi). Dengan
demikian maka prioritas program yang direncanakan adalah sebagai
berikut:
Prioritas pertama adalah meningkatkan sumber daya manusia
(SDM) petani/peternak agar mampu meningkatkan manajemen
pemeliharaan ternaknya sehingga produksi dan kualitasnya lebih baik.
Disamping SDM peternak, peningkatan juga dilakukan terhadap
kemampuan para penyuluh, petugas teknis dan pendamping lain agar
16
diberi nama Upaya khusus Sapi Induk Wajib Bunting (Upsus Siwab).
Diharapkan dengan adanya program ini akan terjadi percepatan
peningkatan populasi ternak ruminansia besar baik sapi perah, sapi
potong maupun kerbau. Peningkatan populasi ternak bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan produk hewan dalam negeri terhadap daging
dan susu.
Target utama Upsus Siwab adalah ternak ruminansia indukan
yaitu ternak betina bukan bibit yang memiliki organ reproduksi
normal dan sehat untuk pengembangbiakan.
Kegiatan Upsus Siwab di suatu wilayah meliputi: 1) Pencatatan
(Rekording); 2) Pemeriksaan Kebuntingan; 3) Penanganan Gangguan
Reproduksi (Gangrep) dan/atau 4) Pemenuhan hijauan pakan ternak
dan konsentrat. Upsus Siwab dilakukan melalui Inseminasi Buatan
(IB) atau kawin alam dengan menerapkan sistem manajemen
reproduksi. Sebelum dilakukan IB ternak dilakukan pemeriksaan
status reproduksi dan gangguan reproduksi (gangrep) yang terjadwal,
serentak dan terintegrasi dan difasilitasi oleh gubernur dan
bupati/walikota.
Pemeriksaan status reproduksi dilakukan dengan palpasi rectal
atau USG dan dilakukan oleh Petugas PKB, ATR atau Medik
Reproduksi (Dokter Hewan). Ternak yang tidak bunting dengan status
reproduksi normal ditetapkan sebagai akseptor IB, sedangkan yang
tidak bunting mengalami gangrep ditetapkan sebagai target Gangrep.
Hasil pemeriksaan in kemudian direkomendasikan kepada Medik
Reproduksi sebagai dasar Surat Keterangan Status Reproduksi
(SKSR). Target gangrep yang bisa disembuhkan (fausta)
direkomendasikan sebagai akseptor.
18
BAB III
POTENSI PENGEMBANGAN KAWASAN PETERNAKAN
DAN KESEHATAN HEWAN
seluas 8024 hektar, perkebunan 6337 hektar, hutan rakyat 2122 hektar,
dan lainnya seluas 1292 hektar.
peningkatan populasi kambing dari 807 ekor pada tahun 2014 menjadi
893 ekor pada tahun 2015.
Populasi ternak unggas tertinggi di kabupaten badung diduduki
oleh ayam ras pedaging, yaitu sebanyak 673.050 ekor, disusul oleh
ayam buras 438.031 ekor, ayam ras petelur sebanyak 97.500 ekor dan
itik 90.971 ekor,.
1,04
0,90
Tabel 3.6 Luas penanaman padi, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah,
kacang hijau dan jagung masing-masing kecamatan di
Kabupaten Badung tahun 2015 (Hektar)
Kecamatan Padi Ubi Ubi Kacang Kacang Kacang Jagung
Kayu Jalar Tanah Kedelai Hijau
Kuta Selatan - 40 - 46 - - 32
Kuta 29 - - - 2 - -
Kuta Utara 2729 - - - - - -
Mengwi 8028 47 19 236 662 - -
Abiansemal 4082 32 32 101 304 - -
Petang 1939 115 343 113 - - -
Tabel 3.13 Produksi (ton bahan kering) dan kebutuhan hijauan untuk
ruminasia di Kabupaten Badung
Kecamatan Produksi Kebutuhan Ket
Kuta Selatan 2182,60 25245,00 -
Kuta 417,18 623,70 -
Kuta Utara 11144,96 4163,76 +
Mengwi 33620,24 13237,20 +
Abiansemal 17504,90 13448,60 +
Petang 10049,35 26918,28 -
33
itik 1.237 ekor. Ada 37 kelompok tani ternak sapi, 1 kelompok tani
ternak babi dan kambing serta 4 kelompok tani ternak ayam buras.
Dari analisis LQ Kecamatan Kuta Selatan potensial untuk
pengembangan ternak sapi (LQ = 1,03), tapi kalau dilihat kebutuhan
hijauan ternak sapi sekitar 20256,48 ton bahan kering dan produksi
hijauan hanya sekitar 2182,8 ton bahan kering ini berarti ternak sapi
akan kekurangan pakan. Sehingga Kecamatan Kuta Selatan tidak
potensial sebagai kawasan pengembangan ternak sapi.
Rata rata liter size untuk sapi adalah 1 ekor. Sumber bibit yang
didapat dari peternak sapi di daerah ini kebanyakan sudah merupakan
warisan turun temurun dari keluarga. Penyakit yang biasa menyerang
pada sapi biasanya mencret dan demam. Di daerah ini tidak ada
aturan yang melarang peternak untuk memelihara ternak sapi. Adapun
tujuan dari peternak memelihara ternak sapi adalah untuk tambahan
penghasilan dan memanfaatkan lahan yang ada. Ternyata peternak di
daerah ini apabila diminta memilih lebih senang memelihara ternak
babi dibandingkan ternak sapi. Hal ini disebabkan oleh penyediaan
pakan untuk babi lebih mudah dan setiap saat selalu ada. Sedangkan
untuk pakan sapi di musim kemarau peternak harus menyediakan stok
makanan berupa jerami rumput. Selain itu, beternak babi lebih cepat
bisa dijual dibandingkan ternak sapi.
Pakan babi yang diberikan di desa Pecatu, banjar Tambiak,
kecamatan Kuta Selatan adalah limbah hotel atau sisa sisa dari
makanan restoran. Hal yang menarik adalah peternak tidak membeli
limbah tersebut, justru peternak digaji oleh hotel untuk mengangkut
limbah tersebut dengan harga Rp.10.000 per ember dengan berat
kurang lebih 25kg. Menurut Rika et al. (1996), limbah hotel untuk
pakan babi biasanya terdiri dari sisa roti, nasi, sayur dan kulit buah.
Limbah hotel banyak mengandung, nasi, roti mie, kaldu,
daging, tulang ikan, sayuran, telur dan buah-buahan yang masih layak
digunakan sebagai pakan babi. Komposisi limbah hotel sangat
bervariasi dan berbeda antara hotel yang satu dengan hotel yang lain,
demikian juga kandungan nutrisinya. Limbah hotel yang layak
dimanfaatkan sebagai pakan babi mengandung 25.5-27,79% bahan
kering, 15,55- 23,93% protein kasar, 18,41-24,05% lemak kasar, 1,7-
38
3.7.2 Kuta
Kecamatan Kuta adalah sebuah kecamatan di Kabupaten
Badung, Bali Indonesia yang memiliki luas 17,52km2. Kecamatan ini
mempunyai 5 keluarahan/desa: 1) Kedonganan; 2) Tuban; 3) Kuta; 4)
Legian dan 5) Seminyak. Kecamatan Kuta terletak di selatan
Kabupaten Badung tepatnya pada 8º43’32.6” LS dan 115º10’39”2”.
Luas lahan di Kecamatan Kuta menurut penggunaannya di
tahun 2015 terdiri dari lahan pertanian seluas 188 hektar, yang terbagi
menjadi lahan sawah seluas 20 hektar, lahan bukan sawah seluas 168
hektar dan lahan bukan pertanian seluas 1.591 hektar. Luas panen
41
dan rata rata produksi tanaman padi di kecamatan Kuta dengan luas
panen 25 Ha produksi yang dihasilkan sebanyak 131 ton.
Data BPS Kabupaten Badung 2016 menunjukkan populasi
ternak yang dipelihara di kecamatan Kuta paling banyak adalah ternak
sapi sebesar 231 ekor, kemudian untuk ternak babi hanya sebanyak 37
ekor. Berdasarkan hasil analisis total produksi hijauan yang
dihasilkan adalah 417,18 ton bahan kering pertahun yang terdiri dari
rumput sebanyak 303,81 ton bahan kering dan limbah sekitar 114,08
ton bahan kering.
Kebutuhan hijauan untuk ternak sapi di daerah ini adalah 623,7
ton bahan kering pertahun, sedangkan produksi hijauan 417,18 ton
bahan kering pertahun. Hal ini menunjukkan kecamatan Kuta tidak
potensial sebagai daerah peternakan sapi karena sapi akan kekurangan
pakan. Walaupun, apabila dilihat dari analisis LQnya potensial untuk
pengembangan ternak sapi (LQ 1,03). Apabila dilihat dari RTRW
kabupaten Badung, Kecamatan Kuta juga tidak memungkinkan
sebagai kawasan peternakan, karena diperuntukkan sebagai
pariwisata.
kisaran berat 150 kg : untuk yang jantan seharga Rp. 8 juta dan yang
betina seharga Rp. 5 juta. Perkawinan dilakukan dengan
pelaksanaan inseminasi buatan karena menurut mereka lebih
gampang dan hasilnya bagus, namun masih ada juga yang
melakukan perkawinan secara alam. Calving interval sapi 2-3
bulan. Liter size sapi 1 ekor. Pada umumnya penyakit yang diderita
adalah mencret. Penanggulangannya dengan mendatangkan dokter
hewan dengan biaya Rp.30.000.
- Ternak kambing sumber bibitnya dibeli di Lumajang Jawa Timur
dan Pupuan dengan ciri sebagai berikut: pinggul besar, bulu halus.
Harga bibit berkisar antara Rp.1,1-1,5 juta /ekor. Jumlah kambing
yang dipelihara berkisar antara 11-34 ekor dengan pemberian pakan:
polard 3kg/11 ekor, batang pisang, kacang tanah kulit grade 3, ketela
rambat reject, lamtoro, gamal dan daun nangka yang ditanam di
belakang rumah. Ternak kambing umur 1 tahun dijual dengan harga
Rp.1,6 – 2 juta /ekor. Perkawinan secara alami, calving interval 3
bulan, liter size 2 ekor. Penyakit yang diderita adalah scabies.
- Dapat disimpulkan bahwa peternak memilih beternak babi, sapi dan
kambing dengan beberapa alasan: karena masih punya lahan untuk
menanam pakan ternak seperti pohon pisang, rumput dan hijauan
lainnya. Menjalankan hoby/kesenangan, sebagai tabungan yang
sewaktu waktu ternak bisa dijual untuk keperluan yang mendesak,
untuk mengisi waktu luang. Beternak merupakan pekerjaan
sambilan dan kerja pokok sebagai karyawan swalayan dan petani.
Hasil analisis daya dukung pakan menunjukkan bahwa luas
lahan yang diprediksi menghasilkan rumput: sawah 65hektar dan
tegalan 3,44 hektar, rumput yang dihasilkan berasal dari sawah 243,75
ton bahan kering dan tegalan 12,9 ton bahan kering. Produksi rumput
45
total 611,02 ton bahan kering /tahun, Produksi hijauan total rumput
611,02 ton bahan kering /tahun, limbah 10533,94 ton bahan
kering/tahun, total 11144,96 ton bahan kering/tahun.
Dengan jumlah populasi ternak ruminansia sapi sebanyak 1508
ekor, dan kambing sebanyak 128 ekor, maka kebutuhan hijauan untuk
ruminansia (ton bahan kering/tahun) ternak sapi adalah 4071,6 ton,
kambing 92,16 ton, sehingga kebutuhan total adalah 4163,76 ton.
Hasil analisis juga menunjukkan bahwa produksi dan kebutuhan
hijauan ruminansia ( ton bahan kering/ tahun ) adalah 11144,96 ton
dan 4163,76 ton. Produksi dan kebutuhan hijauan : produksi
11144,96 ton, kebutuhan hijauan sapi 3257,28 ton , kebutuhan hijauan
kambing 69,12 ton. Dengan produksi hijauan sebesar 11144,96 ton
dan kebutuhan hijauan untuk sapi dan kambing sebesar 3326,24 ton,
dapat disimpulkan bahwa kecamatan Kuta Utara sangat potensial
sebagai kawasan ternak ruminansia (sapi dan kambing), karena daya
dukung pakan sangat melimpah. Namun dari nilai LQ kecamatan ini
hanya potensial untuk ternak kambing. Hal ini juga ditunjang oleh
hasil pengukuran unsur-unsur iklim (temperatur udara, kelembaban
udara, kecepatan angin dan intensitas radiasi matahari) bahwa
kecamatan Kuta Utara masih sesuai peruntukannya sebagai kawasan
peternakan dengan jenis usaha beternak sapi, kambing dan babi.
3.7.4 Mengwi
Luas wilayah kecamatan Mengwi adalah 82 km² dengan
penduduk 122829 orang. Letak astronomi kecamatan Mengwi 08° 26’
36” - 08° 39’ 16” lintang selatan, 115° 051’ 58” - 115° 12’ 20” bujur
timur (BPS Kabupaten Badung, 2016). Berdasarkan RTRW
kecamatan Mengwi peruntukannya adalah sebagai kawasan budidaya
46
Ternak dijual pada umur 5-6 bulan dengan kisaran harga Rp 4,5-5
juta/ekor betina, Rp 6-7 juta/ekor jantan. Perkawinan dilakukan
secara inseminasi buatan, karena hasilnya lebih baik. Calving interval
60 hari, liter size 1 ekor. Ternak dikawinkan rata-rata umur 17-18
bulan. Penyakit yang menimpa ternak adalah mencret.
Dari hasil survey dapat disimpulkan bahwa peternak menyukai
memelihara babi dan sapi karena beberapa faktor, yaitu menjalankan
hoby /kesenangan, mengisi waktu luang, untuk tabungan upacara yang
sewaktu waktu bisa dijual, pemanfaatan sisa limbah dapur agar tidak
terbuang, pemanfaatan rumput yang sudah ada dikebun peternak.
Menurut peternak dengan beternak sebagai pekerjaan sambilan dapat
memberikan keuntungan yang cukup memuaskan.
Hasil analisis LQ kecamatan Mengwi ternyata sesuai
peruntukan untuk ternak sapi (LQ 1,01) dan babi (LQ 3,68),
sedangkan untuk ternak kambing kurang sesuai karena nilai LQnya di
bawah 1 (LQ kecamatan Mengwi =0,6 ).
Data BPS Kabupaten Badung, 2016 menunjukkan bahwa luas
sawah di kecamatan Mengwi adalah 4572 hektar, tegalan 987 hektar,
kebun 781 hektar, hutan 69 hektar dan lainnya 1445 hektar dengan
luas penanaman (hektar): padi 8020, ubi kayu 47, ubi jalar 419,
kacang tanah 236, kacang kedelai 662. Hasil analisis menunjukkan
limbah yang dihasilkan (ton bahan kering): sampah pertanian
30988,08, sampah ubi kayu 237,35, jerami ubi jalar 22,8, jerami
kacang tanah 339,84, jerami kacang kedelai 708,34. Sehingga
produksi limbah total 32295,69 ton bahan kering/tahun.
Hasil analisis juga memprediksi luas lahan yang menghasilkan
rumput (hektar): sawah 208,6, tegalan 9,78, kebun 39,05 , hutan 3,05
dan lainnya 72,25. Dengan luas lahan itu, maka rumput yang
48
3.7.5 Abiansemal
Kecamatan Abiansemal memiliki luas wilayah 69.01 km2,
dengan jumlah penduduk 909.000 jiwa (BPS, Badung 2016) dan
ketinggian tempat 75-350 m di atas permukaan laut terletak pada
8o26’59” LS dan 115o11’38” – 115o14’57” BT.
Luas lahan pertanian di Kecamatan Abiansemal adalah 5964
Ha, lahan pertanian dengan irigasi dan lahan pertanian non irigasi
(tegalan 903 Ha, hutan 998 Ha, Perkebunan 903 Ha, ), sedangkan
lahan non sawah 937 Ha yang terdiri dari jalan, pemukiman,
perkantoran dan sungai.
Produksi padi di Kecamatan Abiansemal adalah 24.121 ton
dengan luas tanam 4.082 Ha, ubi kayu dengan luas tanam 32 Ha
dengan produksi 695 ton, ubi jalar luas tanam 32 Ha dengan
produksi 560 ton, kacang tanah produksi 140 ton dengan luas tanam
101 Ha, kacang kedelai produksinya 427 ton dengan luas lahan 304
Ha
Luasnya panen padi dan kacang tanah dan kacang kedelai
akan berdampak pada tingginya jerami yang dihasilkan. Kelemahan
jerami sebagai pakan ternak sapi rendahnya kecernaan dan
kandungan protein jerami. Hal ini dapat diatasi dengan
menambahkan 4% urea dalam jerami.
Demikian juga halnya dengan Hijauan Makanan Ternak
(HMT) rumput, kecamatan Abiansemal memiliki sawah 2.916 Ha,
tegalan 903 Ha, hutan 998 Ha, Perkebunan 903 Ha dan lainnya 937
Ha, berpotensi untuk ditanami hijauan makanan ternak rumput.
Populasi ternak sapi, kambing dan babi di Kecamatan
Abiansemal (BPS Badung 2016) berturut-turut adalah 4.912 ekor,
256 ekor dan 29.359 ekor, sedangkan untuk ternak unggas antara
50
lain ayam buras 87.323 ekor, ayam broiler 118.000 ekor, ayam
petelur 20.000 ekor dan itik 34.886 ekor. Sedangkan untuk
kelompok ternak Kecamatan Abiansemal memiliki 113 kelompok
ternak sapi, 19 kelompok ternak babi dan 9 kelompok ternak ayam
buras.
Di Kecamatan Abiansemal dari analisis LQ (Tabel 3.6),
ternak yang berpotensi untuk dikembangkan adalah kambing dan
babi karena memiliki LQ di atas 1, sedangkan sapi kurang potensial
karena nilai LQ nya di bawah 1.
Sistem perkawinan pada ternak sapi adalah sistem alami dan ada
juga yang menggunakan sistem IB (Inseminasi Buatan). Jenis sapi
yang banyak dipelihara adalah sapi bibit. Sedangkan penyakit yang
sering menyerang ternak sapi adalah Bloat, dan gatal Untuk harga
jual ternak sapi menurut peternak berat 150 kg harga Rp.
12.000.000,- per ekor
Jumlah ternak kambing di Kecamatan Abiansemal adalah
256 ekor dengan pakan yang diberikan adalah hijauan lapangan,
daun gamal dan lamtoro kadang-kadang juga diberikan konsentrat
berupa dedak. Sistem perkawinan pada ternak kambing lebih banyak
dengan sistem alami. Ternak kambing yang banyak dipelihara
adalah kambing peranakan Etawah (PE). Sedangkan penyakit yang
sering menyerang pada ternak kambing adalah Bloat. Untuk harga
jual ternak kambing menurut peternak berat badan 50 kg harga Rp.
2.250.000 per ekor, sedangkan untuk kambing bibit umur 4 bulan
(berat 20 kg) harga jualnya sekitar RP.800.000,- per ekor.
Dari segi sosial budaya, tidak ada aturan yang melarang
untuk beternak babi,sapi dan kambing. Dari hasil survey, apabila
peternak disuruh memilih untuk memelihara ternak, maka yang
dipilih pertama adalah sapi, kemudian babi dan terakhir kambing.
Dengan alasan dengan memelihara sapi sebagai investasi dan lebih
mudah memeliharanya.
3.7.6 Petang
Kecamatan Petang adalah kecamatan paling utara di
Kabupaten Badung, dengan luas wilayah 115 km2. Kecamatan
Petang dengan ketinggian tempat 275 – 2075 m di atas permukaan
laut serta terletak pada 8o14 17 LS dan 115o11”01”- 115o11 09 BT.
53
BAB IV
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Payne, W.J.A. and D.H.L., Rollinson. 1973. Bali Cattle. World Anim.
Rev. 7; 13-21