Anda di halaman 1dari 33

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manajemen adalah ilmu dan seni yang mengatur proses
pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya secara efektif
dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu. Salah satu bentuk manajemen
yang sangat penting dan lekat dalam dunia pertanian adalah manajemen
usahatani pada khususnya adalah menjalankan perusahaan sedemikian
rupa sehingga dari perusahaan itu diperoleh pendapatan yang semaksimal
mungkin secara terus menerus dengan pemakaian sember daya dan modal
yang terbatas secara efektif dan efisien. Mencapai manajemen tersebut
seseorang manajer harus selalu mempunyai sifat agresif, adatif, fleksibel,
inovatif dan produktif. Dari pelaksaan manajemen usahatani berpegang
pada lima unsure yaitu pengurusan, pelaksanaan, kewaspadaan, resiko
usaha dan sarana penunjang. Dimana kelima unsure ini harus dijalankan
secara saksama dan saling terkait satu sama lain.
Indonesia dalam perekonomian dunia saat ini masuk dalam kategori
negara yang sedang berkembang.Kondisi ini dipicu oleh banyak faktor antara
lain kemiskinan, pendidikan rendah dan lain sebagainya.Banyak pertanyaan
yang muncul mengapa Indonesia tidak dapat menjadi salah satu negara maju.
melihat sumberdaya yang kita dimiliki Indonesia baik sumberdaya alam
maupun sumberdaya manusia, seharusnya Indonesia memiliki potensi yang
besar. Selain itu juga mempunyai kekayaan alamnya sangat melimpah dan
lahannya yang sangat subur. Ini lah salah satu faktor kemiskinan yang terjadi
di Indonesia bahwa masyarakat belum bisa mengelola usahatani dengan baik
dan belum bisa memperoleh hasil yang maksimal.
Berlangsungnya proses industrialisasi telah mengubah kegiatan
ekonomi berbasis sumber daya hayati dari sekedar bentuk pertanian primer
menjadi suatu sektor pertanian modern dan besar yang dinamakan sektor
agribisnis. Kata lain sektor agribisnis sebagai bentuk modern dari pertanian

1
2

primer yang mencakup empat subsistem yaitu subsistem agribisnis hulu


(upstream agribusiness), yaitu kegiatan ekonomi yang menghasilkan dan
memperdagangkan sarana produksi pertanian primer seperti bibit, pupuk dan
lain sebagainya, subsistem usahatani (on-farm agribusisness), subsistem
agribisnis hilir (downstream agribusiness) yaitu kegiatan ekonomi yang
mengolah hasil pertanian primer menjadi produk olahan dan subsistem jasa
layanan pendukung seperti lembaga keuangan, transportasi, penyuluhan dan
lain-lain.
Keberhasilan suatu usahatani sangat ditentukan oleh bagaimana
manajemen yang dijalankan dalam usaha tersebut. Bagaimana pengelolaan
sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan modal yang dimiliki menjadi
efektif dan efisien. Modernisasi dan restrukturisasi produksi tanaman pangan
yang berwawasan agribisnis dan berorientasi pasar memerlukan kemampuan
manajemen usaha yang profesional. Kemampuan manajemen usahatani
kelompok tani perlu didorong dan dikembangkan mulai dari perencanaan,
proses produksi, pemanfaatan potensi pasar, serta pemupukan
modal/investasi.
Praktikum ini akan di laksanakan di Desa Ngargoyoso Kabupaten
Karanganyar untuk berkomunikasi langsung kepada petani bagaimana proses
manajemen usaha tani yang di lakukan para pettani di desa Ngargoyoso.
Bagaimana pengelolaan dan perkembangan usahatani yang di kelola keluarga
tani.
1.2 Maksud dan Tujuan Praktikum
1.2.1 Maksud Praktikum
Maksud pratikum mata kuliah manajemen usahatani adalah

sebagai berikut:

a. Melatih mahasiswa praktikum untuk dapat memperhitungkan

besarnya biaya dan pendapatan dari suatu usahatani.


3

b. Memperlihatkan kepada mahasiswa bagaimana keadaan nyata

usahatani di masyarakat.

1.2.2 Tujuan praktikum


Tujuan praktikum mata kuliah manajemen usahatani sebagai
berikut:
a. Mengetahui besarnya biaya dan pendapatan dari suatu usahatani.
b. Menganalisis efisiensi dan kemanfaatan dari suatu usahatani
dengan analisis “R/C” ratio dan “B/C” ratio.
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Budidaya Tanaman


Buncis (Phaseolus vulgaris L.) termasuk sayuran polong semusim
divisi spermatophyta, sub-divisi angiospermae, kelas dicotyledoneae,
kelas dicotyledoneae, ordo leguminales, famili Leguminocea, sub-family
papillionaceae, genus phaseolus berumur pendek dan merupakan tanaman
budidaya penting untuk pangan. Tanaman ini bukan tanaman asli
Indonesia melainkan tempat asal primernya adalah Meksiko Selatan dan
Amerika Tengah, sedangkan daerah sekunder adalah Peru, Equador, dan
Bolivia dan menyebar ke negaranegara Eropa sampai ke Indonesia dan
sering disebut snap beans atau french beans (Cahyono, 2007).
Peningkatan produksi buncis (Phaseolus vulgaris) mempunyai arti
penting dalam menunjang peningkatan gizi masyarakat, sekaligus berguna
bagi usaha untuk mempertahankan kesuburan dan produktivitas tanah.
Kacang buncis merupakan salah satu sumber protein nabati yang murah
dan mudah dikembangkan. Sifat-sifat tanah yang baik untuk buncis yaitu
gembur, remah, subur dan keasaman (pH) 5,5-6 seperti tanah andosol dan
regosol (Syekhfanis, 2013).
Benih buncis yang baik memiliki syarat yaitu mempunyai daya
tumbuh minimal 80-85%, bentuk utuh, bernas, warna mengkilat, tidak
bernoda coklat terutama pada mata bijinya, tidak bercampur oleh varietas
lain serta bersih dari kotoran. Lahan harus dibersihkan secara manual yaitu
dengan cara mencabut gulma dengan tangan atau dengan traktor, dan
secara kimia yaitu dengan menggunakan herbisida saat pembukaan lahan.
Ukuran bendengan buncis dibuat dengan ukuran panjang 5 m dan lebar 1
m serta tinggi 30 cm. Membuat lubang tanam dengan cara ditugal dengan
kedalaman yaitu 4-6 cm untuk tanah yang remah dan gembur. Penanaman
dengan memasukkan 2-3 butir benih kedalam satu lubang, dan setelah 60
hari masa tanam, buncis bisa dipanen atau bila mempunyai ciri-ciri warna

4
5

polong agak muda dan suram, permukaan kulitnya agak kasar, biji dan
polongnya belum menonjol dan polong akan mengeluarkan bunyi letupan
jika dipatahkan (Anas, 2006).
Kondisi iklim dan tanah sangat berpengaruh terhdap pertumbuhan
dan produktivitas tanaman buncis. Setiap wilayah atau daerah memiliki
kondisi lingkungan yang berbeda-beda karena perbedaan ketinggian
tempat dari permukaan laut. Daerah dataran rendah dengan ketinggian
tempat kurang dari 200m dari permukaan laut (dpl) memiliki kondisi
lingkungan yang berbeda dengan daerah dataran medium ataupun daerah
dataran tinggi yang memiliki ketinggian tempat 200-700 m dpl dan lebih
dari 700 m dpl. Tanaman buncis yang diatanam di daerah yang kondisi
lingkungannya cocok dapat tumbuh dengan baik dan produktivitas nya
tinngi (hasil panen baik). Sebaliknya, tanaman buncis yang ditanam di
daerah yang kondisinya kurang cocok dapat menyebabkan tanaman
menderita penyakit fisiologis, misalnya tanaman tumbuh kerdil
(Bambang, 2003).
Dataran tinggi merupakan sentra produksi sayuran kacang buncis,
namuntarget pencapaian produksi secara nasional mengalami hambatan
akibat keterbatasan luas areal dan minimnya penggunaan varietas unggul
serta manajemen hara yang digunakan. Demikian sebaliknya sasaran
pencapaian produksi dapat diupayakan dengan perluasan areal tanam ke
dataran rendah, juga mengalami hambatan yaitu minimnya varietas unggul
yang sesuai dataran rendah dan hambatan kondisi iklim serta fisik tanah.
Pendekatan yang dapat dilakukan untuk memperbaiki karakteristik
tanaman yaitu dengan mengubah lingkungan tumbuh tanaman dan
mekanisme fisiologi lingkungan tumbuh tanaman (Setiawan, 2003).
Tanaman buncis sangat mudah untuk di budidayakan. Buncis
hanya menghendaki perawatan yang maksimal, maka akan lebih bijaksana
apabila setiap insan membudidayakan tanaman buncis. Manfaat buncis
selain menambah ketersediaan protein nabati dan berbagai vitamin,
tanaman ini juga mempunyai binti akar yang dapat memfiksasi Nitrogen
6

dari udara sehingga lahan, tanah, atau nedia tumbuh dapat senantiasa
terjaga dari defisiensi unsur hara khususnya Nitrogen (Nasikun, 2014).
Buncis merupakan tanaman musim panas yang memiliki tipe
pertumbuhan membelit dan merambat. Selain bentuk merambat, ada juga
bentuk kerdil determinate dan indeterminate. Tipe merambat
indeterminate dan tegak memiliki percabangan yang lebih banyak dan,
dengan jumlah buku pembungaan lebih banyak, memiliki potensial hasil
yang lebih besar. Bentuk semak determinate merupakan tipe buncis yang
pendek beberapa jenis tipe ini memiliki ciri tinggi yang tidak lebih tinggi
dari 60 cm. Daun pada tanaman buncis beranak-daun-tiga menyirip
(Rukmana, 2004).
Bunga tanaman buncis tergolong bunga sempurna atau berkelamin
dua (hermaprodit), ukurannya kecil, bentuk bulat panjang (silindris)
berukuran ± 1 cm dan tumbuh dari cabang yang masih muda atau pucuk-
pucuk muda berwarna putih, merah jambu dan ungu. Bunga menyerbuk
sendiri dengan bantuan angin dan serangga. Polong bentuknya ada yang
pipih lebar memanjang ± 20 cm, bulat lurus dan pendek ± 12 cm dan bulat
panjang ± 15 cm. Susunan polong bersegmen-segmen dengan jumlah biji
5-14/polong. Ukuran dan warna polong bervariasi tergantung kepada jenis
varietas. Biji berukuran agak besar, bentuknya bulat lonjong dan pada
bagian tengah melengkung (cekung), berat 100 biji 16-40.6 g berwarna
hitam. Bagian dari komponen pertumbuhan dan produksi tanaman buncis
sangat bervariasi sesuai dengan kondisi masing-masing varietas
(Manshuri, 2007).
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Manajemen Usahatani
Usaha tani bisa diartikan sebagai ilmu yang mempelajari
bagaimana seseorang memanfaatkan sumber daya yang ada secara
efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang
tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif apabila petani atau
produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki
7

sebaik-baiknya. Dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya


tersebut mneghasilkan keluaran atau output yang melebihi masukan
atau input (Soekartawi, 2002).
Ilmu usahatani adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu
yang berhubungan dengan kegiatan orang melakukan pertanian dan
permasalahan yang ditinjau secara khusus dari kedudukan
pengusahanya sendiri. Ilmu usahatani juga memiliki pengertian yaitu
menyelidiki cara-cara seorang petani sebagai pengusaha dalam
menyusun, mengatur dan menjalankan perusahaan itu. Ilmu usaha
tani mempelajari cara-cara petani menyelenggarakan pertanian
(Shinta, 2011).
Permasalahan yang paling sering dihadapi petani pada
kegiatan usahatani padi terkait dengan penggunaan sarana
produksi usahatani (pupuk, obat-obatan, tenaga kerja, dan
lainnya) adalah kemampuan petani untuk membeli sarana
produksi tersebut karena rendahnya akumulasi modal usahatani
yang dimiliki. Petani sering kali penggunaan input tidak optimal
sehingga pemeliharaan dalam aktivitas usahatani tidak memadai.
Padahal penggunaan input atau faktor produksi seperti bibit, pupuk
urea, pupuk phonska, pelangi, pupuk organik, pestisida dan tenaga
kerja secara tepat dan efisien akan memberikan keuntungan kepada
petani (Dewi et al, 2012).
2.2.2 Penerimaan Usahatani
Penerimaan adalah hasil kali antara produksi yang diperoleh
dengan harga jual. Pendapatan merupakan penerimaan yang
dikurangi dengan biaya–biaya yang dikeluarkan. Pendapatan
seseorang pada dasarnya tergantung dari pekerjaan dibidang jasa
atau produksi, serta waktu jam kerja yang dicurahkan, tingkat
pendapatan perjam yang diterima. Besar kecilnya pendapatan
usahatani dipengaruhi oleh penerimaan dan biaya produksi. Bagi
petani agar terjadi peningkatan pendapatan maka diharapkan para
8

petani dapat menekan biaya produksi. Produksi dan harga jual


semakin tinggi maka akan meningkatkan penerimaan. Biaya produksi
lebih tinggi dari penerimaan maka akan menyebabkan kerugian
usaha para petani (Lumintang, 2013).
2.2.3 Biaya Usahatani
Pembiayaan berarti mencari dan mengurus modal uang yang
berkaitan dengan transaksi-transaksi dalam arus barang dari sektor
produsen sampai konsumen. Pembiayaan dalam pemasaran sangat
penting karena adanya perbedaan waktu antara penjualan dari
produsen dan pembelian dari konsumen. Waktu yang diperlukan ini
kadang-kadang sangat lama, karena itu pembiayaan sangatn penting
karena produsen ingin menerima pembayaran langsung saat ini
menyerahkan hasil produksinya. Saat inilah terlihat peranan dari
perbankan dalam memberikan kredit. Pembiayaan dan penanggungan
resiko merupakan fungsi umum dan penyerta dari semua kegiatan
pemasaran (Endang et al, 2000).
Biaya produksi dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu
biaya explisit dan biaya implisit. biaya explisit adalah pengeluaran-
pengeluaran produsen untuk faktor-faktor produksi yang harus dibeli
dari pihak luar. Biaya implisit adalah perkiraan pengeluaran dari
penggunaan faktor produksi yang dimiliki sendiri oleh produsen,
misalnya seperti bunga modal sendiri, gaji pemilik perusahaan yang
menjadi pengelola perusahaan dan sebagainya. Selanjutnya biaya
produksi dibedakan juga menjadi biaya pribadi (private cost) dan
biaya sosial (social cost). Total Biaya Tetap (TFC) adalah
keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh faktor
produksi yang tidak dapat berubah jumlahnya misalnya membeli
mesin, mendirikan bangunan pabrik dan sebagainya. Total Biaya
Berubah (TVC) adalah keseluruhan ongkos yang dikeluarkan untuk
memperoleh faktor produksi yang tidak dapat berubah 
(Hartoyo et al, 2000).
9

2.2.4 Pendapatan Usahatani


Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan
dan semua biaya atau dengan kata lain pendapatan meliputi
pendapatan kotor atau penerimaan total dan pendapatan bersih.
Pendapatan kotor atau penerimaan total adalah nilai produksi
komoditas pertanian secara keseluruhan sebelum dikurangi baya
produksi. Pendapatan bersih yaitu seluruh pendapatanyang diperoleh
petani dalam satu tahun dikurangi dengan biaya produksi selama
proses produksi. Biaya produksi meliputi biaya riil tenaga kerja dan
biaya riil sarana produksi (Rahim et al, 2008).
Pendapatan pokok berasal dari sumber mata pencaharian
pokok.  Kriteria untuk mengukur mata pencaharian pokok adalah
jumlah pendapatan dari sumber tersebut paling besar dibandingkan
dengan pendapatan dari sumber  yang lain, korban waktu untuk
memperoleh pendapatan dari sumber tersebut paling besar, dan
pendapatan dari sumber tersebut sifatnya lebih kontinyu biala
dibandingkan dengan sumber yang lain (Hartoyo et al, 2000).
Petani perlu memanfaatkan faktor produksi secara efektif
dan efisien untuk produksi usahataninyadalam mewujudkan
pertanian berkelanjutan. Efisiensi produksi hendaknya penting
diperhatikan oleh petani. Upaya-upaya peningkatan produksi
tanaman pangan melalui jalur ekstensifikasi tampaknya semakin
sulit, terbatasnya lahan pertanian produktif dan alih fungsi lahan
dari pertanian ke non pertanian yang sulit dibendung karena
berbagai alasan. Upaya peningkatan produksi tanaman pangan
melalui efisiensi produksi menjadi salah satu pilihan yang tepat.
Dengan efisiensi, petani dapat menggunakan input produksi
sesuai dengan ketentuan untuk mendapat produksi yang optimal
(Dewi et al, 2012).
Efisiensi merupakan salah satu hal pokok yang dibicarakan
dalam analisis produksi dan penggunaan sumberdaya dalam proses
10

produksi di usaha tani. Dua komponen efisiensi, yaitu: efisiensi


teknis (technical effeciency, TE) dan efisiensi alokatif (allocative
effeciency, AE). TE adalah kemampuan usaha tani untuk
menghasilkan output maksimum dari suatu gugus (set) input tertentu
(atau dikatakan sebagai efisiensi teknis yang berorientasi kepada
output) atau kemampuan usaha tani untuk meminimumkan
penggunaan input untuk menghasilkan level output tertentu (atau
dikatakan sebagai efisiensi teknis yang berorientasi kepada input).
Sementara itu, efisiensi alokatif adalah kemampuan usaha tani untuk
menggunakan input dalam proporsi yang optimum pada tingkat harga
dan teknologi produksi tertentu. Efisiensi ekonomi terjadi apabila
kedua komponen efisiensi tersebut (TE dan AE) terpenuhi (Khan &
Saeed, 2011).
2.2.5 R/C dan B/C Ratio
Analisis BEP atau nilai impas adalah suatu teknis analisis
untuk mempelajari hubungan antara biaya tetap, biaya variable,
keuntungan, volume penjualan BEP dalam penelitian merupakan
pengukuran dimana kapasitas riil pengolahan bahan baku menjadi
output menghasilkan total penerimaan yang sama dengan
pengeluaran BEP dalam unit dan dalam Rupiah. R/C rasio
merupakan metode analisis untuk mengukur kelayakan usaha dengan
menggunakan rasio penerimaan (revenue) dan biaya (cost). Analisis
kelayakan usaha digunakan untuk mengukur tingkat pengembalian
usaha dalam menerapkan suatu teknologi. Dengan kriteria hasil: R/C
> 1 berarti usaha sudah dijalankan secara efisien, R/C = 1 berarti
usaha yang dijalankan dalam kondisi titik impas/Break Event
Point (BEP), sedangkan R/C ratio < 1 usaha tidak menguntungkan
dan tidak layak. Secara sederhana dapat ditulis rumus perhitungan
R/C rasio :
R/C ratio = {( P Q . Q) / (TFC + TVC)}
Penerimaan = P Q . Q
11

Total Biaya = TFC + TVC


Keterangan :
PQ = Harga output
Q = Output
TFC = Total Biaya Tetap (fixed cost)
TVC = Total Biaya Variabel (variable cost)
(Sari, 2011).
Benefit Cost Ratio adalah penilaian yang dilakukan untuk
melihat tingkat efisiensi penggunaan biaya berupa perbandingan
jumlah nilai bersih sekarang yang positif dengan jumlah nilai bersih
sekarang yang negatif, atau dengan kata lain Net B/C adalah
perbandingan antara jumlah NPV positif dangan jumlah NPV negatif
dan ini menunjukkan gambaran berapa kali lipat benefit akan kita
peroleh dari cost yang kita keluarkan. Suatu proyek layak dan efisien
untuk dilaksanakan jika nilai Net b/C > 1, yang berarti manfaat yang
diperoleh lebih besar dari biaya yang dikeluarkan. Sebaliknya jika
Net B/C < 1, berarti manfaat yang diperoleh tidak cukup untuk
menutupi biaya yang dikeluarkan sehingga proyek tidak layak dan
efisien untuk dilaksanakan. Kriteria kelayakan apabila nilai B/C

Δ penerimaan
Ratio > 1 dan dirumuskan dengan : B/CRatio =
Δ biaya
(Shinta 2011).
12

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Populasi dan Sampel


Metode penentuan populasi dilakukan dengan sengaja (purpossive)
yaitu petani buncis di kabupaten Karanganyar, dimana komoditi buncis
merupakan komoditi unggulan di kabupaten tersebut berdasarkan data
Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2012-2013. Metode pengambilan
contoh/sampling dilakukan secara sengaja (purpossive sampling) sebanyak
30 sample. Pada metode ini individu contoh (sample) diwawancarai bukan
atas pertimbangan sendiri melainkan atas petunjuk dan arahan penyuluh
pertanian (PPL) kecamatan, aparaturdesa dan tokoh-tokoh desa. Total
responden sebanyak 30 dibagi menjadi dua yaitu 15 sempel merupakan
responden petani buncis dengan varietas Krisna dan 15 lainnya merupakan
responden petani buncis dengan varietas Pedang.
3.2 Metode Analisis
Data yang telah terkumpul diolah dalam bentuk tabulasi dengan
Microsoft Excel. Analisis data dilakukan dengan membandingkan
keragaan usahatani buncis antara petani yang mengunakan benih Krisna
dan petani dengan benih Pedang. Analisis pertama adalah analisis
pendapatan, yang diawali dengan menghitung jumlah penerimaan dan
pengeluaran usahatani yang dilakukan untuk masing-masing varietas.
Pendapatan usahatani yang diperhitungkan dalam analisis ini didasarkan
atas biaya eksplisit saja, yaitu biaya yang benar-benar dikeluarkan petani
dalam usahataninya. Rumus menghitung pendapatan adalah sbb:
Pendapatan UT = penerimaan UT – biaya UT
Analisis selanjutnya adalah analisis efisiensi dan kemanfaatan dari
usahatani yaitu dengan menghitung R/C ratio dan B/C ratio. Suatu
usahatani dikatakan efisien secara ekonomi apabila rasio output terhadap

12
13

inputnya menguntungkan. Adapun rumus umum dalam mendapatkan nilai


R/C rasio adalah sebagai berikut:
R/C ratio = {( P Q . Q) / (TFC + TVC)}
Sedangkan B/C ratio diperhitungkan dengan rumus:
Δ penerimaan
B/CRatio =
Δ biaya
14

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Karakteristik Sampel


Karakteristik sampel yang diteliti adalah karakteristik responden
usahatani buncis di Kecamatan Ngargoyoso Kabupaten Karanganyar.
Karakteristik sampel sendiri dilihat berdasrkan umur, pendidikan,
pekerjaan, status sosial, status lahan, dan juga luas lahan. Karakteristik
inilah yang menjadi faktor yang dapat memberikan informasi dari
masing-masing responden usahatani.
4.1.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
Salah satu karakteristik sampel adalah mengenai
karakteristik responden berdasarkan umur. Umur responden yang
telah di wawancara berbeda-beda. Dengan karakteristik umur
inilah dapat di ketahui informasi tentang petani usia produktif atau
non produktif.
Tabel 1. Karakteristik Responden Usahatani Buncis Varietas
Krisna dan Pedang Berdasarkan Umur Kecamatan
Ngargoyoso Kabupaten Karanganyar
Umur Varietas Krisna Varietas Pedang
(orang) (orang)
0-10 0 0
11-20 0 0
21-30 0 0
31-40 3 5
41-50 8 8
51-60 2 2
61-70 1 0
>70 1 0
Jumlah 15 15
Sumber: Hasil olahan data primer
Perhitungan kepadatan penduduk menurut umur
berkaitan erat dengan perhitungan angka beban tanggungan,
perbandingan antara jumlah penduduk usia non produktif dengan
jumlah penduduk usia produktif. Dari tabel 1 dapat diketahui

14
15

bahwa umur rata – rata dari keseluruhan responden adalah sekitar


47 tahun, namun paling banyak responden berasal dari rentang
usia antara 41-50 tahun. Dari Tabel tersebut juga diketahui bahwa
penduduk yang berusia 0-30 tahun sangat sedikit dikarenakan
banyak penduduk yang berusia 20-30 tahun memilih untuk
merantau ke kota menjalani aktivitas bekerja atau kuliah.
Sehingga anak-anak merekapun yang berusia di bawah 20 tahun
ikut tinggal di kota bersama orang tuanya yang bekerja atau
kuliah.
4.1.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan
Karakteristik sampel yang harus di ketahui juga adalah
tentang karakteristik responden berdasarkan pendidikan.
Informasi responden tentang pendidikan responden penting untuk
mengetahui maju atau tidaknya petani tersebut. Juga untuk
mengetahui petani atau responden tersebut mudah menerima
inovasi baru atau tidak.
Tabel 2. Karakteristik Responden Usahatani Buncis Varietas
Krisna dan Pedang Berdasarkan Pendidikan
Kecamatan Ngargoyoso Kabupaten Karanganyar
Pendidikan Varietas Krisna Varietas Pedang
(orang) (orang)
SD 12 12
SMP 2 2
SMA 0 0
PT 0 0
Jumlah 14 14
Sumber : Hasil Olahan Data Primer
Berdasarkan data olahan primer yang diperoleh, dapat
diketahui bahwa tingkat pendidikan di Kecamatan Ngargoyoso
Kabupaten Karanganyar kurang baik. Dari tabel 2 dapat diketahui
bahwa responden dari varietas Krisna yang berpendidikan hingga
tamat SD berjumlah 12 orang, sedangkan dari varietas Pedang
berjumlah 12 orang. Responden dari varietas Krisna yang
berpendidikan hingga tamat SMP berjumlah 2 orang sedangkan
16

dari varietas Pedang berjumlah 2 orang. Tidak ada responden dari


varietas Krisna yang berpendidikan hingga tamat SMA dan PT
begitupun untuk varietas Pedang. Banyaknya masyarakat yang
berpendidikan merupakan faktor maju atau tidaknya suatu daerah.
Dengan sedikitnya masyarakat yang berpendidikan di Kecamatan
Ngargoyoso Kabupaten Karanganyar, maka desa tersebut dapat
digolongkan desa yang kurang berkembang.
4.1.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan
Informasi yang selanjutnya harus di ketahui dari responden
adalah tentang pekerjaan yang dimiliki responden. Pekerjaan yang
di maksudkan di sini adalah tentang pekerjaan pokok responden.
Baik perkerjaan di luar usahatani atau masih dalam lingkup
usahatani.
Tabel 3. Karakteristik Responden Usahatani Buncis Varietas
Krisna dan Pedang Berdasarkan Pekerjaan Kecamatan
Ngargoyoso Kabupaten Karanganyar
Pekerjaan Varietas Krisna Varietas Pedang
Sumber : (orang) (orang)
Hasil Poko Sampingan Poko Sampingan
Olahan k k
Data Petani penggarap/ 14 1 14 1
Primer penyakap/penyewa
Buruh tani 0 0 0 0
Pedagang 0 2 1 3
Wiraswasta 1 0 0 0
PNS/ABRI 0 1 0 0
Tukang batu/kayu 0 0 0 0
Lainnya 0 0 0 3
Jumlah 15 4 15 7
Berdasarkan tabel 3 Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian di
Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar terlihat bahwa mata
pencaharian yang paling banyak dilakukan penduduknya adalah sebagai petani,
14 orang dari pembudidaya varietas Krisna menjadikan profesi tersebut
sebagai mata pencaharian pokok, dan 1 orang sebagai pekerjaan sampingan
serta pada varietas Pedang 14 orang menjadikan profesi tersebut sebagai
pekerjaan pokok dan 1 orang menjadikan profesi tersebut sebagai pekerjaan
17

sampingan. Pada varietas Krisna pekerjaan pedagang dijadikan


sebagai pekerjaan sampingan, tetapi untuk varietas Pedang,
responden menjadikan pedagang sebagai pekerjaan pokok hanya 1
orang dan untuk sampingan sebanyak 3 orang. Untuk pekerjaan
wiraswasta dan PNS/ABRI, varietas Krisna menjadikan
wiraswasta sebagai pekerjaan pokok hanya 1 orang dan untuk
guru sebagai sampingan hanya 1 orang, tetapi untuk varietas
Pedang tidak satupun dari responden yang mempunyai pekerjaan
pokok maupun sampingan sebagai wiraswasta maupun PNS/ABRI
tetapi terdapat 3 orang yang menjadikan peternak sebagai
pekerjaan sampingan, sedangkan untuk varietas Krisna tidak ada
yang menjadikan peternak sebagai pekerjaan pokok maupun
sampingan. Keragaman mata pencaharian penduduk Kecamatan
Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar menunjukkan bahwa Desa
Keden belum cukup maju, karena beberapa dari mereka masih
menjadikan petani sebagai pekerjaan pokok.
4.1.4 KarakteristikRespondenBerdasarkan Status Sosial
Karakteristik yang dimiliki responden sangat beragam.
Salah satu karakteristik yang dimiliki responden adalah
berdasarkan status sosial. Status sosial ini dapat dilihat dari
lingkungan tempat tinggal responden. Baik itu sebagai masyarakat
biasa, pengurus RT, pamong desa, dan lainnya.
Tabel 4. Karakteristik Responden Usahatani Buncis Varietas
Krisna dan Pedang Berdasarkan Status Sosial
Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar
Status Sosial Varietas Krisna Varietas Pedang
(orang) (orang)
Masyarakat biasa 15 15
Pamong desa 0 0
Pengurus RT/RW/ 0 0
Tokohmasyarakat 0 0
lain
Jumlah 15 15
Sumber: Hasil olahan data primer
18

Berdasarkan tabel 4 status sosial Kecamatan


Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar seluruhnya adalah
masyarakat biasa, jadi tidak satupun dari mereka yang status
socialnya sebagai pamong desa, pengurus RT/RW ataupun tokoh
masyarakat lain.
4.1.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Luas Lahan
Setiap petani Buncis baik varietas Krisna maupun varietas
Pedang memiliki luas lahan yang berbeda. Hal ini dipengaruhi
oleh beberapa faktor. Dimana luas lahan yang dimiliki akan
berpengaruh terhadap jumlah produksi dan akan mempengaruhi
pendapatan dari usaha tani tersebut.
Tabel 5. Karakteristik Responden Usaha Tani Buncis Varietas
Krisna dan Pedang Berdasarkan Luas Lahan Kecamatan
Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar
LuasLahan Varietas Krisna (Ha) Varietas Pedang
(Ha)
Jumlah luas lahan 9,78 4,95
Rata-rata luas lahan 0,65 0,33
Sumber : Hasil olahan data primer
Berdasarkan tabel 5 Karakteristik Responden Usaha Tani
Buncis Varietas Krisna dan Pedang social Kecamatan
Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar didapatkan dua jumlah luas
lahan dan dua rata-rata luas lahan dari masing-masing varietas.
Varietas Krisna dengan total 15 orang responden memiliki jumlah
luas lahan sebesar 9,78 Ha, dengan rata-rata luas lahan sebesar
0,65 Ha. Sedangkan pada varietas Pedang dengan total 15
responden, memiliki jumlah luas lahan sebesar 4,95 Ha, dengan
rata-rata luas lahan sebesar 0,33 Ha.
4.1.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Status Lahan
Status lahan dapat mempengaruhi biaya yang harus
dikeluarkan.Status lahan terdiri atas pemilik penggarap, penyewa,
dan penyakap. Pemilik penggarap merupakan status lahan milik
19

sendiri. Penyewa yaitu dengan menyewa lahan milik orang lain.


Sedangkan penyakap melalui sistem bagi hasil.
Tabel 6. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Lahan
Usaha Tani Buncis Varietas Krisna dan Pedang
Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar
Status Lahan Varietas Krisna Varietas Pedang
(orang) (orang)
Pemilik penggarap 15 13
Penyewa 0 2
Penyakap 0 0
Jumlah 15 15
Sumber : Hasil olahan data primer
Berdasarkan tabel 6 tentang Karakteristik Responden
Usaha Tani Buncis Varietas Krisna dan Pedang Kecamatan
Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, dari tiga jenis status lahan
yang dimiliki oleh responden, pada varietas Krisna semuanya
adalah seorang pemilik penggarap. Para responden yang memiliki
lahan di tanami dan di garap sendiri tanpa disewakan atau sistem
bagi hasil dengan orang lain. Dari responden yang menanan
varietas Pedang terdapat 13 orang pemilik penggarap sdangkan 2
orang sebagai penyewa.
4.2 Budidaya Tanaman Buncis oleh Petani Sampel
Buncis (Phaseolus vulgaris L.) adalah sayuran yang dikonsumsi
buahnya sebagai bahan pangan. Buncis hampir mirip dengan koro, hanya saja
buahnya gilig memanjang tidak gepeng. Sekilas lebih mirip dengan tanaman
kacang panjang yang bantet dan pendek. Memang penampakan pohonnya pun
hampir-hampir mirip dengan keduanya. Secara umum buncis dapat dibedakan
menjadi dua, yakni buncis merambat/indeterminate dan tegak/determinate.
Budidaya buncis cocok dilakukan di dataran sedang hingga tinggi. Ketinggian
ideal bagi tanaman ini adalah 1000-1500 meter dari permukaan laut dengan
suhu 20-25oC. Namun, budidaya buncis masih bisa dilakukan di dataran
rendah hingga 400 meter dari permukaan laut. Budidaya buncis memerlukan
cahaya matahari yang banyak dengan curah hujan sedang. Tanaman ini cocok
dibudidayakan diakhir musim hujan dan awal kemarau. Buncis juga peka
20

terhadap genangan air sehingga drainase lahan harus benar-benar


diperhatikan.
Varietas Buncis yang di budidayakan di Kecamatan Ngargoyoso,
Kabupaten Karanganyar terdapat dua macam, yaitu varietas Krisna dan
Pedang. Dari tampilan pohon yang terlihat sama. Cara budidaya kedua
varietas ini sama saja, sama-sama di mulai dari pengolahan tanah,
pembibitan, penanaman dan juga pemeliharaan.
Budidaya tanaman buncis yang pertama adalah pengolahan lahan.
Pengolahan lahan untuk budidaya buncis Krisna maupun Pedang sedikit
berbeda dengan pengolahan tanah untuk sayuran daun. Pertama-tama tanah
dibajak untuk digemburkan. Campurkan kapur secukupnya apabila kondisi
tanah asam. Kemudian buat bedengan selebar 1 meter dengan tinggi 20-30
cm. Jarak antar bedengan 30-40 cm. Buat lubang tanam pada bedengan
membentuk dua baris dengan jarak antar baris 40-60 dan jarak dalam baris 30
cm. Masukkan pupuk kandang atau kompos kedalam lubang-lubang tanam
tersebut, kira-kira satu genggaman tangan. Untuk satu hektar tanaman
dibutuhkan sekitar 20 ton pupuk kandang atau kompos. Biarkan kompos
tersebut selama 1-3 hari.
Kemudian langkah kedua adalah penyiapan benih buncis. Budidaya
buncis diperbanyak dengan biji yang diseleksi dari tanaman sehat dan subur.
Cara menyeleksinya berdasarkan bedengan terbaik tempat buncis tumbuh.
Alasan pemilihan tanaman menurut bedengan agar proses penuaan tidak
menganggu tanaman lainnya. Jika seleksi benih dipilih berdasarkan individu
tanaman maka akan terjadi kegagalan panen pada individu-individu lain yang
tumbuh dalam bedengan yang sama. Hal tersebut bisa terjadi karena tanaman
yang mengalami proses penuaan buah akan menyedot nutrisi untuk tanaman
lain. Sehingga tanaman yang buahnya tidak dibenihkan akan mengalami
gagal panen. Buah yang terpilih untuk calon benih dipetik dan diseleksi. Pilih
buah yang besar-besar dan bentuknya sempurna. Kemudian jemur buah
buncis di bawah terik matahari hingga kering, biasanya 1-2 hari. Setelah
kering, kupas kulit buahnya dan ambil bijinya. Simpan benih dalam botol
21

kaca yang bersih. Setelah botol terisi penuh oleh benih, penuhi mulut botol
dengan abu kayu sebagai penutupnya. Manfaat abu kayu sebagai media
penutup botol menyerap kelembaban. Sehingga lingkungan dalam botol tetap
kering namun masih memungkinkan adanya pertukaran udara. Biji buncis
yang tersimpan dengan baik bisa bertahan dalam suhu kamar selama 6 bulan.
Setelah tahap penyiapan benih telah selesai maka langkah yang ketiga
adalah penanaman buncis. Cara paling efektif dalam budidaya buncis adalah
menanam biji secara langsung tanpa proses penyemaian. Masukkan biji
buncis siap tanam kedalam lubang yang telah dibuat. Isi setiap lubang dengan
2 biji buncis. Lalu tutup dengan tanah, kemudian siram secara berkala apabila
kondisi tanah kering. Kebutuhan benih buncis adalah 50 kg per hektar. Buncis
mulai berkecambah pada 3-7 hari setelah tanam. Pada hari ke-7 biasanya
kecambah telah tumbuh secara serempak.
Selanjutnya, langkah keempat adalah perawatan budidaya buncis.
Beberapa perawatan yang diperlukan dalam budidaya buncis diantaranya
penaikan tanah, pemasangan lenjer bambu dan pemupukan susulan. Tanaman
buncis adalah tanaman yang tahan kekeringan, kita tidak perlu menyiramnya
setiap hari. Meskipun hujan hanya terjadi sekali dalam seminggu, buncis
masih bisa tumbuh dengan baik. Penyiraman hanya dilakukan apabila kondisi
kekeringan sudah parah. Sekitar 2 minggu setelah tanam, naikkan tanah yang
berada disekeliling tanaman. Maksudnya agar tanah menutupi akar yang
menyembul dan memperkuat kedudukan akar. Selain itu, penaikan tanah
dimaksudkan untuk menyiangi tanaman penggangu. Dengan penaikan tanah,
tanaman pengganggu akan tercerabut dari akarnya dan mati. Pemasangan
lenjer bambu atau pengajiran bisa dilakukan setelah minggu ke-2. Pasang
lenjer bambu sepanjang 2 meter, lalu gabungkan setiap empat lenjer pada
pangkal atasnya. Pemasangan lenjer diperlukan agar tanaman merambat naik
dan buah tidak mengenai tanah. Pemupukan susulan diberikan pada minggu
ke-3. Berikan satu kepal kompos atau pupuk kandang yang telah matang pada
setiap tanaman. Total kebutuhan pupuk susulan sekitar 20 ton per hektar.
22

Penanganan tanaman buncis jika terdapat hama adalah dengan


pengendalian hama dan penyakit. Hama yang ditemui dalam budidaya buncis
antara lain kumbang pemotong daun yang merusak jaringan pengangkut.
Kumbang ini menyebabkan tanaman kering dan gagal berbunga. Untuk
mengusirnya bisa dengan pemberian biopestisida dari ekstrak bush gadung
dan kipait. Namun biasanya penanganan dengan pestisida hayati tidak
berlangsung lama. Oleh karenanya penanganan secara manual malah lebih
efektif. Pengambilan kumbang secara manual masih mungkin dilakukan.
Biasanya dalam lahan berukuran 100 meter persegi ditemukan 50-100 ekor
kumbang. Beberapa hama lain yang sering menyerang buncis adalah lalat
kacang, kutu daun, ulat grayak , penggerek biji dan ulat bunga.
Pengendaliannya dengan menerapkan kultur teknis seperti merotasi tanaman,
penanaman serempak, membersihkan dan memusnahkan sisa-sisa tanaman
tempat persembunyian hama. Selain hama, penyakit yang sering menyerang
buncis antara lain penyakit mosaik daun, penyakit sapu, layu bakteri,
antraknosa dan embun tepung. Cara pencegahannya adalah dengan perbaikan
drainase dan mencabut tanaman yang mati. Pememakaian benih yang benar-
benar bebas dari penyakit akan menghindarkan serangan di kemudian hari.
Selain itu lakukan rotasi tanaman dengan tanaman lobak, wortel atau kol
bunga. Apabila terpaksa, lakukan penyemprotan pestisida hayati.
Buncis mulai berbunga pada 40 hari setelah tanam. Pada umur 50 hari,
buncis sudah bisa dipanen. Buncis bisa dipanen 2 hari sekali dengan cara
dipotong. Pemotongan harus dilakukan dengan hati-hati supaya bunga tidak
jatuh. Pemanenan bisa dilakukan hingga 10 kali. Biasanya pada panen
pertama dan kedua hasinya mencapai 2-4 ton per hektar. Pada panen ketiga
hingga kelima akan mencapai puncak lalu kemudian menurun hingga panen
terakhir. Total hasil panen budidaya buncis bisa mencapai 24 ton per hektar.
4.3 Analisis Usahatani
4.3.1 Penerimaan Usahatani
Penerimaan merupakan hasil yang diperoleh oleh petani
berdasarkan jumlah output dikali harga untuk tiap unit. Penerimaan
23

akan mempengaruhi keberhasilan suatu usaha tani. Semakin besar


penerimaan dan semakin kecil biaya, maka akan memiliki
pendapatan yang besar.
Tabel 7. Penerimaan Usahatani Buncis Varietas Krisna dan
Pedang Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar
Uraian Varietas Krisna Varietas Pedang
Rata-rata Konversi 1 Rata-rata Konversi 1
per Ha per Ha
usahatani usahatani
Produksi 10646,67 16329,24 6165,33 18701,72
Harga 4400,00 6748,47 4066,67 12335,69
Penerimaan 43693333,3 67014314,9 24894666,6 75514661,2
3 3 7 7
Sumber : Hasil Olahan Data Primer
Berdasarkan Tabel 7. Penerimaan Usahatani Buncis Varietas
Krisna dan Pedang Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar
maka dapat dilihat bahwa untuk rata-rata produksi dari kedua
varietas lebih banyak yang varietas Krisna dalam produksi, yaitu
10646,67 kg. Jika dilihat dari segi penerimaan juga lebih besar yang
varietas Krisna. Hal tersebut dikarenakan harga jual untuk varietas
Krisna yang lebih mahal.
Penerimaan usahatani merupakan nilai produksi total
usahatani dalam jangka waktu satu tahun atau satu masa tanam, yang
diperoleh dari hasil perkalian antara jumlah produksi dengan harga
tiap unit. Harga untuk buncis varietas Krisna yaitu Rp. 4.400,00 dan
varietas Pedang Rp. 4.067,00. Penerimaan yang besar tidak selalu
memberikan pendapatan yang besar pula. Hal tersebut dipengaruhi
oleh biaya yang dikeluarkan.
24

4.3.2 Biaya Usahatani


Biaya implisit merupakan biaya yang secara ekonomis harus
diperhitungkan sebagai biaya produksi meskipun tidak dibayar dalam
bentuk uang. Biaya eksplisit harus dihitung karena merupakan
pengeluaran uang yang digunakan untuk membayar faktor produksi.
Tabel 8. Biaya Eksplisit dan Implisit dari Usahatani Buncis Varietas
Krisna dan Pedang yang Harus Dikeluarkan oleh Petani di
Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar
Biaya Varietas Krisna Varietas Pedang
Rata-rata Konversi Rata-rata Konversi 1
per 1 Ha per Ha
usahatani usahatani
A. Eksplisit
1. Benih/bibit 1785625,00 2736450,2 2541458,3
5 8576348,83
3
2. Pupuk
- Urea 0 0 0 0
- ZA 437583,33 670591,54 530755,33 1791065,62
- SP36 1101208,1
718575,00 641578,33 2165056,24
1
- KCL 1173758,6
765916,67 674591,33 2276461,19
8
- Kandang 2604800,0 3991826,7 1627386,6 5491743,53
0 3 7
- Lainnya 495323,33 759077,44 451433,33 1523397,08
3. P
0 0 0 0
estisida
4. T 4240396,4 2097266,6
2767000 7077390,33
KL 0 7
5. S
233333,33 357580,71 658333,33 2221597,30
ewa lahan
6. Bunga modal
0 0 0 0
luar
7. Biaya lain-
135566,67 207754,39 0 0
lain
Jumlah 9943723 15238644 9222803 31123060
B. Implisit
1. Benih/bibit 54166,67 83009,81 616875,00 2081692,91
25

2. Pupuk
- Urea 0 0 0 0
- ZA 178000,00 272783,00 214786,67 724814,40
- SP36 273000,00 418369,43 338928,33 1143740,16
- KCL 325000,00 498058,85 372883,33 1258323,96
- Kandang 1423333,3
3733,33 5721,29 4803149,61
3
- Lainya 165000,00 252860,65 199100,00 671878,52
3. T
413220,00 633255,01 236733,33 798875,14
KD
4. P
247804,40 379757,46 203839,33 687871,77
enyusutan
5. Sewa lahan 3668000,0 5621168,7 1380000,0
4656917,89
sendiri 0 8 0
Jumlah 5327924 8164984 4986479 16827264,36
Total Biaya 15271647,
23403628 14209282 47950324,36
4
Sumber : Hasil Olahan Data Primer
Berdasarkan tabel diatas maka dapat diketahui bahwa biaya
yang digunakan untuk usahatani varietas Krisna lebih mahal daripada
varietas Pedang secara implisit. Secara eksplisit varietas Krisna juga
lebih mahal dari varietas Pedang. Hal tersebut menunjukkan bahwa
biaya secara langsung yang dikeluarkan oleh petani lebih mahal yang
varietas Krisna.
Biaya produksi yang dikeluarkan petani kedua varietas
tersebut bernacam-macam. Hal tersebut dikarenakan kebutuhan
setiap petani akan faktor produksi yang digunakan tidaklah sama.
Selain itu, jarak tanam yang digunakan oleh petani akan berpengaruh
terhadap pupuk dan jumlah bibit.
4.3.3 Pendapatan Usaha Tani
Pendapatan usahatani adalah penerimaan setelah dikurangi
dengan biaya tenaga kerja dalam keluarga. Pendapatan diapat
diketahui dengan cara menghitung jumlah penerimaan dan
pengeluaran usahatani yang dilakukan untuk masing-masing varietas.
Pengeluaran usahatani yang diperhitungkan dalam analisis ini adalah
26

biaya eksplisit saja, yaitu biaya yang benar-benar dikeluarkan petani


dalam usahataninya.
Tabel 9 Pendapatan Usaha Tani Buncis Varietas Krisna dan Pedang
Kecamatan Ngargoyoso Kabupaten Karanganyar
Uraian Varietas Krisna Varietas Pedang
Rata-rata Konver Rata-rata Konver
per si 1 Ha per si 1 Ha
usahatani usahatani
Penerimaan 43693333,33 0,65 24894666, 0,33
67
Jumlah Biaya 10007490,00 0,65 9332368,0 0,33
(eksplisit) 0
Pendapatan 33685843,33 0,65 24202298, 0,33
67
Sumber : Hasil Olahan DataPrimer
Berdasarkan Tabel 9 Pendapatan Usaha Tani Buncis Varietas
Krisna dan Pedang Kecamatan Ngargoyoso Kabupaten Karanganyar
rata-rata penerimaan usaha tani varietas Krisna lebih besar
dibandingkan rata-rata penerimaan usaha tani varietas Pedang. Rata-
rata penerimaan usaha tani Buncis varietas Krisna yaitu sebesar
4369333,33 dalam konversi 0,65 Ha, sedangkan rata-rata penerimaan
usaha tani buncis varietas Pedang yaitu sebesar 24894666,67 dalam
konversi 0,33 Ha. Sementara rata-rata per usahatani jumlah biaya
eksplisit juga lebih besar varietas Krisna yaitu sebesar 10007490 per
0,65 Ha. Secara keseluruhan pendapatan lebih besar usaha tani
buncis varietas Krisna yaitu sebesar 33685843,33 per 0,65 Ha.
4.4 Perhitungan R/C Ratio dan B/C Ratio
4.4.1 Perhitungan R/C Ratio per Ha
Revenue Cost Ratio (R/C Ratio) dilakukan dengan tujuan utuk
melihat keuntungan relatif dalam sebuah usaha yang diperoleh dalam
sebuah usaha selama satu tahun terhadap biaya yang dikeluarkan
dalam kegiatan usaha tersebut.B/C ratioyaitu keuntungan dibagi
dengan total biaya. Nilai yang muncul pada B/C ratio menunjukkan
27

besarnya keuntungan (dalam unit) yang akan diperoleh jika


mengeluarkan biaya sebesar 1 unit tersebut.
Tabel 10. Perhitungan R/C Ratio (Per Ha) Usaha Tani Buncis
Kecamatan Ngargoyoso Kebupaten Karanganyar
Komponen Varietas Krisna Varietas Pedang
Penerimaan 655400000 373420000
Biaya
a. Biaya Eksplisit 15112350 139985520
b. Biaya Implisit 80118866 74797190
Total Biaya 230231216 214782710
R/C atas biaya 4,37 2,67
tunai (eksplisit)
R/C atas biaya 2,85 1,74
total
Sumber : Hasil Olahan Data Primer
Berdasarkan Tabel 10. Perhitungan R/C Ratio (Per Ha) Usaha
Tani Buncis Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, besar
penerimaan buncis varietas Krisna lebih besar dibandingkan besar
penerimaan buncis varietas Pedang yakni sebesar 655400000.
Sedangkan besar penerimaan buncis varietas Pedang yaitu
373420000. Biaya Eksplisit dari usaha tani buncis varietas Krisna
lebih besar dibandingkan besar biaya eksplisit dari usaha tani
varietas Pedang. Besar biaya imsplisit dari usaha tani varietas Krisna
adalah sebesar 80118866 sedangkan besar biaya implisit usaha tani
varietas Pedang adalah sebesar 74797190.
Besar R/C Ratio dari usahatani buncis varietas Krisna atas biaya
tunai adalah sebesar 4,37. Sedangkan besar R/C Ratio dari usaha tani
buncis varietas Pedang atas biaya tunai adalah sebesar 2,67. Hal ini
menunjukkan bahwa pengusahaan buncis varietas Krisna lebih
efisien dibandingkan usaha tani buncis varietas Pedang.
R/C Ratio dari Usaha Tani buncis varietas Krisna atas biaya
tunai sebesar 4,37 menunjukkan bahwa usahatani tersebut layak
diusahakan, demikian juga besar R/C Ratio dari usaha tani buncis
28

varietas Pedang atas biaya tunai adalah sebesar 2,67 maka usahatani
buncis varietas Pedang juga layak untuk diusahakan. Masing –
masing varietas memiliki R/C Ratio > 1 sehingga tentu layak untuk
diusahakan.
Perhitungan B/C Ratio per Ha:
B/C Ratio atas biaya perbedaan besarnya penerimaan usahatani
tunai = perbedaan besarnya biaya tunai usahatani

281980000
=
10126830

= 27,84

Besar B/C Ratio atas biaya tunai dari kedua varietas tersebut
adalah sebesar 27,84. Besar B/C ratio atas biaya tunai kedua varietas
tersebut mengandung arti bahwa pada setiap Rp. 1 yang dikeluarkan,
memberikan manfaat sebesar Rp. 27,84. Besar B/C ratio tersebut < 1
ini menunjukkan bahwa penambahan produksi untuk kedua varietas
tersebut lebih kecil daripada penambahan biayanya atau penambahan
biaya untuk usaha tani kedua varietas tersebut tidak memberikan
manfaat. B/C ratio yaitu keuntungan dibagi dengan total biaya.
B/C Ratio atas perbedaan besarnya penerimaan usahatani
biaya total = perbedaan besarnya biaya total usahatani

281980000
=
15448506

= 18,25

Besar B/C Ratio atas biaya total dari kedua varietas tersebut
adalah sebesar 18,25. Besar B/C ratio atas biaya total kedua varietas
tersebut mengandung arti bahwa pada setiap Rp. 1 yang dikeluarkan,
memberikan manfaat sebesar Rp. 18,25. Besar B/C ratio tersebut < 1
ini menunjukkan bahwa penambahan produksi untuk kedua varietas
29

tersebut lebih kecil daripada penambahan biayanya atau penambahan


biaya untuk usaha tani kedua varietas tersebut tidak memberikan
manfaat.
30

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum Manajemen Usaha Tani Komoditas
Buncis yang telah dilakukan di Kecamatan Ngargoyoso Kabupaten
Karanganyar maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Rata-rata pendapatan yang diterima pada usahatani Ubi KayBuncis
varietas Krisna sebesar Rp. 33.685.843,33 (konversi 0,65 Ha),
sedangkan pada kentang varietas Pedang Rp. 24.202.298,67
(konversi 0,33 Ha),
2. R/C ratio atas biaya tunai Krisna lebih besar yaitu 4,37 dibanding
varietas Pedang sebesar 2,67. Hal ini berarti bahwa usahatani
Buncis varietas Krisna mempunyai efisiensi yang lebih besar
daripada usahatani Buncis varietas Pedang.
3. R/C ratio atas biaya total Krisna lebih besar yaitu 2,85 dibanding
varietas Pedang sebesar 1,74. Hal ini berarti bahwa usahatani
Buncis varietas Krisna mempunyai efisiensi yang lebih besar
daripada usahatani Buncis varietas Pedang.
4. B/C ratio atas biaya tunai dari kedua varietas adalah 27,84 yang
berarti nilainya >1. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan biaya
untuk kedua varietas ini memberikan manfaat atau dengan kata
lain penambahan produksi untuk kedua varietas ini lebih besar
daripada penambahan biayanya.
5. B/C ratio atas biaya total dari kedua varietas adalah 18,25 yang
berarti nilainya >1. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan biaya
untuk kedua varietas ini memberikan manfaat atau dengan kata lain
penambahan produksi untuk kedua varietas ini lebih besar daripada
penambahan biayanya.

31
31

B. Saran
Saran untuk praktikum Ilmu Usaha Tani adalah sebagai berikut :
1. Petani Buncis di Kecamatan Ngargoyoso Kabupaten Karanganyar agar
mengembangkan Buncis varietas Krisna karena nilai usaha taninya
lebih efisien dibandingkan varietas Pedang.
2. Petani Buncis Kecamatan Ngargoyoso Kabupaten Karanganyar
seharusnya memperhatikan biaya implisit yang mereka keluarkan agar
mereka bisa mengevaluasi setiap usaha tani yang mereka jalankan.
3. Petani Buncis Kecamatan Ngargoyoso Kabupaten Karanganyar
seharusnya mengenal hukum “The Law of Deminishing Return” agar
penambahan pupuk/pestisida tidak berlebihan yang biasanya malah
akan memperkecil hasil panen.
32

DAFTAR PUSTAKA

Anas. 2006. Panduan Budidaya Tanaman Sayuran. Institut Pertanian Bogor.


Bogor.

Bambang. 2003. Kacang Buncis, Teknik Budidaya & Analisis Usaha Tani.
Kanisius. Jogjakarta.

Cahyono, B. 2007. Kacang Buncis: Teknik Budidaya Dan Analis Usaha Tani.
Kanisius. Yogyakarta.

Dewi, I Gusti Ayu Chintya, I Ketut Suamba dan I G.A.A Ambarawati. 2012.
Analisis Efisiensi Usahatani Padi Sawah (Studi Kasus di Subak Pacung
Babakan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung). E-Journal
Agribisnis dan Agrowisata.Vol. 1 No. 1.
Endang, S R dan Driyo P. 2000. Tata Niaga Pertanian. Departemen
Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia. Universitas Sebelas
Maret. Surakarta.

Hartoyo et al. 2000. Ekonomi Mikro. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan


Republik Indonesia.Universitas Sebelas Maret Surakarta. Surakarta.

Khan, H. & Saeed, I. 2011. Measurement of Technical, Allocative and


Economic Efficiency of Tomato Farms in Northern Pakistan.
International Conference on Management, Economics and Social
Science (ICMESS ‘2011).

Lumintang, F. 2013. Analisis Pendapatan Petani Padi di Desa Teep Kecamatan


Langowan Timur. Jurnal EMBA Vol. 1 No. 3.

Manshuri, A.G. 2007. Peningkatan Produksi Kacang-kacangan dan Umbi-


umbian Mendukung Kemandirian Pangan. Pengaruh Pemupukan NPK
dan Pemberian Dolomit Terhadap Hasil Beberapa Varietas dan Galur
Kedelai di Lahan Masam Ultisol, Balai Penelitian Tanaman Kacang-
Kacangan dan Umbi-Umbian. Malang. Hal 413-420.

Nasikun, M. 2014. Sukses Bertani Buncis. Garudhawaca. Jakarta

Rahim, A dan Hastuti. 2008. Ekonomika Pertanian. Penebar Swadaya. Jakarta.


Rukmana, R. 2004. Bertanam Buncis. Kanisius. Yogyakarta.

Setiawan, A. I, 2003. Sayuran Dataran Tinggi dan Pengaturan Panen.


Penebar Swadaya. Jakarta.

Shinta, A. 2011. Ilmu Usaha Tani. Universitas Brawijaya Press. Malang.


33

Soekartawi. 2002. Analisis Usaha Tani. Penerbit Universitas Indonesia ( UI-


Press). Jakarta.
Syekhfanis, 2013. Buncis. Universitas Brawijaya Press. Malang.

Anda mungkin juga menyukai