Anda di halaman 1dari 16

“PERTANIAN ORGANIK”

OLEH
Sri Bela Mooduto (613418067)
Amir Salam K. Adnan (613418098)
Muzakir Dukalang (61341801)

JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam tak lupa pula kita haturkan
kepada junjungan kita nabi Allah Muhhammad SAW kepada keluarganya,
sahabatnya dan insha Allah sentuhan rahmatnya akan sampai kepada kita selaku
umatnya yang masih konsisten dengan ajaran dan sunah beliau.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada
dan teman-teman yang telah berpartisipasi dalam penyusunan makalah ini.
Permohonan maaf saya sampaikan kepada pihak pembaca apabila dalam
penyajian laporan ini masih banyak kekurangan baik itu penlisan, pemilihan kata,
huruf dan mungkin bahasa yang sulit di mengerti.
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan
sehingganya kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan
untuk kemudian mendekati kesempurnaan dalam makalah ini.
Demikian akhir kata Billahi taufik walhidayah wassalamu alaikum
warahmatullahi wabarakatuh.
Gorontalo, Maret 2021
Penulis,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................i

DAFTAR ISI.....................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................2
1.3 Tujuan.....................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pertanian Organik................................................................3
2.2 Managemen Produksi Tanaman.............................................................4
2.3 Peluang, Tantangan Dan Strategi Pengembangan.................................8

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan...........................................................................................12
3.2 Saran......................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara agrasis, dimana hampir seluruh wilayah
terdapat aktivitas tanaman-menanam. Menurut Badan pusat statistic (2018)
luas lahan baku pertanian di Indonesia adalah 7,1 juta Ha. Hal ini
mengindikasikan bahwa mayoritas masyarakat memiliki mata pencaharian
dibidang pertanian.
Sistem budidaya tanaman pertanian tidak lepas dari pemeliharaan
tanaman, dalam dunia pertanian ada beberapa yang harus diperhatikan dalam
pemeliharaan tanaman, yaitu pemupukan dan pengendalian OPT (Organisme
Pengganggu Tanaman). Pemeliharaan tanaman dengan memupuk sangat
menentukan hasil produksi, sehingganya petani tidak sedikit melakukan hal
tersebut, namun dalam pemupukan yang dilakukan oleh petani yaitu
menggunkan pupuk kimia. Berdasarkan data Asosiasi Produsen Pupuk
Indonesia (APPI), sepanjang 2018 konsumsi urea tumbuh 5% dari 5,97 juta
ton pada 2017 menjadi 6,27 juta ton, sedangkan konsumsi NPK naik 7,88%
dari 2,60 juta ton menjadi 2,80 juta ton. Kenaikan juga terlihat pada konsumsi
pupuk jenis fosfat, ZA, dan pupuk organik. Hal tersebut yang menandakan
bahwa petani di Indonesi sering menggunkan pupuk kimia yang berlebihan,
penggunaakn pupuk dapat meningkatkan produksi pertanian, namun kita harus
memperhatikan lingkungan atau areal pertanian (dampak negatif yang
diakibatkan oleh pupuk kimia).
Pemeliharaan tanaman dengan memperhatikan populasi OPT atau Hama
dan Penyakit tanaman, petani menggukan pestisda sintetik (kimia) yang
berlebihan. Hal ini didukung dengan data dari Kementerian Pertanian sampai
tahun 2016, pestisida yang terdaftar dan diijinkan di Indonesia telah mencapai
3.207 merk pestisida. Selain manfaat dari pestisida dalam meningkatkan hasil
pertanian, pestisida merupakan bahan kimia yang bersifat bioaktif dan
merupakan racun. Setiap racun-nya mengandung bahaya dalam

1
penggunaannya, baik terhadap lingkungan maupun manusia. (I Gusti Ayu
Ketut dkk. 2017).
Penggunaan bahan kimia dalam lahan pertanian yang tidak sesuai takaran
(tidak mempertimbangkan lingkungan sekitar) berdampak buruk bagi
lingkungan dan kesehatan petani serta konsumen hasil pertanian. Oleh karena
itu, perlu adanya edukasi terhadap petani bagaimana menyeimbangkan
penggunaan bahan an-organik dan organik (pertnian organik) dalam dunia
pertnian.
1.2 Rumusan Masalah
 Bagaimana pengertian pertanian organic?
 Bagaimana manajemen produksi tanaman?
 Apa saja peluang, tantangan dan strategi pengembangan?
1.3 Tujuan
 Mahasiswa dapat mengetahui pengertian pertanian organic
 Mahasiswa dapat mengetahui manajemen produksi tanaman
 Mahasiswa dapat mengetahui peluang, tantangan dan strategi
pengembangan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pertanian Organik


Pertanian organik (Organic Farming) adalah suatu sistem pertanian yang
mendorong tanaman dan tanah tetap sehat melalui cara pengelolaan tanah dan
tanaman yang disyaratkan dengan pemanfaatan  bahan-bahan organik atau
alamiah sebagai input, dan menghindari penggunaan pupuk buatan dan
pestisida kecuali untuk bahan-bahan yang diperkenankan ( IASA, 1990).
Produk organik adalah  produk (hasil tanaman/ternak yang diproduksi
melalui praktek-praktek yang secara ekologi, sosial ekonomi berkelanjutan,
dan mutunya baik (nilai gizi dan keamanan terhadap racun terjamin).  Oleh
karena itu pertanian organik tidak berarti hanya meninggalkan praktek
pemberian bahan non organik, tetapi juga harus memperhatikan cara-cara
budidaya lain, misalnya pengemdalian erosi, penyiangan  pemupukan,
pengendalian hama dengan bahan-bahan organik atau non organik yang
diizinkan.  Dari segi sosial ekonomi, keuntungan yang diperoleh dan produksi
pertanian organik hendaknya dirasakan secara adil oleh produsen, pedagang
dan konsumen (Pierrot, 1991).  Budidaya organik juga bertujuan untuk
meningkatkan siklus biologi dengan melibatkan mikro organism, flora, fauna,
tanah, mempertahankan  dan meningkatkan kesuburan tanah, meningkatkan
segala bentuk polusi dan mempertimbangkan dampak social ekologi yang
lebih luas.
Sistem pertanian yang sama sekali tidak menggunakan input kimia
anorganik (kecuali yang diizinkan) tetapi hanya menggunakan bahan alami
berupa bahan atau pupuk organik disebut sebagai Sistem Pertanian Organik
Absolut.  Sistem pertanian yang menggunakan bahan organic sebagai salah
satu masukan yang berfungsi sebagai pembenah tanah dan suplemen pupuk
buatan (kimia anorganik), disertai dengan aplikasi herbisida dan pestisida
secara selektif dan rasional dinamakan Sistem Pertanian Organik Rasional
(Fagi dan Las, 2007).

3
Produk Organik dari suatu sistem pertanian organik dalam konteks
pertanian organik standar tentunya mangacu pada sistem pertanian organik
absolut.  Selama ini masih banyak kalangan masyarakat yang beranggapan
bahwa pertanian organik adalah produk yang dihasilkan dari suatu
pertanaman/lahan (produk) yang telah menggunakan/memanfaatkan bahan
organik dalam proses produksinya, sekalipun dalam sistem produksi masih
digunakan pupuk/pestisida anorganik atau belum memenuhi standar organik
yang ditetapkan oleh IFOAM.  Pandangan ini perlu diluruskan agar tidak
mengecewakan dikemudian hari.
Sistem manajemen produksi yang holistik untuk meningkatkan dan
mengembangkan kesehatan agroekosistem, termasuk keragaman hayati,
siklus biologi, dan aktivitas biologi tanah. Pertanian organik menekankan
penerapan praktek-praktek manajemen yang lebih mengutamakan
penggunaan input dari limbah kegiatan budidaya di lahan, dengan
mempertimbangkan daya adaptasi terhadap keadaan/kondisi setempat. Jika
memungkinkan hal tersebut dapat dicapai dengan penggunaan budaya,
metoda biologi dan mekanik, yang tidak menggunakan bahan sintesis untuk
memenuhi kebutuhan khusus dalam system.
2.2 Manajemen produksi tanaman
Konversi
a. Prinsip produksi pertanian organik harus telah diterapkan pada lahan yang
sedang berada dalam periode konversi dengan ketentuan sebagai berikut:
1. 2 tahun sebelum tebar benih untuk tanaman semusim;
2. tahun sebelum panen pertama untuk tanaman tahunan;
3. Tanpa periode konversi (zero convertion) untuk lahan yang
ditumbuhi tumbuhan liar (tidak dibudidayakan) tanpa asupan bahan
kimia sintetis
b. Masa konversi dapat diperpendek berdasarkan pertimbangan
Lembaga Sertifikasi Organik (LSO) namun tidak boleh kurang dari
12 bulan untuk tanaman semusim dan 18 bulan untuk tanaman
tahunan.

4
c. Masa konversi dihitung sejak lahan mulai dikelola secara
organik dengan disertai bukti- bukti yang dapat diverifikasi
(sejarah lahan, catatan produksi, rekaman pengawasan
internal, dan lain-lain). Atau dimulai sejak tanggal
diterimanya aplikasi permohonan sertifikasi organik kepada
LSO.
d. Dalam hal seluruh lahan pertanian tidak dapat dikonversi
secara bersamaan lahan organik dan non organik harus
mengikuti persyaratan 3.1.1.3. (split production dan paralel
production).

Pemeliharaan manajemen organic


Areal pada masa konversi dan yang telah dikonversi menjadi areal
organik tidak boleh digunakan secara bergantian antara metode
produksi pertanian organik dan konvensional.
Produk yang dihasilkan selama periode bencana hingga masa
konversi selesai, tidak dapat diklaim sebagai produk organik. Untuk
bencana yang penyelesaiannya menggunakan input yang tidak diijinkan
dalam pertanian organik maka masa konversi mengikuti ketentuan yang
berlaku. Untuk bencana yang penyelesaiannya tidak menggunakan input
yang tidak diijinkan dalam pertanian organik maka masa konversi
mengikuti ketentuan yang ditetapkan oleh LSO berdasarkan hasil
penilaian resiko.

Produksi paralel dan produksi terpisah


Produksi paralel dan produksi terpisah harus memperhatikan
pembatas, penanganan, pengemasan, penyimpanan yang jelas sehingga
tidak terjadi pencampuran antara produk organik dan non-organik.

Pencegahan kontaminasi

a. Pertanian organik didasarkan pada penggunaan bahan input eksternal


secara minimal, serta tidak menggunakan pupuk dan pestisida sintetis.

5
b. Jika sumber kontaminasi dari sumber air, maka harus dibuat filterisasi
dengan ukuran 0,1% dari total luas lahan untuk meminimalisir
kontaminasi (contoh: kolam penampungan digali sedalam minimal 50 cm
dan ditanami tanaman yang dapat menyerap kontaminan, misalnya
menaman eceng gondok).

c. Kegiatan satu unit produksi organik berada dalam lahan, areal


produksi, bangunan dan fasilitas penyimpanan untuk produk
tanaman dan ternak secara jelas terpisah dari unit non-organik,
gudang tempat penyiapan atau pengemasan bisa merupakan bagian
dari unit lain asalkan aktivitasnya hanya terbatas untuk pengemasan
produk pertaniannya sendiri.
d. Dalam penggunaan peralatan untuk kegiatan produksi organik harus
didahulukan sebelum kegiatan untuk produk non-organik dan harus
dilakukan kegiatan sanitasi yang efektif, operator disarankan
membuat catatan terkait pembersihan dan penggunaan peralatan.
e. Pengambilan sampel tanah, air maupun tanaman dapat dilakukan
untuk dianalisa di laboratorium pengujian yang sudah diakreditasi
oleh KAN apabila ditemukan kecurigaan penggunaan bahan yang
dilarang dalam sistem pertanian organik.

Pengelolaan lahan, kesuburan tanah dan air

a. Penyiapan lahan dengan cara pembakaran dilarang.

b. Harus dilakukan usaha pencegahan degradasi lahan (erosi, salinitasi,


dan lainnya)

c. Kesuburan dan aktivitas biologi tanah harus dipelihara.

d. Apabila menggunakan produk pupuk dan penyubur tanah komersil


yang beredar di pasaran, maka produk tersebut harus sudah
disertifikasi organik sesuai dengan peraturan yang berlaku.
e. Pupuk organik yang proses pembuatannya dengan pemanasan
buatan dan sulit terurai pada aplikasinya (granul) tidak diijinkan

6
digunakan di dalam sistem pertanian organik.
Pemilihan tanaman dan varietas

Benih harus berasal dari tumbuhan:


a. Benih bersertifikat organic
b. Bila butir (a) tidak tersedia, dapat menggunakan benih hasil budidaya
tanaman organik
c. Bila butir (b) tidak tersedia, dapat menggunakan benih
non-organik untuk tahap awal, selanjutnya harus
menggunakan benih organik.
d. Bila butir (a), (b) dan (c) tidak tersedia, dapat
menggunakan benih yang diperdagangkan. Benih
dimaksud selanjutnya harus dilakukan pencucian untuk
menghilangkan kontaminan pada benih.
e. Untuk tanaman semusim, dilarang memindahkan tanaman
(transplanting) yang ditumbuhkan dari lahan non organik
atau ditumbuhkan secara non organik kedalam lahan
organik.
Manajemen ekosistem dan keanekaragaman dalam produksi tanaman

a) Sistem pertanian organik tidak memperbolehkan


melakukan kegiatan apa pun yang menimbulkan dampak
negatif pada wilayah konservasi dan wilayah warisan
budaya seperti hutan lindung dan daerah aliran sungai.
b) Sistem pertanian organik mempertahankan dan/atau
meningkatkan keanekaragaman hayati pada luas lahan
utama, tanaman dan dapat diterapkan pada habitat non-
tanaman.
c) Produksi tanaman organik termasuk penggunaan beragam
penanaman sebagai bagian integral dari sistem pertanian
organik. Untuk tanaman tahunan, termasuk penggunaan
tanaman sela (inter cropping) dan tanaman penutup (cover

7
crop). Untuk tanaman semusim, termasuk penggunaan
praktek rotasi tanaman, pengelolaan tanaman terpadu,
tumpangsari atau produksi beragam tanaman lain dengan
hasil yang sebanding.
d) Produk organik tanaman dihasilkan dari sistem pertanian
organik yang menggunakan media tanah (soil based
systems).
e) Mendukung ekosistem yang beragam. Hal ini akan bervariasi
antar daerah. Sebagai contoh, zona penyangga untuk
mengendalikan erosi, agroforestry, merotasikan tanaman dan
sebagainya.
Pengelolaan organisme pengganggu tanaman (OPT)

a) Pengelolaan organisme penggangu tanaman harus


memperhitungkan dampak potensial yang dapat mengganggu
lingkungan biotik maupun abiotik dan kesehatan konsumen.
b) Pengelolaan OPT harus mengutamakan tindakan pencegahan
(preventive) sebelum melaksanakan tindakan pengendalian
(curative).
c) Apabila menggunakan produk pestisida komersil yang beredar
di pasaran, maka produk tersebut harus sudah disertifikasi
organik sesuai dengan peraturan yang berlaku.
2.3 Peluang, Tantangan Dan Strategi Pengembangan
A. Peluang
Indonesia khususnya Sulawesi Selatan memiliki potensi dan
peluang yang cukup besar dalam rangka pengembangan pertanian
organik. Potensi sumberdaya pertanian antara lain lahan, tanaman,
manusia, teknologi dan lain-lain, cukup tersedia. Sistem pertanian organik
sudah sejak dulu dilakukan oleh petani sebelum program BIMAS
(Revolusi hijau).  Hingga saat ini masih dijumpai di beberapa daerah,
petani tetap mempertahankan cara pertanian tersebut. Oleh karena itu
teknologi pengembangan pertanian organik tidak akan menghadapi

8
problem yang berarti dalam penerapannya. Teknologi pertanian organik
relatif tersedia dan mudah dilakukan. Teknologi pembuatan kompos,
pupuk-pupuk organik, telah siap. Jerami, pupuk kandang, sisa (limbah)
tanaman, sampah kota, juga tersedia dan melimpah serta mudah diperoleh
di lapang (Tandisau, 2009).
Beberapa tahun terakhir dan di masa yang akan datang, konsumen
semakin sadar untuk mengkonsumsi produk-produk yang sehat, tidak
tercemar, aman dari racun sebagaimana yang disinyalir dihasilkan oleh
pertanian modern yang banyak menggunakan bahan-bahan sintetik dan
kimia. Diperkirakan pangsa pasar produk pertanian organik di dunia
sekitar 20 % dari total produk pertanian dunia (Surip et al. 1994), dan
total penjualan diperkirakan sekitar $USD 20 M (Winaryo 2002).
Sayangnya pangsa pasar produk organik di Indonesia belum termonitor.
Di Indonesia, perhatian terhadap produk organik masih kurang, namun
sebagian masyarakat telah memahami akan pentingnya mengkonsumsi
makanan yang aman dan sehat. Karena itu produk organik memiliki
prospek yang cukup baik untuk dikembangkan di masa depan, baik untuk
pasar domestik maupun luar negeri. Harga pupuk dan pestisida semakin
mahal, tidak terjangkau petani sehingga petani akan mencari alternatif
pengganti yang lebih murah dan selalu tersedia dan melimpah di daerah
yaitu bahan-bahan organik (alamiah).
Harga produk pertanian organik umumnya lebih tinggi
dibandingkan dengan non organik. Selisih harga mencapai ≥ 30%.
Dengan penerapan teknologi pertanian organik secara baik, diharapkan
hasil yang diperoleh relatif sama dengan pertanian non organik. Dengan
demikian pendapatan petani akan meningkat, lingkungan sehat dan aman,
kondisi lahan tetap sunur, mampu memberikan hasil yang tinggi secara
kontinyu. Karena itu dengan tingkat harga yang menarik tersebut, petani
akan tergerak dan termotivasi untuk mengembangkan pertanian organik.
Dukungan pemerintah baik pusat maupun daerah sangat kuat dalam
rangka pengembangan pertanian organik karena cara tersebut dapat

9
mengatasi masalah lingkungan. Karena itu, pengembangan pertanian
organik di Sulawesi Selatan cukup prospektif di masa depan.
B. Tantangan
Dalam pelaksanaan dan pengembangan sistim pertanian organik,
beberapa masalah dan tantangan yang dihadapi adalah sebagai berikut :
Pertanian organik menekankan  pemberian bahan organik (pupuk organik)
Kadar hara bahan organik sangat rendah sehingga diperlukan dalam
jumlah banyak untuk dapat memenuhi kebutuhan hara tanaman. Karena
itu butuh tempat penyimpanan, pengolahan dan ruang yang cukup.
Disamping itu membutuhkan biaya angkutan yang besar terutama jika
jarak kebun dan rumah sangat jauh.  Dengan demikian diperlukan tenaga,
waktu dan biaya yang cukup dalam pengelolaan pertanian organik (Syers
dan Craswell 1995; Tandisau dan Sariubang, 1995)
 Produktivitas pertanian organik lebih rendah, sehingga jika tidak ada
insentif harga untuk produk organik maka petani tidak akan tertarik
berusaha tani pertanian organik.
 Pengakuan sebagai pelaku pertanian organik harus melalui proses
akreditasi dan sertifikasi. Pembentukan lembaga akreditasi untuk
produk tiap sub sektor di Indonesia mungkin belum terpenuhi. Karena
itu masih memerlukan waktu yang cukup untuk bisa mengembangkan
pertanian organik tiap komoditas.
 Biaya sertifikasi lahan/produk cukup mahal, tidak terjangkau petani
perorangan.
 Lembaga pendukung kelompok tani, penyuluh, lembaga pemasaran,
serta pendukung lainnya harus dipersiapkan
 Sikap petani selama ini terlena oleh cara pertanian yang relatif serba
cepat, mudah, kebutuhan relatif lebih sedikit sehingga menjadi
tantangan untuk dapat merobah kembali menjadi petani yang tekun,
sabar dan mau bekerja keras.
 Diperlukan inovasi teknologi pemanfaatan bahan organik yang
sederhana, cepat, mudah diaplikasikan, tidak membutuhkan waktu dan

10
tenaga yang banyak dalam proses pembuatan dan penanganan sampai
pada aplikasinya. Ini merupakan tantangan bagi peneliti.
 Diperlukan inovasi teknologi pengembangan peranan organik yang
memberi hasil (produktivitas tinggi).
C. Strategi Pengembangan
Pengembangan sistem pertanian organik ke depan dalam jangka
pendek lebih baik di arahkan ke daerah-daerah yang masih
mempertahankan sistem pertanian lokal-tradisional (daerah pegunungan,
pedalaman).  Komoditas-komoditas yang dimungkinkan antara lain kopi,
teh, padi-padi lokal bermutu baik, tanaman rempah dan obat serta sayuran
dan buah-buahan. Kakao, merica, jambu mete (tanaman ekspor) juga
potensial untuk diusahakan dalam pertanian organik. Sistem integrasi
tanaman-ternak juga merupakan pilihan untuk dikembangkan kedepan.
Pemerintah perlu mendorong terbentuknya lembaga sertifikasi
produk pertanian organik yang dibutuhkan (yang belum ada).  Disamping
itu pembentukan, pengembangan, dan penguatan lembaga-lembaga
pendukung seperti kelompok tani, penyuluh, lembaga pemasaran (pasar
khusus produk oragnik) perlu persiapan dan pembenahan. Selain itu
diperlukan kegiatan sosialisasi untuk member pemahaman dan bekal
tentang makna dan manfaat pertanian organik kepada masyarakat
produsen (petani), konsumen (pengguna), pedagang, pemerintah daerah,
penyuluh serta pelaku pertanian dan institusi terkait lainnya.
Dukungan dalam bentuk kebijakan oleh pemerintah berupa insentif
harga produk dan subsidi biaya sertifikasi lahan (produk) diperlukan
dalam rangka pengembangan pertanian organik.

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pertanian organik (Organic Farming) adalah suatu sistem pertanian yang
mendorong tanaman dan tanah tetap sehat melalui cara pengelolaan tanah dan
tanaman yang disyaratkan dengan pemanfaatan  bahan-bahan organik atau
alamiah sebagai input, dan menghindari penggunaan pupuk buatan dan
pestisida kecuali untuk bahan-bahan yang diperkenankan.
Pertanian organik menekankan  pemberian bahan organik (pupuk organik)
Kadar hara bahan organik sangat rendah sehingga diperlukan dalam jumlah
banyak untuk dapat memenuhi kebutuhan hara tanaman. Karena itu butuh
tempat penyimpanan, pengolahan dan ruang yang cukup.
Pertanian organik menekankan  pemberian bahan organik (pupuk organik)
Kadar hara bahan organik sangat rendah sehingga diperlukan dalam jumlah
banyak untuk dapat memenuhi kebutuhan hara tanaman. Karena itu butuh
tempat penyimpanan, pengolahan dan ruang yang cukup.
3.2 Saran
Dalam upaya untuk meningkatkan sistem pertanian organic, pemerintah
atau yang bersangkutan harus melakukan edukasi kepada petani tentang apa
yang menjadi polemik di bidang pertanian dan lingkungan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia (APPI). 2019. Konsumsi Pupuk Kian


Menanjak. Jakarta. 2019. https://kemenperin.go.id/

Badan Pusat Statistik. 2018. Luas Lahan Baku Pertanian di Indonesia. Jakarta
2018. https://economy.okezone.com/

Badan Standarisasi Nasional. 2016. Sistem Pertanian Organik. Jakarta 2016.

I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani, As’Adi E, Hamzah G, Leonard T and


Gunarto G, “Relationship Between Energy Consumption in International
Market and Indonesia Prices Regulation”, International Journal of Energy
Economics and Policy, Vol.7, Issue 5 (2017).

IASA 1990. Planting The Future : A Source Guide to Sustainable Agriculture in


The Third Word. Minneapolis.

Fagi, A.M. dan I.Las, 2007.  Membekali Petani dengan Teknologi Maju Berbasis
Kearifan Lokal pada Era Revolusi Hijau Lestari.  Hal. 222-249.  Dalam,
F.Kasryno, E. Pasandaran dan A. M. Fagi (ed).  Membalik Arus Menuai
Kemandirian Petani.  Yayasan Padi Indonesia, Jakarta.

Pierrot J.M, 1991.  Basic Standart for Organic Coffea and Tea.  In First
International Conference on Organic Coffea and Tea.  Switzerland, June
2nd to 4th

Syers J.K. dan E.T. Craswell 1995. Role of Soil Organic Matter in Sustainable
Agricultural System. In : ACIAR Proccedings No. 56. ACIAR, Camberra.
7 – 14.

Tandisau P, 2009. Potensi Dan Manfaat Sampah TPA (Tempat Pembuangan


Akhir) Kota Makassar Sebagai Sumber Pupuk Organik Untuk Usahatani
Sayuran Sekitar Kota. Prosiding Seminar

Winaryo 2002. Pertanian Organik Dunia. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
Indonesia      18 (3) : 92-99.

13

Anda mungkin juga menyukai