Aspek ekologi:
Menurut FAO, masalah lingkungan di negara-negara berkembang sebagian
besar disebabkan karena:
- eksploitasi lahan yang berlebihan,
- perluasan penanaman, dan
- penggundulan hutan (Alexandratos 1988, dalam Reintjes dkk., 1999).
Beberapa daerah irigasi yang luas telah dirusak oleh salinisasi. Penggunaan
pestisida dan pupuk buatan yang semakin meningkat juga menjadi penyebab
munculnya masalah-masalah lingkungan. Hususnya degradasi kesuburan tanah
dan langkanya bahan bakar kayu menunjukkan gawatnya situasi ini.
Ancaman degradasi:
Tanpa tindakan pelestarian lahan tadah hujan,
- erosi tanah atau hilangnya tanah karena angin atau air,
- salinisasi atau alkalinisasi,
- penipisan unsur hara tanaman dan bahan organik,
- memburuknya struktur tanah dan
- pencemaran akan mengakibatkan hilangnya 544 jujta ha lahan tadah
hujan:
10% di Amerika Selatan,
16,5% di Afrika,
20% di Asia Baratdaya,
30% di Amerika Tengah dan
36% di Asia Tenggara.
Bahan lahan yang juga akan hilang kesuburannya karena hilangnya lapisan
tanah atas. Total kerugian porduktivitas lahan tadah hujan akan mencapai 29%
(FAO, 1984)
Adil, yang berarti sumber daya dan kekuasaan didistribusikan sedemikian rupa
sehingga kebutuhan dasar semua anggota masyarakat terpenuhi dan hak-hak
mereka dalam penggunaan lahan, modal yang memadai, bantuan teknis serta
peluang pemasaran terjamin. Semua orang memiliki kesempatan untuk
berperan serta dalam pengambilan keputusan, baik di lapangan maupun
didalam masyarakat. Kerusuhan sosial bisa mengancam sistem sosial secara
keseluruhan, termasuk sistem pertaniannya.
Prinsip-prinsip ini bisa diterapkan dengan berbagai macam teknik dan strategi.
Tiap-tiap strategi dan teknik memiliki pengaruh yang berbeda dalam
produktivitas, jaminan, kontinuitas, dan identitas didalam sietem pertanian.
Pengaruh ini tergantung pada peluang dan keterbatasan setempat (lebih dari
itu semua, keterbatasan-keterbatasan sumberdaya) serta dalam hampir semua
kasus tergantung pada pasar.
Pengetahuan lokal:
- pengolahan tanah,
- air, dan
Pengetahuan lokal:
Membaca literatur dewasa ini, kita cenderung menyimpulkan bahwa
agroforestri dimulai baru 5 – 6 tahun yang lalu. Tetapi agroforestri sudah ada
selama puluhan tahun bahkan sejak ratusan tahun yang lalu.
Misalnya para petani Afrika biasa menggabungkan budi daya tanaman pangan
dengan tanaman jangka panjang seperti pepohonan (T. Odehiambo,
diwawancarai oleh Vandenhoudt, 1988). Hal yang serupa juga sudah
dipraktekkan dulunya oleh para petani di Pulau Samosir (Lumbanraja, 1993).
Namun demikian, pada awal abad ini kekuasaan penjajah melarang praktek-
praktek ini, menganggabnya sebagai terbelakang. Orang Eropa tidak
memahami orang Afrika.
Sekarang kita harus kembali ke dulu lagi untuk melihat apa yang dikerjakan
petani tradisional dan mengapa dikerjakan seperti itu (T. Odehiambo,
diwawancarai oleh Vandenhoudt, 1988 dalam Reintjes dkk., 1999)
- struktur tanah
- kapasitas menahan air
- serta keberadaan unsur hara dan air tanpa pemanfaatan input buatan.
7 PERTANIAN BERWAWASAN LINGKUNGAN; Oleh: Parlindungan Lumbanraja;
Dosen Program Studi Agroekoteknologi; Faperta-UHN; materi Pengabdian
Masyarakat Juni. 2013. di Desa ________________________________ ; Kec.
Gunung Meriah; Kab. Deliserdang.
Dalam bayak kasus, sistem pertanian mereka ini (pada masa lalu) merupakan
bentuk-bentuk pertanian ekologis yang canggih dan tepat bagi kondisi-kondisi
lingkungan-lingkungan yang husus. Evaluasi teknik dan sistem pertanian lokal
setempat menunjukkan pilihan-pilihan bagi peningkatan LEIA.
Tidak semua sistem LEIA telah mencapai suatu titik yang menyebabkan
kerusakan ekologi, dan sistem-sistem yang sedang dalam pemunduran itu
sering kali mencakup teknik-teknik yang masih kurang destruktiv dari pada
teknologi morern yang di adopsi tanpa pandang bulu.
Mengelola tanah:
Kondisi tanah bisa juga diperbaiki dengan pengolahan yang berpengaruh
terhadap struktur tanah, kemampuan menahan air, aerasi, kemampuan
infiltrasi, suhu, dan evaporasi. Pengolahan tanah akan mengurangi
pembentukan panas dan memecahkan saluran-saluran kapiler dalam tanah.
Lapisan yang diolah akan mengering dengan cepat, tetapi kelembaban di
bawah dapat terkonsentrasi dengan baik. Pengolahan tanah dapat
menciptakan kondisi yang mendukung perkecambahan benuih dan mungkin
diperlukan untuk memerangi gulma dan hama tanaman yang lain atau untuk
membantu mengendalikan erosi. Pengolahan tanah membutuhkan input
energi yang tinggi. Input ini bisa dihasilkan dari dalam suatu usaha tani ( tenaga
kerja manusia atau tenaga hewan) ataupun berasal dari luar lahan (tenaga
buruh atau hewan yang disewa, mekanisasi berbahan bakar).
Pengolahan tanah bisa mengakibatkan efek negatip atas kehidupan tanah dan
meningkatkan mineralisasi bahan orghanik jika tidak dikerjakan dengan baik,
pengolahan tanah bisa juga meningklatkan erosi. Teknik pengolahan
konservasi dan teknik tanpa pengolahan akhir-akhir ini telah dikembangkan
oleh ilmuan dan petani, dan merupkan praktek-praktek pertanian tradisional
dibeberapa tempat. Dalam kondisi LEIA tanpa pengolahan bisa memberikan
keuntungan, karena kerja keras untuk penyiapan tanah digantikan oleh
kehidupan tanah. Namun, karena ada batasan-batasan pada praktek ini teknik
pengolahan (atau tanpa pengolahan) yang cocok harus dengan hati-hati dipilih
untuk tiap-tiap tempat khusus. Tidak mungkin dapat diberikan anjuran-anjuran
yang umum.
Ketika unsur hara pengganti tidak dapat diperoleh pada suatu usaha tani, maka
unsur hara itu harus didapatkan dari tempat lain.
Sumber unsur hara dari luar termasuk:
Bahan organik dari tempat lain, misalnya pupuk kandang dari usaha tani
lain, produk samping dari pengolahan kotoran manusia serta bahan-
bahan lain dari kota yang bisa digunakan untuk membuat kompos;
Pakan atau konsentrat yang dibeli, atau makanan manusia;
Pupuk mineral seperti debu buatan, misalnya kapur, batu pospat dan
biosuper (suatu campuran debu batuan dan mikroorganisma yang
membantu memobilisasi mineral) serta pupuk buatan.
PUSTAKA
Parr , J.F. Papendick, R.I. Yoyngberg, I.G. and Meyer, R.E. 1990. Sustainable
Agriculture in Tne United States. SCS.Ankeny. Iowa. USA.
Reijntjes, C; Hoverkort B, and Bayer, W. 1999. Pertanian Masa Depan. Kanisius.
Jakarta.