Anda di halaman 1dari 63

SEMESTER AWAL 2021/2022

#stayathome, #workfromhome, #merdekabelajar, #belajarmandiri

LAPORAN

MANAJEMEN USAHATANI
Analisis Biaya dan Pendapatan, Benefits Costs Ratio dan Cost-
Volume and Profit Analysis Komoditas Tanaman Semusim
(Padi, Jagung dan Kacang Tanah, atau lainnya)

OLEH

Hizkya Sandrianto
G021201085

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2021

DISCLAIMER:
1) Data yang tertera dalam laporan adalah data hipotetik, bukan data sebenarnya.
Tidak diperkenankan untuk mengutipnya.
2) Laporan ini semata untuk latihan lathan menyusun laporan manajemen usatani
SEMESTER AWAL 2021/2021
#stayathome, #workfromhome, #merdekabelajar, #belajarmandiri

HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN AKHIR
MANAJEMEN USAHATANI
Analisis Biaya dan Pendapatan, Benefits Costs Ratio dan Cost-
Volume and Profit Analysis Komoditas Tanaman Semusim
(Padi, Jagung dan Kacang Tanah, atau lainnya)

OLEH

Hizkya Sandrianto
G021201085

DOSEN PEMBIMBING
Pengesahan/ Makassar 20 Desember 2021

Prof. Ir. Muslim Salam, M.Ec. Ph.D. Ir. Nurdin Lanuhu. MP


Penanggungjawab Mata Kuliah Dosen Mata Kuliah

DISCLAIMER:
1) Data yang tertera dalam laporan adalah data hipotetik, bukan data sebenarnya.
Tidak diperkenankan untuk mengutipnya.
2) Laporan ini semata untuk latihan lathan menyusun laporan manajemen usatani
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa dan yang Maha Kuasa karena
berkat rahmat, nikmat dan karunia-Nyalah, sehingga penyusun dapat
menyelesaikan laporan Manajemen Usahatani yang berjudul Analisis Biaya dan
Pendapatan, Benefits Costs Ratio dan CostVolume and Profit Analysis Komoditas
Tanaman Semusim (Padi, Jagung dan Kacang Tanah) ini bisa terselesaikan
dengan baik.
Untuk memenuhi Tugas Akhir perkuliahan Manajemen Usahatani, maka
kali ini membuat sebuah laporan manajemen usahatani berdasarkan data hipotetik
dengan beberapa sumber dan materi yang telah diberikan oleh dosen mata kuliah.
Penyusun menyadari bahwa laporan Manajemen Usahatani yang dibuat ini
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu segala kerendahan hati penyusun
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca guna
menjadi acuan agar penulis bisa menjadi lebih baik lagi di masa mendatang untuk
kesempurnaan laporan ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa dan Yang Maha kuasa
senantiasa memberikan imbalan yang setimpal atas segala kebaikan yang telah
diberikan kepada penyusun selama ini dengan harapan laporan ini dapat
menambah wawasan bagi para pembaca dan bermanfaat dalam perkembangan
ilmu pengetahuan serta bagi kita semua. Aamiin.

Moncongloe, 28 November 2021

Hizkya Sandrianto

iii | P a g e
UCAPAN TERIMA KASIH
Dalam menyelesaikan Laporan ini, penyusun banyak memperoleh bantuan
dan dorongan dari berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini dengan rendah
hati penyusun menyampaikan ucapan terimah kasih kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa yang menjadi pemilik dari semua Ilmu Pengetahuan
didunia ini dan telah memberikan kekuatan kepada penyusun selama
menyelesakan penyusunan laporan ini. Dan tetap meyakini bahwa penyusun
pasti bisa menyelesaikan laporan tersebut tentunya dengan segala izin dan
karunia-NYA.
2. Prof. Ir. Muslim Salam, M.Ec., Ph.D. selaku penanggungjawab mata kuliah
ini, Dr. Ir. Saadah, M.Si. , dan Ir. Nurdin Lanuhu, MP. selaku dosen mata
kuliah yang telah membantu kami baik secara moral maupun materi serta
memberikan petunjuk dan arahan dalam menyelesaikan laporan ini.
3. Orang Tua dan Kakak-Kakak saya yang senantiasa membantu dalam segala
hal dan selalu mendoakanpenulis demi terselesainya laporan ini.
4. Sahabatku Sarwan dan Srimeliani yang telah mau diajak berdiskusi dan
mengajar satu sama lain serta mendukung penyusun sehingga penyusun dapat
menyelesaikan laporan Manajemen Usahatani ini tepat waktu.
5. Penulis literatur yakni jurnal yang telah memberikan dedikasi atas tulisannya
sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan ini.

iv | P a g e
RINGKASAN
Usahatani adalah suatu kegiatan mengusahakan dan mengkoordinir faktor-
faktor produksi berupa lahan, tenaga kerja, dan modal sehingga mem- berikan
manfaat sebaik-baiknya.Tanaman semusim: tanaman perkebunan yang pada
umumnya berumur pendek dan panennya dilakukan satu atau beberapa kali masa
panen (keprasan) untuk satu kali penanaman dimana yang akan dibahas pada
laporan ini yaitu tanaman semusim padi, jagung dan kacang tanah.
Tujuan dalam penyusunan laporan ini yaitu untuk mengetahui tentang
berapa banyak jenis biaya usahatani pada komoditas padi, jagung, dan kacang
tanah, kemudian untuk mengetahui tentang struktur biaya, penerimaan dan juga
mengetahui besarnya biaya dan pendapatan dari suatu usahatani serta
menganalisis efisiensi dan kemanfaatan dari suatu usahatani dengan analisis
“R/C” ratio pada komoditas padi, jagung, dan kacang tanah serta mengetahui
tentang Analysis Partial Budgetting, Cost, Volume and Profit Analysis pada
ketiga komoditas tersebut.
Laporan ini dikerjakan selama ± 3 minggu di rumah penulis yaitu
Perumahan Bukit Bunga C/5, Mocongloe. Dengan data yang digunakan adalah
data hipotetik yakni data yang penulis susun sendiri dan juga berasal dari berbagai
jurnal yang ada di internet maupun dari buku yang telah dipelajari dan diberikan
oleh dosen mata kuliah manajemen usahatani.
Hasil analisis biaya dan pendapatan usahatani pada komoditas padi, jagung
dan kacang tanah yakni rata-rata penerimaan pada komoditas padi adalah sebesar
Rp 53.225.609,3/Ha,sehingga diperoleh pendapatan bersih sebesar Rp
19.216.408,55/Ha, kemudian untuk jagung adalah sebesar Rp 100.582.057,2/Ha
sehingga diperoleh pendapatan bersih sebesar Rp 24.609.618,52/Ha dan kacang
tanah adalah sebesar Rp 13.500.000/Ha sehingga diperoleh pendapatan bersih
sebesar Rp 3.699.048 /Ha. Serta perbandingan antara penerimaan dengan biaya
produksi atau R/C pada masing-masing komoditas yakni padi adalah 1,56

v|P age
,- jagung adalah 1,32,- dan kacang tanah adalah 1,27,- yang artinya menunjukkan
bahwa setiap penambahan biaya sebesar satu satuan rupiah untuk pengeluaran
biaya produksi maka akan memperoleh keuntungan sebesar biaya itu juga
sehingga usahatani ketiga komoditas ini layak untuk terus dijalankan karena
menguntungkan.
Adapun keuntungan tambahan yang dihasilkan dari keuntungan total
dikurang kerugian total pada Anggaran parsial untuk perubahan perencanaan
tanaman Padi-Jagung adalah sebesar Rp 21.610 dan Titik Impas (Break Even
Point) usahatani padi-jagung dicapai penerimaan sebesar Rp.317.850,00. Artinya
pada penerimaan sebesar Rp 794.200,00 dimana usahatani ini dalam keadaan
tidak untung dan tidak rugi atau Total Revenue sama dengan Total Cost (TR =
TC).

Kata Kunci : Tanaman Semusim, Analisis Biaya Dan Pendapatan, Keuntungan

vi | P a g e
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... ii


KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................iv
RINGKASAN..................................................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................................. viii
DAFTAR TABEL .............................................................................................ix
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
1.1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.1.2. Rumusan Masalah ............................................................................ 4
1.1.3. Tujuan Penyusunan Laporan............................................................ 4
1.1.4. Kegunaan Penyusunan Laporan ....................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1. Aspek Budidaya dan Ekonomi Komoditas Padi ............................. 6
a. Aspek Budidaya Komoditas Padi ................................................ 6
b. Aspek Ekonomi Komoditas Padi.................................................. 6
2.1.2. Aspek Budidaya dan Ekonomi Komoditas Jagung ......................... 9
a. Aspek Budidaya Komoditas Jagung ............................................. 9
b. Aspek Ekonomi Komoditas Jagung ........................................... 10
2.1.3. Aspek Budidaya dan Ekonomi Komoditas Kacang Tanah ........... 12
a. Aspek Budidaya Komoditas Kacang Tanah ............................... 12
b. Aspek Ekonomi Komoditas Kacang Tanah ............................... 13
2.1.4. Analisis Biaya dan Pendapatan ...................................................... 16
2.1.5. Analisis Partial Budgetting ............................................................ 19
2.1.6. Cost, Volume and Profit Analysis ................................................ 21
BAB III METODE PENULISAN LAPORAN
3.1.1. Waktu Penulisan Laporan ............................................................. 24
3.1.2. Sumber Data.................................................................................. 24
3.1.3. Analisis Data ................................................................................. 24

viii | P a g e
A. Analisis Biaya dan Pendapatan.................................................. 24
B. Analisis Partial Budgeting ......................................................... 30
C. Cost volume and profit analysis ................................................. 31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.1. Pendahuluan .................................................................................. 34
4.1.2. Komoditas Padi ............................................................................. 34
a. Jenis-jenis Biaya Usahatani Padi ................................................ 34
b. Struktur Biaya, Penerimaan dan Pendapatan Usahatani Padi..... 35
4.1.3. Komoditas Jagung ......................................................................... 38
a. Jenis-jenis Biaya Usahatani Jagung ............................................ 38
b. Struktur Biaya, Penerimaan dan Pendapatan Usahatani Jagung 38
4.1.4. Komoditas Kacang Tanah ............................................................. 41
a. Jenis-jenis Biaya Usahatani Kacang Tanah ................................ 41
b. Struktur Biaya, Penerimaan dan Pendapatan Usahatani Kacang
Tanah .............................................................................................. 42
5.1.5. Analisis Partial Budgetting (Padi-Jagung) ..................................... 44
5.1.6. Cost, Volume and Profit Analysis (Padi-Jagung) .......................... 46
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.1. Kesimpulan .................................................................................... 49
5.1.2. Saran .............................................................................................. 50
DAFTAR PUSTAKA

viii | P a g e
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Analisis biaya dan pendapatan usahatani padi di Desa Samangki,
kecamatan Simbang, Maros per Hektar per Satu Kali Musim Tanam ................... 36
Tabel 2. Analisis biaya dan pendapatan usahatani jagung di Desa Laiya
Kecamatan Cenrana, Maros per Hektar per Satu Kali Musim Tanam ................... 38
Tabel 3. Analisis biaya dan pendapatan usahatani kacang tanah di Desa Labuaja,
kecamatan Cenrana, Maros per Hektar per Satu Kali Musim Tanam.................... 42
Tabel 4. Anggaran parsial untuk perubahan perencanaan tanaman Padi-Jagung ...
................................................................................................................................45
Tabel 5. Perhitungan Break Even Point dengan pendekatan matematik............. 47

ix | P a g e
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kurva TFC ............................................................................................ 27
Gambar 2. TVC ...................................................................................................... 27
Gambar 3. Kurva TC .............................................................................................. 28
Gambar 4. Kurva AFC ........................................................................................... 28
Gambar 5. Kurva AVC .......................................................................................... 29
Gambar 6. Kurva AC ............................................................................................. 29
Gambar 7. Kurva MC ............................................................................................. 30

x|P age
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.1 Latar Belakang


Praktek lapang manajemen usahatani merupakan materi pembelajaran dan
capaian pembelajaran akhir yang berisikan tentang materi yang telah diberikan
oleh dosen mata kuliah yakni analisis biaya dan pendapatan, analisis partial
budgeting dan cost volume and profit analysis pada komoditas tanaman semusim
yaitu padi, jagung dan kacang tanah.
Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya
hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan
sektor yang memegang peranan penting dalam kesejahteraan kehidupan penduduk
Indonesia. Menurut Suparta, pembangunan pertanian penting dalam
memaksimalkanpemanfaatan geografi dan kekayaan alam Indonesia,
memadukannya dengan teknologi agar mampu memperoleh hasil sesuai dengan
yang diharapkan. Sektor pertanian berperan penting dalam menyediakan bahan
pangan bagi seluruh penduduk maupun menyediakan bahan baku bagi industri,
dan untuk perdagangan ekspor (Suparta, 2010 : 10 dalam Villela).
Usahatani merupakan bagian dari permukaan bumi dimana seorang petani,
keluarga petani atau badan tertentu lainnya bercocok tanam untuk melakukan
usaha, sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh dari seluruh organisasi alam,
tenaga kerja, modal dan manajemen yang ditujukan pada produksi di lapang
pertanian. Organisasi ini ketatalaksanaannya berdiri sendiri dan sengaja
diusahakan oleh seseorang atau sekumpulan orang, segolongan sosial, baik yang
terikat geneologis, politis maupun teritorial sebagai pengelolanya. Pada umumnya
ciri-ciri usahatani di Indonesia adalah berlahan sempit, modal relatif kecil,
pengetahuan petani terbatas, kurang dinamik sehingga berakibat pada rendahnya
pendapatan usahatani dan rendahnya tingkat kesejahteraan petani (Soekartawi,
2006). Terbatasnya modal seringkali menyebabkan petani tidak mampu
mengadopsi teknologi baru dalam mengusahakan sumberdaya yang dimilikinya.

1|P ag e
Karena keterbatasan itu usahatani yang biasanya dilaksanakan petani masih
menggunakan teknologi lama atau masih tradisional (Villela, 2013)
Usahatani adalah suatu kegiatan mengusahakan dan mengkoordinir faktor-
faktor produksi berupa lahan, tenaga kerja, dan modal sehingga mem- berikan
manfaat sebaik-baiknya. Usahatani merupakan cara-cara menentukan,
mengorgani- sasikan, dan mengkoordinasi penggunaan faktor- faktor produksi
seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan
semaksimal mungkin (Suratiyah, 2008)
Tanaman semusim: tanaman perkebunan yang pada umumnya berumur
pendek dan panennya dilakukan satu atau beberapa kali masa panen (keprasan)
untuk satu kali penanaman (UU No 18 Tahun 2004). Tanaman yang setelah dalam
hidupnya mencapai fase reproduktif dan dipetik (dipetik sekali atau lebih)
hasilnya lalu mati atau dimatikan. Dari segi umur, berkisar dari beberapa bulan
sampai 2 tahun. Kalau umurnya sampai 1 tahun : annual crops, kalau umurnya
sampai 2 tahun : biannual crop (Frey, 2018)
Padi merupakan salah satu tanaman semusim yang sekaligus menjadi
sumber makanan pokok sebagian besar penduduk di Indonesia. Kebutuhan jumlah
pangan khususnya Padi yang tinggi mengakibatkan intensifikasi lahan secara
besar-besaran dengan input yang tinggi pada lahan tersebut, sehingga
mengakibatkan penurunan kualitas tanah dan kerusakan tanah sawah. Menurut
Danapriatna et.al (2012) dalam Nursalam dan Fallis (Yaw, 2010)bahwa tanah
sawah cenderung terjadi penurunan kualitas tanah dengan ditandai adanya
penurunan bahan organik dan kemapuan tanah dalam menyediakan hara bagi
tanaman hal tersebut disebabkan oleh adanya peningkatan jumlah penggunaan
pupuk anorganik pada lahan sawah serta pengangkutan jerami setelah panen.
Kualitas tanah perlu dijaga agar komponen penyusunnya dapat saling berinteraksi
secara baik sehingga diperoleh hasil produktivitas tanaman yang optimal
contohnya Padi (Oryza sativa) (Nursalam, 2016 & Fallis, 2013)
Tanaman jagung merupakan tanaman semusim (annual) dan termasuk
tanaman lengkap, karena memiliki akar, batang, daun, bunga, dan biji. Satu siklus
hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus hidupnya

2|P ag e
merupakan tahap fase vegetatif dan paruh kedua untuk fase generatif. Berdasarkan
taksonomi (Yaw, 2010). Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu
siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus
merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap
pertumbuhan generatif. Susunan morfologi tanaman jagung terdiri dari akar,
batang, daun, bunga, dan buah. (Tanaman & Zea, 2007)
Tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea L.), yang sudah tersebar luas
dan ditanam di Indonesia ini sebetulnya bukanlah tanaman asli, melainkan
tanaman yang berasal dari benua Amerika, tepatnya dari daerah Brazilia
(Amerika Selatan). Pada waktu itu di daerah tersebut sudah terdapat lebih dari 6
– 17 spesies Arachis. Mula-mula kacang tanah ini dibawa dan disebarkan ke
benua Eropa kemudian menyebar ke benua Asia. Kacang tanah termasuk ke
dalam tanaman semusim (annual) yang mempunyai batang tidak berkayu,
berbulu, dan bercabang-cabang dengan panjang 15 – 38 cm. Sedangkan daunnya
berupa daun majemuk berbenyuk pinnatus dengan 4 anak daun berpasang-
pasangan dengan letak alternate (Lim & Lim, 2012)
Pertanian merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam
kesejahteraan kehidupan penduduk Indonesia.Peranan sektor pertanian
memiliki 7 kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar
15,3% berdasarkan harga berlaku pada tahun 2009. Sebagai salah satu pilar
ekonomi negara, sektor pertanian diharapkan dapat meningkatkan pendapatan
terutama dari penduduk pedesaan yang masih di bawah garis kemiskinan. Untuk
itu berbagai- investasi dan kebijakan telah dilakukan pemerintah untuk
mendorong pertumbuhan di sektor pertanian, salah satunya dalam bentuk subsidi
pupuk (Lim & Lim, 2012)
Program peningkatan ketahanan pangan diarahkan untuk dapat memenuhi
kebutuhan pangan masyarakat di dalam negeri dari produksi pangan nasional.
Ketahanan pangan bagi suatu negara merupakan hal yang sangat penting, terutama
bagi negara yang mempunyai jumlah penduduk sangat banyak seperti Indonesia.
Jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 220 juta jiwa pada tahun 2020
dan diproyeksikan 270 juta jiwa pada tahun 2025 (Hanafie, 2010:272).

3|P ag e
Khusus mengenai kebijakan subsidi pupuk petani merupakan salah satu
kebijakan utama pembangunan pertanian yang telah lama dilaksanakan
pemerintah dengan cakupan dan besaran yang berubah dari waktu ke waktu.
Berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) tahun 2010, sektor
pertanian menyumbang tenaga kerja sebanyak 42 juta orang lebih dari jumlah
penduduk 15 tahun keatas yang bekerja menurut lapangan kerja utama yang
hampir mencapai 110juta orang. Jika dilihat dari nilai absolutnya, maka
kontribusi sektor pertanian terhadap PDB merupakan jumlah yang besar,
sehingga seharusnya dapat dianalogikan bahwa petani seharusnya menerima
pendapatan yang memadai untuk dapat hidup sejahtera. Namun pada
kenyataannya, apabila dilihat melalui peta kemiskinan di Indonesia, kiranya
dapat dipastikan bahwa bagian terbesar penduduk yang miskin adalah yang
bekerja di sektor pertanian (Tambunan, 2003 : 23-24). Hal ini menyebabkan
bidang pertanian harus dapat memacu diri untuk dapa tmeningkatkan produk
pertaniannya, khususnya produk pertanian tanaman pangan.Salah satu komoditi
tanaman pangan potensial untuk dikembangkan adalah tanaman padi.

1.1.2. Rumusan Masalah


1. Jelaskan ada berapa jenis biaya usahatani pada komoditas padi, jagung, dan
kacang tanah !
2. Jelaskan bagaimana struktur biaya, penerimaan dan juga pendapatan usahatani
pada komoditas padi, jagung, dan kacang tanah !
3. Bagaimana Analysis Partial Budgetting pada pada komoditas padi, jagung, dan
kacang tanah?
4. Bagaimana Cost, Volume and Profit Analysis pada komoditas padi-jagung?

1.1.3. Tujuan Penyusunan Laporan


Tujuan dalam penyusunan laporan ini yaitu
1. Untuk mengetahui tentang berapa banyak jenis biaya usahatani pada
komoditas padi, jagung, dan kacang tanah

4|P ag e
2. Untuk mengetahui tentang struktur biaya, penerimaan dan juga
mengetahui besarnya biaya dan pendapatan dari suatu usahatani komoditas
padi, jagung, dan kacang tanah
3. Menganalisis efisiensi dan kemanfaatan dari suatu usahatani dengan
analisis “R/C” ratio pada komoditas padi, jagung, dan kacang tanah
4. Serta mengetahui tentang Analysis Partial Budgetting, Cost, Volume and
Profit Analysis pada ketiga komoditas tersebut.

1.1.4. Kegunaan Penyusunan Laporan


Adapun maksud dalam penyusunan laporan ini yakni
1. Untuk memenuhi capaian belajar yaitu tugas akhir yang diberikan kepada
penulis dan melatih mahasiswa untuk dapat memperhitungkan besarnya
biaya dan pendapatan dari suatu usahatani
2. Untuk petani juga berguna dalam mengetahui tentang manajemen
usahatani yaitu tanaman musiman, biaya dan pendapatan, analisis partial
budgeting serta analisis cost volume dan profit
3. Laporan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua orang dan dapat
lebih terbuka wawasannya tentang manajemen usahatani.

5|P ag e
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1. Aspek Budidaya dan Ekonomi Komoditas Padi
a. Aspek Budidaya Komoditas Padi
Pada era teknologi yang semakin hari makin maju dimana teknologi dalam
budidaya padi memiliki berbagai macam cara yakni teknologi benih unggul yang
memangkas masa panen yaitu umur lebih pendek, kemudian teknik budidaya SRI
(System of Rice Intensification) yang memiliki banyak keunggulan salah satunya
adalah dapat menghemat penggunaan air, selain itu juga ada yang berkaitan
dengan alat-alat pertanian yang sangat canggih sehingga membantu dalam proses
budidaya padi seperti alat atau mesin penanam padi, pengolah padi, pemanen padi
serta alat perontok padi. Pada umumnya padi bisa tumbuh di tempat yang cukup
air seperti sawah dan di tempat yang minim air seperti tegalan yakni padi gogo
yang ditanam di lahan tadah hujan. Pada lahan basah (sawah irigasi), curah hujan
bukan merupakan faktor pembatas tanaman padi, tetapi pada lahan kering
tanaman padi membutuhkan curah hujan yang optimum >1.600 mm/tahun. Oleh
karena itu, agar dapat meningkatkan produksi dalam menanam padi maka
hendaknya diterapkan program intensifikasi tanaman yaitu dengan menggunakan
varietas unggul baru yang mampu beradaptasi dengan lingkungan untuk menjamin
pertumbuhan tanaman yang baik, hasil tinggi dan kualitas baik serta rasa nasi
diterima pasar. Benih bermutu adalah benih dengan vigor tinggi dan bersertifikat
untuk peningkatan hasil dan mengurangi potensi kehilangan hasil akibat hama
penyakit dan cekaman lingkungan. Kemudian pengelolaan tanah dapat dilakukan
secara sempurna (2 kali bajak dan 1 kali garu) atau minimal atau tanpa olah tanah
sesuai keperluan dan kondisi. Faktor yang menentukan adalah kemarau panjang,
pola tanam, jenis/tekstur tanah. Dan juga pengelolaan irigasi yang benar,
pemupukan tepat dan berimbang serta pengendalian hama dan penyakit yang
menyerang.
b. Aspek Ekonomi Komoditas Padi
Usaha tani yang memiliki ciri-ciri ekonomi kapitalis misalnya perusahaan
pertanian/perkebunan di Indonesia yang berbadan hukum. Dalam hal ini

6|P ag e
pengelolaan perusahaan terpisah dengan pengelolaan rumah tangga. Orientasi
usaha pada komoditas yang dipasarkan untuk memperoleh keuntungan yang
sebenar-benarnya. Permasalahan pada komoditas padi sawah adalah pada aspek
ekonomi yakni permodalan. Dimana keterbatasan permodalan dalam melakukan
budidaya padi sawah menjadi masalah paling mendasar bagi petani. Mulai dari
proses penyediaan bibit, pengolahan lahan, dan juga pemeliharaan tanaman padi
memerlukan biaya yang bisa dibilang tidak sedikit. Harga bibit padi saat ini juga
dapat dikatakan tidak murah lagi, selain itu pupuk dan juga pestisida untuk
perlindungan tanaman juga sudah mengalami kenaikan harga. Oleh karena itu,
apabila modal awal tidak dimiliki oleh petani, maka kegiatan budidaya akan
terkendala dan tidak dapat dilaksanakan. Kesulitan meperoleh pinjaman modal
kerap kali dialami oleh para petani. Pihak pemberi modal kurang memiliki
kepercayaan kepada para petani padi. Anggapan bahwa tidak ada jaminan petani
dalam melunasi pinjaman nya masih menjadi salah satu alasan sulitnya petani
mendapat pinjaman modal (Penelitian et al., 2002)
Usahatani padi masih tetap memiliki keunggulan komparatif namun
dengan tingkat kelayakan ekonomi yang relatif marginal. Nilai DRCR berkisar
antara 0,89 pada MH dan 0,93 pada MK. Tingkat kelayakan ekonomi ini sangat
sensitif terhadap penurunan produktivitas dan tingkat harga di pasar dunia. Kedua
faktor ini merupakan kendala yang sulit ditangani dalam mempertahankan
keunggulan komparatif usahatani padi. Langkah strategis yang perlu dilakukan
adalah perbaikan efisiensi usahatani melalui penerapan teknologi spesifik lokasi,
rasionalisasi penggunaan sarana produksi, perbaikan kelembagaan pasar input dan
output, serta perbaikan manajemen usahatani (Penelitian et al., 2002)
Usahatani padi merupakan pilihan utama di lahan sawah dan merupakan
komoditas strategis secara ekonomi, sosial dan politik. Upaya mempertahankan
harga jual padi pada tingkat yang layak perlu terus diupayakan, diantaranya
melalui penepatan tarif, dan pengaturan impor, pemantapan program stabilitas
harga di dalam negeri, perbaikan struktur dan efisiensi pemasaran serta
pemberdayaan kelembagaan pemasaran di tingkat petani. Peningkatan partisipasi
sektor swasta dalam industri benih padi mendorong semakin kompetitifnya

7|P ag e
pasar benih. Dengan demikian penghapusan subsidi benih terhadap BUMN
penghasil benih telah mendorong efisiensi perusahaan tersebut dengan
tingkat harga yang lebih menguntungkan konsumen (Penelitian et al., 2002)
Dengan dihapuskannya subsidi pupuk dan reorientasi distribusinya dengan
sasaran ketersediaan yang semakin baik dan pasar pupuk yang semakin
kompetitif, maka perlu difasilitasi dengan instrumen kebijakan yaitu: (a)
Perbaikan sistem sertifikasi, sehingga petani terhindar dari pemanfaatan pupuk
palsu; dan (b) Peningkatan efisiensi dan daya saing industri pupuk dalam
negeri perlu terus diupayakan agar mampu berkompetisi dengan pupuk impor.
Budget Privat dan Budget Sosial, pada budget privat, total biaya yang dikeluarkan
untuk usahatani padi pada musim hujan lebih besar dibandingkan musim
kemarau, namun dengan produktivitas dan harga gabah yang lebih tinggi
menyebabkan keuntungan bersih yang diperoleh pada musim hujan lebih
besar daripada musim kemarau.Total biaya (tidak termasuk lahan) adalah
penjumlahan biaya input tradabel dan faktor domestik. Keuntungan bersih
(termasuk lahan) adalah selisih antara total penerimaan dengan total biaya (tidak
termasuk lahan) dan Social opportunity cost of land usahatani padi. Social
opportunity cost of land usahatani padi merupakan keuntungan sosial (tidak
termasuk lahan) komoditas jagung sebagai komoditas alternatif terbaik dari padi
(N. L. P. K. Dewi, 2016)
Tingkat Keuntungan Usahatani Padi Sawah di Kabupaten Tabanan, pada
bagian ini yang dibahas dua aspek keuntungan yakni keuntungan privat
(finansial) dan Keuntungan sosial (ekonomi).Keuntungan adalah selisih antara
penerimaan dan biaya-biaya. Dalam analisis keuntungan finansial, maka
penerimaan dan biaya (input) didasarkan pada tingkat harga pasar atau
harga aktual yang diperoleh dari usahatani maupun pengolahan hasil ( Astawa,
2006). Keuntungan finansial diharapkan mempunyai nilai positif dan meningkat
dari waktu ke waktu.Sedangkan keuntungan ekonomi dihitung jika terjadi pada
pasar persaingan sempurna, dimana tidak ada kegagalan pasar dan campur tangan
atau kebijakan pemerintah. Pada analisis keuntungan ekonomi, penerimaan dan
biaya (input) didasarkan pada tingkat harga sosial atau harga bayangan (shadow

8|P ag e
price), maka pajak dan subsidi dianggap sebagai suatu pembayaran aliran
sehingga tidak mempengaruhi arus biaya dan penerimaan. Suatu usahatani yang
menguntungkan secara finansial belum tentu menguntungkan secara ekonomi.
Hal tersebut dimungkinkan, misalnya karena terdapat subsidi pada input produksi
sehingga keuntungan finansial akan meningkat, namun keuntungan ekonomi tetap
atau mengalami penurunan. Apabila tidak disertai peningkatan produktivitas dan
atau harga output, maka secara ekonomi kebijakan subsidi tersebut tidak akan
meningkatkan keuntungan ekonomi (N. L. P. K. Dewi, 2016)

2.1.2. Aspek Budidaya dan Ekonomi Komoditas Jagung


a. Aspek Budidaya Komoditas Jagung
Seiring dengan berkembangannya teknologi digital, sama halnya dengan
padi, jagung juga memiliki berbagai macam metode budidayanya yakni menanam
jagung dengan metode tanpa olah tanah, metode zig zag, dan metode acak
dimana tentunya metode ini digunakan agar menghemat biaya tenaga kerja dan
menghemat waktu serta menguntungkan bagi petani. Adapun beberapa tahapan
yang perlu dilakukan dalam membudidayakan jagung yaitu dimulai dengan
persiapan benih dimana benih yang digunakan itu sebaiknya yang berkualitas
tinggi baik mutu genetik, fisik maupun fisiologinya serta bersertifikat agar
tanaman terlindung dari berbagai serangan penyakit dan mempermudah syarat
tumbuh tanaman jagung. kemudian persiapan lahan yaitu Dilakukan dengan cara
membalik tanah dan memecah bongkah tanah agar diperoleh tanah yang gembur
untuk memperbaiki aerasi. Lalu penanaman yakni Pola tanam memiliki arti
penting dalam sistem produksi tanaman. Dengan pola tanam ini berarti
memanfaatkan dan memadukan berbagai komponen yang tersedia (agroklimat
tanah tanaman, hama dan penyakit, keteknikan dan sosial ekonomi). Pola tanam
di daerah tropis seperti di Indonesia, biasanya disusun selama 1 tahun dengan
memperhatikan curah hujan (terutama pada daerah/lahan yang sepenuhnya
tergantung dari hujan. Selanjutnya pemupukan, pemeliharaan dan panen
(Iskandar, 2018)

9|P ag e
b. Aspek Ekonomi Komoditas Jagung
Jagung merupakan komoditas strategis utama terpenting setelah padi dan
salah satu komoditas tanaman palawija utama di Indonesia yang kegunaannya
relatif luas, terutama untuk konsumsi manusia dan kebutuhan bahan pakan
ternak. Agribisnis jagung memiliki berbagai keuntungan yakni memberikan
banyak manfaat, memiliki keunggulan sebagai pakan untuk unggas, dan usaha
taninya mudah. Namun, jagung memiliki beberapa permasalahan seperti luas
lahan yang terbatas, dan teknologi usaha tani rendah. Jagung memiliki peluang
perdagangan antardaerah dan negara dan kebutuhan jagung nasional cukup tinggi
dan terus tumbuh (Kasryno et al., 2008)
Telah terjadi perubahan yang sangat mendasar pada ekonomi jagung
Indonesia, dari yang semula sebagai bahan pangan pokok setelah padi dan
komoditas lahan kering menjadi komoditas bahan baku industri dan
kamoditas lahan beririgasi atau lahan basah. Perubahan ini membawa
berbagai implikasi dalam pengembangan jagung di masa depan. Di
samping itu juga terjadi segmentasi dari komoditas jagung, jagung untuk
bahan baku industri memiliki persyaratan tertentu yang berbeda dengan
jagung untuk konsumsi pangan. Semua perubahan ini mempunyai
implikasi tersendiri bagi kebijakan pengembangan jagung. Sistem usahatani
jagung sudah memasuki sistem industrial, di mana sekitar 60% kebutuhan
jagung digunakan untuk industri pakan dan makanan, dan sekitar 60%
dari total biaya tunai usahatani jagung digunakan untuk pembelian sarana
produksi dan sewa alat pertanian. Akan tetapi, usahatani jagung masih tetap
dikelola oleh petani kecil. Kemudian perubahan ekosistem jagung ke lahan
sawah beririgasi merupakan titik awal perubahan pola usahatani pada
lahan beririgasi. Di beberapa daerah telah terjadi pula peningkatan
penggunaan lahan sawah beririgasi untuk usahatani komoditas pertanian
bernilai ekonomi tinggi seperti sayuran dan buah-buahan. Dan juga perubahan
ini menghendaki perubahan teknologi irigasi dan drainase lahan sawah
beririgasi, karena pengairan sawah konvensional hanya dirancang untuk
usahatani padi (Kasryno et al., 2008)

10 | P a g e
Dengan berubahnya ekonomi jagung maka fokus lembaga
penelitian publik adalah menangani jagung untuk konsumsi rumah tangga.
Penelitian jagung hibrida untuk bahan baku industri lebih baik menjadi tugas
lembaga penelitian swasta yang selama ini telah berperan dalam pengembangan
jagung hibrida. Sampai saat ini, varietas jagung hibrida yang ditanam petani
hampir seluruhnya dihasilkan oleh lembaga penelitian swasta. Lembaga
penelitian publik dapat melakukan penelitian jagung unggul bersari bebas untuk
mengimbangi varietas jagung hibrida swasta. Dengan demikian akan ada berbagai
pilihan teknologi yang akan diadopsi petani (Aldillah, 2018)
Adapun faktor eksternal terdiri dari peluang dan ancaman. Seperti halnya
faktor internal, dalam faktor eksternal juga memiliki hambatan dan peluang dalam
agribisnis jagung, antara lain dalam hal pemasaran dan distribusi, perdagangan,
perilaku dan akses konsumsi, daya beli masyarakat, produk olahan, dan
sistem usaha tani jagung. Berikut ini faktor peluang (Opportunities) eksternal
dalam agribisnis jagung di Indonesia yaitu dukungan sistem distribusi dan
pemasaran yang mampu menghantarkan produk pangan tersebut kepada
konsumen di tingkat rumahtangga dengan harga yang terjangkau, kekuatan
masyarakat sebagai pelaku utama agribisnis jagung yang ditopang oleh
fasilitas pemerintah, pedagang jagung antar daerah akan mendorong
pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan rakyat, dan keterpaduan serta kebersamaan
ekonomi nasional. Perdagangan jagung antar negara dapat mengoptimalkan
pemanfaatan sumberdaya, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta
pertumbuhan ekonomi pada masing-masing negara bagi pemenuhan kebutuhan
konsumen yang beragam seiring dengan pengembangan ekonomi pangan jagung
di dalam negeri, memberikan jaminan akses yang lebih baik bagi masyarakat
miskin atas pangan jagung yang bersifat pokok, agribisnis jagung memiliki daya
saing, berkelanjutan, berkerakyatan, serta terdesentralisasi, peningkatan daya beli
masyarakat terhadap jagung dan produk olahannya, pemerintah memberikan lahan
yang besar di beberapa wilayah Indonesia untuk menanam jagung di luar pulau
Jawa, kebutuhan untuk pasokan pakan unggas dari jagung masih besar, jagung
dapat dibuat produk olahan lainnya, seperti minyak jagung, etanol untuk bahan

11 | P a g e
bakar, produk olahan jagung seperti sereal juga dikonsumsi oleh kalangan
menengah ke atas, jagung mentah dapat dijual di warung- warung kecil atau di
pinggir jalan, permintaan jagung untuk pakan dan pangan sangat tinggi, harga
jagung manis dan pipilan kemungkinan dapat meningkat lagi, penanaman jagun
dapat ditumpangsarikan, penyuluhan dapat dikembangkan untuk kelompok-
kelompok tani pada setiap daerah sentra produksi jagung, peningkatan
permintaan dari industri pakan ternak peningkatan permintaan dari pasar ekspor
seperti Malaysia, Filipina dan Vietnam dan pengolahan jagung yang membuat
nilai tambah bagi agribisnis jagung itu sendiri Memiliki produk turunan yang
diolah dan bernilai tambah, dan bisa dijadikan salah satu produk ekspor,
misalnya berupa kue dan minuman olahan dari sari jagung, atau tas handmade dari
kulit jagung (Aldillah, 2018)
Fluktuasi harga jagung di pasar domestik erat terkait dengan
dinamika harga produk sejenis di pasar internasional, nilai kurs rupiah dan
kebijakan perdagangan. Penerapan bea masuk impor yang realistik serta
disesuaikan dengan siklus harga jagung dan nilai kurs rupiah dipandang
penting sebagai langkah antisipatif terhadap penurunan harga jagung di pasar
internasional, dan merangsang petani untuk meningkatkan produktivitasnya.
Kebijakan proteksi harga hanya efektif bilamana ada potensi peningkatan
produktivitas, respon harga terhadap penawaran dan sistem pemasaran yang
efisien. Dengan demikian, peningkatan efisiensi pemasaran melalui perbaikan
infrastruktur, struktur pemasaran, dan kelembagaan petani memegang peranan
penting (RACHMAN, 2003)

2.1.3. Aspek Budidaya dan Ekonomi Komoditas Kacang Tanah


a. Aspek Budidaya Komoditas Kacang Tanah
Kacang tanah telah lama dibudidayakan di Indonesia karena kondisi tanah
dan suhunya yang cocok dan umumnya ditanam di lahan kering. Pada saat ini,
penanaman kacang tanah telah meluas dari lahan kering ke lahan sawah melalui
pola tanam padi–padi–palawija. Kacang tanah ditanam pada berbagai lingkungan
agroklimat dengan beragam suhu, curah hujan dan jenis tanah. Kacang tanah akan

12 | P a g e
ekonomis bila dibudidayakan di dataran rendah karena kondisi lingkungannya
yang mendukung syarat tumbuh kacang tanah untuk dapat berproduksi secara
optimal. Namun demikian, pada dataran tinggi sampai ketinggian 1.500 mdpl
kacang tanah masih dapat tumbuh dengan baik. Banyak lahan di dataran tinggi
yang dapat dimanfaatkan sebagai tempat budidaya kacang tanah. Agar dapat
memperoleh hasil yang optimal dari budidaya kacang tanah, maka perlu dilakukan
tahap-tahap yaitu persiapan lahan dengan tujuan agar dapat membuat kondisi fisik
lahan gembur untuk menunjang pertumbuhan yang baik bagi tanaman dan
mengurangi populasi gulma yang tumbuh, kemudian persiapan benih dimana
Benih kacang tanah didapatkan dari kacang yang dibiarkan sampai tua, kira-kira
100 hari lalu penanaman dilakukan dengan menggunakan tunggal, dan juga
pemupukan dimana pupuk yang umum digunakan bagi kacang tanah adalah
pupuk nitroge (N), fosfat (P), dan kalium (K). serta pengendalian hama dan
penyakit, penyiangan dan pembumbunan, pengairan, panen dan pasca panen
(Rahmianna et al., 2015)
b. Aspek Ekonomi Komoditas Kacang Tanah
Kacang tanah, selain untuk konsumsi masyarakat juga digunakan
untuk bahan baku pakan ternak. Harga kacang tanah di tingkat petani ditentukan
oleh mekanisme pasar, Dengan demikian, peningkatan luas areal kacang
tanah merupakan respon terhadap harga jual kacang tanah yang cenderung
meningkat sebagai akibat ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan
kacang tanah domestik. Pada kurun waktu yang sama, peningkatan produksi
kacang hijau lebih tinggi daripada kacang tanah, yaitu 6-16 persen per tahun,
namun sejak krisis ekonomi produksi kacang hijau menurun, dari 301,4 ribu ton
tahun 1996 menjadi 295, ribu ton tahun 2001. Indonesia mengimpor komoditas
kacangan-kacangan berupa kedelai, kacang tanah dan kacang hijau dan tidak
mengimpor komoditas umbi-umbian kecuali sejak tahun 1997 sampai sekarang
berupa tepung tapioca dengan volume sekitar 10-122 ribu ton. Selain kedelai,
Indonesia juga mengimpor kacang tanah dalam bentuk kupas dan bungkil kacang
tanah. Namun volume impor kacang tanah semakin berkurang, dikarenakan
produksinya juga meningkat dan diduga permintaan kacang tanah menurun.

13 | P a g e
Sebaliknya selama kurun waktu 1990-1998, volum ekspor kacang tanah berkulit
meningkat sebesar 20,0 persen per tahun (ARIANI, 2005)
Dengan adanya krisis ekonomi, produksi komoditas kacang-kacangan
dan umbi- umbian mengalami penurunan terutama sebagai akibat penurunan
perluasan areal. Sejalan dengan penurunan produksi, impor komoditas
tersebut juga semakin meningkat dan sebaliknya yang di ekspor semakin kecil
volumenya. Selain untuk konsumsi langsung masyarakat, komoditas kacangan-
kacangan dan umbi-umbian juga sebagai bahan baku berbagai industri baik
industri pangan maupun non pangan. Perkembangan industri pangan dan
makanan ternak di Indonesia membaik, yang ditunjukkan oleh peningkatan
volume dan nilai hasil produksi dari komoditas tersebut (ARIANI, 2005)
Di Indonesia sebagian besar kacang tanah baru dimanfaatkan untuk
makanan rumah tangga seperti: kacang rebus, kacang garing, kacang goreng,
bumbu masakan, dan makan- an ringan lainnya. Sebenarnya kacang tanah
potensial untuk diolah dalam industri makan- an menjadi berbagai produk
makanan olahan seperti: aneka kue, susu nabati, tepung protein tinggi, es krim,
dan minyak nabati (Santosa 2009). Pertambahan penduduk seiring dengan
pesatnya perkembangan industri makanan ringan seperti: kacang garing kemasan
dan berbagai makanan ringan (snacks) berbahan baku kacang tanah, telah
memicu peningkatan permintaan akan kacang tanah, baik dalam bentuk polong
maupun biji. Akibatnya, produksi dalam negeri makin tidak mampu memenuhi
permintaan, sehingga Indonesia masih mengimpor sekitar 30% dari kebutuhan
dalam negeri (Swastika, 2013)
Data FAO (2014) menunjukkan bahwa produksi kacang tanah dunia
selama dekade terakhir meningkat dari 33,13 juta ton pada tahun 2002 menjadi
37,13 juta ton pada tahun 2007 dan 41,19 juta ton pada tahun 2012, atau tumbuh
rata-rata 2,30%/tahun selama periode 2002–2007 dan 2,10%/tahun selama periode
2007–2012. Penurunan pertumbuhan produksi kacang tanah dunia disebabkan
adanya penurunan pertumbuhan pada produktivitas dari 2,62%/tahun selama
periode 2002–2007 menjadi hanya 0,34%/tahun selama periode 2007–2012,

14 | P a g e
meskipun terjadi peningkatan pertumbuhan areal panen. Selama lima tahun
terakhir areal panen masih tumbuh 1,75%/tahun, namun produktivitas hanya
meningkat rata-rata 0,34%/tahun, sehingga produksi hanya mening- kat
2,10%/tahun. Penurunan pertumbuhan produktivitas mencerminkan makin
jenuhnya teknologi produksi yang diterapkan petani di negara-negara produsen,
atau lambatnya kemajuan teknologi budidaya di Negara-negara berkembang. Jika
pertumbuhan produksi dunia terus menurun, maka ke depan pertumbuhan
tersebut akan sampai pada tingkat pertumbuhan negatif. Dengan kata lain,
produksi kacang tanah dunia ke depan akan me- nurun. Kondisi ini merupakan
ancaman serius bagi negara importir, termasuk Indonesia. Hal yang menarik
adalah bahwa areal panen kacang tanah masih meningkat selama lima tahun
terakhir, meskipun lima tahun sebelumnya menurun (Swastika, 2013)
Fenomena ini mencerminkan bahwa petani di negara produsen makin
tertarik menanam kacang tanah. Namun demikian, keterbatasan lahan dan
persaingan penggu- naan lahan dengan komoditas lain akan menyebabkan
peningkatan areal tanam dan areal panen kacang tanah ke depan sulit
dipertahankan. Oleh karena itu, peluang peningkatan produksi tergantung pada
peningkatan produktivitas melalui perbaikan teknologi budidaya serta penciptaan
dan penggunaan varietas unggul baru berdaya hasil tinggi. Hal ini merupakan
tantangan bagi peneliti budidaya dan pemulia tanaman untuk menciptakan
teknologi budidaya dan varietas unggul baru dengan produktivitas lebih tinggi
daripada yang ada saat ini. Tiga negara produsen utama kacang tanah adalah
China, India, dan Nigeria, dengan pangsa produksi mendekati 64% dari total
produksi kacang tanah dunia. Indonesia menempati urutan ke-7 dengan pangsa
produksi hanya 2,81% terhadap produksi kacang tanah dunia.
Di Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya, kacang tanah selain
dikonsumsi dalam bentuk kacang kemasan dan snack lainnya, juga dikonsumsi
dalam berbagai bentuk pangan tradisional di tingkat rumah tangga. Lima negara
eksportir kacang tanah terbesar di dunia adalah Argentina, India, China, USA dan
Nicaragua. Pangsa pasar ekspor kelima negara tersebut mencapai 87,84% dari
seluruh kacang tanah yang dipasarkan di pasar dunia. Pangsa pasar ekspor dari

15 | P a g e
negara- negara sisanya hanya 12,16%. Hal yang menarik adalah ekspor
Argentina. Sebagai negara produsen terbesar keenam, Argentina menjadi
eksportir terbesar. Fenomena ini mengindikasikan bahwa sebagian besar produksi
kacang tanah Argentina dipasarkan di pasar internasional. Negara yang menarik
lainnya ialah Nicaragua yang merupakan negara produsen dengan ranking ke-25,
tetapi menjadi negara eksportir terbesar keempat. Hal ini dimungkinkan sebagian
besar bahkan seluruh kacang tanah yang diproduksi di Nicaragua diekspor. Data
USDA (2014) menunjukkan bahwa Nicaragua tidak termasuk salah satu dari 20
negara importir kacang tanah. Ini berarti bahwa Nicaragua tidak mela- kukan
impor untuk kemudian diekspor (re-ekspor). Dengan kata lain, Nikaragua
meng- ekspor kacang tanah yang dihasilkan di dalam negerinya.
Berbeda dengan pasar ekspor yang didominasi oleh lima negara eksportir,
maka pasar impor terdistribusi ke lebih banyak negara. Setidaknya terdapat 8
(delapan) negara impor- tir, dengan pangsa impor sekitar 85% dari total impor
kacang tanah dunia. Tiga negara importir terbesar yaitu Uni Eropa, Indonesia dan
Vietnam mendominasi dengan pangsa pasar 58% dari total impor kacang tanah
dunia. Indonesia merupakan negara importir kedua dengan pangsa impor 13,59%
(Swastika, 2013)

2.1.4. Analisis Biaya dan Pendapatan


Usaahatani dikatakan berhasil apabila suatu usahatani itu dapat
memenuhi kewajiban membayar bunga modal, alat-alat yang digunakan, upah
tenaga luar serta sarana produksi yang lain termasuk kewajiban terhadap pihak
ketiga dan dapat menjaga kelestarian usahanya.
Fungsi biaya menggambarkan hubungan antara besarnya biaya dengan
tingkat produksi yang digambarkan dengan total cost. Terdapat dua macam jenis-
jenis biaya yaitu biaya tetap yakni biaya yang besarnya tidak dipengaruhi oleh
besarnya produksi, dan biaya variabel yakni biaya yang besarnya dipengaruhi oleh
besarnya produksi (Suratiyah, 2015)
Kemudian dalam menghitung biaya dan pendapatan dalam usahatani
yakni dapat digunakan tiga macam pendekatan yaitu pendekatan nominal

16 | P a g e
(nominal approach) yakni pendekatan yang tanpa memperhitungkan nilai uang
menurut waktu tetapi yang digunakan adalah harga yang berlaku sehingga dapat
langsung dihitung jumlah pengeluaran dan jumlah penerimaan dalam suatu
periode proses produksi, kemudian pendekatan yang kedua adalah pendekatan
nilai yang akan dating (future value approach) dimana pendekatan ini
memperhitungkan semua pengeluaran dalam proses produksi dibawa nanti ketika
panen atau saat akhir proses produksi. Dan pendekatan yang terakhir adalah
pendekatan nilai sekarang (present value approach) dimana pendekatan ini
memperhitungkan semua pengeluaran dan penerimaan dalam proses produksi
dibawa ke saat awal atau sekarang saat dimulainya proses produksi (Suratiyah,
2015)
Dalam memperhitungkan biaya dan pendapatan dalam usahatani
diperlukan beberapa cara dalam memperhitungkan pendapatan yaitu pendapatan
kotor atau penerimaan yakni seluruh pendapatan yang diperoleh dari usahatani
selama satu periode diperhitungkan dari hasil penjualan atau penaksiran kembali.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi biaya dan pendapatan dalam usahatani
terbagi dalam dua faktor yaitu faktor internal maupun eksternal bahwa faktor
internal maupun eksternal ini akan bersama-sama mempengaruhi biaya dan
pendapatan usahatani. Faktor internal yang dimaksud yaitu berdasarkan umur
petani, apabila semakin tua umur seseorang maka akan semakin berpengalaman
dan makin baik dalam mengelola usahataninya. Namun semakin tua juga
seseorang itu maka semakin menurun pula kemampuan fisiknya dalam mengelola
usahataninya sehingga diperlukan bantuan tenaga kerja baik dalam keluarga
maupun dari luar keluarga. Faktor internal lainnya juga yaitu pendidikan terutama
pendidikan non-formal, pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan, serta jumlah
tenaga kerja keluarga, luas lahan dan juga modal. Kemudian faktor eksternal yang
dimaksud yaitu input yakni ketersediaan dan harga beserta output yakni
permintaan dan harga. Selanjutnya faktor yang kedua yang mempengaruhi biaya
dan pendapatan usahatani adalah faktor manajemen yakni tentunya dengan faktor
internal dan eksternal petani harus mengantisipasi faktor eksternal tersebut yang
selalu berubah-ubah dan tidak sepenuhnya dapat dikuasai. Dalam mengambil

17 | P a g e
keputusan, petani sebagai manajer harus bisa mengambil keputusan dengan
pertimbangan ekonomis agar diperoleh hasil yang memberikan pendapatan yang
maksimal. Petani juga sebagai juru tani harus mampu melaksanakan usahataninya
dengan sebaik mungkin yakni dengan menggunakan faktor produksi dan tenaga
kerja secara efisien sehingga akan memperoleh manfaat yang tinggi (Suratiyah,
2015)
Keberhasilan usahatani yakni menghasilkan cukup pendapatan untuk
membayar biaya semua alat-alat yang diperlukan, membayar modal yang
dipergunakan (modal internal & eksternal), membayar upah tenaga petani &
keluarga secara layak, membayar tenaga petani sebagai manajer, tetap produktif
seperti kondisi semula. Nilai hasil usahatani 3 komponen yaitu nilai hasil
usahatani yang dijual, nilai hasil usahatani yang dikonsumsi kenaikan nilai
inventaris : (nilai akhir tahun – nilai awal). Sifat biaya usahatani yakni biaya tetap
dan biaya tidak tetap, biaya yang dibayarkan dan biaya yang tidak dibayarkan,
biaya langsung dan biaya tidak langsung. Konsep biaya usahatani yaitu biaya alat-
alat luar yakni biaya yang betul-betul dikeluarkan seperti biaya saprodi, tenaga
kerja luar, modal dari luar, pajak, dan sebagainya. Kemudian biaya mengusahakan
(farm expences) seperti biaya alat-alat luar ditambah upah tenaga keluarga, dan
biaya menghasilkan yakni biaya mengusahakan ditambah bunga modal sendiri.
Biaya Usahatani dipengaruhi oleh struktur tanah, topografi tanah, jenis & varietas
tanaman serta tingkat teknologi yang digunakan. Didalam usahatani pengukuran
pendapatan sangat penting dilakukan, karena dengan diketahuinya pendapatan,
maka dapat dilhat/diprediksi berhasil atau tidaknya usahatani yang dilakukan oleh
petani. Umumnya semakin besar pendapatan yang diperoleh petani maka dapat
dikatakan usahatani yang dilakukan petani berhasil baik. Dalam usahatani dikenal
2 (dua) macam biaya, yaitu biaya produksi dan biaya variabel (Suratiyah, 2015)
Biaya Variabel dinilai berdasarkan jumlah fisik dikalikan dengan harga variabel
tersebut. Untuk fisik dapat berupa : gram, kg, kwintal atau ton, sangat tergantung
dari jenis dan macam biaya variabel.Untuk menilai/menghitung biaya tetap (first
cost) seperti cangkul, hand traktor, bajak dan bangunan yang dipergunakan dalam
usahatani, serta lahan atau sawah, dengan cara menghitung biaya penyusutan

18 | P a g e
(depresiasi). Depresiasi merupakan pengalokasian biaya secara sistematis dari
sebagian harga perolehan modal tetap pada setiap periode. Untuk bangunan dan
sawah ataupun alat dapat juga diperhitungkan dengan cara menyewa (Suratiyah,
2015)

2.1.5. Analisis Partial Budgetting


Analisis anggaran parsial (partial budget analysis) bertujuan untuk
mengevaluasi akibat-akibat yang disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam
metode produksi atau organisasi usahatani. Dalam analisis anggaran parsial hanya
diperhatikan faktor-faktor yang ada kaitannya dengan perubahan tersebut.
Contoh, analisis anggaran parsial mengenai perubahan penggunaan pupuk dari
pupuk buatan menjadi pupuk organik pada tanaman wortel. Caranya adalah
membandingkan keragaan tanaman wortel dengan pupuk buatan dan tanaman
wortel dengan pupuk organik. Ukuran keragaan usahatani yang digunakan atau
dapat dinilai umumnya keuntungan usahatani (penghasilan bersih usahatani).
Anggaran keuntungan parsial (partial profit budget) merupakan bentuk anggaran
parsial yang sangat umum. Manfaat analisis anggaran parsial tidak memerlukan
banyak data dan sederhana, yaitu hanya yang terkait dengan perubahan yang
diamati. Oleh karena itu, analisis anggaran parsial dapat diterapkan pada usahatani
yang lebih luas dan mempunyai kegunaan potensial yang terluas. Langkah-
langkah dalam anggaran parsial adalah menjelaskan perubahan dalam organisasi
usahatani atau metode produksi, secara hati-hati dan tepat, kemudian mendaftar
dan menghitung keuntungan serta kerugian yang diakibatkan oleh perubahan itu
(R. K. Dewi, 2016)
Keuntungan berupa biaya yang dihemat dan tambahan penghasilan akibat
perubahan tersebut, sedangkan kerugian berupa tambahan biaya dan penurunan
penghasilan akibat perubahan tersebut. Jika keuntungan total lebih besar
daripada kerugian total, maka anggaran menunjukkan perubahan yang
diusulkan menguntungkan. Untuk memberikan rekomendasi yang tepat maka
analisis anggaran parsial perlu ditinjau dari non aspek keuangan selain aspek non
keuangan. Aspek non keuangan yang berpengaruh besar terhadap perubahan

19 | P a g e
antara lain risiko yang akan ditimbulkan, implikasi terhadap macam dan jumlah
kerja yang harus dilakukan oleh petani dan keluarganya, serta ketrampilan yang
dibutuhkan untuk mengelola usahatani, mencatat semua persyaratan yang
diperlukan untuk mensukseskan pelaksanaan perubahan yang diusulkan,
membuat rekomendasi untuk petani atau kelompok tani dan monitoring
pelaksanaan program dan penyediaan sarana prasarana pendukung (hulu
dan hilir) (R. K. Dewi, 2016)
Terdapat empat macam anggaran parsial yaitu yang pertama adalah
anggaran keuntungan parsial yang digunakan untuk melihat suatu perubahan
metode produksi dengan kriteria keuntungan atau penghasilan bersih. Dan untuk
hal-hal tertentu yang tidak dapat diukur dengan keuntungam rupiah maka dicatat
sebagai bahan pertimbangan. Kemudian anggaran marjin kotor dimana
penyusunan anggaran marjin kotor itu sederhana sehingga mudah diterapkan
namun anggaran marjin kotor juga memiliki kelemahan yakni keuntungan dapat
meningkat dengan cara memperluas cabang usahatani yang memberikan marjin
batas tinggi kesatuan luas atau dengan cara mengurangi yang memberikan marjin
batas rendah dan anggaran mutlak yang linear terhadap biaya variabel dan
pendapatan kotor. Lalu yang ketiga adalah anggaran arus uang tunai parsial yang
digunakan untuk melihat perubahan arus uang tunai akibat dari perubahan yang
diusulkan dengan tujuan untuk melihat kelayakan suatu susulan yang mencakup
beberapa tahun. Dan yang terakhir anggaran parametrik yakni disusun atas dasar
ramalan tentang berbagai macam ketidakpastian dan harga yang akan datang,
menggunakan nilai tengah, nilai sebaran peluang, koefisien, dan sebagainya.
Anggaran ini juga memperhatikan ketidakpastian dimana sesuatu yang tidak pasti
dinyatakan sebagai koefisien (Suratiyah, 2015)
Anggaran Parsial. Anggaran parsial merupakan anggaran yang disusun
dengan ruang lingkup yang terbatas atau dalam ruang lingkup yang sempit.
Misalnya perusahaan hanya menyususn anggaran produksi saja, penjulan atau
keuangan saja. Dalam anggaran parsial masing-masing bagian menyusun
anggaran secara sendiri-sendiri, sehingga rencana tersebut disusun tidak terpadu,
dibandingkan dengan anggaran komprehensif anggaran parsial lebih mudah

20 | P a g e
disusun karena belum begitu kompleks. Ada bebenpa alasan yang menyebabkan
perusahaan menyusun anggaran secara partial yaitu perusahaan tidak mempunyai
kemampuan untuk membuat anggaran secara keseluruhan karena tidak adanya
skill sehingga anggaran dibuat sebagian yang diperlukan saja, tidak tersedianya
data yang lengkap tentang keseluruhan bagian dalam perusahaan. Penyusunan
anggaran mempunyai hubungan yang sangat erat dengan tersedia atau tidaknya
data serta ketepatan data dan kekurangan biaya untuk membuat anggaran yang
lengkap sehingga disusun anggaran yang perlu saja (Xii, n.d.)

2.1.6. Cost, Volume and Profit Analysis


Cost-Volume-Profit Analysis merupakan salah satu dari alat analisis
yang dapat digunakan usaha untuk dapat mengetahui bagaimana keadaan
operasional usaha. Analisis CVP juga dapat mengatasi banyak isu lainnya, seperti
jumlah unit yang harus dijual untuk mencapai impas, dampak pengurangan biaya
tetap terhadap titik impas, dan dampak kenaikan harga terhadap laba.
Karakteristik dari cvp ini adalah digunakan untuk menentukan volume penjualan
dan bauran produk untuk mencapai tingkat laba yang dikehendaki dan semua
biaya harus dapat dipisahkan menjadi Fixed dan Variable Cost Untuk
menentukan volume penjualan Untuk menentukan bauran produk yang diperlukan
untuk mencapai target laba Untuk menentukan Break Even Point (BEP) atau titik
impas. CVP Analysis for Decision Making dimana suatu perubahan pada variable
cost per unit akan merubah C/M ratio dan BEP, suatu perubahan pada harga jual
mengubah rasio margin kontribusi & BEP, suatu perubahan pada fixed cost
mengubah BEP tetapi tidak merubah margin kontribusi, dan suatu perubahan pada
variable cost dan fixed cost dalam arah yang sama menyebabkan BEP berubah
secara tajam (Laba et al., n.d.)
Hansen dan Mowen (2009) menyatakan bahwa analisis biaya-volume-
laba (cost-volume-profit analysis-CVP analysis) merupakan suatu alat yang
sangat berguna untuk perencanaan dan pengambilan keputusan. Karena analisis
biaya- volume-laba menekankan keterkaitan antara biaya, kuantitas yang terjual,
dan harga, semua informasi keuangan perusahaan terkandung didalamnya.

21 | P a g e
Analisis CVP dapat menjadi suatu alat yang bermanfaat untuk mengidentifikasi
cakupan dan besarnya kesulitan ekonomi yang dihadapi suatu divisi dan
membantu mencari pemecahannya. Analisis CVP juga dapat mengatasi banyak
isu lainnya, seperti jumlah unit yang harus dijual untuk mencapai impas,
dampak pengurangan biaya tetap terhadap titik impas, dan dampak kenaikan
harga terhadap laba. Sedangkan menurut Horngren (2008) analisis biaya-volume-
laba menguji perilaku pendapatan total, biaya total, dan laba operasi ketika terjadi
perubahan dalam tingkat output, harga jual, biaya variabel per unit, atau biaya
tetap produk.
Asumsi dasar cvp analysis yakni sperti halnya analisis finansial
lainnya, CVP Analysis memerlukan asumsi dasar yang menjadi syarat agar
dapat digunakan secara tepat. Jika asumsi dasar yang digunakan tidak
terpenuhi, maka harus diperlakukan seperti yang dipersyaratkan. Dengan kata
lain harus dinyatakan bahwa asumsi yang menjadi syarat operasionalisasinya
terpenuhi. Asumsi dasar yang diperlukan agar para analis finansial dapat
menggunakan CVP Analysis yaitu biaya-biaya yang digunakan dalam usahatani
yang dikelola oleh seorang petani atau perusahaan pertanian harus dapat
dipisahkan dengan menjadi dua jenis biaya, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan
biaya variabel (variabel cost). Jadi dalam CVP Analysis kita hanya mengenal dua
jenis biaya tersebut. Jika seorang analisis mengklasifikasikan biaya usahatani
lebih detail, misalnya selain kedua jenis yang telah disebutkan di atas, juga
ditambahkan dua jenis biaya lainnya yaitu semi variabel dan semi tetap, maka
masing- masing biaya tersebut dimasukkan ke dalam “biaya variabel” dan “biaya
tetap”, kemudian biaya yang telah ditetapkan sebagai biaya tetap dan biaya
variabel harus dapat diterapkan secara konsisten sesuai definisinya, lalu biaya
variabel akan tetap sama jika dihitung biaya per unit produknya, berapapun
kuantitas produksi yang dihasilkannya. Jika kegiatan produksi berubah, maka
biaya variabel akan berubah secara proporsional sesuai dengan perubahan
volume produksi, sehingga biaya per unitnya akan tetap sama, harga jual
komoditas yang dihasilkan per unit harus tetap, berapapun kuantitas produk yang
dijual. Harga jual per unit tidak akan diturunkan, jika misalnya pembeli membeli

22 | P a g e
dalam jumlah banyak. Begitupula sebaliknya, meskipun pembeli hanya membeli
sedikit. Ringkasnya banyak atau sedikit yang dibeli, harga jual per unit tidak akan
mengalami perubahan, jenis usahatani/komoditas yang dianalisis hanya satu jenis
komoditas/cabang usahatani, misalnya usahatani padi saja. Jika ternyata petani
tersebut menghasilkan dan menjual dua jenis produk dari satu cabang usahatani,
misalnya selain menjual gabah juga jerami, maka kedua produk tersebut harus
dianggap satu jenis saja dengan kombinasi yang selalu tetap dan ada sinkronisasi
dalam kegiatan usahatani yang dikelola antara kegiatan produksi dan penjualan
hasil produksi. Komoditas yang diproduksi harus terjual/ dihitung terjual secara
keseluruhan dalam satu siklus produksi/ satu periode waktu tertentu. Jadi tidak
ada sisa produksi atau persediaan awal untuk masa produksi berikutnya (Laba et
al., n.d.)
Manfaat CVP analysis yakni CVP Analysis, seperti yang telah
disebutkan sebelumnya, merupakan salah satu peralatan ekonomi (economic tool)
yang dapat diaplikasikan oleh para manajer pada berbagai bidang usaha,
termasuk bidang pertanian. Sebagai economic tool, dalam bidang pertanian CVP
Analysis dapat dimanfaatkan oleh para petani dan manajer perusahaan pertanian
dalam mengambil keputusan tentang jumlah produksi minimal yang harus
diproduksi dan harga jual minimal agar usahatani yang dikelolanya dapat
mendatangkan keuntungan finansial. CVP Analysis juga dapat membantu para
petani dan manajer perusahaan pertanian dalam menentukan keuntungan
usahatani atau laba perusahaan (profit planning). Selain itu, CVP Analysis juga
dapat berfungsi sebagai alat pengendali (controlling) dalam mengendalikan
kegiatan usahatani yang sedang berjalan. Sebagai alat pengendali, para
petani dan manajer perusahaan pertanian dapat mencocokkan realisasi produksi
dengan angka- angka yang digunakan dalam perhitungan CVP Analysis (Laba et
al., n.d.)

23 | P a g e
BAB III
METODE PENULISAN LAPORAN
3.1.1. Waktu Penulisan Laporan
Laporan ini dikerjakan selama ± 1 bulan yakni mulai tanggal 03- 27
November 2021,. Adapun lokasi dalam penulisan laporan ini dilakukan di rumah
penulis yaitu Perumahan Bukit Bunga C/5, Moncongloe.

3.1.2. Sumber Data


Data yang digunakan dalam penyusunan laporan ini adalah data hipotetik
yakni data yang penulis susun sendiri dan juga berasal dari berbagai jurnal yang
ada di internet maupun dari buku yang telah dipelajari dan diberikan oleh dosen
mata kuliah manajemen usahatani.

3.1.3. Analisis Data


A. Analisis Biaya dan Pendapatan
a. Analisis Biaya
Biaya adalah semua pengorbanan yang perlu dilakukan untuk suatu
proses produksi, yang dinyatakan dengan satuan uang menurut harga pasar
yang berlaku, baik yang sudah terjadi maupun yang akan terjadi. Volume
Produksi :
1) Biaya Tetap (FC) yaitu biaya yang tidak bertambah seiring dengan
pertambahan produksi.
2) Biaya Variabel (VC) yaitu biaya yang bertambah seiring dengan
pertambahan produksi.
3) Biaya Total (TC) yaitu keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk produksi
sampai terciptanya barang.
Perhitungan Biaya : Menghitung besarnya biaya yang digunakan dalam suatu
usaha digunakan analisis biaya.
Rumus :
TC = FC + VC

24 | P a g e
Dimana :
TC adalah total biaya, dihitung Rp/proses produksi
FC adalah biaya tetap, dihitung Rp/proses produksi
VC adalah biaya variabel, dihitung Rp/proses produksi
b. Analisis Pendapatan
Pendapatan adalah hasil dari usaha, yaitu hasil kotor dengan produksi
yang dinilai dengan uang, kemudian dikurangi dengan baiaya produksi dan
pemasaran sehingga diperoleh pendapatan bersih usaha tani. Menurut
Soekartawi (2006:58) dalam (Nursalam, 2016 & Fallis, 2013), perhitungan
pendapatan usaha dapat dirumuskan sebagai berikut :
π = TR – TC
Keterangan :
π = Pendapatan
TR = Total Revenue (total Penerimaan)
TC = Total Cost (Total Biaya)
Menurut Hermanto (1995: 203) analisis pendapatan usahatani sangat
penting dalam kaitannya dengan tujuan yang hendak dicapai oleh setiap
usahatani, demikian pula bagi mereka yang berkepentingan dalam usahatani
dengan berbagai pertimbangan dan motivasinya. Kegiatan usahatani bertujuan
untuk mencapai produksi dibidang pertanian, pada akhirnya akan dinilai
dengan pendapatan yang diperhitungkan dari nilai produksi setelah dikurangi
atau memperhitungkan biaya yang telah dikeluarkan. Penerimaan usahatani
atau pendapatannya akan mendorong petani agar petani untuk dapat
mengalokasikannya dalam berbagai kegunaan seperti: biaya produksi periode
selanjutnya, tabungan dan pengeluaran tak terduga.
Menurut Soekartawi (2006: 58) dalam (Utama, 2011) perhitungan
pendapatan usaha dapat dirumuskan sebagai berikut:
Π = TR – TC
Keterangan:
Π = Pendapatan
TR = Total Revenue (Total Penerimaan)

25 | P a g e
TC = Total Cost (Total Biaya)

Analisis biaya dilakukan dengan menghitung biaya yang benar-benar


dikeluarkan dalam usahatani padi. Penerimaan usaha tani padi dihitung dengan
rumus:
Penerimaan = Py . Y
Dimana
Py : Harga produksi (Rp/Kg) dan Y : Jumlah produksi (Kg) (Suratiyah, 2008)
Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya
usahatani. Pendapatan usahatani dihitung dengan rumus:
Pd = TR – TC
Di mana
Pd : Pendapatan usahatani,
TR : Total penerimaan usahatani,
Dan TC: Total biaya usahatani (Soekartawi, 2006).
Sedangkan efisiensi usahatani padi dihitung dengan rumus:
Efisiensi = R/C
Dimana R : total penerimaan usahatani dan
C : total biaya usahatani.
Menurut Primyastanto dan Istikharoh (2006) dalam Buku Ilmu
Usahatani (D, 2012) biaya produksi adalah semua pengeluaran yang dilakukan
oleh perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor produksi guna memproduksi
output. Macam macam biaya produksi sebagai berikut:
1. Total Fixed Cost (TFC): biaya yang dikeluarkan perusahaan atau petani
yang tidak mempengaruhi hasil output atau produksi. Berapapun jumlah
output yang dihasilkan biaya tetap itu sama saja. Contoh: sewa tanah,
pajak, alat pertanian dan iuran irigasi.

26 | P a g e
Gambar 1. Kurva TFC

2. Total Variable Cost (TVC) yaitu biaya yang besarnya berubah searah
dengan berubahnya jumlah output yang dihasilkan.

Gambar 2. TVC
VC = garis bermula dari titik nol bergerak ke atas output adalah nol
sehingga VC juga nol.
Semakin besar jumlah output yang dihasilkan VC pun juga akan semakin
besar. Pola VC naik dengan tajam yaitu perusahaan produktivitasnya naik,
lalu agak landai (menurun sedikit) kemudian naik lagi dengan tajam yaitu
produksi naik.
3. Total Cost (TC) = FC + VC

27 | P a g e
Gambar 3. Kurva TC
4. Average Cost (AC)
𝐹𝐶
a. Average Fixed Cost 𝐴𝐹𝐶 = yaitu biaya tetap untuk satuan output yang
𝑄

dihasilkan.

Gambar 4. Kurva AFC


b. Average Variable Cost (AVC) = VC/Q, yaitu biaya variabel untuk
setiap satuan output yang dihasilkan.

28 | P a g e
Gambar 5. Kurva AVC
S merupakan Shut down point atau titik gulung tikar perusahaan gulung
tikar karena AVC semakin besar. Sisi miring OK, OL dan seterusnya terlihat
semakin kecil & kurva AVC meluntur ke bawah tetapi, menurunnya nnilai
AVC ini terus berlangsung seterusnya, ada batasnya, yaitu ketika sisi miring
ciri dengan tingkat output 0Q3 satuan. Di tingkat output tersebut AVC
mencapai titik terendah dengan nilai OAVC3. Kemudian output digenjot
lebih tinggi lagi dari OQ3, maka nilai AVC lebih besar lagi menjadi
naik.
𝑇𝐶
a. Average Total Cost (𝐴𝐶 = ), biaya persatuan output.
𝑄

Gambar 6. Kurva AC

29 | P a g e
TC = FC + VC dan AC = AFC + AVC
Tingkat output yang dihasilkan pada saat AC minimum atau OQ3 satuan
disebut tingkat output minimal atau the optimum rate of output.
𝜕𝑇𝐶
5. Marginal Cost = Δ𝑇𝐶 𝑀𝐶 =
Δ𝑄 𝜕𝑄

Kurva TC merupakan jumlah dari biaya variabel dan biaya tetap. Biaya
tetap merupakan konstanta, maka MC tidak lain adalah garis singgung pada
kurva biaya total atau garis singgung pada kurva VC. MC memotong FC dan
VC pada saat minimum.

Gambar 7. Kurva MC

B. Analisis Partial Budgeting


Peubah yang diamati meliputi kuantitas dan harga input yang digunakan
(pupuk anorganik, pupuk organik), hasil cabai segar, keuntungan kotor dan bersih
serta tingkat pengembalian marginal. Data-data yang diperoleh dianalisa dengan
metode analisis anggaran parsial (Horton D, 1982) sebagai berikut:

NI  TR VC

R  NI /VC
Keterangan:

30 | P a g e
INI = Penerimaan bersih marjinal
TR = Penerimaan total marjinal
VC = Biaya peubah marjinal
R = Tingkat pengembalian marjinal
Pengambilan keputusan
R< 1 = perlakuan tidak memberikan nilai tambah
R> 1 = perlakuan memberikan nilai tambah
Untuk mengetahui tingkat optimum penggunaan input produksi dapat
dilakukan analisis melalui cara yang lebih sederhana dan praktis, yaitu melalui
analisis anggaran parsial (partial budget analysis). Analisis anggaran parsial
merupakan analisis pendapatan dan biaya dari suatu alternatif kegiatan dengan
menghitung perubahan yang terjadi dari pendapatan dan biaya yang diakibatkan
oleh kegiatan tersebut atau yang disebut juga dengan laju penerimaan bersih
marjinal (marginal rate of return, MRR atau incremental benefit cost ratio,
IBCR), yakni rasio pertambahan penerimaan bersih dengan tambahan biaya
variabel dari setiap perlakuan. Secara matematis diformulasikan sebagai berikut (
Sudana et al,, 1999).
𝑅 𝑅 (𝑛 + 1) − 𝑅
𝑀𝑅𝑅 = =
𝐶 𝐶 (𝑛 + 1) − 𝐶

C. Cost volume and profit analysis


a. Persamaan CVP Analysis dan Profit Contribution
CVP Analysis dimulai dengan persamaan keuntungan (profit equation)
Profit = Total Revenue – Total Cost
Jika biaya dibedakan menjadi biaya tetap dan biaya variabel maka profit
equation di atas menjadi:
Profit = Total Revenue – Total Variable Cost – Total Fixed Cost
Sementara profit contribution per unit adalah harga jual per unit dikurangi
dengan biaya variabel per unit. Secara matematis, πC dituliskan
πC = Total Revenue – Total Variable Cost

31 | P a g e
Jika diasumsikan bahwa harga penjualan dan biaya variabel per unit
adalah konstan, penerimaan total sama dengan harga jual dikalikan dengan
kuantitas, dan biaya variabel total adalah biaya variabel per unit dikalikan dengan
kuantitas, maka profit equation pada Persamaan di atas dapat ditulis kembali
dalam artian profit contribution per unit, seperti pada Persamaan di atas
Profit = P x Q – V x Q – F
= (P – V) x Q – F
dimana:
P = Harga jual per unit
V = Biaya variabel per unit
(P - V) = Profit contribution per unit
Q = Kuantitas produksi yang terjual
F = Biaya tetap total
b. CVP Analysis, Profit Contribution Ratio dan Penerimaan
PCR adalah persentase di mana harga jual per unit melebihi biaya
variabel per unit. Persamaan matematis untuk produk tunggal
PCR = (P-V)/P
Untuk menganalisis biaya, volume dan profit dalam pengertian
penerimaan total sebagai pengganti unit, kita mengganti profit contribution
dengan PCR. Oleh karena itu, persamaan penerimaan yaitu
𝐹+𝑃𝑟𝑜𝑓𝑖𝑡 𝐹+𝑃𝑟𝑜𝑓𝑖𝑡
Revenue = =
(𝑃−𝑉)/𝑃 𝑃𝐶𝑅

Profit contribution ratio dapat juga diperoleh dengan menggunakan


pendekatan Total Revenues (TR) dan Total Variable Costs (TVC). Oleh karena
itu, untuk produk tunggal, PCR adalah sama “apakah kita menghitungnya dengan
menggunakan harga penjualan dan biaya variabel per unit atau menggunakan TR
dan TVC”. Dengan demikian Persamaan di atas dapat ditulis dengan versi lain
seperti
𝐹+𝑃𝑟𝑜𝑓𝑖𝑡
Revenue = (𝑇𝑅−𝑇𝑉𝐶)/𝑇𝑅

Jika kedua persamaan penerimaan di atas dikaitkan maka nampak jelas bahwa:
PCR = (TR – TVC)/TR

32 | P a g e
c. CVP Analysis dan Analisis Titik Impas
Analisis Titik Impas (ATI) dalam tulisan ini diterjemahkan dari istilah
breakeven point analysis. Dalam bidang pertanian, suatu kegiatan usahatani
dikatakan “impas”, jika dalam analisis pendapatan cabang usahatani bersihnya
(net farm enterprise income) diperoleh hasil dimana penerimaan dan biaya
usahatani tersebut sama dengan nol. Dengan kata lain, penerimaan yang diperoleh
dari kegiatan usahatani tersebut hanya dapat menutupi semua biaya tetap dan
biaya variabel yang digunakan dalam proses produksi. Oleh karena itu, kegiatan
usahatani tersebut tidak memperoleh profit, tetapi juga tidak menderita kerugian
(zero profit). (Pertanian et al., 2014)
Pendekatan break even, ada tiga pendekatan yang digunakan dalam analisa
break even (Manajemen, 2014), yaitu:
 Pendekatan persamaan biasa.
Pendekatan persamaan biasa untuk menghitung break even adalah
pendekatan yang sederhana dan mudah dikerjakan dengan pada rumus:
Penjualan = Biaya Tetap + Biaya Variabel + Laba, karena penjualan berak even,
laba = 0, maka:
Hasil penjualan break even = biaya tetap + biaya variabel
Hasih Penjualan adalah volume (kuantitas) barang yang dijual dikali dengan
harga jual per satuan.
 Pendekatan contribution margin (marginal income)
Break even dapat dihitung dengan pendekatan contribution margin
(marginal income). Contribution margin adalah sumbangan laba yang digunakan
untuk menutupi biaya tetap atau batas pendapatan yang akan digunakan untuk
keperluan biaya tetap. (Manajemen, 2014)
Rumus:
Contribution margin = penjualan - biaya variabel
Keadaan break even dalam rupiah:
Contribution margin = biaya tetap
atau
Penjualan - biaya variabel = biaya tetap

33 | P a g e
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.1. Pendahuluan
Berikut yang akan dibahas mengenai jenis-jenis biaya usahatani pada
komoditas padi, jagung, dan kacang tanah, begitupun dengan struktur biayanya,
penerimaan serta pendapatannya berdasarkan data hipotetik
4.1.2. Komoditas Padi
a. Jenis-jenis Biaya Usahatani Padi
Biaya terbagi dua macam:
a. Biaya tetap (fixed cost) adalah biaya produksi
yang besar kecilnya tidak di pengaruhi oleh volume produksi dan hasilnya tidak
habis dalam satu musim tanam, biaya tetap tersebut terdiri dari:
1. PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) yaitu biaya yang dikeluarkan untuk
membayar pajak, dihitung dalam satuan rupih per satu kali musim tanam.
2. Penyusutan alat yang digunakan dalam proses produksi dinilai dalam
satuan rupiah per tahun (Rp tahun), selanjutnya dikonversikan ke dalam satu
kali musim tanam penyusutan alat-alat ini dihitung dengan rumus sebagai
berikut (Suratiyah, 2015).
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐵𝑒𝑙𝑖−𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑆𝑖𝑠𝑎
Penyusutan Alat = 𝑈𝑚𝑢𝑟 𝐸𝑘𝑜𝑛𝑜𝑚𝑖𝑠

Nilai sisa merupakan nilai pada waktu alat itu sudah tidak dapat
dipergunakan atau dianggap nol.
Bunga modal biaya tetap dihitung dalam satuan rupiah (Rp per
hektar per satu kali musim tanam) berdasarkan bunga bank yang
berlaku pada saat penelitian dan dinilai dalam satuan rupiah per satu
kali musim tanam.
b. Biaya tidak tetap (variable cost) adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi
oleh besar kecilnya produksi dan habis dalam satu kali proses produksi, biaya
variabel terdiri dari:
 Benih Padi yang digunakan adalah jumlah pengeluaran untuk pengadaan
bibit padi atau gabah yang ditanam (Rp/Ha) yang dihitung dalam satuan

34 | P a g e
kilogram, dan dinyatakan dalam satuan rupiah perhektar per satu kali musim
tanam.
 Pupuk adalah jumlah pengeluaran untuk pengadaan pupuk pada
usahatani padi dimana pupuk yang digunakan yaitu pupuk organik dan
anorganik dihitung dalam satuan kilogram, dan dinyatakan dalam satuan
rupiah per hektar per satu kali musim tanam.
 Pestisida adalah seluruh biaya penggunaan pestisida dalam bentuk padat
dan cair, yang digunakan dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman
padi pada satu kali musim tanam dimana butiran yang digunakan, dihitung
dalam satuan kilogram, dan dinyatakan dalam satuan rupiah per hektar per
satu kali musim tanam.
 Upah tenaga kerja adalah jumlah pengeluaran untuk orang yang
dipekerjakan dalam proses penanaman padi, dari penyiapan untuk ditanami
lahan sampai pemetikan hasil panen (Rp/Ha) yang digunakan dihitung Hari
Kerja Setara Pria (HKSP) dihitung dalam satuan rupiah dalam satu kali
musim tanam.
b. Struktur Biaya, Penerimaan dan Pendapatan Usahatani Padi
1) Biaya Tetap
Biaya tetap yang dihitung dalam usahatani padi di Desa Samangki,
kecamatan Simbang, Maros meliputi PBB (Pajak Bumi dan Bangunan),
penyusutan alat dan bunga modal dimana pajak bumi dan bangunan tergantung
dari luas lahan yang digunakan. Biaya yang dikeluarkan untuk pajak bumi dan
bangunan pada usahatani padi di Maros sebesar Rp 84.055,12 per hektar per
satu kali musim tanam. Berdasarkan musim panen di Maros berjumlah Rp
15.000.657,33 per hektar. Biaya penyusutan peralatan dipengaruhi oleh kondisi
harga dan umur ekonomis alat tersebut.
2) Biaya Variabel
Biaya variabel yang dihitung dalam penelitian ini meliputi Benih, Pupuk
urea, Za, SP36, KCl, Pestisida, Ponska, Organik dan tenaga kerja. Hasil
perhitungan memperlihatkan bahwa besarnya biaya variabel yang dikeluarkan

35 | P a g e
petani padi sebesar Rp 34.009.200,75 per hektar per satu kali musim
tanam.Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Analisis biaya dan pendapatan usahatani padi di Desa Samangki,
kecamatan Simbang, Maros per Hektar per Satu Kali Musim Tanam
No. Jenis Biaya Biaya (Rp)
1. Biaya Tetap
 PBB 84.055,12
 Penyusutan peralatan dan 15.000.657,33
sewa
 Bunga Modal Tetap 29.900,33
2. Biaya Variabel
 Benih 5.000.000,00
 Pupuk Urea 605.900,13
 Pupuk ZA 350.657,24
 Pupuk SP 36 457.800,11
 Pupuk KCl 40.566,15
 Pestisida 150.980,44
 Pupuk Ponska 1.300.567,11
 Pupuk Organik 6.000.340,65
 Tenaga kerja 4.987.776,14
4. Total biaya 34.009.200,75

5. Penerimaan (pendapatan kotor) 53.225.609,3

Produksi (kg) 9.540,11


Harga (Rp/kg) 5.579,14
6. Pendapatan bersih 19.216.408,55
7. R/C Ratio 1,56
Sumber : Data Hipotetik (2020)

36 | P a g e
Tabel 1 menunjukkan bahwa besarnya biaya pada usahatani padi adalah
sebesar Rp 34.009.200,75 terdiri dari biaya tetap sebesar Rp 15.114.612,78 dan
biaya variabel sebesar Rp 18.894.588 per hektar per satu kali musim tanam.
Dari Tabel 1 diketahui Petani tidak banyak mengeluarkan biaya untuk
pembelian pestisida, yaitu hanya sebesar Rp 150.980,44 per hektar dimana biaya
untuk pembelian pestisida ini merupakan biaya terkecil yang dikeluarkan petani,
karena hama dan penyakit yang menyerang tanaman tidak begitu banyak, selain
itu petani cenderung menggunakan pastisida organik, ramuan petani sendiri dan
mengurangi penggunaan pestisida kimia sehingga bisa menghemat biaya.
Pestisida yang digunakan antara lain furadan, score, Arifo, round up, regen dan
pestisida organik ramuan sendiri.
3) Pendapatan
Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya total yang
dikeluarkan, sedangkan penerimaan merupakan hasil perkalian antara harga jual
padi dengan banyaknya padi yang dihasilkan. Berdasarkan hasil diatas harga jual
padi adalah Rp 5.579,14 per kilogram, sedangkan produksi padi yang dihasilkan
per hektar per satu kali musim tanam sebesar Rp 9.540,11 kilogram,
sehingga didapat penerimaan (pendapatan kotor) sebesar Rp 53.225.609,3
dengan biaya yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 34.009.200,75 sehingga
diperoleh pendapatan bersih sebesar Rp 19.216.408,55 per hektar per satu
kali musim tanam.
4) Analisis R/C
R/C (Revenue Cost Ratio) diketahui dengan cara pembagian antara
penerimaan dengan biaya total. Penerimaan sebesar Rp 53.225.609,3 dan biaya
yang dikeluarkan sebesar Rp 34.009.200,75 sehingga diketahui R/C sebesar 1,56
yang artinya menunjukkan bahwa setiap penambahan biaya sebesar satu satuan
rupiah untuk pengeluaran biaya produksi maka akan memperoleh keuntungan
sebesar Rp. 1,56-, sehingga usahatani padi di Maros ini layak untuk terus
dijalankan karena menguntungkan.

37 | P a g e
4.1.3. Komoditas Jagung
a. Jenis-jenis Biaya Usahatani Jagung
Biaya Produksi
Biaya produksi disini adalah semua biaya-biaya yang dikeluarkan oleh
petani Jagung dalam usahanya memproduksi jagung selama satu masa
tanam. Biaya produksi yang dikeluarkan untuk usahatani jagung dibagi
menjadi dua yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap.
a. Biaya Tetap (Fixed Cost)
Biaya yang besar kecilnya tidak tergantung oleh besar kecilnya produksi
yang harus dikeluarkan. Biaya tersebut adalah biaya penyusutan peralatan yang
diperoleh dari penyusutan alat-alat yang digunakan dalam menanam jagung yaitu
cangkul, garu, sekop, parang, sprayer. Perhitungan biaya penyusutan ini
didasarkan pada harga peralatan tersebut dibagi dengan umur ekonomis dari
peralatan tersebut. Masa pakai untuk alat kerja tersebut adalah 3-4 tahun.
b. Biaya Variabel
Biaya variabel yaitu biaya yang besar kecilnya tergantung dari besar
kecilnya produksi:
1. Pembelian Bibit
2. Biaya pupuk adalah biaya pembelian pupuk yaitu pupuk organik dan NPK
3. Biaya Herbisida
4. Biaya tenaga kerja yang mencakup pengolahan lahan, penanaman,
pemupukan, penyemprotan pestisida, penyiangan, panen dan perontokan
5. Sedangkan untuk transport saat penjualan
b. Struktur Biaya, Penerimaan dan Pendapatan Usahatani Jagung
Tabel 2. Analisis biaya dan pendapatan usahatani jagung di Desa Laiya
Kecamatan Cenrana, Maros per Hektar per Satu Kali Musim Tanam
No. Jenis Biaya Biaya (Rp)
1. Biaya Tetap
 Pajak Lahan 10.598.800,12
 Penyusutan peralatan 45.800.000,76

38 | P a g e
 Bunga Modal Tetap 50.568,19
2. Biaya Variabel
 Bibit 8.000.000,12
 Pupuk organik 4.300.500,00
 Pupuk NPK 90.000,00
 Herbisida 476.800,34
 Tenaga Kerja 6.150.980,00
 Transport 504.789,15
3. Total biaya 75.972.438,68

4. Penerimaan (pendapatan kotor) 100.582.057,2


Produksi (kg) 11.560,00
Harga (Rp/kg) 8.700,87

5. Pendapatan bersih 24.609.618,52

6. R/C Ratio 1,32


Sumber : Data Hipotetik (2020)
Biaya tetap yang dihitung meliputi biaya penyusutan alat, biaya pajak
lahan dan bunga modal. Hasil perhitungan tabel 2menunjukan bahwa besarnya
biaya tetap usahatani jagung di Desa Laiya Kecamatan Cenrana, Maros sebesar
Rp 56.449.369,07 per hektar dalam satu kali musim tanam. Biaya penyusutan alat
dipengaruhi oleh jenis dan banyaknya alat pertanian yang digunakan dan dimiliki
petani dalam usahatani Jagung tersebut. Jenis alat yang digunakan meliputi :
cangkul, kored, sprayer, sabit, garpu, dan terpal. Rata-rata penyusutan alat
pada usahatani jagung di Desa Laiya Kecamatan Cenrana, Maros yaitu sebesar Rp
45.800.000,76 per hektar dalam satu kali musim tanam.
Biaya pajak lahan yang dikeluarkan petani jagung ini adalah sebesar
Rp 10.598.800,12 per hektar dalam satu kali musim tanam dan rata-rata bunga
modal yang dikeluarkan adalah Rp 50.568,19 per hektar dalam satu kali musim
tanam.

39 | P a g e
Biaya variabel yang dihitung meliputi, benih, pupuk organik, pupuk
organik, pupuk NPK, herbisida, upah tenaga kerja dan transport. Hasil
perhitungan memperlihatkan bahwa rata-rata besarnya biaya variabel yang
dikeluarkan petani jagung Desa Laiya Kecamatan Cenrana, Maros sebesar Rp
19.523.069,61 per hektar dalam satu kali musim tanam. Rata-rata biaya tenaga
kerja yang dikeluarkan oleh petani jagung di Desa Laiya adalah sebesar Rp
6.150.980,00 per hektar dalam satu kali musim tanam. Tabel 2 menunjukkan
bahwa besarnya biaya pada usahatani jagung adalah sebesar Rp 75.972.438,68
terdiri dari biaya tetap sebesar Rp 56.449.369,07 dan biaya variabel sebesar Rp
19.523.069,61.
Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya total yang
dikeluarkan, sedangkan penerimaan merupakan hasil perkalian antara harga
jual jagung dengan banyak nya jagung yang dihasilkan. Berdasarkan hasil
pada tabel 2 dimana harga jual jagung adalah Rp 8.700,87 per kilogram,
sedangkan rata-rata produksi jagung yang dihasilkan dalam satu kali musim tanam
sebesar Rp 11.560,00 kilogram per hektar dalam satu kali musim tanam sehingga
didapat penerimaan sebesar Rp 100.582.057,2 per hektar dalam satu kali
musim tanam dengan biaya total yang dikeluarkan adalah sebesar Rp
75.972.438,68 per hektar dalam satu kali musim tanam sehingga diperoleh
pendapatan sebesar Rp 24.609.618,52 per hektar dalam satu kali musim tanam.
R/C (Revenue Cost Ratio) diketahui dengan cara pembagian antara
penerimaan dengan biaya total. Penerimaan sebesar Rp 100.582.057,2 dan biaya
total yang dikeluarkan sebesar Rp 75.972.438,68. Berdasarkan yang diketahui
rata-rata R/C sebesar 1,32- yang artinya menunjukkan bahwa setiap penambahan
biaya sebesar satu satuan rupiah untuk pengeluaran biaya produksi maka akan
memperoleh keuntungan sebesar Rp. 1,32-, sehingga usahatani padi di desa laiya
ini layak untuk terus dijalankan karena menguntungkan.

40 | P a g e
4.1.4. Komoditas Kacang Tanah
a. Jenis-jenis Biaya Usahatani Kacang Tanah
Biaya produksi adalah semua biaya yang dikeluarkan secara rutin selama
proses produksi usahatani tersebut berlangsung dan dinilai dalam satuan rupiah
(Rp). Biaya produksi terdiri dari :
a) Biaya tetap (Fixed Cost) adalah biaya yang besar kecilnya tidak tergantung
langsung pada besar kecilnya produksi yang dihasilkan dan sifatnya tidak habis
dalam satu kali proses produksi. Biaya tetap terdiri dari :
1) Pajak lahan dihitung dalam satuan rupiah per hektar (Rp/ha).
2) Penyusutan alat dihitung dalam satuan rupiah per hektar (Rp/ha).
3) Bunga modal biaya tetap dinyatakan dalam satuan rupiah per hektar (Rp/ha).
b) Biaya variabel (Variable cost) yaitu biaya yang besar kecilnya dipengaruhi
oleh besar kecilnya produksi dan sifatnya habis dalam satu kali proses produksi,
yang terdiri dari :
1. Benih, dihitung dalam satuan Kg, dan dinyatakan dalam satuan rupiah per
hektar (Rp/ha).
2. Pupuk organik, dihitung dalam satuan kilogram (kg) dan dinyatakan dalam
satuan rupiah perhektar (Rp/ha).
2. Pupuk NPK, dihitung dalam satuan kilogram (kg) dan dinyatakan
dalam satuan rupiah per hektar (Rp/ha).
3. Pupuk Urea, dihitung dalam satuan kilogram (kg) dan dinyatakan
dalam satuan rupiah per hektar (Rp/ha).
4. Pupuk SP36, dihitung dalam satuan kilogram (kg) dan dinyatakan dalam
satuan rupiah per hektar (Rp/ha).
5. Pupuk Organik Cair (POC), dihitung dalam satuan liter (ltr) dan
dinyatakan dalam satuan rupiah per hektar (Rp/ha).
6. Rizobium, dihitung dalam satuan liter (ltr) dan dinyatakan dalam satuan
rupiah per hektar (Rp/ha).
7. Karung, dihitung dalam satuan buah (bh) dan dinyatakan dalam satuan
rupiah per hektar (Rp/ha).

41 | P a g e
8. Pestisida, dihitung dalam satuan liter (ltr), dan dinyatakan dalam satuan
rupiah per hektar (Rp/ha).
9. Tenaga kerja, dihitung dalam hari orang kerja (HOK), dan dinyatakan
dalam satuan rupiah per hektar (Rp/ha).
b. Struktur Biaya, Penerimaan dan Pendapatan Usahatani Kacang Tanah
Tabel 3. Analisis biaya dan pendapatan usahatani kacang tanah di Desa Labuaja,
kecamatan Cenrana, Maros per Hektar per Satu Kali Musim Tanam
No. Jenis Biaya Biaya (Rp)
1. Biaya Tetap
 Pajak Bumi dan bangunan 100.000
(PBB)
 Penyusutan Alat 565.000
 Bunga Modal Tetap 480.569
2. Biaya Variabel
 Benih 2.000.000
 Pupuk organik 780.000
 Pupuk NPK 500.000
 Urea 150.690
 SP36 178.000
 POC 479.000
 Pestisida 280.000

 Rizobium 200.789
 Sewa Traktor 1.890.000
 Karung 95.000
 Tenaga Kerja 9.500.000

3. Total biaya 17.199.048


4. Penerimaan (pendapatan kotor) 13.500.000

Produksi (kg) 4.500


Harga (Rp/kg) 3.000

42 | P a g e
5. Pendapatan bersih 3.699.048
6. R/C Ratio 1,27

Sumber : Data hipotetik (2020)


Tabel 3 menunjukkan bahwa biaya tetap total yang dikeluarkan dalam
melaksanakan usahatani kacang tanah per hektar sebesar Rp 1.145.569
yang terdiri dari pembayaran PBB sebesar Rp 100.000, penyusutan alat sebesar
Rp 565.000 dan bunga modal tetap sebesar Rp 480.569.
Biaya variabel total pada usahatani kacang tanah per hektar sebesar Rp
16.053.479 yang terdiri dari biaya pembelian benih sebesar Rp 2.000.000,-, pupuk
organik sebesar Rp 780.000,- , NPK sebesar Rp 500.000,-, Urea sebesar Rp
150.690,-, SP36 sebesar Rp 178.000,-, POC sebesar Rp 479.000,-, Pestisida
sebesar Rp 280.000,-, Rizobium sebesar Rp 200.789,-, Sewa Traktor sebesar Rp
1.890.000,-, Karung sebesar Rp 95.000-, dan tenaga kerja sebesar Rp 9.500.000,-.
Biaya total dalam usahatani kacang tanah merupakan penjumlahan antara
biaya tetap total dengan biaya variabel total. Biaya total pada usahatani kacang
tanah per hektar di Desa Labuaja, kecamatan Cenrana, Maros adalah sebesar Rp
17.199.048,-.
Penerimaan merupakan hasil perkalian antar jumlah produksi yang
dihasilkan dengan harga jual produk, sedangkan pendapatan merupakan selisih
antara penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan dalam melaksanakan
usahatani kacang tanah. Selengkapnya mengenai penerimaan dan pendapatan
usahatani kacang tanah di Desa Labuaja, kecamatan Cenrana, Maros dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3 menunjukkan bahwa harga jual kacang tanah adalah Rp 3.000,-
per kilogram, sedangkan rata-rata produksi jagung yang dihasilkan dalam satu kali
musim tanam sebesar Rp 4.500,- kilogram per hektar dalam satu kali musim
tanam sehingga didapat penerimaan sebesar Rp 13.500.000,- per hektar dalam
satu kali musim tanam dengan biaya total yang dikeluarkan petani dalam
melaksanakan usahatani kacang tanah sebesar Rp 17.199.048,- per hektar,
dengan demikian pendapatan bersih yang diperoleh petani adalah sebesar Rp
3.699.048,- per hektar.

43 | P a g e
R/C Usahatani Kacang Tanah dimana R/C merupakan perbandingan
antara penerimaan total dengan biaya total, dan digunakan untuk melihat
kelayakan dari usahatani yang dijalankan. R/C pada usahatani kacang di Desa
Labuaja, kecamatan Cenrana, Maros adalah sebagai berikut :
R/C pada usahatani kacang tanah per hektar di Desa Labuaja sebesar 1,27,-
menunjukkan bahawa usahatani kacang tanah tersebut menguntungkan untuk
diusahakan, sebab terbukti memberikan keuntungan kepada petani. R/C pada
usahatani kacang tanah sebesar 1,27,- menunjukkan bahwa setiap Rp 1,- biaya
yang dikeluarkan pada usahatani kacang tanah tersebut akan diperoleh
penerimaan sebesar Rp 1,27,- sehingga pendapatan yang diperoleh sebesar Rp
0,27,-. hal ini menunjukkan bahwa usahatani kacang tanah tersebut
menguntungkan. Sehingga layak untuk diusahakan.

5.1.5. Analisis Partial Budgetting (PADI-JAGUNG)


Partial Budgeting dapat digunakan pada berbagai situasi dan kesempatan
yang dihadapi oleh para petani/manajer usahatani yang memerlukan rencana
perubahan. Prinsip kerja dari peralatan analisis ini yaitu menganalisis biaya dan
penerimaan yang akan terjadi terhadap skenario perubahan yang diusulkan
dengan cara to compare with and without changes (membandingkan antara
sebelum dan setelah adanya perubuhan). Dengan membandingkan sebelum dan
sesudah adanya rencana perubahan, maka dapat Anda mengetahui profitabilitas
(positive or negative rupiah impact) dari usulan perubahan manajemen usahatani
yang direncanakan. Partial Budgeting sejatinya merupakan suatu bentuk aplikasi
dari marginal analysis (Kay, Edwards, Duffy, 204:164; Brown, 1979:25) yang
didesain untuk menunjukkan, bukan keuntungan atau kerugian usahatani secara
keseluruhan, melainkan “net increase or decrease” dalam pendapatan bersih
usahatani (net farm income) yang dihasilkan dari usulan perubahan yang
dimaksud (Brown, 1979:25, dalam (Mitchell, 2005)

44 | P a g e
Tabel 4. Anggaran parsial untuk perubahan perencanaan tanaman Padi-Jagung

Perubahan yang ditinjau: Penggantian rotasi tanaman padi sebanyak 3 kali


setahun oleh tanaman jagung sebanyak 4 kali setahun seluas 4 hektar
Biaya tambahan 3x4 ha padi: 35.890 Biaya yang dihemat 4x4 ha jagung: 26.500

 bibit  bibit
375 90
 pupuk organik  pupuk organik
19.000 14.000
 pupuk kimiawi  pupuk kimiawi
9.000 8.700
 pestisida  pestisida
3.300 2.500
 obat pemberantas penyakit  obat pemberantas penyakit
1.250 1.530
 obat pemberantas gulma  obat pemberantas gulma
280 140
 bahan bakar  bahan bakar
370 300
Penghasilan yang hilang: Penghasilan tambahan:
3x4 ha padi 4x4 ha jagung
55.000 86.000
Kerugian total Keuntungan total
90.890 112.500
Keuntungan tambahan 112.500 - 90.890 = 21.610

Sumber : Data hipotetik (2020)


Pada tabel 4 ini menerangkan petani yang mau mengganti rotasi tanaman
padi sebanyak 3 kali setahun oleh tanaman jagung sebanyak 4 kali setahun seluas
4 hektar. Memanglah tidak terdapat yang salah bila petani mau mengganti rotasi
tanamannya. Bila ditinjau dari tabel 4 biaya tambahan 3x4 ha padi adalah Rp
25.890,- dan biaya yang dihemat 4x4 ha jagung adalah Rp 26.500,- dimana biaya
yang dikeluarkan buat pemerawatan untuk tanaman padi-jagung semacam pupuk
organik, pupuk kimia, pestisida, obat pemberantas penyakit dan gulma serta bahan
bakar yang masing-masing menghasilkan penghasilan yang hilang yakni Rp
55.000,- dan penghasilan tambahan sebesar Rp 86.000,-. Dari kedua penghasilan
tersebut maka dihasilkan keuntungan tambahan sebesar Rp 21.610,-.

45 | P a g e
5.1.6. Cost, Volume and Profit Analysis (PADI-JAGUNG)
Menurut Hansen dan Mowen (2005) Analysis Cost Volume Profit (CVP)
merupakan suatu alat yang digunakan untuk perecanaan laba dan pengambilan
keputusan. Berhasil tidaknya suatu perusahaan ditentukan oleh kemampuan
manajer dalam mengelola perusahaan yang dipimpinnya tersebut. Ukuran
keberhasilan manajer dalam memimpin sebuah perusahaan dapat dilihat dari
laba yang dihasilkan selama periode tertentu. Manajer juga dituntut untuk dapat
melihat kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi maupun kesempatan-
kesempatan atau peluang-peluang yang ada dimasa yang akan datang, jangka
pendek maupun panjang.
Terdapat beberapa asumsi dari Cost Volume Profit Analysis yaitu
(Horngren, 2008:70) :
1. Perubahan tingkat pendapatan dan biaya hanya disebabkan oleh perubahan
jumlah unit produk (atau jasa) yang diproduksi dan dijual.
2. Biaya total dapat dipisahkan ke dalam komponen tetap yang tidak
berubah mengikuti perubahan tingkat output dan komponen variabel yang
berubah mengikuti tingkat output.
3. Ketika disajikan secara grafik, perilaku pendapatan total dan biaya total
bersifat linear (yaitu dapat digambarkan sebagai garis lurus) ketika
dihubungkan dengan tingkat output dalam rentang (dan periode waktu)
yang relevan.
4. Harga jual, biaya variabel per unit, serta biaya tetap ( dalam rentang dan
periode waktu yang relevan) telah diketahui dan konstan.
5. Analisis mencakup satu produk atau mengasumsi bahwa proporsi
produk yang berbeda ketika perusahaan menjual beragam produk adalah
tetap konstan ketika unit yang terjual total berubah.
6. Seluruh pendapatan dan biaya dapat ditambahkan, dikurangkan, dan
dibandingkan tanpa memperhitungkan nilai waktu dari uang.
Titik Impas (Break Even Piont) adalah suatu kondisi dimana jumlah
pendapatan dan jumlah pengeluaran adalah seimbang, sehingga petani tidak
mengalami kerugian dan tidak mendapatkan keuntungan. Secara umum

46 | P a g e
perhitungan analisis titik impas adalah menyamakan nilai total pendapatan (TR)
dan nilai total biaya (TC) (Lawidu, 2013). Titik impas dalam usahatani meliputi
dua hal, yaitu dengan mencari titik impas produksi dan titik impas harga
(Mansur, 2014), untuk mengetahui Perhitungan Titik Impas dapat dilihat pada
Tabel 5.
Usahatani padi-jagung yang dimiliki oleh petani di kelurahan Sudiang
Raya Kecamatan Biringkanaya, Makassar dilihat pada luas lahan sebesar 0,68ha.
Titik Impas (Break Even Point) dalam produksi dapat diperoleh dari biaya tetap
Rp 556.000,68 dibagi dengan harga jual Rp 10.000 dan dikurangi dengan rata-
rata biaya variabel per Kg Rp 3.000,00 sehingga akan menghasilkan produksi
sebesar 79,42 Kg.
Tabel 5. Perhitungan Break Even Point dengan pendekatan matematik.
No. Uraian Jumlah

1. Jumlah Produksi 1.300,00 Kg

2. Biaya Tetap (Fixed Cost) 556.000,68

3. Biaya Variabel (Variabel Cost) 2.600.657,00

4. Total Biaya 2.344.567,05

5. Harga Penjualan Per Kg 10.000,00

6. Biaya Variabel Per Kg 3.000,00

BEP dalam produksi 79,42 Kg

BEB dalam penerimaan Rp 794.200,00

Sumber : Data hipotetik (2020)


Titik Impas (Break Even Point) dalam penerimaan padi-jagung yang
dimiliki oleh petani di kelurahan Sudiang Raya Kecamatan Biringkanaya,
Makassar dapat diperoleh nilai Rp 794.200,00. Nilai tersebut diperoleh dari
hasil perkalian antara volume produksi dalam BEP sebesar 79,42
Kilogram dengan harga jual per kilogram Rp 10.000,00. Artinya, pada nilai-nilai
tersebut usahatani padi-jagung dalam keadaan tidak untung dan tidak rugi atau
Total Revenue sama dengan Total Cost (TR = TC). Disini terlihat bahwa

47 | P a g e
keuntungan sama dengan nol dicapai pada saat total penerimaan (Total
Revenue) sama dengan total biaya (Total Cost) yaitu pada nilai Rp 794.200,00.

48 | P a g e
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.1. Kesimpulan
Berdasarkan analisis data dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Rata-rata penerimaan pada komoditas padi adalah sebesar Rp
53.225.609,3/Ha,sehingga diperoleh pendapatan bersih sebesar Rp
19.216.408,55/Ha, kemudian untuk jagung adalah sebesar Rp
100.582.057,2/Ha sehingga diperoleh pendapatan bersih sebesar Rp
24.609.618,52/Ha dan kacang tanah adalah sebesar Rp 13.500.000/Ha sehingga
diperoleh pendapatan bersih sebesar Rp 3.699.048 /Ha
2. Perbandingan antara penerimaan dengan biaya produksi atau R/C pada masing-
masing komoditas yakni padi adalah 1,56,- jagung adalah 1,32,- dan kacang
tanah adalah 1,27,- yang artinya menunjukkan bahwa setiap penambahan biaya
sebesar satu satuan rupiah untuk pengeluaran biaya produksi maka akan
memperoleh keuntungan sebesar biaya itu juga sehingga usahatani ketiga
komoditas ini layak untuk terus dijalankan karena menguntungkan.
3. Keuntungan tambahan yang dihasilkan dari keuntungan total dikurang kerugian
total pada Anggaran parsial untuk perubahan perencanaan tanaman Padi-
Jagung adalah sebesar Rp 21.610.
4. Titik Impas (Break Even Point) usahatani padi-jagung dicapai produksi sebesar
79,42 kilogram yang artinya pada produksi sebesar 79,42 kilogram,
usahatani padi-jagung di di kelurahan Sudiang Raya Kecamatan Biringkanaya,
Makassar dalam keadaan tidak untung dan tidak rugi (TR = TC).
5. Titik Impas (Break Even Point) usahatani padi-jagung dicapai penerimaan
sebesar Rp.317.850,00. Artinya pada penerimaan sebesar Rp 794.200,00
dimana usahatani ini dalam keadaan tidak untung dan tidak rugi atau Total
Revenue sama dengan Total Cost (TR = TC).

49 | P a g e
5.1.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberikan saran kepada
masyarakat umumnya, petani,pemerintah, dan mahasiswa-mahasiswa pertanian
sebagai berikut:
1. Melihat besarnya pendapatan bersih yang diterima para petani padi,
jagung dan kacang tanah yakni sangat menguntungkan, sehingga
kelihatannya usahatani pada ketiga tanamana semusim ini yakni padi, jagung
dan kacang tanah sangat baik untuk dipertahankan dan ditingkatkan.
2. Diharapkan petani dapat meningkatkan penerapan teknologi dalam budidaya
jagung manis terutama dalam hal penggunaan benih dan pemupukan
berimbang sehingga dapat mempertahankan atau bahkan meningkatkan
produksinya lebih jauh diatas titik impas (Break Even Point). Pada
umumnya petani telah berproduksi diatas titik impas, namun demikian petani
masih perlu meningkatkan pelayanan yang lebih intensif lagi dalam
mengelola usahataninya sehingga lebih efisien. Dan juga petani
diharapkan mengikuti kegiatan-kegiatan atau pelatihan-pelatihan yang telah
diprogramkan oleh instansi atau pemerintah dalam hal ini adalah penyuluh
pertanian guna memperlancar kegiatan usahataninya.
3. Peran instansi yang terkait untuk memberikan pelatihan manajemen bagi
peningkatan usaha kecil dan menengah, dengan memberikan penyuluhan
kepada mereka tentang perlunya suatu manajemen dalam mengelola suatu
usaha kecil dan menengah.
4. Perlu kiranya keterlibatan pihak swasta terutama dalam hal permodalan
dan jaminan pemasaran untuk mengembangkan usahatani padi,
jagung dan kacang tanah.
5. Dengan dukungan pemerintah sebaiknya meningkatkan efisiensi usahatani
padi untuk meningkatkan pendapatan yaitu dengan menggunakan teknologi
khususnya teknologi penanaman karena biaya tenaga kerja terbesar adalah
biaya tenaga kerja untuk penanaman.

50 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

Dalsted, N. L., & Gutierrez, P. H. (1990). Partial budgeting (Doctoral dissertation,


Colorado State University. Libraries).
D. (2012). Usahatani dan Analisisnya 66, 37–39.
Dewi, N. L. P. K. (2016). Analisis Tingkat Keuntungan Usahatani Padi Sawah
sebagai Dampak dari adanya Subsidi Pupuk di Kabupaten Tabanan. E-Jurnal
Agribinis Dan Agrowisata, 5(1), 1–10.
Dewi, R. K. (2016). Diktat Mata Kuliah Manajemen Usahatani. 1–49.
Frey, B. B. (2018). Simple Random Sampling. The SAGE Encyclopedia of
Educational Research, Measurement, and Evaluation, 3(1), 31–40.
https://doi.org/10.4135/9781506326139.n631
Hansen, Don R., Mowen, Maryanne M. 2009. Akuntansi Manajemen.
Salemba Empat. Jakarta.
Hansen, Dosr R. & Marryanne M. Mowen. 2006. Manajamen account. Jilid
Pertama. Jakarta: Salemba Empat.
Hongren, Charles T., Datar, Srikant M., Foster, George. 2008.
Akuntansi Biaya:Penekanan Manajerial . Jilid 1 Edisi Sebelas. Erlangga. Jakarta.
Horton, D. 1982. Partial Budgeet Analysis For On Farm Potato
Research. Tehnical Information Bulletin 16. June. International Potato
Center. Lima. Peru. 19 pp
Iskandar, D. (2018). Artikel budidaya jagung manis. Jurusan Agroekoteknologi
Fakultas Petanian Universitas Lancang Kuning, 1–11.
Kasryno, F., Pasandaran, E., Suyamto., & Adnyana, M. O. (2008). Gambaran
Umum Ekonomi Jagung Indonesia. Jagung : Teknik Produksi Dan
Pengembangan, 474–497. balitsereal.litbang.pertanian.go.id
Laba, P., Pt, P., Indonesia, F., Purnamasari, E., Ekonomi, F., & Akuntansi, J.
(n.d.). Cost-volume-profit analysis.
Lawidu, L. M. A. 2013. Analisis Titik
Pulang Pokok Usaha Kerajinan Tangan Kayu Hitam (Ebony) pada UD.
Krisna Karya Ebony di Kota Palu. Sulawesi Tengah. E-j. Agrotekbis, 1(2) :
177-184.
Lim, T. K., & Lim, T. K. (2012). Glycine max. Edible Medicinal And Non-
Medicinal Plants, 634–714. https://doi.org/10.1007/978-94-007-1764-0_79
Manajemen, A. (2014). BAHAN AJAR Cost Volume Profit Analysis , A
Managerial Planning Tool . Tactical Decision Making Capital Investment
Decision Inventory Management Quality Cost And Productivity
Measurement , Reporting , and Control.
Mansur. 2014. Titik Pulang Pokok Produk Olahan Cokelat pada Industri Sa’adah
Agency di Kota Palu. Sulawesi Tengah. E-j. Agrotekbis, 2(3) : 295-302.
Mitchell, P. D. (2005). Partial Budgeting. Risk and Resilience in Agriculture, 27
pp.
Nursalam, 2016, metode penelitian, & Fallis, A. . (2013). Journal of Chemical
Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
Penelitian, P., Sosial, P., Pertanian, E., Yani, J. A., Tenaga, P., Kegiatan, P.,
Produktivitas, P., Terpadu, P., & Pangan, P. T. (2002). PENINGKATAN
DAYA SAING USAHATANI PADI: ASPEK KELEMBAGAAN 1 Tahlim
Sudaryanto dan Adang Agustian. 70, 255–274.
Pertanian, B., Salam, M., Ec, M., & Ph, D. (2014). Cost-Volume-Profit Analysis :
Tanaman, B., & Zea, J. (2007). 18 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Tanaman
Jagung (. 18–37.
RACHMAN, B. (2003). Dinamika Harga Dan Perdagangan Komoditas Jagung.
SOCA: Socioeconomics of Agriculture and Agribusiness, 3(1), 1–15.
Rahmianna, A. A., Pratiwi, H., & Harnowo, D. (2015). Budidaya Kacang Tanah.
Monofag Balitkabi, 13(13), 137–138.
Santosa, B.A.S. 2009. Inovasi Teknologi Defatting: Peluang peningkatan
diversifikasi produk kacang tanah dalam industri pangan. Orasi Pengukuhan
Profesor Riset Bidang Pengolahan Hasil. Badan Litbang Pertanian. Bogor.
Sudana, W., N.Ilham, D.K.S.Sadra, dan R.N.Suhaeti.1999. Metodologi Sosek.
Metodologi
Penelitian dan Demplot Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian.
Suratiyah, K. (2015). Ilmu Usahatani. Jakarta, 215.
Suratiyah Ken 2008. Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya.
Soekartawi 2006. Analisis Usahatani. Jakarta: UI Press.
Swastika, D. K. S. (2013). Ekonomi kacang tanah di indonesia. Monograf
BALITKABI, 13, 1–17.
Tambunan, Turns T.H. 2003. Perkembangan Sektor Pertanian di Indonesia,
Beberapa Isu Penting.Jakarta: Ghalia Indonesia
Utama, M. (2011). Analisis pendapatan usaha pengolahan fillet ikan. Tugas Akhir.
Villela, lucia maria aversa. (2013). Journal of Chemical Information and
Modeling, 53(9), 1689–1699.

Anda mungkin juga menyukai