OLEH
Sri Bela Mooduto (613418067)
Amir Salam K. Adnan (613418098)
Muzakir Dukalang (61341801)
JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2021
KATA PENGANTAR
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................2
1.3 Tujuan.....................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pertanian Organik................................................................3
2.2 Managemen Produksi Tanaman.............................................................4
2.3 Peluang, Tantangan Dan Strategi Pengembangan.................................8
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
penggunaannya, baik terhadap lingkungan maupun manusia. (I Gusti Ayu
Ketut dkk. 2017).
Penggunaan bahan kimia dalam lahan pertanian yang tidak sesuai takaran
(tidak mempertimbangkan lingkungan sekitar) berdampak buruk bagi
lingkungan dan kesehatan petani serta konsumen hasil pertanian. Oleh karena
itu, perlu adanya edukasi terhadap petani bagaimana menyeimbangkan
penggunaan bahan an-organik dan organik (pertnian organik) dalam dunia
pertnian.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana pengertian pertanian organic?
Bagaimana manajemen produksi tanaman?
Apa saja peluang, tantangan dan strategi pengembangan?
1.3 Tujuan
Mahasiswa dapat mengetahui pengertian pertanian organic
Mahasiswa dapat mengetahui manajemen produksi tanaman
Mahasiswa dapat mengetahui peluang, tantangan dan strategi
pengembangan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Produk Organik dari suatu sistem pertanian organik dalam konteks
pertanian organik standar tentunya mangacu pada sistem pertanian organik
absolut. Selama ini masih banyak kalangan masyarakat yang beranggapan
bahwa pertanian organik adalah produk yang dihasilkan dari suatu
pertanaman/lahan (produk) yang telah menggunakan/memanfaatkan bahan
organik dalam proses produksinya, sekalipun dalam sistem produksi masih
digunakan pupuk/pestisida anorganik atau belum memenuhi standar organik
yang ditetapkan oleh IFOAM. Pandangan ini perlu diluruskan agar tidak
mengecewakan dikemudian hari.
Sistem manajemen produksi yang holistik untuk meningkatkan dan
mengembangkan kesehatan agroekosistem, termasuk keragaman hayati,
siklus biologi, dan aktivitas biologi tanah. Pertanian organik menekankan
penerapan praktek-praktek manajemen yang lebih mengutamakan
penggunaan input dari limbah kegiatan budidaya di lahan, dengan
mempertimbangkan daya adaptasi terhadap keadaan/kondisi setempat. Jika
memungkinkan hal tersebut dapat dicapai dengan penggunaan budaya,
metoda biologi dan mekanik, yang tidak menggunakan bahan sintesis untuk
memenuhi kebutuhan khusus dalam system.
2.2 Manajemen produksi tanaman
Konversi
a. Prinsip produksi pertanian organik harus telah diterapkan pada lahan yang
sedang berada dalam periode konversi dengan ketentuan sebagai berikut:
1. 2 tahun sebelum tebar benih untuk tanaman semusim;
2. tahun sebelum panen pertama untuk tanaman tahunan;
3. Tanpa periode konversi (zero convertion) untuk lahan yang
ditumbuhi tumbuhan liar (tidak dibudidayakan) tanpa asupan bahan
kimia sintetis
b. Masa konversi dapat diperpendek berdasarkan pertimbangan
Lembaga Sertifikasi Organik (LSO) namun tidak boleh kurang dari
12 bulan untuk tanaman semusim dan 18 bulan untuk tanaman
tahunan.
4
c. Masa konversi dihitung sejak lahan mulai dikelola secara
organik dengan disertai bukti- bukti yang dapat diverifikasi
(sejarah lahan, catatan produksi, rekaman pengawasan
internal, dan lain-lain). Atau dimulai sejak tanggal
diterimanya aplikasi permohonan sertifikasi organik kepada
LSO.
d. Dalam hal seluruh lahan pertanian tidak dapat dikonversi
secara bersamaan lahan organik dan non organik harus
mengikuti persyaratan 3.1.1.3. (split production dan paralel
production).
Pencegahan kontaminasi
5
b. Jika sumber kontaminasi dari sumber air, maka harus dibuat filterisasi
dengan ukuran 0,1% dari total luas lahan untuk meminimalisir
kontaminasi (contoh: kolam penampungan digali sedalam minimal 50 cm
dan ditanami tanaman yang dapat menyerap kontaminan, misalnya
menaman eceng gondok).
6
digunakan di dalam sistem pertanian organik.
Pemilihan tanaman dan varietas
7
crop). Untuk tanaman semusim, termasuk penggunaan
praktek rotasi tanaman, pengelolaan tanaman terpadu,
tumpangsari atau produksi beragam tanaman lain dengan
hasil yang sebanding.
d) Produk organik tanaman dihasilkan dari sistem pertanian
organik yang menggunakan media tanah (soil based
systems).
e) Mendukung ekosistem yang beragam. Hal ini akan bervariasi
antar daerah. Sebagai contoh, zona penyangga untuk
mengendalikan erosi, agroforestry, merotasikan tanaman dan
sebagainya.
Pengelolaan organisme pengganggu tanaman (OPT)
8
problem yang berarti dalam penerapannya. Teknologi pertanian organik
relatif tersedia dan mudah dilakukan. Teknologi pembuatan kompos,
pupuk-pupuk organik, telah siap. Jerami, pupuk kandang, sisa (limbah)
tanaman, sampah kota, juga tersedia dan melimpah serta mudah diperoleh
di lapang (Tandisau, 2009).
Beberapa tahun terakhir dan di masa yang akan datang, konsumen
semakin sadar untuk mengkonsumsi produk-produk yang sehat, tidak
tercemar, aman dari racun sebagaimana yang disinyalir dihasilkan oleh
pertanian modern yang banyak menggunakan bahan-bahan sintetik dan
kimia. Diperkirakan pangsa pasar produk pertanian organik di dunia
sekitar 20 % dari total produk pertanian dunia (Surip et al. 1994), dan
total penjualan diperkirakan sekitar $USD 20 M (Winaryo 2002).
Sayangnya pangsa pasar produk organik di Indonesia belum termonitor.
Di Indonesia, perhatian terhadap produk organik masih kurang, namun
sebagian masyarakat telah memahami akan pentingnya mengkonsumsi
makanan yang aman dan sehat. Karena itu produk organik memiliki
prospek yang cukup baik untuk dikembangkan di masa depan, baik untuk
pasar domestik maupun luar negeri. Harga pupuk dan pestisida semakin
mahal, tidak terjangkau petani sehingga petani akan mencari alternatif
pengganti yang lebih murah dan selalu tersedia dan melimpah di daerah
yaitu bahan-bahan organik (alamiah).
Harga produk pertanian organik umumnya lebih tinggi
dibandingkan dengan non organik. Selisih harga mencapai ≥ 30%.
Dengan penerapan teknologi pertanian organik secara baik, diharapkan
hasil yang diperoleh relatif sama dengan pertanian non organik. Dengan
demikian pendapatan petani akan meningkat, lingkungan sehat dan aman,
kondisi lahan tetap sunur, mampu memberikan hasil yang tinggi secara
kontinyu. Karena itu dengan tingkat harga yang menarik tersebut, petani
akan tergerak dan termotivasi untuk mengembangkan pertanian organik.
Dukungan pemerintah baik pusat maupun daerah sangat kuat dalam
rangka pengembangan pertanian organik karena cara tersebut dapat
9
mengatasi masalah lingkungan. Karena itu, pengembangan pertanian
organik di Sulawesi Selatan cukup prospektif di masa depan.
B. Tantangan
Dalam pelaksanaan dan pengembangan sistim pertanian organik,
beberapa masalah dan tantangan yang dihadapi adalah sebagai berikut :
Pertanian organik menekankan pemberian bahan organik (pupuk organik)
Kadar hara bahan organik sangat rendah sehingga diperlukan dalam
jumlah banyak untuk dapat memenuhi kebutuhan hara tanaman. Karena
itu butuh tempat penyimpanan, pengolahan dan ruang yang cukup.
Disamping itu membutuhkan biaya angkutan yang besar terutama jika
jarak kebun dan rumah sangat jauh. Dengan demikian diperlukan tenaga,
waktu dan biaya yang cukup dalam pengelolaan pertanian organik (Syers
dan Craswell 1995; Tandisau dan Sariubang, 1995)
Produktivitas pertanian organik lebih rendah, sehingga jika tidak ada
insentif harga untuk produk organik maka petani tidak akan tertarik
berusaha tani pertanian organik.
Pengakuan sebagai pelaku pertanian organik harus melalui proses
akreditasi dan sertifikasi. Pembentukan lembaga akreditasi untuk
produk tiap sub sektor di Indonesia mungkin belum terpenuhi. Karena
itu masih memerlukan waktu yang cukup untuk bisa mengembangkan
pertanian organik tiap komoditas.
Biaya sertifikasi lahan/produk cukup mahal, tidak terjangkau petani
perorangan.
Lembaga pendukung kelompok tani, penyuluh, lembaga pemasaran,
serta pendukung lainnya harus dipersiapkan
Sikap petani selama ini terlena oleh cara pertanian yang relatif serba
cepat, mudah, kebutuhan relatif lebih sedikit sehingga menjadi
tantangan untuk dapat merobah kembali menjadi petani yang tekun,
sabar dan mau bekerja keras.
Diperlukan inovasi teknologi pemanfaatan bahan organik yang
sederhana, cepat, mudah diaplikasikan, tidak membutuhkan waktu dan
10
tenaga yang banyak dalam proses pembuatan dan penanganan sampai
pada aplikasinya. Ini merupakan tantangan bagi peneliti.
Diperlukan inovasi teknologi pengembangan peranan organik yang
memberi hasil (produktivitas tinggi).
C. Strategi Pengembangan
Pengembangan sistem pertanian organik ke depan dalam jangka
pendek lebih baik di arahkan ke daerah-daerah yang masih
mempertahankan sistem pertanian lokal-tradisional (daerah pegunungan,
pedalaman). Komoditas-komoditas yang dimungkinkan antara lain kopi,
teh, padi-padi lokal bermutu baik, tanaman rempah dan obat serta sayuran
dan buah-buahan. Kakao, merica, jambu mete (tanaman ekspor) juga
potensial untuk diusahakan dalam pertanian organik. Sistem integrasi
tanaman-ternak juga merupakan pilihan untuk dikembangkan kedepan.
Pemerintah perlu mendorong terbentuknya lembaga sertifikasi
produk pertanian organik yang dibutuhkan (yang belum ada). Disamping
itu pembentukan, pengembangan, dan penguatan lembaga-lembaga
pendukung seperti kelompok tani, penyuluh, lembaga pemasaran (pasar
khusus produk oragnik) perlu persiapan dan pembenahan. Selain itu
diperlukan kegiatan sosialisasi untuk member pemahaman dan bekal
tentang makna dan manfaat pertanian organik kepada masyarakat
produsen (petani), konsumen (pengguna), pedagang, pemerintah daerah,
penyuluh serta pelaku pertanian dan institusi terkait lainnya.
Dukungan dalam bentuk kebijakan oleh pemerintah berupa insentif
harga produk dan subsidi biaya sertifikasi lahan (produk) diperlukan
dalam rangka pengembangan pertanian organik.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pertanian organik (Organic Farming) adalah suatu sistem pertanian yang
mendorong tanaman dan tanah tetap sehat melalui cara pengelolaan tanah dan
tanaman yang disyaratkan dengan pemanfaatan bahan-bahan organik atau
alamiah sebagai input, dan menghindari penggunaan pupuk buatan dan
pestisida kecuali untuk bahan-bahan yang diperkenankan.
Pertanian organik menekankan pemberian bahan organik (pupuk organik)
Kadar hara bahan organik sangat rendah sehingga diperlukan dalam jumlah
banyak untuk dapat memenuhi kebutuhan hara tanaman. Karena itu butuh
tempat penyimpanan, pengolahan dan ruang yang cukup.
Pertanian organik menekankan pemberian bahan organik (pupuk organik)
Kadar hara bahan organik sangat rendah sehingga diperlukan dalam jumlah
banyak untuk dapat memenuhi kebutuhan hara tanaman. Karena itu butuh
tempat penyimpanan, pengolahan dan ruang yang cukup.
3.2 Saran
Dalam upaya untuk meningkatkan sistem pertanian organic, pemerintah
atau yang bersangkutan harus melakukan edukasi kepada petani tentang apa
yang menjadi polemik di bidang pertanian dan lingkungan.
12
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2018. Luas Lahan Baku Pertanian di Indonesia. Jakarta
2018. https://economy.okezone.com/
Fagi, A.M. dan I.Las, 2007. Membekali Petani dengan Teknologi Maju Berbasis
Kearifan Lokal pada Era Revolusi Hijau Lestari. Hal. 222-249. Dalam,
F.Kasryno, E. Pasandaran dan A. M. Fagi (ed). Membalik Arus Menuai
Kemandirian Petani. Yayasan Padi Indonesia, Jakarta.
Pierrot J.M, 1991. Basic Standart for Organic Coffea and Tea. In First
International Conference on Organic Coffea and Tea. Switzerland, June
2nd to 4th
Syers J.K. dan E.T. Craswell 1995. Role of Soil Organic Matter in Sustainable
Agricultural System. In : ACIAR Proccedings No. 56. ACIAR, Camberra.
7 – 14.
Winaryo 2002. Pertanian Organik Dunia. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
Indonesia 18 (3) : 92-99.
13