Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ekonomi Pertanian sangat penting dalam ilmu pertanian. Dan untuk


memaksimalkan dalam pengelolaan usahatani itu sendiri diperlukan unsur-unsur
pokok yang merupakan faktor – faktor utama dalam usahatani. Unsur – unsur
pokok tersebut sering disebut faktor produksi (input). Proses produksi pertanian
adalah proses yang mengkombinasikan faktor – faktor produksi pertanian untuk
menghasilkan produksi pertanian (output).

Dalam Prinsip Ekonomi Usaha Tani, banyak yang menunjangnya sehinga


ia dapat berdiri tegak, setiap bagian penunjang ini sangatlah penting, dan selalu
menjadi suatu kata kunci utama dalam Ekonomi Pertanian yang saling terhubung,
atau berkaitan antara satu dengan yang lainnya.

Dalam melakukan usaha pertanian, seorang pengusaha atau katakanlah

seorang petani akan selalu berpikir bagaimana ia mengalokasikan input seefisien

mungkin untuk dapat memperoleh produksi yang maksimal. Cara pemikiran yang

demikian adalah wajar mengingat petani melakukan konsep bagaimana

memaksimumkan keuntungan. Dalam ilmu ekonomi cara berpikir demikian sering

disebut dengan pendekatan memaksimumkan keuntungan atau profit

maximization. Di lain pihak, manakala petani dihadapkan pada keterbatasan biaya

dalam melaksanakan usahataninya, maka mereka juga tetap mencoba bagaimana

meningkatkan keuntungan tersebut dengan kendala biaya usaha tani yang terbatas.

Suatu tindakan yang dapat dilakukan adalah bagaimana memperoleh keuntungan

yang lebih besar dengan menekan biaya produksi sekecil-kecilnya. Pendekatan

seperti ini dikenal dengan istilah meminimumkan biaya atau cost minimization

1
Prinsip kedua pendekatan tersebut, yaitu profit maximization dan cost

minimization adalah sama saja, yaitu bagaimana memaksimumkan keuntungan

yang diterima petani atau seorang produsen atau seorang pengusaha pertanian.

Kedua pendekatan tersebut mungkin dapat pula dikatakan sebagai pendekatan

serupa tapi tak sama. Ketidaksamaan ini tentu saja kalau dilihat dari segi “sifat”

atau behavior petani yang bersangkutan. Petani besar atau pengusaha besar selalu

atau seringkali berprinsip bagaimana memperoleh keuntungan yang sebesar-

besarnya melalui pendekatan profit maximization karena mereka tidak dihadapkan

pada keterbatasan pembiayaan. Sebaliknya untuk petani kecil atau petani

subsisten sering bertindak sebaliknya, yaitu bagaimana memperoleh keuntungan

dengan keterbatasan yang mereka miliki.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan, dapat ditarik rumusan

masalah sebagai berikut :

1.2.1 Bagaimana Fungsi Produksi ?

1.2.2 Bagaimana Hasil Produksi dan Biaya Produksi ?

1.2.3 Bagaimana Intensifikasi Pertanian dan Hukum Kenaikan yang semakin

menurun ?

1.2.4 Bagaiamana Kombinasi Penggunaan Hsil-hasil Pertanian ?

1.2.5 Bagaiamana Kaitan Ekonomi dengan Besarnya Usahatani ?

1.3 Manfaat

1.3.1 Kita dapat menerapkan, mengetahui, dan memahami prinsip-prinsip

ekonomi dalam pertanian.

2
1.3.2 Kita bisa mengerti bagaimana cara memanfaatkan faktor produksi seefisien

mungkin dan menghasilkan keuntungan yang sebesar-besarnya.

1.3.3 Petani dapat mempelajari dan menerapkan prinsip-prinsip ekonomi dalam

produksi pertanian.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Usaha Tani

Usaha Tani (farm) adalah suatu bahagian atau tempat dimuka bumi

dimana kegiatan pertanian dilaksanakan oleh petani, baik dia sebagai petani

pemilik, petani penggarap (bagi hasil) maupun sebagai manajer yang digaji

dengan menggunakan segala potensi (sumberdaya) yang ada seperti tanah,

tumbuh-tumbuhan, hewan, air dll. Bahagian dari ilmu pertanian yang mempelajari

bagaimana cara melakukan pengelolaan usaha tani dinamakan dengan manajemen

usaha tani (farm managemet). Tujuan dari manajemen usaha tani / pengelolaan

usaha tani yang baik adalah agar mendatangkan produksi dan keuntungan yang

tinggi atau dengan kata lain suatu manajemen usaha tani yang baik adalah mampu

menghasilkan produktivitas dan efisiensi yang tinggi.

2.1.1. Fungsi Produksi

Di dalam ekonomi fungsi produksi yaitu suatu fungsi yang menunjukkan

hubungan antara hasil produksi fisik (output) dengan faktor-faktor

produksi (input). Dalam bentuk matematika sederhana fungsi produksi ini

dituliskan sebagai:

Y = f ( X₁ , X₂ ………Xn )

Di mana Y = adalah hasil produksi fisik

X₁ …………… Xn = faktor-faktor produksi

4
Dalam produksi pertanian misalnya produksi padi maka produksi fisik

dihasilkan oleh bekerjanya beberapa faktor produksi sekaligus yaitu tanah, modal

dan tenaga kerja. Untuk dapat menggambarkan fungsi produksi ini secara jelas

dan menganalisa peranan masing-masing faktor produksi maka dari sejumlah

faktor-faktor produksi itu salah satu faktor produksi kita anggap variable

(berubah-ubah) sedangkan faktor-faktor produksi lainnya dianggap konstan.

Misalnya untuk menganalisa hubungan antara produksi padi dengan tanah

harus kita anggap modal dan tenaga kerja sebagai faktor produksi yang tetap

(konstan). Dalam bentuk grafik fungsi produksi merupakan kurva melengkung

dari kiri bawah kekanan atas yang setelah sampai titik tertentu kemudian berubah

arah sampai titik maksimum dan kemudian berbalik turun kembali. Hubungan

fungsional seperti digambarkan di atas berlaku untuk semua faktor produksi yang

telah disebut yaitu tanah, tenaga kerja dan modal, disamping faktor produksi

keempat yaitu manajemen (koordinasi atau entrepreneurship) yang berfungsi

mengkoordinasikan ketiga faktor produksi yang lain sehingga benar-benar

mengeluarkan hasil produksi (output).

Pembagian faktor-faktor produksi kedalam tanah, tenaga kerja dan modal

adalah konvensional. Sumbangan tanah adalah berupa unsure-unsur tanah yang

asli dan sifat-sifat tanah yang tak dapat di rusakkan (original and indestructible

properties of the soil) dengan mana hasil pertanian dapat di peroleh. Tetapi untuk

memungkinkan di perolehnya produksi di perlukan tangan manusia yaitu tenaga

kerja petani (labor). Modal adalah sumber-sumber ekonomi di luar tenaga kerja

yang di buat oleh manusia. Kadang-kadang modal dilihat dalam arti uang atau

dalam arti keseluruhan nilai sumber-sumber ekonomi on-manusiawi termasuk

5
tanah. Itulah sebabnya bila kita menunjuk pada modal dalam arti luas dan umum

(misalnya jumlah modal petani secara keseluruhan) kita akan memasukkan semua

sumber ekonomi termasuk tanah tetapi diluar tenaga kerja. Pengertian umum dan

luas yang demikian dipakai pula oleh petani-petani kita bila mereka mengatakan

bahwa modal utama atau modal satu-satunya yang mereka miliki adalah tanah.

Hal ini nampaknya cukup beralasan karena bagaimanapun juga petani sudah

memasukkan berbagai unsur modal kedalam tanah misalnya pupuk (buatan dan

kompos) dan air yang sudah menyumbang pada kesuburan tranahnya.

2.1.2. Hasil Produksi dan Biaya Produksi

1. Efisiensi Usahatani

Efisiensi produksi yaitu banyaknya hasil produksi fisik yang dapat

diperoleh dari satu kesatuan faktor produksi (input). Kalau efisiensi fisik ini

kemudian kita nilai dengan uang maka kita sampai pada efisiensi ekonomi. Pada

setiap akhir panen petani akan menghitung berapa hasil bruto produksinya yaitu

luas tanah di kali hasil perkesatuan luas. Dan ini semua kemudian di nilai dalam

uang. Tetapi tidak semua hasil ini diterima oleh petani. Hasil itu harus dikurangi

dengan biaya-biaya yang harus di keluarkannya yaitu harga pupuk dan bibit, biaya

pengolahan tanah, upah menanam, upah membersihkan rumput dan biaya panenan

yang biasanya berupa bagi hasil (in-natura). Disamping itu bagi petani penyakap

maka bagian hasil panen yang harus diberikan kepada pemilik tanah (yaitu kira-

kira 50% dari hasil netto tergantung dari perjanjian) harus pula dikurangkan dan

dimasukkan sebagai biaya. Setelah semua biaya-biaya tersebut dikurangi barulah

petani memperoleh apa yang di sebut hasil bersih (hasil netto). Apabila hasil

6
bersih usahatani besar maka ini mencerminkan rasio yang baik dsari nilai hasil

dan biaya. Makin tinggi rasio ini berarti usaha tani makin efisien. Tentu saja

efisien ini berbeda antara usaha tani yang satu dengan lain. Dan disinilah peranan

manajemen mulai penting.

2. Biaya Uang dan Biaya In-natura

Biaya produksi dapat dibagi menjadi dua yaitu biaya-biaya yang berupa

uang tunia misalnya upah kerja untuk biaya persiapan atau panggarapan tanah,

termasuk upah untuk ternak, biaya untuk membeli pupuk dan pestisida dan lain-

lain.

Biaya-biaya panen , bagi hasil, sumbangan dan mungkin juga pajak-pajak

(ipeda) dibayarkan dalam bentuk in-natura. Besar kecilnya bagian biaya produksi

yang berupa uang tunai ini sangat mempengaruhi pengembangan usahatani.

Terbatasnya jumlah uang tunai yang dimiliki petani lebih-lebih pasilitas

perkreditan tidak ada, sangat menentukan berhasil tidaknya pembangunan

pertanian. Pemakaian bibit-bibit unggul seperti bibit-bibit unggul nasional, lebih-

lebih bibit PB dan Pelita memerlukan biaya uang yang jauh lebih besar daripada

bibit local, terutama karena bibit-bibit unggul ini hanya tinggi hasilnya dan

menguntungkan petani bila diberi pupuk buatan yang jumlahnya lebih banyak.

3. Biaya tetap dan Biaya Variable

Selain penggolongan diatas, jenis-jenis biaya produksi dapat pula dibagi

dalam biaya tetap dan biaya variabel (biaya tidak tetap). Yang dimaksud dengan

biaya tetap adalah jenis biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada besar

kecilnya produksi. Misalnya sewa atau bunga tanah atau yang berupa uang. Biaya

lain-lainnya pada umumnya masuk biaya variable karena besar kecilnya

7
berhubungan langsung dengan besarnay produksi. Pajak dapat merupakan biaya

tetap kalau besarnya ditentukan berdasarkan luas tanah (pajak tanah). Tetapi pajak

itu berupa iuran pembangunman daerah (ipeda) yang besarnya misalnya

ditentukan 5% dari hasil produksi netto, maka biaya itu termnasuk biaya variabel.

Tetapi pengertian biaya tetap dan variable ini hanya pengertian jangka pendek,

sebab dalam jangka panjang biaya tetap[ dapat menjadi biaya variabel.

4. Biaya Rata-rata dan Biaya Marginal

Bagi para perencana ekonomi yang bertugas merumuskan kebijaksanaan

harga, misanya untuk menentukan harga minimum yang harus dijamin untuk

petani, maka sering di tanyakan biaya produksi rata-rata kelapa atau padi kering

perkuintal, yaitu biaya produksi total dibagi dengan jumlah produksi. Angka biaya

produksi rata-rata yang demikian sangat sukar disusun karena antara daerah yang

satu dengan yang lain tidak sama bahkan antara petani yang satu dengan yang lain

dalam satu daerah pun bisa berbeda. Karena variasi yang besar ini maka apa yang

disebut biaya produksi rata-rata menjadi kehilangan arti bila akan digunakan

sebagai bahan kebijaksanaan yang benar-benar realistis bagi seluruh Negara.

Selain itu apa yang disebut biaya produksi total sering belum termasuk

nilai tenaga kerja keluarga petani dan biaya lain-lain yang berasal dari dalam

keluarga sendiri dan yang sukar ditaksir nilai uangnya. Yang lebih penting bagi

petani adalah biaya batas yaitu tambahan biaya yang harus dikeluarkan petani

untuk menghasilkan satu kesatuan tambahan hasil produksi. Atau dari sudut lain

dapat dikatakan pendapatan marginal yaitu tambahan pendapatan yang didapat

dengan penambahan satu kesatuan biaya. Pengertian marginal selalu mengandung

arti tambahan. Tambahan biaya produksi disini tidak meliputi semua faktor tetapi

8
salah satu faktor produksi saja sedangkan faktor-faktor produksi yang lain tidak

berubah. Penambahan semua faktor produksi secara serentak akan dibicarakan

tersendiri di belakang. Supaya menjadi agak jelas, dibawah ini diberikan suatu

contoh hipotesis dari biaya total, biaya rata-rata dan biaya marginal.

Dari contoh table 5.2 dapat dilihat bahwa walaupun harga jual padi kering

perkuintal Rp. 6400, -masih lebih tinggi daripada biaya produksi rata-rata Rp.

1.783, – pada tingkat produksi 41,5 kuintal, tetapi tambahan biaya yang harus

dikeluarkan untuk pupuk sebesar Rp. 4.000,- sudah jauh melebihi hasil tambahan

sebesar Rp. 3.200,- lebih menguntungkan bagi petani untuk menghentikan

penambahan pemakaian pupuk pada tingkat 250 kg dimana produksi padi kering

41 kuintal dengan pendapatan marginal Rp. 6.400,- sama dengan jual harga padi

kering perkuintal. Dalam grafik yang disederhanakan , secara umum biaya-biaya

dan hasil itu dapat dilihat lebih jelas.

Disini Nampak tiga buah kurva yaitu kurva biaya marginal (BM), biaya

rata-rata (BR) dan biaya variable rata-rata (BVR). Kurva biaya marginal

memotong kedua kurva yang lain pada titik yang paling rendah. Hal ini mudah

dimengerti kalau diingat bahwa biaya rata-rata tidak lain adalah pembagian

seluruh biaya dengan jumlah produksi. Biaya rata-rata akan selalu turun kalau

biaya-biaya marginal nilainya melebihi biaya rata-rata maka biaya rata-rata itu

sendiri mulai ikut naik, walaupaun tidak secepat naiknya kurva biaya marginal.

5. Biaya Marginal dan Pendapatan Marginal

Kalau kita berbicara dengan petani maka kita akan segera dapat

mengambil kesimpulan bahwa ia lebih biasa mengukur efisinsi usaha-taninya dari

sudut besarnya hasil produksi dan tidak pada rendahnya biaya untuk

9
memproduksikan hasil itu. Hal ini mudah dimengerti kalau diingat bahwa tujuan

utama produksinya adalah pendapatan keluarga terbesar agar kebutuhan makan

keluarga dapat dicukupi sepanjang tahun.sebaliknya segala jerih payah atau biaya

untuk memproduksikan hasil pertaniannya (pada mulanya) berupa tenaga kerja

dari seluruh anggota keluarga petani tidak dinilai dalam uang. Bekerja disawah

adalah kewajiban keluarga dan tidak dinilai dalam uang sehingga juga tidak

dianggap sebagai biaya.

Tetapi keadaannya sangat berbeda pada pertanian yang bersifat komersial

atau pada perkebunan-perkebunan besar. Tujuan produksi dalam hal ini adalah

pasar dan keuntungan. Dalam pada itu setiap hasil yang dijual kepasar selalu

menemui saingan yang mungkin lebih baik. kalau mutu kedua hasil di anggap

sama maka pembeli akan memilih barang yang harganya murah. Dengan

demikian nyatalah bahwa petani yang sudah komersial akan sangat

berkepentingan. Untuk memproduksikan hasil pertanian semurah-murahnya bila

ia tidak ingin menderita rugi.

Dalam kenyataannya tidak ada petani kita yang 100% komersial tetapi

juga tidak ada yang 100% subsisten. Mereka pada umumnya didalam transisi dari

pertanian yang subsisten ke pertanian komersial. Bagi petani-petani yang

demikian maka unsure biaya produksi sudah mulai masuk perhitungannya.

Namun begitu yang ada didalam pikiran petani tidaklah supaya padi dapat di

produksi semurah-murahnya tetapi bagaimana cara ia dapat mencapai hasil

produksi yang sebesar-besarnya dedngan sekaligus berusaha agar biaya yang

harus di keluarkan terutama biaya-biaya yang berupa uang dapat ditekan serendah

mungkin.

10
6. Kombinasi Faktor-faktor Produksi

Pertanyaan ekonomi yang kita hadapi kini adalah bagaimana petani dapat

mengkombinasikan faktor-faktor produksi tersebut agar tercapai efisiensi yang

setinggi-tingginya baik secara fisik maupun secara ekonomis. Apabila ada

persaingan sempurna di pasar faktor-faktor produksi dan hasil produksi, maka

petani akan berbuat rasional dan mencapai efisiensi tertinggi bila faktor-faktor

produksi itu sudah di kombinasikan sedemikian rupa sehingga rasio dari tambahan

hasil fisik (marginal physical product) dari faktor produksi dengan harga faktor

produksi sama untuk setiap faktor produksi yang digunakan.

Apabila pada suatu ketika pemerintah memutuskan menambah subsidi

terhadap pupuk atau menurunkan tingkat bunga kredit pertanian maka petani akan

harus menyesuaikan penggunaan faktor-faktor produksi yang sudah dipakainya

supaya tingkat efisiensi produksinya dapat dipertahankan.

2.1.3. Intensifikasi Pertanian dan Hukum Kenaikan Hasil yang Makin Berkurang

(law of diminishing return)

Intensifikasi dimaksudkan penggunaan lebih banyak faktor produksi

tenaga kerja dan modal atas sebidang tanah tertentu untuk mencapai hasil

produksi yang lebih besar. Sebaliknya ekstensifikasi pada umumnya diartikan

sebagai perluasan tanah pertanian dengan cara mengadakan pembukaan tanah-

tanah pertanian baru. Pengertian ekstensifikasi yang demikian sebenarnya tidak

tepat karena ditekankan pada akibat atau konsekuensi dari pengerjaan tanah yang

tidak intensif. Kalau dalam pengerjaan tanah yang makin intensif petani terus

menerus menambah tenaga modal atas tanah yang sudah ada maka dalam

11
pengerjaan tanah yang ekstensif penggunaan tanah dan modal dikurangi untuk

dipindahkan ketanah pertanian lainnya. Di Negara-negara yang kurang padat

penduduknya sepeti di Eropa pada saat hukum “kenaikan hasil yang makin

berkurang” itu di rumuskan maka faktor tenaga kerja mempunyai harga paling

tinggi dan produktivitasnya selalu di ukur terutama dari segi produktifitas tewnaga

kerja.

Di Indonesia keadaannya sangat berbeda, di antara semua faktor produksi,

justru tenaga kerja merupakan faktor produksi yang paling murah. Dalam keadaan

yang demikian jumlah tenaga kerja dapat dikatakan tak terbatas dan faktor

produksi yang paling mahal adalah modal. Jadi kalau orang mempertimbangkan

mana yang lebih menguntungkan intensifikasi atau ekstensifikasi maka

masalahnya tidak saja merupakan masalah hukum alam mengenai terbatasnya

tanah tetapi lebih-lebih lagi merupakan masalah ekonomi yang penting.

Tetapi bagaimanapun memang lama kelamaan berlakunya hukum alam tersebut

tak dapat di elakkan lagi dan pada hakikatnya memang hukum kenaikkan hasil

yang makin berkurang itu berlaku pula bagi semua faktor produksi. Itulah

sebabnya hukum ini di nyatakan pula di dalam hukum “faktor proporsionil” (law

of variable proportion), yaitu hukum yang menerangkan perilaku kenaikkan hasil

produksi tambahan, bila salah satu faktor produksi variabel dinaik-turunkan

dengan membiarkan faktor produksi lainnya, sehingga perbandingan jumlah

(proporsi) faktor-faktor produksi berubah.

12
2.1.4. Kombinasi Hasil-hasil Produksi

Dalam kehidupan nyata petani tidak saja menanam padi tetapi dalam satu

tahun dapat menanam jagung, ketela dan kacang-kacangan. Disamping bertani,

seorang petani dapat menggunakan modal dan tenaganya untuk bidang-bidang

kegiatan ekonomi lainnya seperti berdagang atau memelihara ternak ayam dan

kambing. Bagi petani yang mengusahakan tanaman tumpang sari di Gunung

Kidul tujuan utamanya adalah mendapatkan hasil produksi yang optimal dari

sawah atau ladangnya yang sangat sempit. Selain itu karena umur tanaman-

tanaman yang bersangkutan tidak sama, maka ini berarti menjamin tersedianya

bahan makanan sepanjang tahun.

Juga dengan cara ini resiko dikurangi. Kalau satu macam tanaman tidak

berhasil maka di harapkan tanaman lainnya akan memberikan hasil. Alasan untuk

mengurangi resiko kerugian dengan mengadakan semacam diversifikasi ini

merupakan praktek yang biasa bagi petani yang memang biasanya tidak berdaya

menghadapi kekuatan-kekuatan alam yang tidak dapat dikontrolnya. Selain

alasan-alasan di atas, kenyataan bahwa pekerjaan pertanian bersifat musiman,

mendorong petani untuk mengisi waktu-waktu dimana terdapat kekosongan

pekerjaan. Banyak desa-desa yang terkenal dengan hasil-hasil kerajinan pangan

yang di produksi oleh petani-petani pada saat senggang (slack season).

a. Hubungan fisik antarkomoditi

Berbagai komoditi yang di produksikan oleh petani dapat mempunyai

hubungan fisik yang berbeda. Komoditi-komoditi itu dapat merupakan:

1. Komoditi gabungan (joint product)

2. Komoditi yang bebas bersaing (competitive independent products substitutes)

13
3. Komoditi komplementer, atau

4. Komoditi suplementer (tambahan)

b. Komoditi gabungan

Kalau dua atau lebih komoditi merupakan komoditi gabungan berarti

komoditi-komoditi tersebut bersama-sama keluar dari satu proses produksi.

Misalnya dedak atau katul dari penggilingan padi yang keluar bersama beras.

c. Komoditi yang bebas bersaing (substitute)

Dalam hal ini maka komoditi-komoditi yang bersangkutan berdiri sendiri

dan bahkan saling bersaing. Ini berartri bahwa kalau sudah di putuskan

menghasilkan komoditi yang pertama maka komoditi yang kedua tidak dapat lagi

di hasilkan, atau dapat pula dikatakan bahwa kenaikan jumlah produksi barang

yang satu berarti penurunan jumlah produksi barang kedua. Kalu petani sudah

memutuskan menyewakan tanahnya kepada pabrik gula untuk di Tanami tebu

maka ia tidak lagi dapat menanaminya dengan padi. Disamping ada faktor-faktor

non-ekonomi yang menyebabkan petani memutuskan salah satu tanaman misalnya

karena peraturan rayoneering atau peraturan lain yang tidak dapat dielakkan

petani, tetapi pada umumnya faktor-faktor ekonomi memegang peranan yang

penting.

a. Komoditi komplementer

Bentuk hubungan yang ketiga antar komoditi adalah hubungan

komplementer. Dalam hal yang demikian maka kenaikan produksi satu komoditi

tidak menurunkan melainkan menaikan produksi lainnya. Dalam pertanian hal

demikian biasanya terjadi tidak sekaligus dalam waktu yang sama tetapi dalam

beberapa waktu (musim) dalam satu tahun.

14
b. Komoditi suplementer

Sifat hubungan yangh suplementer berada di antara sifat hubungan yang

bersaingan dan komplementer. Ini berarti bahwa produksi satu komoditib dapat di

tambah tanpa mempunyai pengaruh mengurangi atau menambah produksi

komoditi lainnya. Juga dalam hal ini kejadiannya biasanya dalam beberapa waktu

yang berbeda. Dua istilah teknis yang menggambarkan hubungan antara beberapa

komoditi tersebut diatas yaituopportunity cost dan elasticity of

substitution. Opportunity cost adalah biaya yang harus di tanggung petani karena

telah tidak menggunakan kesempatan terbaik (opportunity) yang dapat di pilih

baik untuk menanam maupun untuk mengerjakan sesuatu. Penertian elasticity of

substitution yaitu persentase perubahan produksi barang yang satu di bagi dengan

persentase perubahan produksi barang lainnya.

2.1.5. Ekonomi dan Besarnya Usahatani

Dalam usaha meningkatkan hasil produksi total tidak hanya salah satu

faktor produksi saja yang di tambah tetapi sekaligus semua faktor prduksi di

naikan dalam perbandingan yang sama dua kali, tiga kali atau di tambah dengan

masing-masing 50%. Dalam keadaan yang demikian maka kita tidak berbicara

mengenai hubungan-hubungan proporsi melainkan hubungan-hubungan skala

(scale relationship) yang berarti bahwa kini luas atau besarnya usaha tani di

perbesar dengan suatu pengali tertentu.

· Efisiensi skala produksi

Kalau semua faktor produksi di tambah sekaligus maka hasil produksi

akan naik. Ilmu ekonomi produksi berminat untuk mempelajari apakah kenaikan

15
hasil prduksi itu dengan laju yang menaik, konstan atau menurun. Jika laju

kenaikan itu menaik maka peristiwa itu di sebut efisiensi skala produksi yang

menaik (inereasing return t scale) dan kalau efisiensi skala kenaikan hasil prduksi

hanya sebanding atau tetap sama dengan hasil sebelumnya maka ini berarti

efisiensi skala prduksi adalah tetap (konstant return t scale), sedangkan kalau

kenaikan hasil prduksi menurun disebut efisiensi skala prduksi yang menurun

(decreasing return to scale).

Dalam perusahaan-perusahaan pertanian besar ini kita sering menemukan

istilah tidak efisien karena terlalu kecil dan untuk mencapai break-even-point

(dimana biaya-biaya dapat di tutup leh penghasilan-penghasilan) di katakana

harus di produksi sejumlah hasil minimum tertentu dengan faktor-faktor produksi

minimum tertentu pula. Di dalam usaha tani kecil prinsip demikian dapat di

terapkan pada keperluan adanya koperasi atau kerja sama di antara beberapa

petani dalam menggunakan atau membeli alat-alat produksi tertentu.

Efisiensi skala produksi ini tidak saja penting bagi petani perseorangan

atau kelompok petani dalam sebuah desa tetapi penting pula bagi bangsa secara

keseluruhan yang berkepentingan agar penggunaan sumber-sumber ekonomi yang

dimiliki seluruh bangsa dapat di atur seefisien mungkin. Berhubungan erat dengan

masalah ini dalam pertanian adalah mengenai perbandingan efisiensi usaha tani

besar dan usaha tani kecil. Keuntungan dan kerugian masing-masing sebenarnya

tidak dapat di tentukan secara umum. Faktor terpenting yang sangat menentukan

adalah macam tanaman dan hasil pertanian atau peternakan yang bersangkutan

16
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

1. Fungsi produksi yaitu suatu fungsi yang menunjukkan hubungan antara

hasil produksi fisik (output) dengan faktor-faktor produksi input).

2. Efisiensi produksi yaitu banyaknya hasil produksi fisik yang dapat di

peroleh dari satu kesatuan paktor produksi (input). Pada setiap akhir panen petani

akan menghitung berapa hasil bruto produksinya yaitu luas tanah di kalikan hasil

per kesatuan luas. Hasil itu harus di kurangi dengan biaya-biaya yang harus di

keluarkan. Setelah biaya-biaya tersebut di kurangi barulah petani memperoleh

hasil bersih (hasil netto).

3. Intensifikasi adalah penggunaan lebih banyak faktor produksi tenaga

kerja dan modal atas sebidang tanah tertentu untuk mencapai hasil produyksi yang

lebih besar. Ekstensifikaasi adalah perluasan tanah pertanian dengan cara

mengadakan pembukaan tanah-tanah pertanian baru.

4. Penyebab ekonomi usaha tani memproduksi lebih dari satu komoditi

saja , yaitu untuk mendapatkan hasil produksi yang optimal dari sawah atau

ladangnya yang sangat sempit. Selain itu karena umur tanaman-tanaman yang

bersangkutan tidak sama, maka ini berarti menjamin tersedianya bahan makanan

sepanjang tahun.

17
3.2. Saran

Seorang petani harus memegang prinsip-prinsip ekonomi dalam pertanian

agar dalam usaha tani dapat menguntungkan dalam usaha tani, seorang petani

sebaiknya mengalokasikan input seefisien agar memperoleh hasil maksimal.

18
DAFTAR PUSTAKA

Irwan sahaja,2013.prinsip-prinsip dalam ekonomi usaha tani.landasan kurikulum


20013
Risky. 2011. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: LP3S
Hartati. 2004 . Prinsip-Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada

19

Anda mungkin juga menyukai