Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH FISIOLOGI TUMBUHAN

(ABKC 2501)

“DORMANSI DAN PERKECAMBAHAN”

Disusun Oleh :
Kelompok IX B
Siti Wahidah (1810119120028)
Sri Widiya Norazijah (1810119120012)
Taibatul Hayati (1810119120021)
Try Dayanti (1810119320012)

Dosen Pengampu :
Dra. Hj. Noorhidayati, M.Si.
Riya Irianti, S.Pd., M.Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
OKTOBER
2020
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim. Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah
SWT. karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan
makalah ini dengan tepat waktu. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada
Rasulullah SAW., keluarga serta sahabat beliau hingga akhir zaman. Penulis juga
menyampaikan terima kasih kepada dosen dan pihak lainnya yang membantu
kelancaran penulisan makalah ini. Makalah Dormansi dan Perkecambahan ini
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fisiologi Tumbuhan (ABKC 2501).
Dalam kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Dra. Hj. Noorhidayati, M.Si., dan Ibu Riya Irianti, S.Pd., M.Pd, selaku
dosen pengasuh mata kuliah Fisiologi Tumbuhan.
2. Teman-teman yang telah memberikan saran, kritik dan motivasi yang
membangun.
3. Serta semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat
diselesaikan.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi para
pembaca. Penulis juga memohon maaf apabila ada kekurangan dan kesalahan
dalam penulisan dan penulis berharap adanya saran juga kritik yang membangun
dari pembaca agar lebih baik lagi ke depannya. Aamiin.

Banjarmasin, Oktober 2020

Kelompok IX B

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
PETA KONSEP......................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG...............................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH..........................................................................2
1.3 TUJUAN PENULISAN............................................................................3
1.4 MANFAAT PENULISAN........................................................................3
1.5 METODE PENULISAN...........................................................................3
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................4
2.1 Dormansi Pada Tumbuhan........................................................................4
2.1.1 Pengertian...........................................................................................4
2.1.2 Bagian yang Mengalami Dormansi....................................................4
2.1.3 Periode Dormansi...............................................................................8
2.1.4 Manfaat Dormansi bagi Tumbuhan yang Bersangkutan....................9
2.1.5 Manfaat Dormansi bagi Organisme lain dan Manusia.......................9
2.1.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dormansi..................................9
2.1.7 Contoh Dormansi Tumbuhnya.........................................................12
2.1.8 Macam-macam Dormansi................................................................13
2.2 Peranan Oksigen, Zat Pengatur Tubuh Seperti ABA dan Giberelin dalam
Mekanisme Dormansi.........................................................................................16
2.3 Cara Menghilangkan atau Mematahkan Dormansi Pada Biji atau Bagian
Tumbuhan Lainnya.............................................................................................16
2.4 Perkecambahan Pada Tumbuhan.............................................................19
2.4.1 Macam-macam Dormansi................................................................19
2.4.2 Proses Biologis.................................................................................20
2.4.3 Ciri-ciri.............................................................................................21
2.4.4 Jenis (berdasarkan letak kotiledonnya.............................................21
2.4.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi (eksternal dan internal)............23

iii
2.5 Hubungan Dormansi dan Perkecambahan Pada Tumbuhan...................26
2.6 Manfaat Dormansi dan Perkembangan...................................................26
BAB III PENUTUP..............................................................................................29
3.1 Kesimpulan..............................................................................................29
3.2 Saran........................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................31

iv
PETA KONSEP

v
Pengertian
dormansi

Bagian tumbuhan
yang mengalami
dormansi

Waktu/periode
Dormansi dormansi
Bagi
tumbuhan
Manfaat
dormansi Bagi
organisme
dan manusia
Faktor-faktor
Dormansi dan yang
Perkecambahan mempengaruhi
pada tumbuhan dormansi

Pengertian
perkecambahan

Perkecambahan Proses fisiologis


perkecambahan

Ciri-ciri
perkecambahan

Jenis
perkecambahan

Faktor-faktor
yang
mempengaruhi

vi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Tanaman tingkat tinggi maupun tingkat rendah, memiliki fase dalam
siklus hidupnya yang disebut dengan dormansi. Dormansi ini menyebabkan
tidak adanya pertumbuhan pada atau benih meskipun lingkungan mendukung
dalam perkecambahan. Dormansi ini dapat terjadi baik pada seluruh tanaman
atau organ-organ tertentu yang disebabkan adanya faktor-faktor internal dan
eksternal, yang bertujuan mempertahankan diri pada kondisi yang kurang
menguntungkan.        
Tipe dormansi pada biji yang akan diperkecambahkan perlu diketahui
agar perlakuan yang cocok dapat kita berikan pada biji yang akan disebarkan
dilapangan, sehingga biji tersebut dapat segera berkecambah dan kegagalan
atau terhambaynya perkecambahan dapat dihindar.
Dormansi dapat dipandang sebagai salah satu keuntungan biologis dari
benih dalam mengadaptasikan siklus pertumbuhan tanaman terhadap keadaan
lingkungannya, baik musim maupun variasi-variasi yang kebetulan terjadi.
Sehingga secara tidak langsung benih dapat menghindarkan dirinya dari
kemusnahan alam. Dormansi pada benih dapat disebabkan oleh keadaan fisik
dari kulit biji ataupun keadaan fisiologis dari embrio atau kombinasi dari
kedua keadaan tersebut. Sebagai contoh kulit biji yang impermeabel terhadap
air dan gas sering dijumpai pada benih-benih dari famili Leguminoseae.
Perendaman benih dalam air adalah cara sederhana yang sering digunakan
untuk menghilangkan melunakan kulit perkecambahan benih. Sebagian
masyarakat belum mengetahui beberapa metode pematahan dormansi,
diantaranya metode yang sangat sederhana yaitu pematahan dormansi dengan
metode perendaman. KNO3 salah satu bahan yang bisa digunakan untuk
memecah dormansi benih. KNO3 biasanya digunakan untuk memecah
dormansi benih padi, selain 3 benih padi, KNO3 juga digunakan memecah
dormansi benih angsana, benih kenaga dan tanaman sayuran misalnya terong
(Wijaya, 2013).

1
Perkecambahan merupakan proses metabolisme biji hingga
menghasilkan perumbuhan dari komponen kecambah (plumula dan radikula).
Definisi perkecambahan adalah jika sudah dapat dilihat atribut
perkecambahannya, yaitu plumula dan radikula dan keduanya tumbuh normal
dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan ketentuan ISTA (International
Seed Testing Association).
Perkecambahan adalah peristiwa tumbuhnya embrio di dalam biji
menjadi tanaman baru. Biji akan berkecambah jika berada di lingkungan yang
sesuai. Proses perkecambahan ini memerlukan suhu yang cocok, banyaknya
air yang memadai, persediaan oksigen yang cukup, kelembapan, dan cahaya.
Struktur biji yang berbeda antara tumbuhan monokotil dan dikotil akan
menghasilkan struktur kecambah yang berbeda pula. Pada tumbuhan
monokotil, struktur kecambah meliputi radikula, akar primer, keloptil, dan
daun pertama. Sedangkan pada kecambah tumbuhan dikotil terdiri atas akar
primer, hipokotil, kotiledon, epikotil, dan daun pertama. Berdasarkan letak
kotiledonnya, perkecambahan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu epigeal dan
hypogeal (Apriliani 2015).

1.2 RUMUSAN MASALAH


1.2.1 Jelaskan “Dormansi” pada tumbuhan !
1.2.2 Bagaimana peranan oksigen, zat pengatur tubuh seperti ABA dan
Giberelin dalam mekanisme Dormansi ?
1.2.3 Bagaimana pengaruh O2 dalam Dormansi dan bagaimana
menghilangkan serta mematahkan Dormansi pada biji atau bagian
tumbuhan lainnya ?
1.2.4 Jelaskan perkecambahan pada tumbuhan !
1.2.5 Bagaimana hubungan antara dormansi dan perkecambahan dalam
menjaga kelestarian dan kelangsungan hidup tumbuhan ?
1.2.6 Apa saja manfaat adanya dormansi dan perkecambahan dalam menjaga
kelestarian dan kelangsungan hidup tumbuhan.

2
1.3 TUJUAN PENULISAN
1.3.1 Untuk mengetahui dormansi pada tumbuhan.
1.3.2 Untuk mengetahui peranan oksigen zat pengatur tubuh seperti ABA dan
Giberelin dalam mekanisme Dormansi.
1.3.3 Untuk mengetahui pengaruh O2 dalam Dormansi dan bagaimana
menghilangkan serta mematahkan Dormansi pada biji atau bagian
tumbuhan lainnya.
1.3.4 Untuk mengetahui perkecambahan pada tumbuhan.
1.3.5 Untuk mengetahui hubungan antara dormansi dan perkecambahan
dalam menjaga kelestarian dan kelangsungan hidup tumbuhan.
1.3.6 Untuk mengetahui manfaat adanya dormansi dan perkecambahan dalam
menjaga kelestarian dan kelangsungan hidup tumbuhan.

1.4 MANFAAT PENULISAN


Penyusun mengharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis
sendiri maupun bagi para pembaca, agar pembaca dapat mengetahui dan
memahami Dormansi dan Perkecambahan pada Tumbuhan.

1.5 METODE PENULISAN


Metode penulisan yang kami gunakan adalah menggunakan metode
kepustakaan yang bahannya diambil dari beberapa buku dan bahan-bahan
pustaka lainnya sebagai referensi dalam penulisan makalah ini dan juga
media internet yang pencarian bahan dalam bentuk jurnal melalui media
elektronik yang berhubungan dengan pokok bahasan yang diangkat.

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Dormansi Pada Tumbuhan
2.1.1 Pengertian
Dormansi dapat didefenisikan sebagai suatu keadaan pertumbuhan
dan metabolisme yang terpendam, dapat disebabkan oleh kondisi
lingkungan yang tidak baik atau oleh faktor dari dalam tumbuhan itu
sendiri. Seringkali banyak tumbuhan yang dorman gagal tumbuh
meskipun berada dalam kondisi yang ideal.
Dormansi merupakan suatu mekanisme untuk mempertahankan
diri terhadap suhu yang sangat rendah (membeku) pada musim dingin,
atau kekeringan di musim panas yang merupakan bagian penting dalam
perjalanan hidup tumbuhan tersebut. Dengan demikian, dormansi
merupakan suatu reaksi atas keadaan fisik atau lingkungan tertentu.
Pemicu dormansi dapat bersifat mekanis, keadaan fisik lingkungan,
atau kimiawi.
Banyak biji tumbuhan budidaya yang menunjukkan perilaku ini.
Penanaman benih secara normal tidak menghasilkan perkecambahan
atau hanya sedikit perkecambahan. Perlakuan tertentu perlu dilakukan
untuk mematahkan dormansi sehingga benih menjadi tanggap terhadap
kondisi yang kondusif bagi pertumbuhan. Bagian tumbuhan yang
lainnya yang juga diketahui berperilaku dorman adalah kuncup
(Salisbury, 1995).
2.1.2 Bagian yang Mengalami Dormansi
Dormansi tidak hanya terjadi pada benih tumbuhan saja tetapi juga
pada kuncup dan bagian meristem lain yang dapat digunakan sebagai
bahan perbanyakan seperti umbi (modifikasi batang), rimpang, tunas
lateral dan sebagainya.
1. Dormansi Biji
Dormansi pada biji umumnya disebabkan oleh adanya kulit
keras yang permeabel untuk air dan udara, serta memberikan

4
hambatan mekanik yang menghalangi embrio untuk tumbuh. Selain
kulit biji yang keras, dormansi pada biji juga dapat disebabkan oleh
belum siapnya embrio atau biji tersebut untuk memerlukan waktu
tenggang antara proses pemasakan dengan proses perkecambahan.
Selain itu juga karena adanya membran atau pericarp dalam kulit biji
yang terlalu keras, sehingga pertukaran udara dalam biji menjadi
terhambat dan menyebkan rendahnya proses metabolisme dan
mobilisasi cadangan makanan dalam biji (Salisbury, 1995).

(Sutopo, 2002)
2. Dormansi Kuncup
Bentuk dormansi pada biji dan kuncup hampir sama. Namun,
fungsi dormansi ini tidak hanya untuk menghilangkan hambatan
untuk membentuk kuncup, melainkan juga untuk mempertahankan
tubuh tumbuhan dari suhu ekstrim. Berdasarkan jenis tumbuhan,
kebanyakan tumbuhan mengalami dormansi yang dilakukan pada
suhu rendah Sebaliknya, pada tumbuhan meranggas dormansi
dilakukan pada suhu tinggi.

(Sumber : Apriliani, 2015)

5
Pada tumbuhan yang mengalami dormansi pada suhu rendah,
pembentukan kuncup berhenti menjelang musim dingin yang
menandakan mulai terjadinya dormansi. Dormansi dilakukan
tumbuhan di musim dingin untuk menghemat energi. Pada musim
dingin, fotosintesis berjalan dengan lambat. Kandungan klorofil
merupakan salah satu faktor dalam yang mempengaruhi laju
fotosintesis. Pigmen ini berperan langsung dalam menangkap energi
cahaya matahari dan mengubahnya menjadi tenaga kimia.
Kandungan klorofil yang sedikit akan memperlambat laju
fotosintesis. Suhu yang rendah juga menyebabkan enzim-enzim yang
berperan dalam fotosintesis tidak bekerja dengan baik pada suhu
optimum. Fotosintesis yang berjalan lambat mengakibatkan
tumbuhan tidak bisa memproduksi makanan (karbohidrat) secara
maksimal. Oleh karena itu, pada musim dingin (suhu rendah) akan
terjadi dormansi yang ditandai dengan perubahan warna daun.
Perubahan warna daun disebabkan oleh perombakan klorofil untuk
dijadikan sumber makanan (energi) sehingga pigmen selain klorofil
berkembang baik karotenoid atau antosianin.
Daun-daun pada masa dormansi berguguran (absisi) karena
dinding sel rapuh akibat cadangan karbohidrat yang terbatas. Kita
ketahui bahwa komponen pembentukan dinding sel salah satunya
yaitu karbohidrat. Kembali lagi bahwa fotosintesis yang terhambat
menyebabkan terbentuknya karbohidrat menjadi terhambat juga.
Selain itu, komponen dinding sel yaitu protein juga terbatas. Asam
absisat menghambat sintesis protein yang berperan dalam
pembentukan dinding sel. Adanya hormon asam absisat
menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan berjalan lambat
dalam semua segi termasuk dalam pembelahan sel.
Pada tumbuhan meranggas terjadi dormansi karena respon
terhadap panjang hari. Panjang hari yang dimaksud yaitu hari dengan
suhu yang tinggi (panas) lebih panjang dibandingkan suhu yang

6
rendah. Dormansi dilakukan pada suhu yang tinggi dengan cara
menghambat pemanjangan ruas dan pembesaran daun, bahkan
hingga menggugurkan daun juga (sama seperti tumbuhan yang
berdormansi pada musim dingin) (Salisbury, 1995).
3. Dormansi Umbi (modifikasi batang)
Bentuk dormansi umbi batang dapat dilihat pada umbi kentang.
Umbi kentang yang baru dipanen tidak dapat segera mengeluarkan
tunas walaupun ditanam pada kondisi yang baik untuk pertunasan.
Diperlukan satu periode waktu agar tunas dapat berkembang. Masa
itu disebut masa dormansi.

(Sumber : Fachirah, 2015)


Umbi kentang mempunyai masa istirahat (dormansi) dalam
jangka waktu tertentu, umumnya antara 2-6 bulan, tergantung
varietasnya. Namun, dormansi dapat dipercepat atau diperlambat
dengan mengatur suhu penyimpanannya. Pada suhu rendah umbi
akan lebih lambat bertunas, sebaliknya pada suhu tinggi akan cepat
bertunas. Sementara itu, pada suhu yang sangat rendah (10 oC) umbi
tidak mampu menumbuhkan tunas keluar, tunasnya akan tumbuh ke
arah dalam umbi dan membelit di dalam umbi. Karena tidak
mendapat sinar, tunas tersebut berwarna putih (Salisbury, 1995).
4. Dormansi Rimpang
Salah satu indikator pertumbuhan pada tanaman yang
mengalami fase dormansi adalah tidak adanya bagian vegetatif
artinya tanaman tidak aktif melakukan pembelahan sel. Rimpang

7
yang mengalami pecah dormansi biasanya akan ditunjukkan dengan
tunas muda yang mulai tumbuh dari mata tunas (Lakitan, 2002).
2.1.3 Periode Dormansi
Organisme hidup dapat memasuki keadaan semacam mati suri,
yaitu tetap hidup meskipun tidak tumbuh selama jangka waktu yang
lama dan baru mulai tumbuh aktif bila kondisinya sudah sesuai.
Lamanya dormansi berbeda antar spesies dan antar varietas ada yang
hanya beberapa hari, semusim bahkan sampai beberapa tahun.
Dormansi pada spesies tertentu mengakibatkan benih tidak
berkecambah di dalam tanah selama beberapa tahun. Beberapa biji
mempunyai masa hidup yang amat pendek. Biji Acer saccharinum,
Zizana aquatica, dan Salix japonica kehilangan daya tumbuhnya dalam
seminggu jika diletakkan di udara terbuka. Biji beberapa spesies lainnya
tetap dapat tumbuh hanya selama beberapa bulan sampai kurang dari
satu tahun. Seringkali biji tersebut mati hanya karena kelembapannya
sedikit hilang, atau biji tidak mampu bertahan pada suhu rendah,
misalnya biji tanaman perpohonan tropika. Biji yang mempunyai masa
hidup yang panjang contohnya Mimosa glomerata mempunyai
kemungkinan hidup 221 tahun, tapi masa hidup biji yang lazim adalah
antara 10 sampai 50 tahun.
Kondisi penyimpanan selalu mempengaruhi daya hidup biji.
Meningkatnya kelembapan biasanya mempercepat hilangnya daya
hidup, tetapi beberapa biji dapat hidup lama bila terendam dalam air
misalnya Juncus sp terbenam selama 7 tahun atau lebih. Berbagai biji
lokal seperti biji kapri dan kedelai tetap mampu tumbuh lebih lama bila
kandungan airnya diturunkan dan biji disimpan pada suhu rendah. Biji
yang mempunyai masa hidup panjang tetap mampu tumbuh, hal itu
disebabkan selama biji tetap hidup, biji mempertahankan bahan pangan
cadangannya di dalam sel, segera setelah biji mati, bahan itu mulai
keluar (Salisbury, 1995).

8
2.1.4 Manfaat Dormansi bagi Tumbuhan yang Bersangkutan
Manfaat dormansi bagi tumbuhan yang bersangkutan adalah:
sebagai mekanisme mempertahankan hidup lebih lama, siklus
pertumbuhan tanaman dengan keadaan lingkungan. Pada beberapa
spesies lebih tahan dalam penyimpanannya. Selain itu, tumbuhan yang
mengalami dormansi dan di pengaruhi oleh Asam Absisat (ABA) juga
memberikan manfaat terhadap tumbuhan yang bersangkutan. Asam
absisat berperan penting dalam memulai masa dormansi biji. Proses
dormansi biji ini penting untuk menjaga agar biji tidak berkecambah
sebelum waktu yang tidak dikehendaki. Hal ini terutama sangat
dibutuhkan pada tumbuhan tahunan dan tumbuhan dwitahunan yang
membutuhkan biji sebagai cadangan makanan di musim dingin ataupun
musim kemarau panjang. Asam absisat juga sangat berperan penting
untuk menghadapi kondisi lingkungan yang mencekam seperti
kekeringan. Hormon ini dapat menutup stomata pada daun dengan
menurunkan tekanan osmotik dalam sel dan menyebabkan sel turgor.
Akibatnya, kehilangan cairan tanaman yang disebabkan oleh transpirasi
melalui stomata dapat dicegah. Asam absisat juga mencegah kehilangan
air dari tanaman dengan membentuk epikutikula atau lapisan lilin
(Sutopo, 2002).
2.1.5 Manfaat Dormansi bagi Organisme lain dan Manusia
Peristiwa dormansi dapat memberi manfaat bagi manusia
khususnya petani. Manfaat dari peristiwa dormansi ini yaitu
memberikan masa penyimpanan untuk menyediakan cadangan bahan
tanam untuk musim berikutnya, untuk mencegah agar benih tidak
berkecambah dahulu sebelum di produksi dan untuk membantu
penanganan pascapanen. Bila tidak terjadi dormansi pada benih, maka
proses perkecambahan akan cepat berlangsung apabila kondisi
lingkungan disekitar benih mendukung (Sutopo, 2002).
2.1.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dormansi
Benih yang mengalami dormansi ditandai oleh :

9
a. Rendahnya/tidak adanya proses imbibisi air.
b. Proses respirasi tertekan/terhambat.
c. Rendahnya proses mobilisasi cadangan makanan.
d. Rendahnya proses metabolisme cadangan makanan.
Ada pun yang menyebabkan benih tersebut mengalami dormansi
adalah:
1. Faktor internal
Merupakan faktor yang berasal dari dalam tubuh benih itu sendiri
seperti:
a. Kulit Biji
Kulit biji dapat berperan sebagai penghambat untuk
terjadinya perkecambahan, sehingga biji tersebut digolongkan
sebagai biji yang berada dalam keadaan dorman. Hambatan kulit
biji tersebut mungkin disebabkan karena :
1. Kulit biji mengandung senyawa penghambat tumbuh
2. Kulit menghambat difusi oksigen dan/atau air masuk ke dalam
biji
3. Kulit biji memiliki resistensi mekanis yang besar radikel tidak
mampu untuk tumbuh menembusnya.
b. Kematangan embrio
Terjadinya dormansi disebabkan oleh belum matangnya
atau belum sempurnanya pembentukan embrio. Pada saat terjadi
absisi atau gugurnya buah dari daun, biji belum menyelesaikan
perkembangannya. Sehingga biji terdiferensiasi sempurna,
sehingga biji membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
berkecambah karena mempersiapkan kebutuhannya. Dalam hal
ini, berarti biji melakukan penundaan untuk tidak berkecambah
dan melakukan dorman.
c. Adanya Inhibitor (penghambat)
Perkecambahan biji adalah kulminasi dari serangkaian
kompleks proses-proses metabolik, yang masing-masing harus

10
berlangsung tanpa gangguan. Tiap substansi yang menghambat
salah satu proses akan berakibat pada terhambatnya seluruh
rangkaian proses perkecambahan. Beberapa zat penghambat
dalam biji yang telah berhasil diisolir adalah soumarin dan lacton
tidak jenuh, namun lokasi penghambatannya sukar ditentukan
karena daerah kerjanya berbeda dengan tempat di mana zat
tersebut diisolir. Zat penghambat dapat berada dalam embrio,
endosperm, kulit biji maupun daging buah.
2. Faktor Eksternal
a. Cahaya
Cahaya mempengaruhi dormansi dengan tiga cara, yaitu
dengan intensitas (kuantitas) cahaya, kualitas cahaya (panjang
gelombang) dan fotoperiodisitas (panjang hari). Jika dari segi
kuantitas cahaya, dormansi ini terjadi karena pengaruh dari
intensitas cahaya yang diberikan kepada biji. Dari segi kualitas
cahaya dormansi disebabkan oleh panjang gelombang tertentu.
Yang menyebabkan terjadinya perkecambahan adalah daerah
merah dari spektrum (red; 650 nm), sedangkan sinar infra merah
(far red; 730 nm) menghambat perkecambahan.
b. Suhu
Perlakuan suhu rendah pada waktu sebelum  memasuki
musim dingin pada daerah beriklim sedang dapat menyebabkan
peningkatan dormansi, misalnya pada tanaman aprikot (Prunus
armeniaca). Kondisi udara yang lebih hangat pada musim gugur
dapat menunda dormansi, tetapi tidak menghentikan terjadinya
dormansi tunas pada tanaman buah-buahan di daerah beriklim
sedang. Perlakuan suhu rendah untuk memecahkan dormansi pada
tunas akan lebih efektif jika setelah dormansi dipecahkan segera
diikuti dengan perlakuan suhu yang optimal untuk memacu
pertumbuhan (Lakitan, 2000).
c. Kurangnya air

11
Proses penyerapan air oleh benih terhadap perbedaan
potensi air yang sangat nyata antara sel-sel yang telah menyerap
air dengan sel-sel yang belum menyerap air. Terdapat batas-batas
tegas antara bagian benih yang telah meningkat kadar airnya
dengan bagian yang belum terpengaruh kadar airnya. Sel-sel yang
telah menyerap air akan membesar, ukuran benih meningkat dua
kali lipat setelah proses imbibisi berlangsung (Lakitan, 2000).
2.1.7 Contoh Dormansi Tumbuhnya
1. Dormansi biji
Contoh paling mudah mengenai dormansi biji adalah adanya
kulit biji yang keras yang menghalangi penyerapan oksigen atau air.
Kulit biji yang keras itu lazim terdapat pada anggota famili Fabaceae
(Leguminosae), walaupun tidak terdapat pada buncis atau kapri.
Pada beberapa spesies, air dan oksigen tidak dapat menembus biji
tertentu karena jalan masuk dihalangi oleh sumpal pada lubang kecil
di kulit biji. Bila biji digoncang-goncang, kadang sumpal itu lepas
sehingga dapat berlangsung perkecambahan (Salisbury, 1995).
2. Dormansi Kuncup
Dormansi kuncup diawali dengan perubahan pola pada daun-
daunnya yang seharusnya tumbuh membesar tetapi mereduksi
menjadi semacam sisik yang disebut sisik kuncup. Sisik kuncup
membatasi difusi oksigen ke meristem yang ada di lapisan bawahnya
maka dapat disamakan dengan kulit biji. Sisik kuncup yang
terbentuk akan membungkus kuncup apikal selama perioode
dormansi dan akan ditanggalkan setelah kuncup memulai
pertumbuhannya kembali (Salisbury, 1995).
3. Dormansi Umbi (modifikasi batang)
Contoh dormansi umbi modifikasi batang dapat dilihat pada
umbi kentang. Umbi kentang yang baru dipanen tidak dapat segera
mengeluarkan tunas walaupun ditanam pada kondisi yang baik untuk
pertunasan. Umbi kentang terbentuk dari pembengkakan pada ujung

12
batang bawah tanah yang disebut stolon yang berasal dari nodus
bagian pangkal batang dalam tanah. Di dataran tinggi Indonesia
masa dormansi umbi kentang dalam keadaan normal, rata-rata 4
sampai 5 bulan. Pada suhu rendah umbi akan lebih lambat bertunas,
sebaliknya pada suhu tinggi akan cepat bertunas. Sementara itu, pada
suhu yang sangat rendah (10oC) umbi tidak mampu menumbuhkan
tunas keluar, tunasnya akan tumbuh ke arah dalam umbi dan
membelit di dalam umbi (Salisbury, 1995).
4. Dormansi Rimpang
Contoh tumbuhan yang mengalami dormansi pada organ
vegetatif berupa rimpang ialah temulawak. Dormansi rimpang
temulawak dijumpai pada musim kemarau atau setelah dipanen.
Pecahnya dormansi ditunjukkan setelah tunas mulai muncul. Tunas
mulai muncul pada minggu ke empat setelah tanam dan terus
bertambah seiring waktu (Salisbury, 1995).
2.1.8 Macam-macam Dormansi
Secara umum menurut Aldrich (1984) Dormansi dikelompokkan
menjadi 2 tipe yaitu Innate dormansi (dormansi primer) dan Induced
dormansi (dormansi sekunder) (Dwijoseputro, 1985).
a. Dormansi Primer
Dormansi primer adalah dormansi yang paling sering
terjadi, terdiri dari dua sifat:
1) Dormansi eksogenous yaitu kondisi dimana komponen penting
perkecambahan tidak tersedia bagi benih dan menyebabkan
kegagalan dalam perkecambahan. Tipe dormansi tersebut
berhubungan dengan sifat fisik dari kulit benih serta faktor
lingkungan selama perkecambahan.
2) Dormansi endogenous yaitu dormansi yang disebabkan karena
sifat-sifat tertentu yang melekat pada benih, seperti adanya
kandungan inhibitor yang berlebih pada benih, embrio benih
yang rudimenter dan sensitivitas terhadap suhu dan cahaya.

13
b. Dormansi Sekunder
Dormansi sekunder adalah sifat dormansi yang terjadi
karena dihilangkannya satu atau lebih faktor penting
perkecambahan. Dormansi sekunder disini adalah benih-benih
yang pada keadaan normal maupun berkecambah, tetapi apabila
dikenakan pada suatu keadaan yang tidak menguntungkan selama
beberapa waktu dapat menjadi kehilangan kemampuannya untuk
berkecambah. Diduga dormansi sekunder tersebut disebabkan
oleh perubahan fisik yang teijadi pada kulit biji yang diakibatkan
oleh pengeringan yang berlebihan sehingga pertukaran gas-gas
pada saat imbibisi menjadi lebih terbatas.
Sedangkan menurut Sutopo (1985) Dormansi dikelompokkan
menjadi 2 tipe berdasarkan mekanisme dormansi di dalam biji, yaitu
dormansi fisik dan dormansi fisiologis.
a. Dormansi Fisik
Dorrnansi fisik disebabkan oleh pembatasan struktural
terhadap perkecambahan biji, seperti kulit biji yang keras dan
kedap sehingga menjadi penghalang mekanis terhadap masuknya
air atau gas-gas ke dalam biji. Dengan kata lain, dormansi yang
mekanisme penghambatannya disebabkan oleh organ biji itu
sendiri. Beberapa penyebab dormansi fisik adalah:
1. Imperrneabilitas Kulit Biji Terhadap Air
Benih-benih yang termasuk dalam tipe dormansi ini disebut
sebagai "benih keras" karena mempunyai kulit biji yang keras
dan struktumya terdiri dari lapisan sel-sel serupa palisade
berdinding tebal terutama di permukaan paling luar. Dan
bagian dalamnya mempunyai lapisan lilin dan bahan kutikula.
2. Resistensi Mekanis Kulit Biji Terhadap Pertumbuhan Embrio
Disini kulit biji cukup kuat sehingga menghalangi
pertumbuhan embrio. Jika kulit biji dihilangkan, maka embrio
akan tumbuh dengan segera.

14
3. Perrneabilitas yang Rendah dari Kulit Biji Terhadap Gas-gas
Pada dormansi ini, perkecambahan akan teljadi jika kulit
biji dibuka atau jika tekanan oksigen di sekitar benih ditambah.
Pada benih apel misalnya, suplai oksigen sangat dibatasi oleh
keadaan kulit bijinya sehingga tidak cukup untuk kegiatan
respirasi embrio. Keadaan ini terjadi apabila benih berimbibisi
pada daerah dengan temperatur hangat.
b. Dormansi Fisiologis
Dorrnansi Fisiologis dapat disebabkan oleh sejumlah
mekanisme, tetapi pada umumnya disebabkan oleh zat
pengatur tumbuh, baik yang berupa penghambat maupun
perangsang tumbuh. Beberapa penyebab dormansi fisiologis
adalah :
1. Immaturity Embryo
Proses fisiologis dalam biji terhambat oleh kondisi
embrio yang tidak/belum rnatang. Pada dormansi ini
perkembangan embrionya tidak secepat jaringan
sekelilingnya sehingga perkecambahan benih-benih yang
demikian perlu ditunda. Sebaiknya benih ditempatkan pada
temperatur dan kelembaban tertentu agar viabilitasnya tetap
terjaga sampai embrionya terbentuk secara sempuma dan
mampu berkecambah.
2. After Ripening
Benih yang mengalami dormansi ini memerlukan suatu
jangkauan waktu simpan tertentu agar dapat berkecambah,
atau dikatakan membutuhkan jangka waktu "After
Ripening". After Ripening diartikan sebagai setiap
perubahan pada kondisi fisiologis benih selama
penyimpanan yang mengubah benih menjadi mampu
berkecambah. Jangka waktu penyimpanan ini berbeda-beda

15
dari beberapa hari sampai dengan beberapa tahun,
tergantung dari jenis benihnya.
3. Photodormansi
Proses fisiologis dalam biji terhambat oleh keberadaan
cahaya. Tidak hanya dalam jumlah cahaya yang diterima
tetapi juga intensitas cahaya dan panjang hari.

2.2 Peranan Oksigen, Zat Pengatur Tubuh Seperti ABA dan Giberelin
dalam Mekanisme Dormansi
Pada dormansi ini perkecambahan akan terjadi jika kulit biji dibuka atau
jika tekanan oksigen disekitar benih ditambah. Pada benih misalnya apel,
suplai oksigen sangat dibatasi oleh keadaan kulit bijinya sehigga tidak cukup
untuk kegiatan respirasi embrio. Keadaan ini terjadi apabila benih berimbibisi
pada daerah degan temperatur hangat.
Selain itu dapat pula digunakan zat perumbuhan seperti, sitokinin,
giberelin dan auksin untuk mematahkan dormansi pada benih yang
memerlukan waktu “after repening”. Pada benih terong misalnya, pemberian
Giberelin (GA3) pada konsentrasi 100-200 ppm, masa dormansinya dapat
dihilangkan. ABA adalah salah satu faktor yg menyebabkan benih itu jadi
dormansi, terdapat dalam mantel biji dan perikarp yang mmpu menekan
perkecambahan dari embrio. Kehadiran inhibitor (seperti ABA) dan promoter
(auksin, giberelin, dan sitokinin) sangat berpengaruh terhadap biji yang
mengalami dormansi dan perkecambahan (Abidin 1993).

2.3 Cara Menghilangkan atau Mematahkan Dormansi Pada Biji atau


Bagian Tumbuhan Lainnya
Untuk mengetahui dan membedakan/memisahkan apakah suatu benih
yang tidak dapat berkecambah adalah dorman atau mati, maka dormansi perlu
dipecahkan. Masalah utama yang dihadapi pada saat pengujian daya
tumbuh/kecambah benih yang dormansi adalah bagaimana cara mengetahui
dormansi, sehingga diperlukan cara-cara agar dormansi dapat dipersingkat.

16
Beberapa metode perlakuan untuk mematahkan atau mengurangi masa
dormansi adalah sebagai berikut :
1. Skarifikasi
Skarifikasi adalah pematahan dormansi dengan cara melubangi,
mengamplas/menggosok, mengikir, memecahkan, membakar atau
semacamnya terhadap kulit benih yang keras atau tebal sehingga
permeabel terhadap air dan gas. Jika kulit benih sudah permeabel maka
imbibisi dapat berlangsung dan benih segera berkecambah.
Berbagai peralatan untuk skarifikasi antara lain kikir, amplas,
gurinda, dipecahkan dengan palu atau penjepit (vice grip). Namun
peralatan tersebut hanya efisien bila jumlah benih sedikit, sedangkan benih
yang jumlahnya sangat banyak dapat digunakan concrete mixer
(pencampur beton) yang diisi dengan pasir kasar atau kerikil kemudian
dicampur bersama benih. Ukuran pasir atau kerikil yang digunakan harus
di pertimbangkan agar mudah disaring dari benih. Tanaman yang kulit
benihnya keras antara lain jati dan kemiri.
2. Tekanan hidraulik
Penggunaan tekanan hidrolik dilakukan terhadap benih yang
mengalami penyumbatan akibat adanya lapisan lilin, sehingga kulit
menjadi permeabel terhadap air dan gas. Contohnya pada benih tanaman
sweet clover (Melitotus alba) dan alfalfa (Medicago sativa) yang diberi
tekanan hidraulik sebesar 2000 atm pada suhu 18°C selama 5-20 menit,
untuk mengurangi dormansinya.
3. Penggunaan bahan kimia
Penggunaan bahan kimia menjadi salah satu alternatif untuk
pematahan dormansi pada benih yang mengalami dormansi fisik.
Perlakuan dengan bahan-bahan kimia  akan membuat kulit benih menjadi
permeabel sehingga mudah dilalui oleh air dan gas.
Bahan kimia yang dapat dipakai diantaranya  larutan asam sulfat,
sodium hydroxide, sodium hypochlorit, hydrogen peroxide, potassium
nitrat, alkohol, dan aseton.  Asam sulfat (H2SO4) sering dipakai karena

17
sangat efektif. Lamanya perendaman 15 menit sampai lebih dari 3 jam,
tergantung kepada ketebalan kulit benih atau jenis tanamannya. Sangat
diperlukan pengetahuan dan kehati-hatian dalam menggunakan bahan
kimia karena bisa berakibat fatal baik kepada pengguna ataupun malah
merusak benihnya.
Misalnya perendaman benih sweet potato dalam asam sulfat
(H2SO4) pekat selama 20 menit sebelum dikecambahkan, dan perendaman
benih padi dalam larutan HNO3 selama 30 menit.
4. Penggunaan zat pengatur tumbuh
Selain itu dapat pula digunakan zat pengatur pertumbuhan seperti;
sitokinin, giberelin dan auksin untuk mematahkan dormansi pada benih
yang memerlukan waktu “after ripening”. Pada benih terong misalnya,
pemberian gibberellin (GA3) pada konsentrasi 100- 200 ppm, masa
dormansinya dapat dihilangkan.
5. Perendaman air panas
Pada kulit benih yang tebal dan keras, perlakuan dengan cara
perendaman air panas dilakukan untuk melunakkan kulit benih dan
menyingkirkan lapisan lilin yang menyumbat kulit benih. Dengan
demikian kulit benih menjadi permeabel sehingga imbibisi dapat
berlangsung. Benih yang dibungkus dalam kain dimasukkan ke dalam air
mendidih bersuhu 82-93°C selama 2 menit atau sampai air menjadi dingin
kembali.
6. Perendaman dan pencucian dengan air
Untuk benih yang mengalami dormansi karena adanya senyawa
penghambat pada benih, dilakukan perendaman atau pencucian dengan air
bersih. Pada benih tomat dan timun, pulp (lendir) disekeliling kulit benih
terlebih dahulu harus dicuci dengan air agar dapat berkecambah.
7. Perlakuan suhu rendah pada keadaan lembab (stratifikasi)
Perlakuan suhu rendah pada keadaan yang lembab atau
disebut stratifikasi merupakan perlakuan yang digunakan untuk
mematahkan dormansi benih yang mengalami after ripening dan benih

18
yang memerlukan syarat lingkungan yang spesifik akibat adanya senyawa
penghambat. Stratifikasi akan menghilangkan senyawa tersebut atau
merangsang pembentukan substansi pertumbuhan.
Stratifikasi benih apel pada suhu 4°C selama 2 bulan akan
menaikkan persentase perkecambahannya. Benih lain yang dapat diberi
perlakuan stratifikasi adalah anggur, pir, pinus, peach, mawar, stroberi,
oak dan ceri.
8. Perlakuan suhu rendah dan tinggi
Pada benih yang mengalami after ripening, butuh syarat
lingkungan yang spesifik atau adanya senyawa penghambat dapat
dipatahkan dormansinya dengan perlakuan pada suhu rendah kemudian
disusul dengan suhu hangat yang selisih perbedaannya tidak melebihi 10-
20°C. Perlakuan ini membuat perubahan fisiologi dalam benih sehingga
mampu berkecambah.
Cara yang sering dipakai adalah dengan memberi temperatur
rendah pada keadaan lembap (Stratifikasi). Selama stratifikasi terjadi
sejumlah perubahan dalam benih yang berakibat menghilangkan bahan-
bahan penghambat perkecambahan atau terjadi pembentukan bahan-bahan
yang merangsang pertumbuhan.
Perlakuan suhu rendah biasanya berlangsung antara 1-6 bulan
kemudian disusul suhu hangat selama 1-6 bulan, lamanya tergantung pada
jenis benih tanamannya. Perlakuan ini dapat dilakukan untuk benih jahe,
Viburnum spp dan Lilium spp.

2.4 Perkecambahan Pada Tumbuhan


2.4.1 Macam-macam Dormansi
Perkecambahan adalah dimulainya kembali proses metabolisme
dan pertumbuhan struktur penting embrio yang tadinya tertunda
ditandai dengan munculnya struktur tersebut menembus kulit benih
(emerge) (Murniati. Endang, 2013).

19
Menurut Salibury (1992), perkecambahan merupakan suatu
proses dimana radikula (akar embrionik) memanjang keluar menembus
kulit biji. Gejala balik gejala dengan pemunculan radikula tersebut,
terjadi proses fisiologi-biokemis yang kompleks, dikenal sebagai proses
perkecambahan fisiologis (Salisbury, 1995).
Menurut Salisbury (1995), perkecambahan adalah proses
pengaktifan kembali aktivitas per tumbuhan sumbu embrio di dalam biji
yang terhenti untuk kemudian membentuk bibit. Selama proses
pertumbuhan dan pemasakan biji, sumbu embrionik juga tumbuh.
Secara visual dan morfologis, suatu biji yang berkecambah pada
umumnya, terlihat radikal atau plumula yang menonjol keluar dari biji.
2.4.2 Proses Biologis
Dalam proses perkecambahan, pertama masuknya air ke dalam
benih secara imbibisi. Air akan mengaktifkan beberapa hormon
pertumbuhan pada benih, sehingga benih dapa tumbuh. Secara
keseluruhan proses imbibisi air ke dalam benih dikenal dengan difusi
yaitu masuknya air dari konsentrasi tinggi menuju ke konsentrasi
rendah melewati membran selektif permeabel. Selain melalui kulit biji,
air juga dapat masuk ke dalam benih melalui celah mikropil yaitu
bagian benih yang berfungsi sebagai keluar masuknya nutrisi yang
dibutuhkan lembaga (Salisbury, 1992).
Kedua, merupakan proses pencernaan. Proses ini merupakan
terjadinya pemecahan zat atau senyawa bermolekul besar dan komplek
menjadi senyawa bermolekul lebih kecil, sederhana, larut dalam air dan
dapat melalui membran dan dinding sel. Sebagaimana yang diketahui
bahwa cadangan makanan dalam benih merupakan senyawa yang
bermolekul besar sehingga tidak mampu untuk ditranslokasikan ke
poros embrio. Sehingga harus dipecah menjadi senyawa yang
sederhana. Untuk pemecahan maka diperlukan beberapa enzim, seperti
enzim lipase, enzim protease dan enzim amilase (Salisbury, 1992).

20
Ketiga, pengangkutan zat pencernaan. Hasil pencernaan diangkut
dari jaringan penyimpanan makanan ke titik tumbuh pada embrionik
axis radikula dan plumula. Hal ini disebabkan benih belum memiliki
jaringan pengangkut, sehingga pengangkutan dilakukan dengan cara
difusi osmosis dari satu sel ke sel yang lain dengan bantuan air
(Salisbury, 1992).
Keempat, respirasi merupakan proses perombakan cadangan
makanan menjadi senyawa sederhana dengan membebaskan sejumlah
tenaga. Pembebasan tenaga tersebut dibutuhkan untuk aktifasi sel
diantaranya yaitu pembelahan. Proses respirasi sel pertama kali terjadi
di embrionik axis, setelah cadangan habis baru ke endosperm
(monokotil) dan kotiledon (dikotil) (Salisbury, 1992).
Kelima, proses asimilasi. Proses ini merupakan penyusunan
kembali senyawa sederhana menjadi senyawa yang lebih komplek,
misalnya protein yang sudah dirombak menjadi amino disusun menjadi
protein baru. Energi untuk penyusunan tersebut berasal dari proses
respirasi (Salisbury, 1992).
Keenam, pertumbuhan. Pertumbuhan ada dua bentuk pertumbuhan
embrionik axis yaitu perbesaran sel-sel yang sudah ada dan
pembentukan sel-sel baru ke titik tumbuh. Pada umumnya bagian
embrionik axis yang pertama keluar adalah radikula dan diikuti oleh
plumula (calon daun) (Salisbury, 1992).
2.4.3 Ciri-ciri
Ciri-ciri dari perkecambahan yaitu ditandai dengan munculnya
radikula (akar) dari kulit/testa benih (radicle protrusion) dan dilanjutkan
munculnya plumula (tunas) sampai akhirnya menjadi kecambah
sempurna dan tumbuh berkembang menjadi individu tanaman.
2.4.4 Jenis (berdasarkan letak kotiledonnya
Berdasarkan posisi kotiledon pada kecambah, tipe perkecambahan
dapat dibedakan menjadi :
1. Perkecambahan epigeal

21
Tipe perkecambahan epigeal ditandai dengan hipokotil yang
tumbuh memanjang sehingga plumula dan kotiledon terangkat ke
atas (permukaan tanah). Kotiledon dapat melakukan fotosintesis
selama daun belum terbentuk. Contoh tumbuhan ini adalah kacang
hijau, kedelai, bunga matahari dan kacang tanah. Organ pertama
yang muncul ketika biji berkecambah adalah radikula. Radikula ini
kemudian akan tumbuh terus menembus permukaan tanah. Untuk
tanaman dikotil yang dirangsang dengan cahaya, ruas batang
hipokotil akan tumbuh lurus ke permukaan tanah mengangkat
kotiledon dan epikotil. Epikotil akan memunculkan daun pertama
kemudian kotiledon akan rontok ketika cadangan makanan di
dalamnya telah habis digunakan oleh embrio (Campbell et al., 20000
: 365).
2. Perkecambahan hipogeal
Perkecambahan hipogeal ditandai dengan epikotil tumbuh
memanjang kemudian plumula tumbuh ke permukaan tanah
menembus kulit biji. Kotiledon tetap berada di dalam tanah. Contoh
tumbuhan yang mengalami perkecambahan ini adalah kacang ercis,
kacang kapri, jagung dan rumput-rumputan embrio (Campbell et al.,
20000 : 366)

22
Gambar Perkecambahan Epikotil dan perkecambahan Hipogeal
(Campbell et al., 20000 : 366)

2.4.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi (eksternal dan internal)


Pertumbuhan pada tanaman tidak terlepas oleh adanya faktor-
faktor yang mempengaruhi baik itu faktor internal maupun faktor
eksternal.
Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari tubuh
tumbuhan itu sendiri. Sedangkan faktor eksternal merupakan faktor
yang berasal dari luar tubuh tumbuhan tersebut yaitu dari lingkungan.
Faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan meliputi cahaya,
ketersediaan nutrisi, air kelembapan dan suhu.
1. Faktor Internal, yaitu :
a. Genetik
Benih dari varietas atau jenis tanaman memiliki
kemampuan yang berbeda-beda dalam kecepatan perkecambahan.
b. Dormansi
Benih dikatakan dormansi apabila benih tersebut
sebenarnya hidup tetapi tidak berkecambah walaupun diletakkan
pada keadaan yang secara umum dianggap telah memenuhi
persyaratan bagi suatu perkecambahan atau juga dapat dikatakan
dormansi benih menunjukkan suatu keadaan dimana benih-benih
sehat namun gagal berkecambah ketika dalam kondisi yang secara
normal baik untuk berkecambah, seperti kelembapan yang cukup,
suhu dan cahaya yang sesuai (Kamil, 1979).
c. Tingkat kemasakan benih
Benih yang dipanen sebelum tingkat kematangan
fisiologisnya tercapai tidak mempunyai viabilitas yang tinggi
karena belum memiliki cadangan makanan yang cukup serta
pembentukan embrio belum sempurna (Kamil, 1979).

23
Pada umumnya sewaktu kadar air biji menurun dengan
cepat sekitar 20 persen, maka benih tersebut juga telah mencapai
masak fisiologis atau masak fungsional dan pada saat itu benih
mencapai berat kering maksimum, daya tumbuh maksimum
(vigor) dan daya kecambah maksimum (viabilitas) atau dengan
kata lain benih mempunyai mutu tertinggi (Kamil, 1979).
2. Faktor Eksternal
1. Air
Adanya air yang cukup untuk melembabkan biji. Air
memegang peranan yang terpenting dalam proses perkecambahan
biji. Tanpa adanya air, tumbuhan tidak akan bisa melakukan
berbagai macam proses kehidupan apapun. Fungsi air yaitu antara
lain:
a. Untuk melembabkan kulit biji sehingga menjadi pecah atau
robek agar terjadi pengembangan embrio dan endosperm.
b. Untuk memberikan fasilitas masuknya oksigen ke dalam biji.
c. Untuk mengencerkan protoplasma sehingga dapat
mengaktifkan berbagai fungsinya.
d. Sebagai alat transport larutan makanan dari endosperm atau
kotiledon ke titik tumbuh, dimana akan terbentuk protoplasma
baru (Kamil, 1979).
2. Suhu
Suhu dapat berpengaruh terhadap perkecambahan dalam
meningkatkan aktivitas metabolism. Berbagai biji memiliki suhu
kardinal yang berbeda-beda. Yang dimaksud dengan suhu
kardinal adalah :
a. Suhu maksimum: suhu paling tinggi dimana biji masih mampu
berkecambah.
b. Suhu optimum: suhu dimana diperoleh perkecambahan
terbesar dalam waktu paling singkat.

24
c. Suhu minimum: suhu paling rendah dimana biji masih mampu
berkecambah (Kamil, 1979).
3. Oksigen
Saat berlangsungnya perkecambahan, proses respirasi akan
meningkat disertai dengan meningkatnya pengambilan oksigen
dan pelepasan CO2, air dan energi panas. Terbatasnya oksigen
yang dapat dipakai akan menghambat proses perkecambahan
benih. Kebutuhan oksigen sebanding dengan laju respirasi dan
dipengaruhi oleh suhu, mikroorganisme yang terdapat dalam
benih (Kamil, 1979).
Umumnya benih akan berkecambah dalam udara yang
mengandung 29 persen oksigen dan 0,03 persen CO2. Namun
untuk benih yang dorman, perkecambahannya akan terjadi jika
oksigen yang masuk ke dalam benih ditingkatkan sampai 80
persen, karena biasanya oksigen yang masuk ke embrio kurang
dari 3 persen (Kamil, 1979).
4. Cahaya
Kebutuhan benih akan cahaya untuk perkecambahannya
bervariasi tergantung pada jenis tanaman. Adapun besar pengaruh
cahayanya terhadap perkecambahan tergantung pada intensitas
cahaya, kualitas cahaya, lamanya penyinaran (Kamil, 1979).
Pengaruh cahaya terhadap perkecambahan benih dapat
dibagi menjadi 4 golongan, yaitu golongan yang memerlukan
cahaya mutlak, golongan yang memerlukan cahaya untuk
mempercepat perkecambahan, golongan dimana cahaya dapat
menghambat perkecambahan, serta golongan dimana benih dapat
berkecamvah dengan baik pada tempat gelap maupun ada cahaya
(Kamil, 1979).
5. Medium perkecambahan (kondisi tanah)
Tekstur tanah yang baik juga sangat penting untuk
keseimbangan udara dan air. Struktur tanah yang remah akan

25
menjamin hubungan yang baik antara benih dan tanah sehingga
air dapat tersedia, struktur juga harus dapat mempermudah akar
melakukan penetrasi. Tekstur tanah liat medium, tidak terlalu
berpasir dan tidak terlalu halus menghasilkan kondisi
perkecambahan terbaik (Utomo, 2006).

2.5 Hubungan Dormansi dan Perkecambahan Pada Tumbuhan


Dormansi didefinisikan sebagai keadaan dari biji dimana tidak
memperbolehkan terjadinya perkecambahan, walaupun kondisi untuk
berkecambah sudah terpenuhi (Tempertur, air dan O2). Dormansi secar
efektif menunda proses perkecambahan. Keadaan diperlukan untuk memecah
dormansi dan mengijinkan permintaan akan perkecambahan sering agak
berbeda dari yang keadaan yang menguntungkan untuk tumbuh atau bertahan
hidup dari tingkat kehidupan autotropik dari tanaman (H. Lambers et al.,
2008).
Perkecambahan adalah proses ketika bagian dari embrio, biasanya
radikula, memasuki kulit biji dan mungkin berproses dengan air dan O2 dan
pada temperatur yang stabil. Peristiwa perkecambahan biji diawali dengan
proses penyerapan air oleh biji yang dinamakan dengan imbibisi. Peristiwa
masuknya air ke dalam biji memacu aktivitas hormon giberelin untuk
memacu butir-butir aleuron.

2.6 Manfaat Dormansi dan Perkembangan


1. Dormansi
Dormansi pada benih memiliki keuntungan antara lain sebagai
mekanisme dalam mempertahankan hidup lebih lama dan memberikan
ketahanan dalam penyimpanan meskipun untuk konsumen benih, kurang
memberikan keuntungan karena benih tersebut apabila langsung ditanam
tidak tumbuh dan apabila tumbuh, pertumbuhannya tidak seragam.
Dampak positif dormansi pada tumbuhan lainnya yaitu pada saat
tumbuhan mengalami kelambatan yang dipengaruhi oleh asam absisat,

26
maka dengan adanya dormansi pada tumbuhan tersebut tumbuhan akan
mengalami atau menyebabkan dormansi pada biji tumbuhan.

2. Perkecambahan
Kalau kita belajar ilmu benih (seed science), hampir semua spesies
tanaman budidaya akan mengalami fase perkecambahan sebelum menjadi
individu tanaman yang sempurna, baik tanaman pangan, sayuran,
kehutanan, maupun tanaman buah kecuali tanaman yang diperbanyak
melalui pembiakan vegetative.
Perkecambahan (germination) merupakan tahap awal dan stadia
kritikal dari suatu tanaman untuk selanjutnya bisa tumbuh dan
berkembang. Tanpa melalui fase kecambah, maka tidak akan terbentuk
individu tanaman utuh. Oleh karena itu, pengujian daya berkecambah saat
ini masih digunakan sebagai tolok ukur untuk menggambarkan mutu benih
tanaman.
Sedangkan teori metabolisme perkecambahan juga
mengungkapkan bahwa imbibisi adalah tahap awal dari fase
perkecambahan. Air yang terserap benih akan mendorong aktivitas
metabolisme benih sampai tingkat kadar air kritis. Kemudian terjadi lag
phase dimana kadar air benih tidak bertambah tetapi aktivitas metabolisme
meningkat secara cepat. Proses aktivasi ini mendorong aktivitas sel-sel
auleron, growth regulator, dan enzim katabolitik. Aktifnya enzim
katabolitik dan tersedianya oksigen yang cukup akan mendorong
terjadinya respirasi (perombakan nutrisi/cadangan makanan). Produk
respirasi dengan mediator air akan ditranslokasikan ke organ mitokondria
untuk menjadi protein body yang digunakan untuk proses perkecambahan
berikutnya. Sintesa protein ini melibatkan DNA dalam transkripsi genetik
yang selanjutnya protein ini digunakan juga dalam proses pembelahan
maupun pembesaran sel. Awal perkecambahan akan ditandai dengan
munculnya radikula (akar) dari kulit/testa benih (radicle protrussion) dan

27
dilanjutkan munculnya plumula (tunas) sampai akhirnya menjadi
kecambah sempurna dan tumbuh berkembang menjadi individu tanaman.
Adanya cadangan makanan/nutrisi yang terdapat dalam benih ini
sangat penting peranannya untuk pertumbuhan selanjutnya. Karena pada
stadia kecambah, tanaman masih belum mampu menyerap hara makro
maupun mikro yang ada di tanah sehingga masih menggunakan nutrisi
yang tersimpan dalam strukturnya seperti kotiledon. Jika kita kaji lebih
dalam lagi, sungguh dalam perkecambahan dan pertumbuhan tanaman
banyak melibatkan proses kimiawi yang kompleks, yang jika satu bagian
enzym saja tidak berfungsi maka akan menghambat proses pertumbuhan.
Begitu juga dengan komponen yang lain tidak ada, maka proses
pertumbuhan juga tidak akan dapat berjalan dengan sempurna. Sistem
yang sempurna tersebut tidak hanya berhenti pada fase perkecambahan
saja tetapi masih berlanjut sampai fase vegetatif dan generative.

28
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Dormansi dapat didefenisikan sebagai suatu keadaan pertumbuhan dan
metabolisme yang terpendam, dapat disebabkan oleh kondisi lingkungan
yang tidak baik atau oleh faktor dari dalam tumbuhan itu sendiri.
2. Oksigen yang diserap benih melalui respirasi akan mendoorong terjadinya
perkecambahan secara cepat. ABA dapat berperan dalam merangsang
penutupan stomata di epidermis daun. GA dapat merangsang tumbuhan
hari panjang (long day) berbunga, sebaliknya ABA memberikan efek
kebalikannya
3. Beberapa metode perlakuan untuk mematahkan atau mengurangi masa
dormansi adalah dengan metode skarifikasi, tekanan hidraulik,
penggunaan bahan kimia, penggunaan zat pengatur tumbuh, perendaman
air panas, perendaman dan pencucian dengan air, Perlakuan suhu rendah
pada keadaan lembab (stratifikasi), dan Perlakuan suhu rendah dan tinggi.
4. Perkecambahan adalah dimulainya kembali proses metabolisme dan
pertumbuhan struktur penting embrio yang tadinya tertunda ditandai
dengan munculnya struktur tersebut menembus kulit benih (emerge).
5. Dormansi merupakan benih yang berhubungan dengan usaha benih untuk
menunda perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan
memungkinkan untuk kelangsungan dari prosesnya.
6. Manfaat dormansi pada tumbuhan lainnya yaitu pada saat tumbuhan
mengalami kelambatan yang dipengaruhi oleh asam absisat, maka dengan
adanya dormansi pada tumbuhan tersebut tumbuhan akan mengalami atau
menyebabkan dormansi pada biji tumbuhan.
7. Manfaat perkecambahan dapat dilestarikan dengan memelihara tumbuhan
melalui biji yang akan mengalami perkecambahan dan akan mengalami
proses pertumbuhan pada biji tersebut, pada peroses perkecambahan akan
memerlukan nutrisi untuk kelangsungan hidupnya.

29
3.2 Saran
Semoga makalah ini dapat membantu kalangan mahasiswa, pelajar, dan
sebagainya dalam mempelajari ilmu biologi khususnya fisiologi tumbuhan
yaitu dormansi dan perkecambahan.

30
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 1993. Dasar-Dasar Tentang Zat Pengatur Tumbuh. Penerbit Angkasa.
Bandung.

Apriliani, Duyi. 2015. Makalah Perkecambahan. Diakses melalui


https://duyiapril.com pada tanggal 4 Oktober 2020.

Campbell, N. A., Reece, J. B dan Mitchell, L. G. 2000. Biologi Edisi kedua Jilid
2. Jakarta: Erlangga.

Dwijoseputro. 1985. Pengantar Fisiologi Tumbuhani. Yogyakarta : Gadjah Mada


University Press.

Fachirah Ulfa. 2015. Pemecahan Dormansi Benih Kentang (Solanum Tuberosum)


Varietas Granola Dengan Pemanfaatan Senyawa Bioaktif Tanaman
Glycerida Dan Albizia. Diakses Melalui Jurnal Agrotan No 37- 44.
Universitas Hasanuddin Sulawesi Selatan.

Johathan, 2017. Dormansi. Diakses melalui www.academia.edu pada tanggal 4


Oktober 2020.

Kamil, J. 1979. Teknologi Benih I. Bandung : PT Angkasa.

Lambers, H; Chapin III S. F. And Pons L. T. 2008. Plant Physiology Ecology 2rd
Edition. 2008 Springer Science and Business Media, LLC. Shanmugavalli,
M; Renganayaki, PR; Menka, C. Seed Dormancy and Germination
Improvement Treatment in Fodder Sorghum. An open access journal
published by ICRISAT. Seed Germination and Dormancy.

Lakitan, Benyamin. 2000. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta : Raja


Grafindo Persada.

Pessarakli, M. 2001. Handbook of Plant and Crop Physiology. The University of


Arizona. Marcel Dekker Inc. New York.

Salisbury & Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. Bandung : ITB.

Salisbury, F. B. and C. W. Ross. 1992. Plant Physiology, fourth ed. Wardsworth


Publishing Company, Belmont. California.

Salisbury, F. B. and C. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 1, 2, dan 3


(Terjemahan Diah R. Lukman dan Sumaryono). Penerbit ITB. Jakarta.

Saripin, Muhammad. 2011. Bahan Ajar Ilmu dan Teknologi Benih. Makassar :
Universitas Hasanuddin.

31
Sutopo, Lita. 2002. Teknologi Benih. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Utomo, B. 2006. Ekologi Benih. USU Repository.

Widajati, E., Murniati, E., Palupi, E. R., Kartika, T., Suhartanto, M. R., & Qadir,
A. 2013. Dasar Ilmu dan Teknologi Benih. Bogor : IPB Press.

Wijaya, M.A. 2013. Hambatan Perkecambahan Akibat Prematahan Dormansi


dan Pematahannya. Diakses melalui https://Tapertaunej2011.com pada
tanngal 4 Oktober 2020.

32

Anda mungkin juga menyukai