Anda di halaman 1dari 20

Kontrak dalam

Kelembagaan
Agribisnis

Oleh: Ratih Apri Utami, S.P., M.Si


PENDAHULUAN
Istilah Kemitraan sering digunakan dalam mewakili
hubungan antara perusahaan besar dengan petani
(kelompok tani), perusahaan besar dengan perusahaan
kecil yang memiliki bisnis yang saling berkaitan, dan
hubungan-hubungan lain.

Dalam terminologi ekonomi pertanian


dan agribisnis, kata kemitraan
(partnership) diartikan dalam hubungan
antara pihak yang lebih bersifat (baik
dengan ikatan atau tanpa ikatan).

Inti dari kemitraan adalah kontrak (CONTRACT).


Kata kontrak pertanian lebih dipilih untuk mewakili hubungan
antar pelaku ekonomi untuk mensukseskan satu tujuan dan
upaya mencari solusi bagaimana mendesain kontrak.
Definisi Kontrak dalam Pertanian/Agribisnis

Secara historis, kata kontrak dipakai oleh Adam Smith (1776) untuk
menggambarkan hubungan antara pemilik lahan (masters)
dengan tenaga kerja (workmen).

Lebih lanjut Smith menjelaskan desain sederhana dari KONTRAK,


bahwa bagian yang diterima tenaga kerja paling tidak sama dengan
tingkat tertentu yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan
hidup tenaga kerja tersebut.
Definisi Kontrak dalam Pertanian/Agribisnis

 Schultz (1940), menghubungkan antara pengelolaan


modal, pergeseran risiko dan sistem bagi hasil dalam
pertanian.
 Schultz mengamati bahwa di wilayah Corn Belt (USA)
tidak semua memiliki lahan untuk berusahatani,
karenanya petani berusaha bagaimana agar rumah
tangga dapat berusahatani salah satunya adalah dengan
berbagi penggunaan lahan dengan petani yang memiliki
lahan lebih yang dikenal dengan istilah share tenancy.
 Adanya share tenancy ini menyebabkan risiko
usahatani
03 mengalami pergeseran antar pemilik lahan dan
pengelola lahan.
Pihak yang Terlibat dalam Kontrak

Pihak ke-1 Pihak ke-2


Pemberi kontrak, misal: Pelaksana kontrak , misal:
- Pemilik lahan - Tenaga kerja (Petani
- Perusahaan pengolahan penggarap)
- Perusahaan pakan ternak - Petani produsen
- Perusahaan pemasaran ternak - Peternak produsen
Posisi Hubungan 2 Pihak Kontrak

Posisi (kedudukan) hubungan pihak ke-1


dan ke-2 bisa jadi berupa pihak yang


seimbang (netral dalam menghadapi risiko)

2.Risk ●
Jika hubungan pihak ke-1 lebih tinggi
dibandingkan dengan pihak kedua, maka
Neutral pihak ke-1 dikatakan netral menghadapi risiko

3. Risk- Jika hubungan pihak ke-1 lebih tinggi


dibandingkan dengan pihak kedua, maka pihak


Averse ke-2 dikatakan netral menghindari risiko
Insentif Kontrak
01 Adanya pembagian resiko antar pelaku ekonomi
Upaya untuk membagi risiko antar pihak ke-1 dan pihak ke-2
dengan cara berbagi penggunaan input yang dimiliki oleh
masing-masing pelaku ekonmi.

02 Adanya monitoring proses produksi


Tugas yang biasanya dilakukan oleh pihak pertama
dalam proses produksi yang dilakukan oleh pihak
kedua untuk memastikan bahwa hasil yang
diproduksi oleh pihak kedua sesuai dengan hal
yang dijanjikan dalam kontrak.

03 Pengukuran kualitas yg dihasilkan grower


Bagian tugas dalam monitoring pihak ke-1 untuk
memastikan bahwa produk yang dihasilkan sudah
03 sesuai yang diminta.
Tujuan atau Utilitas antar Pihak Kontrak

 Tujuan akhir dari kontrak ini adalah terpenuhinya utilitas


masing-masing pelaku usaha.
 Utilitas ini tergantung pada fungsi produksi masing-
masing produk termasuk kondisi alam.
 Selain itu, utilitas satu pelaku usaha dibatasi oleh
utilitas pelaku usaha lain.
 Misalnya, tujuan petani penggarap adalah
memaksimalkan keuntungan penggunaan tenaga
kerjanya, sedangkan utilitas pemilik lahan adalah
memaksimalkan keuntungan dari lahan yg dimiliki.
Model Dasar

Kelembagaan Pengelolaan Lahan dan Tenaga Kerja

Kelembagaan pengelolaan lahan diartikan bagaimana mengelola


lahan dengan sumberdaya yang ada.
 Seorang pemilik lahan akan berpikir apakah mengelola lahan yang
dimilikinya secara mandiri, menyewakan kepada pihak lain, atau
mengontrakkan kepada petani penggarap (pengedok).
Pilihan tersebut didasarkan pada utilitas yang didapatkan.
Model Dasar

Kelembagaan Pengelolaan Lahan dan Tenaga Kerja


 Model utama yang digunakan adalah model yang dibangun oleh
Hayami dan Otsuka (1993) yang menggambarkan hubungan antara
penggarap lahan (petani penggarap) dan pemilik lahan (petani
pemilik).
 Petani penggarap mencurahkan tenaga kerja dan kemampuannya
(L) untuk mengerjakan lahan yang dimiliki oleh pemilik lahan.
 Petani pemilik mengijinkan lahannya untuk dikerjakan penggarap
dengan kontrak tertentu.
 Tujuan utama hubungan (kontrak) tersebut adalah untuk
memaksimalkan utilitas diantara keduanya.
Fungsi Produksi Petani Penggarap
Q = ӨF(L, H) .............. (1)

Keterangan:
Q= output yang dihasilkan oleh tenaga kerja,
Ө= kondisi alamiah (termasuk usaha tenaga kerja) dari sebuah usahatani
L= usaha yang dilakukan oleh tenaga kerja (baik dalam curahan tenaga kerja maupun
usaha lainnya (kesungguhan, ketekunan)
H= input produksi yang digunakan dalam usahatani.
 Untuk memaksimalkan output penggunaan faktor
produksi harus optimal. Semakin tinggi penggunaan
input (hingga titik tertentu) akan memaksimalkan output
seperti pada
03 teori produksi biasa.
 Yang membedakan dengan fungsi produksi biasa
adalah tenaga kerja merupakan tenaga kerja yang
kerjakan dengan sistem dikontrak, dan Ө merupakan
kepastian dalam berusahatani karena kondisi alam.
Penerimaan Produksi Petani Penggarap
Petani penggarap berfikir bahwa hasil yang didapatkan (penerimaan) akan sangat
tergantung pada output (Q), besarnya sharing yang diberikan oleh pemilik lahan dan
upah tetap. Sehingga dapat diformulasikan sebagai berikut:

Y = αQ +β .............. (2)

Keterangan:
Y = penerimaan yang akan diterima oleh tenaga kerja
Q = output yang didapatkan tenaga kerja
α= bagi hasil yang diberikan oleh pemilik lahan sesuai kontrak
β= upah tetap yang diberikan oleh pemilik lahan.

Pada pemberian upah berdasarkan model upah harian


besarnya α=0. Artinya, upah diberikan berdasarkan upah
03
sebesar β.
Selanjutnya pada model kontrak besarnya β=0 dan
besar bagi hasil (α) berkisar antara 0 < α < 1. Semakin
besar nilai α, mk bagian penggarap semakin besar.
Fungsi Produksi Pemilik Lahan
q = ӨF(l, h) .............. (3)

Keterangan:
q= produksi yang dihasilkan oleh pemilik lahan
Ө= resiko produksi yang ditentukan oleh ditentukan oleh alam&usaha dari tenaga kerja.
l= tenaga kerja yang dicurahkan pemilik lahan
h= input yang diberikan pada lahan tersebut

 Jika seorang pemilik lahan memiliki lebih dari satu


lahan (H ̅), dan melakukan bagi hasil kepada sejumlah
penggarap (N), maka input lahan menjadi, h = H̅- NH ,
dan fungsi tersebut berubah menjadi:
03
q = ӨF(l, H̅- NH )
Penerimaan Produksi Pemilik Lahan
Pendapatan yang diterima oleh pemilik lahan tergantung pada hasil yang diterima
tenaga kerja dikurangi bagian tenaga kerja tersebut.
Secara matematis, dapat diformulasikan sebagai berikut. y = (1-α)Q -β ........... (4)
Rumus tersebut berarti bahwa bagian yang diterima oleh
pemilik adalah produksi yang dihasilkan oleh tenaga kerja
dikalikan dengan bagian yang diterima pemilik dikurang
dengan biaya tenaga kerja harian.
Rumus tersebut dapat dimaknai bahwa dalam proses produksi
meskipun lahan dikelola oleh penggarap, namun petani pemilik
juga mengeluarkan biaya lain yang dapat bersifat harian atau
borongan yang dikeluarkan oleh pemilik lahan.

Saat pemilik lahan memiliki jumlah petani penggarap


lebih dari
03satu, maka pendapatan menjadi:

y = N(1-α)Q –β+q
Utilitas Kontrak Penggarap Lahan
 Menurut Hayami dan Otsuka (1993) utilitas petani penggarap tergantung
pada hasil yang diharapkan dan juga curahan tenaga yang dikeluarkan.
 Secara matematis dapat diformulasikan sebagai berikut:
U = U (Y,L) .............. (5)

 Utilitas maksimal jika turunan pertama terhdap pendapatan (U1 > 0), dan turunan pertama terhadap
tenaga kerja (U2 < 0);
 Artinya semakin tinggi pendapatan, maka utilitas semakin tinggi, sebaliknya semakin tinggi curahan
tenaga kerja, maka utilitas semakin menurun.
 Selanjutnya, tambahan ketidakpuasan tenaga kerja akan meningkat dengan meningkatnya pendapatan
(U12≤0), dan meningkatnya curahan tenaga kerja (U22≤0).
 Hal ini berarti bahwa meskipun pendapatan meningkat dengan peningkatan jumlah tenaga kerja, maka
utilitas akan menurun (disutilitas akan meningkat).
 Selain itu dapat dikatakan jika upah tetap mengalami penurunan, maka usaha tenaga kerja akan
mengalami peningkatan.
Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa tenaga kerja akanmemaksimalkan utilitas EU (Y,L).
Utilitas Kontrak Penggarap Lahan (2)
 Tenaga kerja akan bersedia mengikuti kontrak jika harapan dari kontrak
tersebut sama dengan harapan utilitasnya yang tergantung pada
pendapatan dan usahanya.
 Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

EU (Y,L) ≥ V  V merupakan sebuah nilai yang mewakili tingkat minimal


pendapatan yang diinginkan dan usaha yang dikeluarkan.

 Dengan memasukkan formulasi (2) dalam (5), dan dengan asumsi bahwa
curahan tenaga kerja berada pada upah kompetitif, dan curahan tenaga kerja
juga dilakukan pada bidang pertanian, maka didapatkan:

U (αQ + β + WL’, L + L’) = V


 Formulasi di atas menunjukkan bahwa utilitas penggarap akan tergantung pada bagian yang diterima dari hasil
produksi (αQ), upah yang berlaku secara umum (WL’), dan upah yang berlaku pada bidang pertanian (L + L’).
Utilitas Kontrak Pemilik Lahan
 Utilitas pemilik lahan merupakan fungsi dari Eu (y,l), yang berarti bahwa
utilitas pemililik lahan merupakan fungsi dari pendapatan dan usaha yang
dikeluarkan yang juga tergantung dari apa yang diusahakan oleh
penggarap, di mana y dipengaruhi oleh kondisi pertanian akibat alam
maupun tenaga kerja (Ө), bagi hasil yan diberikan (α), upah tetap yang
diberikan (β), dan input yang diberikan (H).
 Hayami dan Otsuka (1993) menggambarkan bahwa penggunaan tenaga
kerja dengan sistem bagi hasil memberikan marginal efek yang lebih kecil
dari marginal sebenarnya.
 Hal ini karena pekerja mendapatkan bagi hasil sebesar α yang lebih besar
dari 0 akan tetapi lebih kecil dari 1, 0 < α < 1.
Utilitas Kontrak Pemilik Lahan (2)
 Gambar berikut menggambarkan hubungan
antara curahan usaha (tenaga kerja dan
manajemen) dalam usahatani.
 F merupakan marginal produk tenaga kerja,
sedangkan αF merupakan marginal produk tenaga
kerja pada sistem bagi hasil (share tenancy).
 Digambarkan bahwa marginal produk untuk
tenaga kerja (penggarap) pada sistem bagi hasil
lebih rendah dibandingkan dengan marginal
produk tenaga kerja biasa.
 Hal ini karena penggarap berpikir bahwa hasil
yang didapatkan lebih kecil dibandingkan 1.
 Berdampak pada capaian yang didapatkan.
 Pada tingkat upah yang sama (W), hasil yang
didapatkan lebih kecil (bfc < aec).
 Hal ini menunjukkan bahwa share tenancy
memberikan curah tenaga kerja yang lebih kecil.
PENUTUP
 Kelembagaan pengelolaan lahan merupakan hubungan antara pemilik lahan dan penggarap
lahan dalam mencapai tujuan tertentu, biasanya optimalisasi produksi.
 Dalam tinjauan ekonomi kelembagaan kedua belah pihak tersebut memiliki insentif untuk saling
bekerja sama.
 Pemilik lahan memiliki insentif berupa utilitas yang dia dapatkan dari bekerjanya tenaga kerja.
Sebenarnya, pilihan yang dimiliki oleh pemilik lahan ada 3 dalam pengelolaan lahan yaitu
mengerjakan sendiri dg mengupah tenaga kerja, menyewakan lahan & menggarapkan lahan.
 Bagi penggarap lahan, untuk memaksimalkan utilitas, dia memiliki insentif berupa produksi yang
tinggi dan menurunkan curahan tenaga kerja. Untuk memproduksi yang tinggi maka penggarap
harus memberikan curahan tenaga kerja (termasuk manajemen). Curahan tenaga kerja tersebut
akan berbanding lurus dengan tingkat upah yang diberikan. Jika tenaga kerja mencurahkan
banyak tenaga kerja, maka hasil yang diharapkan adalah besarnya tingkat upah.
 Dalam terminologi ekonomi klasik besarnya marginal produk (MP) harus sama dengan upah
yang berlaku (W), atau MP = W. Baik jika MP < W atau MP > W, maka tenaga kerja tidak bekerja
pada kapasitas maksimalnya. Dalam sistem bagi hasil penggarap akan selalu bekerja di bawah
kapasitas maksimalnya. Hal ini karena upah yang didapatkan merupakan bagian dari produksi
total, 0 < α < 1.
Thank You
Any Question ?

Anda mungkin juga menyukai