Disusun oleh:
Kelompok 3
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya kepada penyusun sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah Mata Kuliah
Pengendalian Mutu Hasil Ternak yang berjudul ““Integrated Farming System”.
Dukungan moral dan materil yang diberikan dalam penyusunan makalah ini, maka
penyusun mengucapkan terimakasih kepada kepada Ibu Indrawati Yudha Asmara, S.Pt., M.Si dan
Pak Dr. Ir. Iwan Setiawan, DEA. selaku dosen mata kuliah Sistem Produksi Ternak Berkelanjutan
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran.
Penyusunan makalah ini tentu tidak terlepas dari kesalahan, maka dari itu penyusun
menerima kritikan dan saran yang membangun demi menyempurnakan makalah ini. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat dan meningkatkan pengetahuan bagi yang membacanya.
Penyusun
I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris dengan bentangan alam yang sangat luas yang kaya
dengan beranekaragam flora dan faunanya. Kekayaan dari bentangan alam yang luas tersebut
menjadikan sebagian besar masyarakat Indonesia bekerja dalam sector pertanian. Namun
mengingat sempitnya lahan yang dimiliki petani, perlunya dilakukan peningkatan produksi
ternak yang dititikberatkan pada usaha tani intensifikasi.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pertanian di Indonesia maupun
di dunia dengan menerapkan sistem pertanian terpadu (Bio Cycle Farming). Sistem pertanian
terpadu adalah sistem yang menggabungkan kegiatan pertanian, peternakan, perikanan,
kehutanan dan ilmu lain yang terkait dengan pertanian dalam satu lahan, sehingga diharapkan
dapat menjadi salah satu solusi alternatif bagi peningkatan produktivitas lahan, program
pembangunan dan konservasi lingkungan serta pengembangan desa secara terpadu (PIAT
UGM, 2010).
Dengan penerapan sistem pertanian terpadu ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan
jangka pendek, menengah, dan panjang petani berupa sandang, pangan dan papan. Sistem
pertanian terpadu ini memiliki berbagai metode, seperti usaha tani campuran (Mixed Farming
System), Sistem produksi tanaman ternak (Crops-Livestock Production System). Model
pertanian Tekno-ekologis di ekosistem lahan sawah dan model pertanian tekno-ekologis di
lahan perkebunan-ternak.
Dalam makalah ini akan menjelaskan mengenai sistem pertanian terpadu yang
menggunakan metode usaha tani campuran (Mixed Farming System). Dimana Mixed Farming
System ini merupakan sistem pertanian yang mengintegrasikan beberapa sector (pertanian,
peternakan, perikanan, perkebunan dan kehutanan) yang dikelola secara terpadu dan
berorientasi ekologis, sehingga dapat diperoleh peningkatan nilai ekonomi, tingkat efisiensi
dan produktivitas yang tinggi (HMRH ITB, 2012).
Pada makalah ini akan menjelaskan mengenai prinsip, design model, konsep dan kelebihan
dan kekurangan dari penerapan sistem pertanian terpadu berupa mixed farming system di
Indonesia.
1.2.Rumusan Masalah
1) Bagaimana prinsip dari Integrated Farming/Mix Farming System.
2) Bagaimana design model dari Integrated Farming/Mix Farming System.
3) Bagaimana konsep dari Integrated Farming/Mix Farming System.
4) Apa saja kelebihan dan kekurangan dari Integrated Farming/Mix Farming System.
1.3.Tujuan
1) Mengetahui prinsip dari Integrated Farming/Mix Farming System.
2) Mengetahui dan memahami design model Integrated Farming/Mix Farming System.
3) Mengetahui dan memahami konsep dari penerapan Integrated Farming/Mix Farming
System.
4) Mengetahui kelebihan dan kekurangan dari penerapan Integrated Farming/Mix Farming
System.
II
PEMBAHASAN
SPT akan lebih handal apabila komponen penyusunnya merupakan sumberdaya lokal sehingga
keberlanjutannya lebih terjamin. Misal, komponen tanaman bersumber dari varietas lokal karena
varietas ini lebih responsif terhadap lingkungan tumbuhnya sehingga tidak memerlukan masukan
energi tinggi dari luar dan lebih tahan atau lebih mampu menyesuaikan terhadap perubahan lingkungan
yang terjadi (fisik, kimia, hayati maupun ekonomi).Sedangkan, benih/bibit hibrida memiliki
kelemahan, antara lain tidak mampu beradaptasi secara optimal dengan agroklimat lokal, menurunkan
vigor dalam persilangan murni, seringkali benih hasil rekayasa tidak
terbebas dari bibit hama dan penyakit dan menciptakan ketergantungan petani terhadap benih
buatan pabrik setiap musim tanam (Goering, 1993 dalam Salikin, 2003). SPT lebih familiar dengan
kultur lokal mengingat sistem ini sebenarnya telah dikembangkan secara konvensional oleh petani
Indonesia pada umumnya. Oleh karena itu, penerapan sistem ini secara kultural tidak mengalami
hambatan. Secara umum, penerapan SPT berbasis potensi lokal akan mampu menopang
keberlanjutan pembangunan pertanian berkelanjutan baik pada tingkat mikro, meso
(kabupaten/provinsi) mapun makro (nasional). Dampak positif penerapan sistem ini lebih dominan
dibandingkan dampak negatifnya, baik ditinjau dari aspek ekonomi, sosial dan lingkungan karena
sistem ini sejalan dengan konsep conserving while using (Suprodjo, 2009).
Pengembangan Desain Model dari Integrated Farming Berbasis Lokal
1. Menurut supangat (2009), prinsip keterpaduan dalam SPT (Integrated Farming System)
keterpaduan dalam SPT yang harus diperhatikan, yaitu: (1) Agroekosistem yang
berkeanekaragaman tinggi ; (2) Diperlukan keanekaragaman fungsional yang dapat
dicapai dengan mengkombinasikan spesies tanaman dan hewan; (3) Dalam menerapkan
pertanian berkelanjutan diperlukan dukungan sumberdaya manusia, pengetahuan dan
teknologi, permodalan, hubungan produk dan konsumen, serta masalah keseimbangan
misi pertanian dalam pembangunan; (4) Pemanfaatan keanekaragaman fungsional sampai
pada tingkat yang maksimal dalam menghasilkan sistem pertanian yang kompleks dan
terpadu yang menggunakan sumberdaya dan input yang ada secara optimal; (5)
Menentukan kombinasi tanaman, hewan dan input yang mengarah pada produktivitas
yang tinggi, keamanan produksi serta konservasi sumberdaya yang relatif sesuai dengan
keterbatasan lahan, tenaga kerja dan modal.
2. Desain model dari integrated farming salah satunya ialah, dengan model yang
berkonsepkan pengembangan lahan marjinal pada lahan dengan tutupan yang rendah yaitu
dengan menggunakan tanaman yang berfungsi sebagai tutupan lahan dan dapat bernilai
ekonomi tanpa menebang pohon, atau tanaman hutan dengan hasil bukan kayu. Pada
konsep ini dapat dipadukan untuk pengembangan pertanian lainnya secara terpadu yaitu
dengan memanfaatkan tanaman untuk makanan ternak, pengolahan biogas dari kotoran
ternak, pemanfaatan kotoran ternak untuk pupuk tanaman, dan pemanfaatan tanaman tinggi
untuk konservasi air (missal Enau)
3. Konsep terapan sistem pertanian terpadu (Integrated Farming System) akan menghasilkan F4,
yang terdiri dari (1) Food, Sumber pangan bagi manusia (beras, jagung, kedelai, kacang-
kaangan, jamur, sayuran, dll), produk peternakan (daging, susu, telur, dll), produk
budidaya ikan air tawar (lele, mujair, nila, gurami,dll.) dan hasil perkebunan (salak, pisang,
kayu manis, sirsak, dll.). (2) Feed, Pakan ternak termasuk di dalamnya ruminasia (sapai,
kambing, kerbau, kelinci), ternak unggas (ayam, itik, entok, angsa, burung dara, dll), pakan
ikan budidaya air tawar (ikan hias dan ikan konsumsi). (3). Fuel, Akan dihasilkan energi
dalam berbagai bentuk mulai energi panas (bio gas) untuk kebutuhan
domestik/masak memasak, energi panas untuk industri makanan di kawasan pedesaan juga
untuk industry kecil . Hasil akhir dari bio gas adalah bio fertilizer berupa pupuk pupuk
organik cair dan kompos.dan; (4). Fertilizer, Sisa produk pertanian melalui proses
dekomposer maupun pirolisis akan menghasikan pupuk kompos (organik fertilizer) dengan
berbagai kandungan unsur hara dan C-Organik yang relatif tinggi.
4. Keuntungan dan kekurangan dari integrated farming ialah SPT memiliki keuntungan baik
aspek ekologi maupun ekonomi. Keuntungan yang dimaksud, yaitu lebih adaptif terhadap
perubahan (habitat lebih stabil), ramah lingkungan (UTARA/usaha tani ramah lingkungan),
hemat energi (tidak ada energi yang terbuang), keanekaragaman hayati tinggi, lebih resisten,
usaha lebih diversifikatif (risiko kegagalan relatif rendah), diversifikasi produk lebih tinggi,
produk lebih sehat, sedangkan kekurangannya antara lain tidak mampu beradaptasi secara
optimal dengan agroklimat lokal, menurunkan vigor dalam persilangan murni, seringkali benih
hasil rekayasa tidak terbebas dari bibit hama dan penyakit dan menciptakan ketergantungan
petani terhadap benih buatan pabrik setiap musim tanam
DAFTAR PUSTAKA
Dinas Pertanian Provinsi DIY. 2010. Master Plan Integrated Farming Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta.Dinas Pertanian Provinsi DIY, Yogyakarta.
HMRH ITB. 2012. Smart-Integrated Farming System, Sistem Pembangunan Pertanian
Menuju Indonesia Negeri Mandiri Pangan. Di akses dari
https://hmrh.sith.itb.ac.id/smart-integrated-farming-system-sistem-pembangunan-
pertanian-menuju-indonesia-negeri-mandiri-pangan/. Pada 17 November 2021.
PIAT UGM. 2010. Model Pertanian Terpadu. Universitas Gadjah Mada Pusat Inovasi
Agroteknologi. Diakses dari https://piat.ugm.ac.id/2010/01/19/model/pertanian-
terpadu/ pada 17 November 2021.
Preston, T.R. 2000. Livestock Production from Local Resources in an Integrated
Farming System; a Sustainable Alternative for the Benefit of Small Scale
Farmers and the Environment. Workshop-seminar "Making better use of local
feed resources" SAREC-UAF, January , 2000.
Salikin, K.A. 2003. Sistem Pertanian Berkelanjutan. Kanisius, Yogyakarta.
Supangkat, G. 2009. Sistem Usaha Tani Terpadu, Keunggulan dan
Pengembangannya. Workshop Pengembangan Sistem Pertanian Terpadu. Dinas
Pertanian Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, tanggal 14 Desember 2009.
Nurcholis, M., G. Supangkat dan D. Haryanto. 2010. Pengembangan Sistem Pertanian
Terpadu untuk mendukung mendukung kemandirian Desa Banjararum,
Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo. Laporan Pengabdian
Masyarakat Iptek bagi Wilayah (IbW) DP2M Ditjen Dikti Depdiknas tahun
2010.
Salikin, K.A. 2003. Sistem Pertanian Berkelanjutan. Kanisius, Yogyakarta.
Supangkat, G. 2009. Sistem Usaha Tani Terpadu, Keunggulan dan Pengembangannya.
Workshop Pengembangan Sistem Pertanian Terpadu. Dinas Pertanian Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta, tanggal 14 Desember 2009
Suprodjo, S.W. 2009. Konservasi Ekosistem. Disampaikan pada Kuliah Perdana
Program Studi Ilmu Lingkungan tanggal 21 Desember 2009, Fakultas Geografi
UGM, Yogyakarta.
.