Anda di halaman 1dari 8

II.

KERANGKA PEMIKIRAN

A. Tinjauan Pustaka
1. Botani Tanaman sawi
Menurut Astawan (2008), tanaman sawi dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Classis : Dicotyledonae
Ordo : Rhoeadales (Brassicales)
Familia : Cruciferae (Brassicaceae)
Genus : Brassica
Spesies: Brassica juncea L.
Tanaman sawi masih satu keluarga dengan kubis-krop, kubis-
bunga, brokoli, dan lobak atau rades yaitu famili Cruciferae. Oleh
karena itu, sifat morfologis tanamannya hampir sama, terutama pada
sistem perakaran, struktur batang, bunga, buah (polong) maupun
bijinya (Rukmana, 1994). Seperti tanaman yang lainnya, tanaman
sawi mempunyai bagian-bagian tanaman seperti akar, batang, daun,
bunga, buah, dan biji.
Sistem perakaran sawi menurut Rukmana (1994) memiliki akar
tunggang (Radix Primaria) dan cabang-cabang akar yang bentuknya bulat
panjang (silindris) menyebar ke semua arah pada kedalaman antara 30-50cm.
Akar ini berfungsi antara lain menyerap air dan zat makanan serta
menguatkan berdirinya batang tanaman. Sedangkan menurut Cahyono (2003)
sawi berakar serabut yang tumbuh dan berkembang secara menyebar ke
semua arah. Perakarannya sangat dangkal pada kedalaman sekitar 5 cm.
Batang sawi menurut Rukmana (1994) pendek sekali dan beruas-ruas,
sehingga hampir tidak kelihatan. Batang ini berfungsi sebagai alat pembentuk
dan penopang daun. Cahyono (2003) menambahkan bahwa sawi memiliki
batang sejati pendek dan tegap terletak pada bagian dasar yang berada

5
6

didalam tanah, Batang sawi bersifat tidak keras dan berwarna kehijauan atau
keputih-putihan.
Daun sawi menurut Cahyono (2003) berbentuk bulat atau bulat
panjang (lonjong) ada yang lebar dan ada yang sempit, ada yang berkerut-
kerut (keriting), tidak berbulu, berwarna hijau muda, hijau keputih-putihan
sampai hijau tua. Daun memiliki tangkai daun panjang atau pendek, sempit
atau lebar berwarna putih sampai hijau, bersifat kuat, dan halus. Pelepah-
pelepah daun yang lebih muda, tetapi membuka. Di samping itu, daun juga
memiliki tulang-tulang daun yang menyirip dan bercabang-cabang. Haryanto
et al. (1995) menambahkan bahwa secara umum sawi biasanya mempunyai
daun lonjong, halus, tidak berbulu, dan tidak berkrop.
Struktur bunga sawi tersusun dalam tangkai bunga (Inflorescentia)
yang tumbuh memanjang (tinggi) dan bercabang banyak. Tiap kuntum bunga
terdiri atas empat helai kelopak daun, empat helai daun mahkota bunga
berwarna kuning cerah, empat helai benang sari, dan satu buah putik yang
berongga dua (Rukmana, 1994).
Buah sawi menurut Rukmana (1994) termasuk tipe buah polong, yaitu
bentuknya memanjang dan berongga. Tiap bah (polong) berisi 2-8 butir biji.
Biji sawi berbentuk bulat kecil berwarna cokelat atau cokelat kehitam-
hitaman. Cahyono (2003) menambahkan, biji sawi berbetuk bulat, berukuran
kecil, permukaannya licin mengkilap, agak keras, dan berwarna cokelat
kehitaman.
2. Syarat Tumbuh Tanaman sawi
Daerah yang cocok untuk pertumbuhan sawi tanaman sawi adalah
mulai dari ketinggian 5 meter sampai 1,200 meter dpl. Namun biasanya
tanaman ini di budidayakan di daerah yang berketinggian 100-500 meter dpl.
Sebagian besar daerah-daerah Indonesia memenuhi syarat ketinggian tersebut
(Haryanto et al, 1995).
Tanaman dapat melakukan fotosintesis dengan baik memerlukan
energy yang cukup. Cahaya matahari merupakan sumber energi yang
diperlikan tanaman untuk proses fotosintesis. Energi kinetik matahari yang
optimal yang diperlukan tanaman untuk pertumbuhan dan produksi berkisar
7

antara 350-400 cal/cm2 . Setiap hari. Sawi memerlukan cahaya matahari


tinggi (Cahyono, 2003).
Kondisi iklim yang dikehendaki untuk pertumbuhan tanamam sawi adalah
daerah yang mempunyai suhu malam hari 15,60C dan siang harinya 21,10C
serta penyinaran matahari antara 10-13 jam per hari. Meskipun demikian,
beberapa varietas sawi yang tahan terhadap suhu panas, dapat tumbuh dan
beproduksi dengan baik di daerah yang suhunya diantara 270C-320C
(Rukmana, 2007).
Kelembaban udara yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman sawi yang
optimal berkisar antara 80%-90%. Tanaman sawi tergolong tanaman yang
tahan terhadap hujan, sehingga penanaman pada musim hujan masih bisa
memberikan hasil yang cukup baik. Curah hujan yang sesuai untuk
pembudidayaan tanaman sawi adalah 1,000-1,500 mm/tahun. Daerah yang
memiliki curah hujan sekitar 1,000-1,500 mm/tahun dapat dijumpai di
dataran tinggi. Akan tetapi tanaman sawi tidak tahan terhadap air yang
menggenang (Cahyono, 2003).

3. Media Tanam dan Peranannya


Menurut Wiryanta (2002), syarat media tanam untuk hidroponik
adalah mampu menyerap dan menghantarkan air, tidak mudah busuk, tidak
mempengaruhi pH, steril, bebas dari hama dan penyakit, bersifat mudah
dilalui air (porus), ringan, tidak mengandung racun dan harganya murah.
Menurut Lingga (1984), media tanam hidroponik dapat menyerap
nutrisi, menyerap dan menahan air sehingga kelembaban dapat terjaga serta
mendukung pertumbuhan akar, sehingga dapat berfungsi seperti tanah dan
tidak mengandng racun.
Salah satu media hidroponik yang dapat digunakan adalah rockwool.
Rockwool merupakan salah satu mineral fiber atau mineral wool yang sering
digunakan untuk media tanam hidroponik. Rockwool berasal dari batu
(umumnya batu kapur, basalt atau batu bara), yang dilelehkan dengan suhu
tinggi kemudian dipintal membentuk serat-serat mirip seperti membuat gula
kapas arum manis. Sebagai media tanam, rockwool memiliki kemampuan
8

menahan air dan udara (oksigen untuk aerasi) dalam jumlah besar yang sangat
dibutuhkan untuk pertumbuhan akar dan penyerapan nutrisi pada metode
hidroponik. Struktur serat alami yang dimiliki rockwool juga sangat baik
untuk menopang batang dan akar tanaman sehingga dapat tegak dengan
stabil. Kemampuaan rockwool tersebut membuat bahan ini cocok digunakan
sebagai media tanaman sejak tahap perdsemaian hingga proses produksi atau
panen.

4. Budidaya Secara Hidroponik


Kultur hidroponik adalah metode penanaman tanaman tanpa
menggunakan media tumbuh dari tanah. Secara harafiah hidroponik berarti
penanaman dalam air yang mengandung campuran hara. Dalam praktek
sekarang ini, hidroponik tidak terlepas dari penggunaan media tumbuh lain
yang bukan tanah sebagai penopang pertumbuhan tanaman (Rosliana dan
Sumarni, 2005).
Hidroponik merupakan metode budidaya secara bersih dan aman.
Hidroponik tidak melibatkan media tumbuh tetapi merendam akar dalam
larutan nutrisi yang diangin-anginkan. Sebagian besar nutrisi tanaman
dipasok oleh nutrisi pupuk bukan dari media tempat tamanan tumbuh
(Irawan, 2003).
Sistem hidroponik merupakan cara produksi tanaman yang sangat
efektif. Sistem ini dikembangkan berdasarkan alasan bahwa jika tanaman
diberi kondisi pertumbuhan yang optimal, maka potensi maksimum untuk
berproduksi dapat tercapai. Hal ini berhubungan dengan pertumbuhan sistem
perakaran tanaman, di mana pertumbuhan perakaran tanaman yang optimum
akan menghasilkan pertumbuhan tunas atau bagian atas yang sangat tinggi.
Pada sistem hidroponik, larutan nutrisi yang diberikan mengandung
komposisi garam-garam organik yang berimbang untuk menumbuhkan
perakaran dengan kondisi lingkungan perakaran yang ideal.
Dari beberapa penjelasan sistem hidroponik yang bisa diaplikasikan
diatas, sistem hidroponik yang akan digunakan adalah sistem wick. Sistem
wick atau sumbu adalah sistem hidroponik paling sederhana. Pada prinsipnya,
sistem ini hanya membutuhkan sumbu yang dapat menghubungkan antara
9

larutan nutrisi pada bak penampung dengan media tanam. Sistem ini adalah
sistem yang pasif yang berarti tidak ada bagian yang bergerak. Larutan nutrisi
ditarik ke media tanam dari bak penampungan melalui sumbu. Larutan nutrisi
akan sampai ke akar memanfaatkan daya kapilaritas pada sumbu.

5. Nutrisi Hidroponik AB-Mix

Penanaman secara hidroponik perlu memperhatikan pemberian nutrisi


bagi tanaman. Pemberian nutrisi berbeda dengan cara konvensional. Nutrisi
hidroponik harus dilarutkan terlebih dahulu ke air. Keuntungannya kebutuhan
jumlah nutrisi untuk tanaman dapat tepat dan langsung ke akar tanaman.
Perlakuan pemberian nutrisi langsung ke permukaan media atau ke akar
tanaman (Siswadi, 2008).
Menurut Lingga (2001), nutrisi yang diberikan dapat digolongkan
menjadi dua kelompok yaitu, nutrisi yang mengandung unsure hara makro
dan unsur hara mikro. Unsur hara makro yaitu nutrisi yang diperlukan
tanaman dalam jumlah banyak seperti N, P, K, S, Ca, dan Mg. Unsur hara
mikro merupakan nutrisi yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah sedikit
seperti Fe, Mn, Cu, Zn, B, Mo, dan Cl.
Menurut Siswadi (2008), salah satu hara yang digunakan dalam
hidroponik adalah AB-Mix. AB-Mix adalah unsur hara yang diramu dari
bahan-bahan yang berkualitas tinggi. Semua bahan yang digunakan adalah
water soluble grade sehingga sangat cocok diterapkan dengan sistem irigasi
tetes atau rakit apung. AB-Mix dikemas dalam bentuk praktis dan ekonomis,
dengan unsur hara makro dan mikro didalamnya yang cukup lengkap. AB-
Mix dikemas dalam bentuk paket yang terbagi menjadi dua sak, yaitu A dan
B dalam bentuk padat (crystal dan powder).

6. Urin Sapi Terfermentasi


Urin merupakan limbah yang dihasilkan oleh ternak peliharaan seperti
sapi, kambing atau babi. Sekarang ini limbah tersebut pada umumnya masih
belum banyak dimanfaatkan dan cenderung dianggap tidak bernilai, serta
tidak jarang dianggap mencemari lingkungan karena menimbulkan bau yang
tidak sedap. Terbatasnya penelitian tentang penggunaan urin ternak untuk
10

pemupukan tanaman menyebabkan urin ternak tidak banyak dimanfaatkan


ditingkat petani, berbeda dengan kotoran padat (pupuk kandang) yang sudah
umum pemanfaatannya. Adijaya dkk (2008) mendapatkan potensi urin ternak
sapi jantan dengan berat ±300 kg rata-rata menghasilkan 8-12 liter urin per
hari, sedangkan sapi induk dengan berat ±250 kg menghasilkan 7,5-9 liter
urin per hari, sehingga per bulan satu ekor sapi jantan dengan berat ±300 kg
akan menghasilkan 240 -360 liter urin dan satu ekor sapi induk dengan berat
±250 kg menghasilkan 225 -270 liter urin.
Urin sapi dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik cair melalui
proses fermentasi dengan melibatkan peran mikroorganisme, sehingga dapat
menjadi produk pertanian yang lebih bermanfaat yang biasa disebut dengan
pupuk organik cair Sutari(2010).
Menurut Sutari (2010), aplikasi pupuk organik cair berbeda dengan
pupuk organik padat. Pupuk organik cair diaplikasikan pada tanaman setelah
tanaman tumbuh, karena pada masa pertumbuhan dan perkembangbiakkan
tanaman banyak membutuhkan nutrisi. Pupuk organik cair langsung diserap
oleh tanaman dan sebagian lagi masih diuraikan karena pupuk organik cair
mudah menguap dan tercuci oleh air hujan. Sebelum diaplikasikan ke
tanaman, pupuk organik cair perlu di encerkan terlebih dahuluagar terhindar
dari plasmolisis. Plasmolisis dapat menyebabkan tanaman layu dan mati. Cara
pemberian pupuk organik cair adalah dengan cara dilarutkan.

B. Kerangka Konsep
Penggunaan sistem hidroponik tidak mengenal musim dan tidak
memerlukan lahan yang luas dibandingkan dengan kultur tanah untuk
menghasilkan suatu produktivitas yang sama. Hidroponik merupakan metode
bercocok tanam tanpa menggunakan tanah. Bukan hanya dengan air sebagai
media pertumbuhannya, tetapi dapat juga menggunakan media selain tanah
seperti kerikil, pasir, sabut kelapa, zat silipecahan batu karang atau batu bata,
potongan kayu, sekam padi, serbuk gergaji, dan rockwool.
Penanaman secara hidroponik perlu memperhatikan pemberian nutrisi bagi
tanaman. Pemberian nutrisi berbeda dengan cara konvensional. Nutrisi
11

hidroponik harus dilarutkan terlebih dahulu ke air. Salah satu nutrisi yang
digunakan dalam hidroponik adalah nutrisi AB-Mix. Nutrisi AB-Mix adalah
unsur hara yang diramu dari bahan-bahan yang berkualitas tinggi dan harga
nutrisi AB-Mix yang relatif tinggi menjadi penyebab penanaman secara
hidroponik ini tidak diminati oleh petani.
Pupuk organik cair adalah larutan dari pembusukkan bahan-bahan organik
yang berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan, yang kandungan unsur haranya
lebih dari satu unsure. Sumber bahan baku pupuk organik tersedia dimana saja
dengan jumlah yang melimpah yang semuanya dalam bentuk limbah, baik
limbah rumah tangga, rumah makan, pasar pertanian,perternakan, maupun
limbah organik jenis lain (Nasarudin dan Rosmawati, 2011). Pupuk organik cair
lengkap mengandung unsur hara makro dan mikro serta bahan organik. Bahan
organik yang dapat berfungsi sebagai pupuk adalah pupuk organik cair
mengandung C-organik = 1,12%, N total = 00,12%, P = 0,01%, K = 0,18%, Ca
= 0,06% dan Mg = 0,0033%, (Hasil analisis dari laboratorium Kimia dan
Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura Pontianak, 2015).
Kelebihan dari pupuk organik cair diantaranya kadar haranya tepat untuk
kebutuhan tanaman, penggunaannya lebih efektif dan efisien seperti halnya
pupuk anorgaik, serta kemampuannya setara dengan pupuk organik murni
(Lingga dan Marsommo, 2001).
Urin sapi mengandung zat perangsang tumbuh yang dapat digunakan
sebagai pengatur tumbuh diantaranya IAA(Indole Acetic Acid), lebih lanjut
dijelaskan bahwa urin sapi juga memberikan pengaruh positif terhadap
pertumbuhan vegetatif tananaman, karena baunya yang khas, urin sapi juga
dapat mencegah datangnya berbagai hama tanaman, sehingga urin sapi juga
dapat berfungsi sebagai pengendalian hama tanaman serangga.
Pemberian pupuk organik cair harus memperhatikan konsentrasi yang
diaplikasikan terhadap tanaman. Semakin tinggi konsentrasi pupuk yang
diberikan maka kandungan unsur hara yang diterima oleh tanaman akan semakin
tingggi, begitu pula sebaliknya. Namun pemberian dengan konsentrasi yang
berlebihan justru akan mengakibatkan timbulnya gejala kelayuan pada tanaman.
Oleh karena itu pemilihan konsentrasi yang tepat perlu diketahui oleh para
12

peneliti maupun petani hal ini dapat diperoleh melalui pengujian-pengujian


dilapangan (Abdul Rahmi dan Jumiati, 2007).
Menurut Ahmad Solihin (2015), Secara umum nilai rata-rata jumlah daun,
tinggi tanaman, panjang akar, dan berat basah tanaman paling tinggi adalah pada
perlakuan K8 yaitu kombinasi POC urine sapi 50 ml/ L air, POC feses sapi 6
ml/L air, dan limbah cair tahu 30 ml/ L air.
Menurut Nurlailah dan Baharrudin (2010) dalam penelitian (Sani, 2010)
menyatakan bahwa penambahan urine sapi yang difermentasi sebanyak 50 ml/ L
air memberikan hasil terbaik terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman
stroberi.
Menurut Rizki dkk (2014), konsentrasi dan waktu pemberian urin sapi
fermentasi yang optimal didapatkan pada perlakuan 50 ml/ L air (1 minggu 1
kali) dapat meningkatkan hasil produktivitas tanaman Kubis Bunga (Brassica
oleraceae var botrytis L).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mardalena (2007), menunjukkan
bahwa pemberian POC urin sapi dengan konsentrasi 25 ml/ L air dan 50 ml/ L
air memberikan hasil yang terbaik pada tanaman mentimun.
Hasil penelitian Ulviana (2016), menunjukkan bahwa pada konsentrasi
1000 ppm AB mix memberikan pertumbuhan dan hasil yang terbaik pada
tanaman selada dengan wick system. Menurut Nurfinayati (2004), selada tumbuh
baik pada konsentrasi AB mix kisaran 350-1085 ppm.
C. Hipotesis
1. Diduga kombinasi nutrisi A-B Mix dan urin sapi terfermentasi memberikan
pengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil sawi secara hidropoik.
2. Diduga salah satu kombinasi memberikan pertumbuhan dan hasil sawi yang
terbaik secara hidroponik.

Anda mungkin juga menyukai