Anda di halaman 1dari 2

Intensitas Penggunaan Tanah

Dalam wilayah komunitas permukiman yang sudah terbangun wilayahnya, identifikasi


faktor intensitas penggunaan tanah perlu dilakukan, hal ini bertujuan agar efisiensi dari
pemanfaatannya dapat diketahui, sehingga arah perkembangannya dapat dikenali.
1. Luas Kavling
Di pusat-pusat wilayah perencanaan, secara umum luas kavling bangunan yang ada
rata-rata antara 120-600 m2, namun demikian ada juga yang lebih dari 600 m2.
Luasan kavling dipengaruhi oleh faktor nilai lahan, semakin tinggi nilai suatu lokasi
(tingkat nilai strategisnya), maka akan semakin tinggi nilai lahan suatu lokasi, semakin
tinggi nilai lahan, maka pemanfaatannya dituntut seproduktif mungkin, inilah yang
pada akhirnya mempengaruhi luasan kavling perpenggunaan.
2. Koefisien Lantai Dasar Bangunan
Koeffisien Lantai Dasar Bangunan yang lebih dikenal dengan istilah Building
Coverage Ratio (BCR) merupakan angka banding antara luas lantai dasar bangunan
dengan luas kavling
KDB di seluruh Kecamatan Wilayah Perencanaan berkisar antara 40 - 95 %.
Pada umumnya untuk kegiatan perdagangan memiliki bangunan dengan sistem
"sempadan tertutup" (On Sreet Building) atau istilahnya "Mangku Jalan".
Didalam penetapan rencana KDB adalah :
a. Konsep Koeffisien Dasar Bangunan (KDB) adalah untuk mengatur intensitas
kerepatan dasar bangunan pada suatu lokasi/kawasan yang dikaitkan antara luas
dasar dengan luas lahan/kapling dimana bangunan itu akan berdiri. Besarnya KDB
berhubungan langsung dengan ketinggian bangunan dan besarnya Koefisien
Lantai Bangunan (KLB)
b. Tujuan ditetapkan KDB adalah
1

Untuk menciptakan perbandinagn yang serasi antara daerah terbangun


dan ruang terbuka

Penyediaan parkir minimum bagi bangunan yang mempunyai kegiatan


tertentu

Pengaturan bangunan agar mendapat matahari yang cukup, sirkulasi


angin/udara yang baik dan unsur estetika

Penentuan KDB didasari oleh kemampuan lahan yaitu semakin tinggi nilai lahan semakin
tinggi pula intensitas pemanfaatan ruang, agar tidak terjadi pemanfaatan ruang yang
berlebihan maka perlu dilakukan pengendalian pemanfaatan ruang.
3. Koefisien Lantai Bangunan (KLB)

Koeffisien Lahan Bangunan, dapat juga dikenal dengan istilah Floor Area Ratio, yaitu
perbandingan antara luas total lantai bangunan dengan luas bangunan.
Untuk mengetahui KLB dapat diketahui pada didekati dengan keadaan jumlah lantai yang
ada. Pada umumnya jumlah lantai bangunan di seluruh wilayah masing-masing
Kecamatan 1 lantai. Namun demikian. Terdapat juga beberapa bangunan yang memiliki
jumlah 2 lantai atau yang diklasifikasikan 2 lantai
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam rangka pengembangan KLB, antara lain :
A.

Tujuan pengaturan KLB di wilayah perencanaan antara lain :


1. mendapatkan keseimbanagan antara bangkitan lalu lintas yang ditimbulkan
oleh bangunan dengan kapasitas jalan dan pengoperasian sistem transportasi,
hal ini berkait dengan jarak pandang pengemudi kendaraan
2. menciptakan lingkungan ruang luar yang nyaman, dimana masih mungkin
masuknya pencahayaan dan pengudaran alami pada daerah terbuka, serta
cukup tersedia jalur pejalan kaki untuk menampung bangkitan orang yang
ditimbulkan olehlantai bangunan
3. memberikan karakter pada suatu kawasan yang dipertahankan atau
diremajakan

B.

Besaran dari KLB

tergantung dari daya dukung kawasan dalam menampung

kegiatan yang akan terjadi pada lantai bangunannya. Daya dukung yang dimaksud
selain mengenai struktur dan karaktristik tanah yang ada, juga berkaitan dengan
prasarana serta sarana yang mendukunganya.
4. Kerapatan Bangunan
Jumlah bangunan per-hektar, dapat mencerminkan tingkat kerapatan bangunan yang
ada. Sebagaimana perkembangan kota pada kota yang tumbuh/ berkembang, di
kawasan pusat desa memiliki tingkat kerapatan yang lebih tinggi dibandingkan pada
kawasan transisi. Kerapatan bangunan kotor, artinya jumlah rumah dibagi luas
adminisatrasi wilayah (desa) tanpa melihat apakah daerah tersebut sudah terbangun
seluruhnya atau masih bayak terdapat lahan sawah.

Anda mungkin juga menyukai