Tanaman kakao berasal dari Amerika Selatan. Dengan tempat tumbuhnya di hutan
hujan tropis, tanaman kakao telah menjadi bagian dari kebudayaan masyarakat selama
2000 tahun. Nama latin tanaman kakao adalah Theobroma Cacao yang berarti
makanan untuk Tuhan.
Masyarakat Aztec dan Mayans di Amerika Tengah telah membudidayakan
tanaman kakao sejak lama, yaitu sebelum kedatangan orang-orang Eropa. Orang-orang
Indian Mesoamerikalah yang pertama kali menciptakan minuman dari serbuk coklat
yang dicampur dengan air dan kemudian diberi perasa seperti: merica, vanili, dan
rempah-rempah lainnya. Minuman ini merupakan minuman spesial yang biasanya
dipersembahkan untuk pemerintahan Mayan dan untuk upacara-upacara spesial.
Masyarakat Mayan menggunakan biji kakao sebagai mata uang (sebagai alat
pembayaran). Pada abad ke-16 sesuai riwayat orang Spanyol seekor kelinci seharga 10
buah kakao dan seekor anak keledai seharga 50 buah kakao.
Masyarakat Spanyol belajar tentang kakao dari masyarakat Indian Aztec pada
tahun 1500-an dan mereka kembali ke Eropa dengan membawa makanan baru yang
menggoda ini. Di Spanyo, kakao adalah minuman yang dipersembahkan hanya untuk
raja. Mereka meminumnya selagi masih panas dengan diberi rasa gula dan madu.
Secara perlahan tetapi pasti kakao berkembang ke kerajaan-kerajaan di Eropa dan pada
abad ke-17 kakao menjadi persembahan khusus untuk masyarakat kelas atas.
tumbuh sebagai berikut : curah hujan 1.600 3.000 mm tahun-1 atau rata-rata optimalnya
1.500 mm tahun-1 yang terbagi merata sepanjang tahun (tidak ada bulan kering), garis
lintang 20 LS samapai 20 LU, tinggi tempat 0 s/d 600 m dpl, suhu yang terbaik 24C
s/d 28C dan angin yang kuat (lebih dari 10 m detik-1 ) berpengruh jelek terhadap
tanaman kakao. Kecepatan angin yang baik bagi tanaman kakao adalah 2-5 m detik-1
karena dapat membantu penyerbukan, kemiringan tanah kurang dari 45% dan tekstur
tanah terdiri dari 50% pasir, 10% - 20% debu dan 30% - 40% lempung. Tekstur tanah
yang cocok bagi tanaman kakao adalah tanah liat berpasir dan lempung liat berpasir.
Ditinjau dari wilayah penanamannya, kakao ditanam pada daerah-daerah yang
berada pada 10o LU-10o LS. Namun demikian, penyebaran kakao umumnya berada di
antara 7o LU-18o LS. Hal ini erat kaitannya dengan distribusi curah hujan dan jumlah
penyinaran matahari sepanjang tahun. Kakao juga masih toleran pada daerah 20o LU-20o
LS. Sehingga Indonesia yang berada pada 5o LU-10o LS masih sesuai untuk pertanaman
kakao. Ketinggian tempat di Indonesia yang ideal untuk penanaman kakao adalah < 800
m dari permukaan laut.
Faktor kemiringan lahan sangat menentukan kedalaman air tanah. Semakin miring
suatu areal, semakin dalam pula air tanah yang dikandungnya. Pembuatan teras pada
lahan yang kemi-ringanya 8 persen dan 25 persen, masing-masing dengan lebar 1 m dan
1,5 m. Sedangkan lahan yang kemiringannya lebih dari 40 persen sebaiknya tidak
ditanami kakao. Di samping faktor terbatasnya air tanah, hal itu juga didasarkan atas
kecenderungan yang tinggi tererosi.
tanaman adalah untuk menghasilkan tanaman baru sejenis yang sama unggul atau bahkan
lebih. Caranya adalah dengan menumbuhkan bagian-bagian tertentu dari tanaman induk
yang memiliki sifat unggul (Agro Media, 2007).
1. Teknik perbanyakan kakao secara generatif
Perbanyakan secara generatif dilakukan dengan menanam biji yang dihasilkan dari
penyerbukan bunga jantan (serbuk sari) dan bunga betina (kepala putik). Benih kakao
termasuk golongan benih rekalsitran sehingga memerlukan penanganan khusus (Puslit
Kopi dan Kakao, 2004). Dikatakan benih rekalsitran karena ketika masak fisiologi kadar
airnya tinggi yakni lebih dari 40%, viabilitas benih akan hilang dibawah ambang kadar
air yang relatif tinggi yaitu lebih dari 25%, untuk tahan dalam penyimpanan memerlukan
kadar air yang tinggi. Benih kakao yang dikeluarkan dari buahnya tanpa disimpan dengan
baik akan berkecambah dalam waktu 34 hari dan dalam keadaan normal benih akan
kehilangan daya tumbuhnya 10 15 hari (Soedarsono, 1976 ).
Keunggulan tanaman hasil perbanyakan secara generatif adalah sistem perakarannya
yang kuat dan rimbun, oleh karena itu sering dijadikan sebagai batang bawah untuk
okulasi atau sambungan. Selain itu, tanaman hasil perbanyakan secara generatif juga
digunakan untuk program penghijauan dilahanlahan kritis yang lebih mementingkan
konservasi lahan dibandingkan dengan produksi buahnya.
Sementara itu ada beberapa kelemahan perbanyakan secara generatif, yaitu sifat biji
yang dihasilkan sering menyimpang dari sifat pohon 14 induknya. Jika ditanam ratusan
atau ribuan biji yang berasal dari satu pohon induk yang sama akan menghasilkan banyak
tanaman baru dengan sifat yang beragam. Ada sifat yang sama atau bahkan lebih unggul
dibandingkan dengan sifat pohon induknya, namun ada juga yang sama sekali tidak
membawa sifat unggul pohon induk, bahkan lebih buruk sifatnya.