Anda di halaman 1dari 7

Pengertian Globalisasi Pangan

Globalisasi pangan telah berlangsung sejak ratusan atau bahkan ribuan tahun yang lalu seiring
dengan perpindahan tumbuhan dan hewan sumber pangan sebagai buah. Pergerakan manusia
menembus batas-batas wilayah saat ini tidak ada satu pun negara di dunia yang bisa mengklaim
menghidupi penduduknya dengan pangan yang 100% asli setempat. Dalam konteks sistem
pangan, sejak Globalisasi secara kasat mata dapat dibaca dari perubahan-perubahan yang
berlangsung disepanjanng rantai makanan (food chain). Sejak tahap produksi dan pengolahan
hingga ke pemasaran dan penjualan produk. Di Indonesia sendiri, kehadiran sejumlah buah dan
sayuran segar (fruit and vegetables) dan ratusan item pangan olahan import di hypermarket
hingga pasar becek saat ini merupakan salah satu contoh nyata hadirnya fenomena globalisasi
pangan.
Globalisasi mengandalkan dua mantra sakti liberalisasi dan harmonisasi sebagai salah satu
subsistemnya, Globalisasi pangan juga takhluk pada dua mantra itu. Liberalisasi mewujudkan
dalam keterbukaan pasar. Semua hambatan dalam bentuk tarif dan regulasi dagang harus
direduksi dan bahkan dieliminasi demi terbukanya pasar bagi produk import.
Meskipun kesepakatan tentang keamanan pangan ini pasti mengatasnamakan konsumen seluruh
dunia tetapi tetap mencerminkan kemenangan itu lobi ke negara-negara maju. menyikapi
kesepakatan itu, negara-negara maju melanjutkan melakukan penyesuaian penyesuaian regulasi
keamanan pangan mereka yang bertitikberat pada pengendallian proses dan pencegahan resiko
dalam keseluruhan daur produksi.
Konsekwensinya produksi di negara berkembang harus mencurahkan segala daya upaya untuk
melindungi konsumen di negara-negara maju. Pada kenyataannya prinsip harmonisasi sering
menjadi penghambat eksport produksi pangan negara berkembang karena kesenjangan knowhow dan perawatan. Sebaliknya, produksi pangan dari negara maju dengan mudah melenggang
masuk ke pasar negara-negara berkembang. Keadaan ini mengakibatkan apa yang di kenal
sebagai paradoks keamanan pangan.
(Anynomuos,2012)
3.2 Dampak Globalisasi Pangan

Menimbulkan jenis dan derajat perubahan yang ditimbukannya maka dapat dipastikan bahwa
Globalisasi pangan telah menimbulkan berbagai dampak negatif maupun positif. Pembahasan
kali ini dibatasi pada dampak Globalisasi Pangan terhadap ketahanan pangan dan pertanian lokal,
keragaman produk pangan, keamanan pangan dan lingkungan, serta keragaman hayati.

3.2.1 Ketahanan Pangan dan Pertanian Lokal

Salah satu dampak terpenting Globalisasi pangan adalah semakin rumitnya penjaminan
kecukupan pangan, karena semakin terbukannya pasar. Import menjadi salah satu strategi utama
bagi negara manapun dalam memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya. Globalisasi berhasil
menempatkan Amerika Serikat sebagai salah satu eksportir pangan terbesar di Dunia pada tahun
1994 saja, eksport AS telah mencapai 36% (gandum), 64% (jagung, barley, sorgum dan oats),
40% (kedelai), 17% (beras), dan 33% (kapas) volume yang diperdagangkan di dunia. Indonesia
adalah salah satu importir terbesar bagi AS. Pada tahun 2000, total import kedelai (biji, minyak,
dan tepung) Indonesia dari AS mencapai 1,2 juta ton bernilai sekitar seperempat miliar dolar AS.
Seperti telah diungkapkan sebelumnya, kehadiran supermarket selain memberikan kenyamanan
belanja juga telah mendorong pemasaran produk-produk dengan standart mutu dan keamanan
pangan yang lebih baik dengan harga yang kompetitif.

3.2.2 Keragaman Produk Pangan


Produk pangan olahan import secara signifikasi menyumbangkan keragaman pangan di
Indonesia (2000-2004). Untuk 9 kelompok panagan olahan, produk pangan import (terdaftar)
menyumbang sekitar 60% dari total keragaman. Untuk keempat kelompok produk, yaitu
makanan Ringan, bumbu instan, minuman sari buah, dan susu pertumbuhan produk
import bahkan melampauai kontribusi produk domestik. Dengan pertimbaangan kepraktisan
(practicality), pasar pangan kita telah dipenetraasi secara meyakinkan oleh kedua produk olahan
itu.
Pengamatan langsung dipasar-pasarr tradisional maaupun di supermarket ataupun hypermarket
juga menujukan betapa sistem pangan kita sudah sangat tergantung pada produk buah impor.
Produk buah lokal cenderung menempati posisi marjinal. Akibatnya, secara bertahap selara
konsumen (dari anak-anak) akan terpola, hanya menyukai segelintir jenis buah saja.

3.2.3. Keragaman Hayati


Globalisasi pertanian telah berhasil menyebarkan teknik-teknik budidaya pertanian dan jenisjenis tanaman dari negara kaya keseluruh dunia. Proses inilah yang bertanggung jawab terhadap
reduksi keragaman hayati pertanian (agrobiodifersity). Akibatnya, sistem produksi pangan di
negara-negara berkembang cenderung rentan. Globalisasi pangan memang berhasil menyumbang
keragaman produk pangan. Namun pada saat yang sama, globalisasi pertanian mengakibatkan
erosi keragamaan sumber pangan. Erosi tersebut menuntun biaya ekonomi dan sosial.

3.2.4. Keamanan Pangan dan Lingkungan


Dampak globalisasi pangan yang paling kasat mata tercermin dari perubahan pola pangan yang
terjadi. Secara gradual akan terjadi pergeseran kearah budaya pangan yang universal (seragam).

Penyeragaaman ini akan mengakibatkan perubahan pola konsumsi dan status nutrisi masyarakat.
Salah satu faktor terpenting dibalik penyeragaman diet dan status gizi ini adalah urbanisasi dan
gaya hidup yang meenyertainya. Lingkungan pertokoan tampaknya mempengaruhi kebiasaan
akan warga kaya maupun miskin dan berdampak terhadap status gizi serta kesehatan. Globalisasi
juga diakui berperan dalam mendorong pengembangan teknologi dan rekayasa produk pangan.
Keragaman teknologi produksi dan pengemasan terutama ditujukan untuk pengingkatan umur
simpan (shelf-life) produk yang memungkinkan transportasi jarak jauh.
(Anynomuos,2012)

3.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Globalisasi Pangan

1. Faktor Produksi
Faktor produksi yang mempengaruhi ketahanan pangan adalah luas lahan padi dan luas lahan
jagung, sedangkan jumlah tenaga kerja sektor pertanian dan jumlah pupuk urea yang digunakan
tidak terlalu berpengaruh.
2. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang mempengaruhi ketahanan pangan adalah curah hujan dan jumlah
penduduk, sedangkan kesuburan tanah tidak terlalu berpengaruh.
3. Faktor Kondisi Makro
Faktor kondisi makro yang mempengaruhi ketahanan pangan adalah harga beras dan Nilai Tukar
Petani, sedangkan inflasi padi-padian dan indeks dibayar petani tidak terlalu berpengaruh.
(Anynomuos,2012)
Indonesia memiliki potensi sumberdaya alam yang melimpah (
mega biodiversity
),termasuk plasma nutfah.
Bio-diversity
darat Indonesia merupakan terbesar nomor

14
dua di dunia setelah Brasil, sedangkan bila termasuk kelautan maka Indonesianomor satu dunia.
Keaneka ragaman hayati yang didukung dengan sebaran kondisigeografis, berupa dataran rendah
dan tinggi serta limpahan sinar matahari, intesitascurah hujan yang hampir merata sepanjang
tahun di sebagian wilayah, sertakeaneka ragaman jenis tanah memungkinkan dibudidayakannya
aneka jenistanaman dan ternak asli daerah tropis maupun komoditas introduksi dari daerah
subtopis secara merata sepanjang tahun di Indonesia.Aneka ragam dan besarnya jumlah plasma
nutfah tanaman dan hewan yang sudahberadaptasi dengan iklim tropis merupakan sumber materi
genetik yang dapatdirekayasa untuk menghasilkan varietas dan klone tanaman unggul serta
bangsaternak. Hal ini dapat dilihat dengan beragamnya jenis komoditas pertanian
tanamanpangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan yang sudah sejak lamadiusahakan
sebagai sumber pangan dan pendapatan masyarakat.
1.2.1.2 Lahan Pertanian
Indonesia memiliki potensi ketersediaan lahan yang cukup besar dan belumdimanfaatkan secara
optimal. Sebagian lahan potensi tersebut merupakan lahansub optimal seperti lahan kering, rawa,
lebak, pasang surut dan gambut yangproduktivitasnya relatif rendah, karena kendala kekurangan
dan kelebihan air,tingginya kemasaman/salinitas, jenis tanah yang kurang subur serta
keberadaanlahan di daerah lereng dataran menengah dan tinggi. Namun apabila keberadaanlahan
sub optimal tersebut dapat direkayasa dengan penerapan inovasi teknologibudidaya dan
dukungan infrastruktur jalan dan irigasi, maka lahan tersebut dapatdirubah menjadi lahan-lahan
produktif. Di samping itu dapat pula dilakukanperluasan areal tanam melalui peningkatan
intensitas pertanaman (IP) pada lahansubur beririgasi dengan varietas unggul baru umur super
ultra genjah. Potensitersebut merupakan peluang bagi peningkatan produksi tanaman dan ternak
apabiladapat dirancang dengan baik pemanfaatannya.Jumlah luasan dan sebaran hutan, sungai,
rawa dan danau serta curah hujan yangcukup tinggi sesungguhnya merupakan potensi alamiah
untuk memenuhi kebutuhan

3.4. Peluang Pertanian Di Indonesia


3.4.1 Keanekaragaman Hayati dan Agroekosistem
Indonesia memiliki potensi sumberdaya alam yang melimpah ( mega biodiversity ),termasuk
plasma nutfah. Bio-diversity darat Indonesia merupakan terbesar nomor dua di dunia setelah
Brasil, sedangkan bila termasuk kelautan maka Indonesianomor satu dunia. Keaneka ragaman
hayati yang didukung dengan sebaran kondisigeografis, berupa dataran rendah dan tinggi serta
limpahan sinar matahari, intesitascurah hujan yang hampir merata sepanjang tahun di sebagian
wilayah, sertakeaneka ragaman jenis tanah memungkinkan dibudidayakannya aneka
jenistanaman dan ternak asli daerah tropis maupun komoditas introduksi dari daerah subtopis
secara merata sepanjang tahun di Indonesia.Aneka ragam dan besarnya jumlah plasma nutfah
tanaman dan hewan yang sudahberadaptasi dengan iklim tropis merupakan sumber materi
genetik yang dapatdirekayasa untuk menghasilkan varietas dan klone tanaman unggul serta

bangsaternak. Hal ini dapat dilihat dengan beragamnya jenis komoditas pertanian
tanamanpangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan yang sudah sejak lamadiusahakan
sebagai sumber pangan dan pendapatan masyarakat.
3.4.2. Lahan Pertanian
Indonesia memiliki potensi ketersediaan lahan yang cukup besar dan belumdimanfaatkan secara
optimal. Sebagian lahan potensi tersebut merupakan lahansub optimal seperti lahan kering, rawa,
lebak, pasang surut dan gambut yangproduktivitasnya relatif rendah, karena kendala kekurangan
dan kelebihan air,tingginya kemasaman/salinitas, jenis tanah yang kurang subur serta
keberadaanlahan di daerah lereng dataran menengah dan tinggi. Namun apabila keberadaanlahan
sub optimal tersebut dapat direkayasa dengan penerapan inovasi teknologibudidaya dan
dukungan infrastruktur jalan dan irigasi, maka lahan tersebut dapat dirubah menjadi lahan-lahan
produktif. Di samping itu dapat pula dilakukanperluasan areal tanam melalui peningkatan
intensitas pertanaman (IP) pada lahansubur beririgasi dengan varietas unggul baru umur super
ultra genjah. Potensitersebut merupakan peluang bagi peningkatan produksi tanaman dan ternak
apabiladapat dirancang dengan baik pemanfaatannya.Jumlah luasan dan sebaran hutan, sungai,
rawa dan danau serta curah hujan yangcukup tinggi sesungguhnya merupakan potensi alamiah
untuk memenuhi kebutuhan air pertanian apabila dikelola dengan baik. Waduk, bendungan,
embung dan airtanah serta air permukaan lainnya sangat potensial untuk
mendukungpengembangan usaha pertanian, baik di lahan subur maupun lahan-lahan suboptimal.
Dari luas daratan Indonesia, terdapat sekitar 94,1 juta ha lahan yangsesuai untuk pertanian tanpa
mengganggu keseimbangan ekologis daerah aliransungai, sedangkan yang sudah dijadikan lahan
pertanian baru sekitar 63,7 juta ha.Dengan demikian masih terbuka peluang untuk perluasan
areal pertanian sekitar30,4 juta hektar dengan 24 juta ha diantaranya merupakan lahan subur
untukpersawahan, perkebunan dan pengembangan komoditas lain, sedangkan 6,4 jutaha lainnya
merupakan sawah pasang surut, lebak dan gambut yang masihmemerlukan inovasi khusus. Di
samping itu, hingga saat ini lahan pertanian terlantar jumlahnya cukup luas, yaitu sekitar 12,4
juta hektar.
4.4.3 Tenaga Kerja Pertanian
Tingginya jumlah penduduk yang sebagian besar berada di pedesaan dan memilikikultur budaya
kerja keras, sesungguhnya merupakan potensi tenaga kerja untukmendukung pengembangan
pertanian. Hingga saat ini lebih dari 43 juta tenagakerja masih menggantungkan hidupnya dari
sektor pertanian. Namun besarnya jumlah penduduk tersebut belum tersebar secara proporsional
sesuai dengansebaran luas potensi lahan serta belum memiliki pengetahuan dan
keterampilanyang cukup untuk mendukung pengembangan pertanian yang berdaya
saing.Apabila keberadaan penduduk yang besar di suatu wilayah dapat ditingkatkanpengetahuan
dan keterampilannya untuk dapat berkerja dan berusaha di sektorproduksi, pengolahan dan
pemasaran hasil pertanian, maka penduduk Indonesiayang ada dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan kapasitas produksi anekakomoditas bagi pemenuhan kebutuhan pasar nasional dan
dunia. Masih terdapatcukup potensi meningkatkan kapasitas aneka produksi komoditas pertanian
melaluipenempatan tenaga kerja terlatih di daerah yang masih kurang penduduknyadengan
didukung oleh stimulus dalam bentuk penyediaan faktor produksi,bimbingan teknologi serta
pemberian jaminan pasar yang baik.

3.4.4 Teknologi
Sesungguhnya saat ini sudah cukup banyak tersedia paket teknologi tepat gunayang dapat
dimanfaatkan oleh petani untuk meningkatkan produktifitas, kualitas dankapasitas produksi
aneka produk pertanian. Berbagai varietas, klon dan bangsaternak berdaya produksi tinggi;
berbagai teknologi produksi pupuk dan produk bio;alat dan mesin pertanian; serta aneka
teknologi budidaya, pasca panen danpengolahan hasil pertanian sudah cukup banyak dihasilkan
para peneliti di lembagapenelitian maupun yang dihasilkan oleh masyarakat petani. Beberapa
keberhasilanalih teknologi di sektor pertanian melalui program PRIMA TANI, SLPTT, P2BN,
telahmampu menggiatkan kegiatan agribisnis spesifik lokasi. Namun demikian anekapaket
teknologi ini masih belum sepenuhnya dapat diadopsi oleh masyarakat petani,karena berbagai
keterbatasan yang dihadapi dan dimiliki petani seperti: prosesdiseminasi, kelembagaan dan skala
usaha, keterampilan serta tingginya biaya untukmenerapkan teknologi.
3.4.5 Pasar dan Pertumbuhan Jumlah serta Daya Beli Penduduk
Jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar merupakan pasar dalam negeriyang potensial bagi
produk-produk pertanian yang dihasilkan petani. Pada tahun2009 jumlah penduduk Indonesia
tercatat sebesar 230.632.700 jiwa denganpertumbuhan 1,25 persen per tahun. Saat ini, tingkat
konsumsi aneka produk hasilpertanian Indonesia, kecuali beras, gula dan minyak goreng, masih
relatif rendah.Rendahnya tingkat konsumsi produk pertanian ini, terutama disebabkan
masihrendahnya tingkat pendapatan per kapita penduduk Indonesia sehinggamempengaruhi daya
beli.Seiring dengan keberhasilan pembangunan ekonomi yang saat ini tengah giatdijalankan,
maka pendapatan per kapita penduduk juga akan meningkat.Peningkatan pendapatan di satu sisi,
maka diharapkan juga terjadi peningkatanpermintaan produk pertanian di sisi lain. Permintaan
pasar domestik, di samping jumlahnya yang semakin meningkat, juga membutuhkan keragaman
produk yang bervariasi, sehingga akan membuka peluang yang lebih besar terhadap
diversifikasiproduk.Sejalan dengan era globalisasi dan pemberlakuan pasar bebas, produk
pertanianIndonesia juga berpeluang untuk dipasarkan ke pasar internasional, baik produksegar
maupun olahan. Apabila peluang pasar dalam negeri dan luar negeri dapatdimanfaatkan dengan
berbasis pada keunggulan komparatif dan kompetitif, makahal ini akan menjadi pasar yang
sangat besar bagi produk pertanian Indonesia.
3.4.6. Peluang Pertanian Indonesia
Untuk memperbesar peluang survivial pertanian indonesia dalam menghadapi tantangan tersebut
berikut ini ditawarkan 5 strategi:
a. Advokasi Perdagangan Internasional
b. Adaptasi terhadap perkembangan teknologi
c. Produksi komoditi bernilai tinggi dan produk alternatif
d. Pengembangan pertanian organik

e. Peningkatan akses pasar bagi produk lokal.


(Anynomuos,2012)

Anda mungkin juga menyukai