Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH PERTANIAN BERKELANJUTAN

“INTEGRATED FARMING SYSTEM”

Oleh :

1. Muhammad Zulfikar (D1B122037)


2. Firman Syah (D1B122029)
3. Adryan Suwandy Sapta (D1B122021)
4. Muhamad Ermawan Deskova
Slamet (D1B122036)

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan tugas
makalah mata kuliah Wawasan Kemaritiman yang berjudul “Dasar – Dasar
Genetika”.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
makalah ini terdapat kekurangan-kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya
maupun segi lainnya. Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan
demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan mohon kritik dan saran
yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Kendari, November 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang......................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.................................................................................2
1.3. Tujuan...................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Integrated Farming System /Sistem Pertanian Terpadu................. 3
2.1.1. Desain Model Integrated Farming....................................... 4
2.2. Konsep Integrated Farming................................................... 8
2.2.1. Keuntungan dan Kekurangan Integrated Farming........... 9
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan...............................................................................................12
3.2. Saran.........................................................................................................12

DAFTAR PUTAK

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia merupakan negara agraris dengan bentangan alam yang sangat
luas yang kaya dengan beranekaragam flora dan faunanya. Kekayaan dari
bentangan alam yang luas tersebut menjadikan sebagian besar masyarakat
Indonesia bekerja dalam sector pertanian. Namun mengingat sempitnya lahan
yang dimiliki petani, perlunya dilakukan peningkatan produksi ternak yang
dititikberatkan pada usaha tani intensifikasi.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pertanian di
Indonesia maupun di dunia dengan menerapkan sistem pertanian terpadu (Bio
Cycle Farming). Sistem pertanian terpadu adalah sistem yang menggabungkan
kegiatan pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan dan ilmu lain yang terkait
dengan pertanian dalam satu lahan, sehingga diharapkan dapat menjadi salah satu
solusi alternatif bagi peningkatan produktivitas lahan, program pembangunan dan
konservasi lingkungan serta pengembangan desa secara terpadu (PIAT UGM,
2010).
Dengan penerapan sistem pertanian terpadu ini diharapkan dapat
memenuhi kebutuhan jangka pendek, menengah, dan panjang petani berupa
sandang, pangan dan papan. Sistem pertanian terpadu ini memiliki berbagai
metode, seperti usaha tani campuran (Mixed Farming System), Sistem produksi
tanaman ternak (Crops-Livestock Production System). Model pertanian Tekno-
ekologis di ekosistem lahan sawah dan model pertanian tekno-ekologis di lahan
perkebunan-ternak.
Dalam makalah ini akan menjelaskan mengenai sistem pertanian terpadu
yang menggunakan metode usaha tani campuran (Mixed Farming System).
Dimana Mixed Farming System ini merupakan sistem pertanian yang
mengintegrasikan beberapa sector (pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan
dan kehutanan) yang dikelola secara terpadu dan berorientasi ekologis, sehingga
dapat diperoleh peningkatan nilai ekonomi, tingkat efisiensi dan produktivitas
yang tinggi (HMRH ITB, 2012).
Pada makalah ini akan menjelaskan mengenai prinsip, design model,
konsep dan kelebihan dan kekurangan dari penerapan sistem pertanian terpadu
berupa mixed farming system di Indonesia.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana prinsip dari Integrated Farming/Mix Farming System.

2. Bagaimana design model dari Integrated Farming/Mix Farming System.

3. Bagaimana konsep dari Integrated Farming/Mix Farming System.

4. Apa saja kelebihan dan kekurangan dari Integrated Farming/Mix Farming


System.

1.3. Tujuan
1. Mengetahui prinsip dari Integrated Farming/Mix Farming System.

2. Mengetahui dan memahami design model Integrated Farming/Mix


Farming System.

3. Mengetahui dan memahami konsep dari penerapan Integrated


Farming/Mix Farming System.

4. Mengetahui kelebihan dan kekurangan dari penerapan Integrated


Farming/Mix Farming System.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Integrated Farming System /Sistem Pertanian Terpadu

Sistem pertanian terpadu adalah sistem pengelolaan (usaha)


yang memadukan komponen pertanian, seperti tanaman, hewan dan
ikan dalam suatu kesatuan yang utuh. Definisi lain menyatakan, SPT
adalah suatu sistem pengelolaan tanaman, hewan ternak dan ikan
dengan lingkungannya untuk menghasilkan suatu produk yang optimal
dan sifatnya cenderung tertutup terhadap masukan luar (Preston, 2000).
Sistem ini akan signifikan dampak positifnya dan memenuhi kriteria
pembangunan pertanian berkelanjutan karena berbasis organik dan
dikembangkan/diarahkan berbasispotensi lokal (sumberdaya lokal).
Tujuan penerapan sistem tersebut yaitu untuk menekan seminimal
mungkin input dari luar (input/masukan rendah) sehingga dampak
negatif sebagaimana disebutkan di atas, semaksimal mungkin dapat
dihindaridan berkelanjutan (Supangkat, 2009). Prinsip keterpaduan
dalam SPT yang harus diperhatikan, yaitu:

1) Agroekosistem yang berkeanekaragaman tinggi yang memberi jaminan yang


lebih tinggi bagi petani secara berkelanjutan;
2) Diperlukan keanekaragaman fungsional yang dapat dicapai dengan
mengkombinasikan spesies tanaman dan hewan yang memiliki sifat saling
melengkapi dan berhubungan dalam interaksi sinergetik dan positif, dan bukan
hanya kestabilan yang dapat diperbaiki, namun juga produktivitas sistem
pertanian dengan input yang lebih rendah.
3) Dalam menerapkan pertanian berkelanjutan diperlukan dukungan
sumberdaya manusia, pengetahuan dan teknologi, permodalan, hubungan
produk dan konsumen, serta masalah keseimbangan misi pertanian dalam
pembangunan.
4) Pemanfaatan keanekaragaman fungsional sampai pada tingkat yang maksimal
dalam menghasilkan sistem pertanian yang kompleks dan terpadu
yang menggunakan sumberdaya dan input yang ada secara optimal;

5) Menentukan kombinasi tanaman, hewan dan input yang mengarah pada


produktivitas yang tinggi, keamanan produksi serta konservasi
sumberdaya yang relatif sesuai dengan keterbatasan lahan, tenaga kerja dan
modal.

2.1.1. Desain Model Integrated Farming

Sistem ini membentuk suatu agroekositem yang masif.


Agroekosistem dengan keanekaragamnnya tinggi seperti ini akan
memberi jaminan keberhasilan usaha tani yang lebih tinggi.
Keanekaragaman fungsional bisa dicapai dengan mengkombinasikan
spesies tanaman dan hewan yang memiliki sifat saling melengkapi dan
berhubungan dalam interaksi sinergetik dan positif, sehingga bukan
hanya kestabilan yang dapat diperbaiki, namun juga produktivitas
sistem pertanian dengan input yang lebih rendah. Kelebihan sistem ini,
antara lain input dari luar minimal atau bahkan tidak diperlukan karena
adanya daur limbah di antara organisme penyusunnya, biodiversitas
meningkat apalagi dengan penggunaan sumberdaya lokal, peningkatan
fiksasi nitrogen, resistensi tanaman terhadap jasad pengganggu lebih
tinggi dan hasil samping bahan bakar biogas untuk rumah tangga
(Rodriguez and Preston 1997 cit. Preston, 2000).
SPT akan lebih handal apabila komponen penyusunnya
merupakan sumberdaya lokal sehingga keberlanjutannya lebih
terjamin. Misal, komponen tanaman bersumber dari varietas lokal
karena varietas ini lebih responsif terhadap lingkungan tumbuhnya
sehingga tidak memerlukan masukan energi tinggi dari luar dan lebih
tahan atau lebih mampu menyesuaikan terhadap perubahan
lingkungan yang terjadi (fisik, kimia, hayati maupun
ekonomi).Sedangkan, benih/bibit hibrida memiliki kelemahan, antara

4
lain tidak mampu beradaptasi secara optimal dengan agroklimat lokal,
menurunkan vigor dalam persilangan murni, seringkali benih hasil
rekayasa tidak terbebas dari bibit hama dan penyakit dan menciptakan
ketergantungan petani terhadap benih buatan pabrik setiap musim
tanam (Goering, 1993 dalam Salikin, 2003).

5
SPT lebih familiar dengan kultur lokal mengingat sistem ini
sebenarnya telah dikembangkan secara konvensional oleh petani
Indonesia pada umumnya. Oleh karena itu, penerapan sistem ini
secara kultural tidak mengalami hambatan. Secara umum, penerapan
SPT berbasis potensi lokal akan mampu menopang keberlanjutan
pembangunan pertanian berkelanjutan baik pada tingkat mikro, meso
(kabupaten/provinsi) mapun makro (nasional). Dampak positif
penerapan sistem ini lebih dominan dibandingkan dampak negatifnya,
baik ditinjau dari aspek ekonomi, sosial dan lingkungan karena sistem
ini sejalan dengan konsep conserving while using (Suprodjo, 2009).
Pemanfaatan keanekaragaman fungsional sampai pada tingkat
yang maksimal mengakibatkan sistem pertanian yang kompleks dan
terpadu yang menggunakan sumberdaya dan input yang ada secara
optimal. Tantangannya adalah menemukan kombinasi tanaman, hewan
dan input yang mengarah pada produktivitas yang tinggi, keamanan
produksi serta konservasi sumberdaya yang relatif sesuai dengan
keterbatasan lahan, tenaga kerja dan modal. Upaya menemukan
perpaduan sumberdaya lahan yang sesuai maka secara alamiah dapat
memperbaiki sifat marjinal dari lahan dan dapat meningkatkan
produktivitas lahan, serta pada akhirnya dapat meningkatkan ekonomi
masyarakat. Gambar 1 memberikan contoh pengembangan pertanian
terpadu untuk lahan sawah dengan kombinasi tanaman, ternak dan ikan

6
Pengembangan lahan, terutama lahan marjinal dengan faktor
kendala lahan miring disesuaikan dengan kegiatan pertanian yang ada
di daerah tersebut. Kegiatan budidaya pertanian dapat memadukan
berbagai komponen, seperti tanaman buah rumput (cover crop) dan
ternak. Untuk mengatasi kendala di lahan miring dapat dipilih langkah-
langkah, sebagai berikut:
1) Penghijauan lahan miring yang mempunyai tutupan lahan rendah dianjurkan
untuk menanam tanaman berupa tanaman buah atau tanaman industri yang
tidak berukuran besar dengan kombinasi rumput sebagai penutup lahan.
Tanaman buah berupa pisang, jambu, dll. Untuk tanaman industri dapat berupa
kopi, cengkeh, vanili dengan kombinasi lamtoro;
2) Pengembangan peternakan sapi, dengan sumber pakan berasal dari rumput
yang di tanam;
3) Pengembangan instalasi biogas yang berfungsi mengolah limbah berupa
kotoran ternak menjadi biogas sehingga bisa menjadi kawasan mandiri
energi; dan
4) Pengembangan pupuk organikyang berbahan baku dari hasil outlet biogas

Gambar. 2 Konsep pengembangan lahan marjinal pada lahan


dengan tutupan yang rendah yaitu dengan menggunakan tanaman yang
berfungsi sebagai tutupan lahan dan dapat bernilai ekonomi tanpa
menebang pohon, atau tanaman hutan dengan hasil bukan kayu. Pada

7
konsep ini dapat dipadukan untuk pengembangan pertanian lainnya
secara terpadu yaitu dengan memanfaatkan tanaman untuk makanan
ternak, pengolahan biogas dari kotoran ternak, pemanfaatan kotoran
ternak untuk pupuk tanaman, dan pemanfaatan tanaman tinggi untuk
konservasi air (missal Enau).
Selanjutnya, konsep pengembangan lahandengan
spesifikasirawan erosi dilakukan dengan menggunakan tutupan lahan
yang ditanami beberapa tanaman. Pada konsep ini dapat dipadukan
untuk pengembangan pertanian lainnya secara terpadu yaitu dengan
memanfaatkan tanaman untuk makanan ternak, pemanfaatan kotoran
ternak untuk pupuk organik, dan pemanfaatan tanaman tahunan
untuk konservasi tanah air. Bagan konsep pengembangan Pertanian
di lahan marjinal dengan kendala erosi disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Menunjukkan bahwa pada pengembangan


kawasan hutan yang mempunyai potensi erosi dapat dilakukan dengan
pengembangan wanatani. Dalam sistem wanatani ini dapat dilakukan
pemanfaatan lahan hutan untuk lumbung pangan berupa tanaman umbi-
umbian. Petani dapat mengambil rumput atau hijauan dari tumbuhan
lain untuk pakan ternak. Adapun untuk menghadapi musim kemarau
dapat melakukan pemprosesan rumput dengan fermentasi, sehingga

8
pakan dapat tersedia sepanjang waktu. Adapun kotoran ternak dapat
diproses menjadi biogas dan pupuk organik.
2.2. KONSEP INTEGRATED FARMING
Integrated farming merupakan salah satu konsep pelaksanaan
pertanian. Integrated farming memungkinkan petani mendapatkan
berbagai keuntungan dari alam dan ekologi dan bertentangan dengan
pemakaian bahan kimia (Bradley, 2009). Sustainable integrated farming
sistem terdiri dari banyak aspek seperti produksi organik, bisnis yang
terintegrasi vertikal, manajemen rantai penawaran, dan menciptakan
citra produk untuk menciptakan pertanian yang berkelanjutan (Bradley,
2009). Integrated farming merupakan gabungan dan perluasan dari
intensifikasi dan diversifikasi pertanian dimana integrated farming
menerapkan prinsip penggunaan lahan seoptimal mungkin dengan
menganekaragamkan produk pertanian. Produk pertanian yang
dimaksud disini bukan hanya dari pertanian nabati tapi juga hewani
(ternak).
Konsep terapan sistem pertanian terpadu akan menghasilkan F4, yang
terdiri dari Food, Feed, Fuel dan Fertilizer.

a. F1 (Food) : Sumber pangan bagi manusia (beras, jagung, kedelai, kacang-


kacangan, jamur, sayuran, dll), produk peternakan (daging, susu, telur, dll),
produk budidaya ikan air tawar (lele, mujair, nila, gurami, dll.) dan hasil
perkebunan (salak, pisang, kayu manis, sirsak, dll.).

b. F2 (Feed) : Pakan ternak termasuk di dalamnya ruminasia (sapai,


kambing, kerbau, kelinci), ternak unggas (ayam, itik, entok, angsa, burung
dara, dll), pakan ikan budidaya air tawar (ikan hias dan ikan konsumsi).
c. F3 (Fuel): Akan dihasilkan energi dalam berbagai bentuk mulai energi
panas (bio gas) untuk kebutuhan domestik/masak memasak, energi panas
untuk industri makanan di kawasan pedesaan juga untuk industry kecil .
Hasil akhir dari bio gas adalah bio fertilizer berupa pupuk organik cair dan
kompos.

9
d. F4 (Fertilizer) : Sisa produk pertanian melalui proses dekomposer maupun
pirolisis akan menghasikan pupuk kompos (organik fertilizer) dengan
berbagai kandungan unsur hara dan C-Organik yang relatif tinggi.

Pada integrated farming diusahakan semua sumber daya yang


ada dapat terpakai semua dan tidak ada yang menjadi limbah tidak
berguna. Pertanian yang dilakukan menggunakan sistem organik
dimana pertanian tidak menggunakan obat kimia sama sekali.
Komposter yang ada merupakan komposter yang mengolah kotoran
ternak, bukan limbah rumah tangga. Kotoran ternak di olah menjadi
pupuk dan biogas. Pupuk digunakan untuk menyuburkan minapadi,
lahan sayuran, lahan pakan dan dapat pula dijual jika jumlahnya
surplus. Biogas digunakan untuk menghidupkan aliran listrik di seluruh
kawasan pertanian terpadu. Keberadaan ladang pakan untuk mencukupi
pakan sapi perah. Dari program integrated farming, tidak semua
hasilnya langsung dapat dinikmati. Beberapa subkegiatan pertanian
menghasilkan beberapa output yang kemudian akan digunakan sebagai
input subkegiatan yang lain. Selain manfaat langsung tersebut, progam
integrated farming juga memiliki dampak sosial yaitu meningkatkan
kesejahteraan penduduk.

2.2.1 Keuntungan dan Kekurangan Integrated Farming


Sistem Pertanian Terpadu (SPT) atau Integrated Farming
System (IFS) membentuk suatu agroekositem yang masif.
Agroekosistem dengan keanekaragamnnya tinggi seperti ini akan
memberi jaminan keberhasilan usaha tani yang lebih tinggi.
Keanekaragaman fungsional bisa dicapai dengan mengkombinasikan
spesies tanaman dan hewan yang memiliki sifat saling melengkapi dan
berhubungan dalam interaksi sinergetik dan positif, sehingga bukan
hanya kestabilan yang dapat diperbaiki, namun juga produktivitas
sistem pertanian dengan input yang lebih rendah. Kelebihan sistem ini,

10
antara lain input dari luar minimal atau bahkan tidak diperlukan karena
adanya daur limbah di antara organisme penyusunnya, biodiversitas
meningkat apalagi dengan penggunaan sumberdaya lokal, peningkatan
fiksasi nitrogen, resistensi tanaman terhadap jasad pengganggu lebih
tinggi dan hasil samping bahan bakar biogas untuk rumah tangga
(Rodriguez and Preston 1997 cit. Preston, 2000).

Dikatakan pula bahwa SPT memiliki keuntungan baik aspek


ekologi maupun ekonomi. Keuntungan yang dimaksud, yaitu lebih
adaptif terhadap perubahan (habitat lebih stabil), ramah lingkungan
(UTARA/usaha tani ramah lingkungan), hemat energi (tidak ada energi
yang terbuang), keanekaragaman hayati tinggi, lebih resisten, usaha
lebih diversifikatif (risiko kegagalan relatif rendah), diversifikasi
produk lebih tinggi, produk lebih sehat (minimalisasi Prosiding
Seminar Nasional | M. Nurcholis dan G. Supangkat 75 residu senyawa
berbahaya), keberlanjutan usaha tani lebih baik, serapan tenaga kerja
lebih baik dan sinambung (Sutanto, 2002; Supangkat, 2009). Sistem
seperti ini ternyata juga mampu memperbaiki produktivitas padi di
lahan petani. Kalau biasanya hanya 5-6 ton/hektar dapat meningkat
menjadi 7,6-8 ton/hektar (Agus, 2006). Produktivitas cabai besar dapat
ditingkatkan dari 0,5 kg/tanaman menjadi 0,7 kg/tanaman (Nurcholis
dkk., 2010).
SPT akan lebih handal apabila komponen penyusunnya
merupakan sumberdaya lokal sehingga keberlanjutannya lebih terjamin.
Misal, komponen tanaman bersumber dari varietas lokal karena varietas
ini lebih responsif terhadap lingkungan tumbuhnya sehingga tidak
memerlukan masukan energi tinggi dari luar dan lebih tahan atau lebih
mampu menyesuaikan terhadap perubahan lingkungan yang terjadi
(fisik, kimia, hayati maupun ekonomi).Sedangkan, benih/bibit hibrida

11
memiliki kelemahan, antara lain tidak mampu beradaptasi secara
optimal dengan agroklimat lokal, menurunkan vigor dalam persilangan
murni, seringkali benih hasil rekayasa tidak terbebas dari bibit hama
dan penyakit dan menciptakan ketergantungan petani terhadap benih
buatan pabrik setiap musim tanam (Goering, 1993 dalam Salikin,
2003). SPT lebih familiar dengan kultur lokal mengingat sistem ini
sebenarnya telah dikembangkan secara konvensional oleh petani
Indonesia pada umumnya. Oleh karena itu, penerapan sistem ini secara
kultural tidak mengalami hambatan. Secara umum, penerapan SPT
berbasis potensi lokal akan mampu menopang keberlanjutan
pembangunan pertanian berkelanjutan baik pada tingkat mikro, meso
(kabupaten/provinsi) mapun makro (nasional). Dampak positif
penerapan sistem ini lebih dominan dibandingkan dampak negatifnya,
baik ditinjau dari aspek ekonomi, sosial dan lingkungan karena sistem
ini sejalan dengan konsep conserving while using (Suprodjo, 2009).

12
13
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Integrated Farming System (IFS) adalah suatu pendekatan pertanian yang


menyatukan berbagai kegiatan pertanian secara terintegrasi untuk meningkatkan
produktivitas dan keberlanjutan. Dengan demikian, Integrated Farming System
bukan hanya pendekatan pertanian yang meningkatkan produktivitas tetapi juga
mendukung aspek-aspek keberlanjutan ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Penerapan IFS dapat menjadi solusi holistik untuk mencapai ketahanan pangan,
mengurangi kemiskinan, dan melestarikan lingkungan.

3.2. Saran

Untuk mendukung Penerapan Metode Integrated Farming System (IFS),


perlu adanya dukungan para Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah,
Penyuluh Pertanian, juga Pelaku Utama dalam hal ini para Petani itu sendiri juga
Para Pelaku Usaha. Dengan begitu meningkatnya hasil Pangan secara
Nasional akan bisa tercapai seperti apa yang di harapkan. Petani diharapkan
dapat menerapkan Integrated Farming System (IFS) dengan menjalin hubungan
kerjasama yang baik dengan semua pihak, dan diantara sesama petani dapat saling
bertukar pengalaman dan mengetahui tentang kekurangan – kekurangan atau
kelebihan – kelebihan dari masing – masing petani tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Dinas Pertanian Provinsi DIY. 2010. Master Plan Integrated Farming Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta.Dinas Pertanian Provinsi DIY, Yogyakarta.
HMRH ITB. 2012. Smart-Integrated Farming System, Sistem Pembangunan
Pertanian Menuju Indonesia Negeri Mandiri Pangan. Di akses dari
https://hmrh.sith.itb.ac.id/smart-integrated-farming-system-sistem
pembangunan- pertanian-menuju-indonesia-negeri-mandiri-pangan/. Pada
17 November 2021.
PIAT UGM. 2010. Model Pertanian Terpadu. Universitas Gadjah Mada Pusat
Inovasi Agroteknologi. Diakses dari
https://piat.ugm.ac.id/2010/01/19/model/pertanian-terpadu/ pada 15
November 2021.
Preston, T.R. 2000. Livestock Production from Local Resources in an
Integrated Farming System; a Sustainable Alternative for the Benefit of
Small Scale Farmers and the Environment. Workshop-seminar "Making
better use of local feed resources" SAREC-UAF, January , 2000.
Salikin, K.A. 2003. Sistem Pertanian Berkelanjutan. Kanisius, Yogyakarta.
Supangkat, G. 2009. Sistem Usaha Tani Terpadu, Keunggulan dan
Pengembangannya. Workshop Pengembangan Sistem Pertanian Terpadu.
Dinas Pertanian Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, tanggal 14
Desember 2009.
Nurcholis, M., G. Supangkat dan D. Haryanto. 2010. Pengembangan Sistem
Pertanian Terpadu untuk mendukung mendukung kemandirian Desa
Banjararum, Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo. Laporan
Pengabdian Masyarakat Iptek bagi Wilayah (IbW) DP2M Ditjen Dikti
Depdiknas tahun 2010.
Salikin, K.A. 2003. Sistem Pertanian Berkelanjutan. Kanisius, Yogyakarta.
Supangkat, G. 2009. Sistem Usaha Tani Terpadu, Keunggulan dan
Pengembangannya. Workshop Pengembangan Sistem Pertanian Terpadu.

15
Dinas Pertanian Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, tanggal 14
Desember 2009
Suprodjo, S.W. 2009. Konservasi Ekosistem. Disampaikan pada Kuliah Perdana
Program Studi Ilmu Lingkungan tanggal 21 Desember 2009, Fakultas
Geografi UGM, Yogyakarta.

16

Anda mungkin juga menyukai