Anda di halaman 1dari 27

FEBRUARI 2020

INVENTARISASI HHBK PORANG

(Amorphophallus oncophyllus) di Resort Santong Seksi

Pengelolaan Wilayah I BTNGR

BALAI TAMAN NASIONAL GUNUNG RINJANI


ANGGARAN DIPA TAHUN 2020
Page |1

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN

INVENTARISASI HHBK PORANG (Amorphophallus oncophyllus)

DI RESORT SANTONG SEKSI PENGELOLAAN WILAYAH I

BALAI TAMAN NASIONAL GUNUNG RINJANI

1. Waktu Pelaksanaan : 06 s/d 12 Februari 2020


2. Lokasi kegiatan : Resort Santong Seksi Pengelolaan Wilayah I

Menyetujui, Mataram, Februari 2020


Pejabat Pembuat Komitmen, Penanggung Jawab,

Teguh Rianto, S.Hut, MP. Budi Wiyono, S.Hut.


NIP. 19801212 200501 1 007 NIP. 19941126 201801 1 001

Mengetahui / Mengesahkan :
Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani,

Dedy Asriady, S.Si.,MP


NIP. 197408182000031001
Page |2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang atas limpahan segala rahmat dan

hidayah-Nya, hingga kami dapat menyelesaikan Laporan Inventarisasi HHBK Porang

(Amorphophallus Oncophyllus) di Resort Santong Seksi Pengelolaan Wilayah I Taman

Nasional Gunung Rinjani.

Kami selaku penyusun laporan ini mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada pihak-pihak yang telah membantu kegiatan kami sehingga dapat terselesaikan

dengan baik. Segala kontribusi baik di lapangan maupun dalam penulisan tulisan ini sangat

berarti dan kami hargai.

Kami menyadari bahwa laporan yang telah kami buat ini masih sangat jauh dari

kesempurnaan dan diperlukan banyak perbaikan. Oleh karena itu segala saran dan kritik yang

bersifat membangun sangat kami harapkan. Sekian.

Penyusun
Page |3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................. 2

DAFTAR ISI ............................................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................ 5

I.1 Latar Belakang .................................................................................................................. 5

1.2 Tujuan .......................................................................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................. 7

II.1 Taksonomi ........................................................................................................................ 7

II.2 Morfologi ........................................................................................................................... 7

II.3 Syarat Tumbuh ................................................................................................................. 9

II.4 Kondisi Geografis ........................................................................................................... 10

BAB III METODOLOGI ........................................................................................................... 13

III.1 Waktu dan Tempat ........................................................................................................ 13

III.2 Tim Pelaksana .............................................................................................................. 13

III.3 Rincian Biaya ................................................................................................................ 14

III.4 Alat dan Bahan .............................................................................................................. 14

III.5 Pengumpulan dan Analisis Data................................................................................... 15

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................................... 17


Page |4

IV.1 Hasil .............................................................................................................................. 17

IV.2 Pembahasan ................................................................................................................. 19

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................................... 21

V.1 Kesimpulan .................................................................................................................... 21

V.2 Saran.............................................................................................................................. 21

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 22

LAMPIRAN .............................................................................................................................. 23
Page |5

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Tanaman porang merupakan salah satu tanaman umbi-umbian di Indonesia yang

memiliki manfaat dari umbinya yang lebih beragam dari pada tanaman umbi lainnya.

Tanaman porang mengandung karbohidrat yang penting yaitu glukomanan (Heyne,

1987; Lahiya, 1993 ; Jansen et al.,1996). Kandungan Glukomanan pada tanaman porang

paling tinggi dibandingkan dengan tanaman umbi lainnya (Ohtsuki, 1968; Rosman dan

Rusli, 1991; Jansen et al.,1996) dan juga merupakan satu-satunya sumber glukomanan

bukan pohon yang cukup tinggi (Plucknett, 1978; Suyatno, 1982). Adanya Glukomanan

membuat tanaman porang tidak hanya sebagai bahan pangan tetapi dapat digunakan

membentuk gel, kestabilan, pengental, dan penyerap air yang baik (Dave, Sheth,

McCarthy, Ratto, dan Kaplan, 1998; Pang, 2003; Zhang,Xie, dan Gan, 2005). Dalam

bidang kesehatan, glukomanan dapat membuat efek positif terhadap kesehatan, antara

lain menurunkan risiko kanker, berat badan, kolesterol jahat (LDL), dan mengurangi

konstipasi (Arvill dan Bodin, 1995;Chen et al., 2003; Gallaher et al., 2002; Salas-

Salvado´et al.,2008).

Keberagaman manfaat dari umbi tanaman porang menyebabkan nilai jual umbi yang

relatif tinggi. Menurut informasi hasil wawancara dengan petani tanaman porang di

Saradan, Madiun Jawa Timur pada tanggal 29 Januari 2014, umbi tanaman porang yang

basah atau baru diambil dari tanah dan dibersihkan tanahnya mempunyai harga

perKgnya 3000-3500, sedangkan umbi kering atau umbi yang dirajang kemudian

dikeringkan dengan sinar matahari memiliki harga perKgnya 20.000-25.000. Tanaman

porang mempunyai potensi untuk dikembangkan di Indonesia, menurut Cokro1

(Komunikasi pribadi, 2004 di dalam Suwarmoto, 2004) negara maju seperti jepang

membutuhkan 1000 ton gaplek umbi dari tanaman porang per tahun. Disisi lain, negara
Page |6

Indonesia pada tahun 1995-2003 hanya dapat mengeskpor rata-rata 119.231 kg. Hal

tersebut mengakibatkan budidaya tanaman porang dapat dikembangkan ke daerah lain

dan berpotensi menghasilkan pendapatan petani yang besar dari umbi tanaman porang.

Tanaman porang (Amorphophallus oncophyllus) juga ditemukan pada kawasan

hutan Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) di sekitar batas kawasan. Porang ini

dapat tumbuh di ketinggian antara 600-700 mdpl. Sebagai tanaman umbi-umbian, porang

merupakan tanaman yang tidak banyak memerlukan sinar matahari sehingga dapat

tumbuh di bawah naungan tegakan dengan intensitas sinar matahari 50-60% untuk

pertumbuhan tanaman porang yang optimal. Kondisi tegakan di sekitar Pal batas

kawasan (TNGR) umumnya belum terlalu rapat sehingga tanaman porang seringkali

tumbuh di batas kawasan dengan Hutan Kemasyarakatn (HKm) atau kebun milik

masyarakat yang tutupan tajuknya belum begitu rapat. Olehnya itu, diperlukan kegiatan

untuk memperoleh data-data terkait keberadaan tanaman ini di sekitar batas kawasan

TNGR melalui kegiatan inventarisasi HHBK Porang sehingga dapat digunakan untuk

melengkapi data potensi tanaman HHBK di TNGR serta mengantisipasi akses

pengambilan HHBK di dalam kawasan dan perambahan kawasan hutan TNGR.

1.2 Tujuan

Tujuan kegiatan inventarisasi HHBK Porang (Amorphophallus oncophyllus) ini

adalah mengetahui populasi dan sebaran porang di pal batas kawasan Resort Santong

Seksi Pengelolaan Wilayah I BTNGR yang berbatasan langsung dengan kawasan Hutan

Kemasyarakatan (HKm).
Page |7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Taksonomi

Porang mampu tumbuh di ketinggian mencapai 700 meter di atas permukaan laut.

Tanaman ini juga sangat mungkin untuk dibudidayakan di lahan hutan di bawah naungan

tegakan tanaman lainnya. Umumnya umbi-umbi tanaman porang ini masih banyak ditemukan

di hutan-hutan liar dan masih belum banyak dibudidayakan. Berikut ini klasifikasi ilmiah

porang, yaitu:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonaea

Ordo : Alismatales

Famili : Araceae

Genus : Amorphophallus

Spesies : Amorphophallus muelleri

: A. onchopyllus

II.2 Morfologi

Tanaman porang yang juga sering disebut dengan nama iles-iles adalah tanaman

umbi-umbian yang mempunyai nama ilmiah Amorphophallus muelleri. Tanaman ini

diketahui banyak mengandung glucomannan berbentuk tepung atau serat alami yang

larut di dalam air.

a. Akar

Porang mempunyai akar yang mulai tumbuh saat tanaman berumur 7 sampai

14 hari. Tak lama setelah itu akan tumbuh tunas daun baru. Akar porang tidak memiliki
Page |8

akar tunggang dan hanya berupa akar primer. Akar-akar ini akan tumbuh pada bagian

pangkal batang, namun sebagian lainnya akan terus muncul dan menyelimuti

umbinya.

Akar ini memiliki fungsi menyerap air dan unsur hara dari dalam tanah untuk

kebutuhan pertumbuhan tanaman. Tak hanya itu, akar porang juga berfungsi untuk

memperkuat dan menegakkan batang tanaman. Akar porang juga dianggap sangat

unik, sebab akar ini akan terlihat kering dan seakan mati ketika memasuki dormansi

atau masa istirahat.

b. Batang

Batang porang termasuk jenis batang tunggal dan dapat memecah hingga

menjadi tiga batang sekunder. Batang tersebut akan memecah sekali lagi sehingga

membentuk tangkai daun.

Dalam setiap pertemuan batang akan memicu timbulnya bubil atau biasa

disebut dengan umbi katak. Katak porang warnanya cokelat agak kehitaman yang

berfungsi sebagai sarana perkembangbiakan. Selain itu, batang porang tidak memiliki

cabang dan tidak berkayu. Umumnya batang ini berwarna hijau disertai bercak-bercak

putih.

c. Bunga

Bakal bunga porang akan muncul dari umbi ketika usia tanaman telah

menginjak 4 tahun. Bunga porang tumbuh saat musim hujan telah tiba. Bunga ini akan

tumbuh di bagian umbi yang belum mengalami pertumbuhan daun.

Ketika masa kuncup, mahkota bunga belum terlihat. Namun jika bunga

tersebut telah mekar sepenuhnya, maka akan terlihat mahkota bunga yang sempurna

dan menawan.
Page |9

Bunga porang berwarna merah jambu dengan bentuk seperti terompet. Perlu

diketahui, setiap umbi porang memiliki satu bunga yang ditopang oleh tangkai dan

mampu tumbuh vertikal seperti batang kecil dengan tinggi sekitar 20 sampai 30 cm.

d. Daun

Daun porang termasuk jenis daun majemuk dengan bentuk menjari. Hampir

pada setiap batangnya terdapat empat daun majemuk. Apabila proses pertumbuhan

tanaman normal, maka daun yang tumbuh mencapai sepuluh helai dengan tepian rata.

Daun tanaman porang memiliki warna hijau agak kebiruan.

Ketika tanaman memasuki usia sekitar dua bulan, maka di bagian daun dan

pangkalnya akan dipenuhi katak atau bubil. Inilah yang membedakan porang dengan

berbagai jenis tanaman lainnya.

e. Buah dan Biji

Morfologi biji tanaman porang terdapat pada bagian buah yang tersusun di

setiap tongkolnya. Perbanyakan porang juga bisa dilakukan dengan cara menjadikan

bijinya sebagai benih.

Tanaman porang yang masih muda mempunyai buah berwarna hijau dan

terkadang berubah menjadi kekuningan. Dalam setiap tongkol terdapat 100 sampai

300 biji buah. Apabila tanaman telah dewasa, warna buahnya terlihat agak kemerahan

dan semakin kehitaman jika telah siap panen.

II.3 Syarat Tumbuh

Porang merupakan tanaman yang toleran dengan naungan hingga 60 persen dan

bisa tumbuh pada tanah jenis apapun di ketinggian 0 hingga 70 mdpl. Bahkan sifat

tanaman ini memungkinkan untuk dibudidayakan di lahan hutan atau di bawah naungan

tegakan tanaman lain di sekitarnya.


P a g e | 10

a. Ketinggian tempat

Tanaman porang mampu tumbuh pada ketinggian 200 - 700 meter diatas

permukaan laut (dpl).

b. Suhu Udara

Suhu udara optimum untuk porang adalah berkisar antara 25 - 35° C dan suhu

tanah antara 22 - 30° C

c. Curah Hujan

Tanaman porang membutuhkan curah hujan yang tinggi yaitu antara 1000 -

1500 mm/ pertahun. Namun porang tidak menghendaki air yang menggenang, maka

perlu draenase yang baik.

d. Intensitas Cahaya

Porang yang tumbuh liar membutuhkan ruangan antara 40 - 60% untuk

pertumbuhan yang optimal.

e. Tanah

Porang membutuhkan tanah yang gembur dan humus yang tinggi. Jenis tanah

yang baik adalah tanah liat berpasir tanah liat berlempung dengan kisaran Ph antara

6 - 7,5.dengan kandungan humus yang tinggi dan tidak becek.

II.4 Kondisi Geografis

a. Letak

Kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani terletak di Pulau Lombok yang

secara geografis berada pada 116°21’30” - 116°34’15” Bujur Timur dan 8°18’18” -

8°32’19” Lintang Selatan. Taman Nasional Gunung Rinjani sebelumnya berstatus

sebagai Kawasan Suaka Marga Satwa Gunung Rinjani yang ditetapkan berdasarkan

Surat Keputusan Gubernur Hindia Belanda No. 115 staatblad Nomor 77 tanggal 17

Juli 1941. Status Kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani ditetapkan secara definitif
P a g e | 11

berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 280/Kpts-II/1997 tanggal

23 Mei 1997 dengan luas ± 41.330 ha dan meliputi 3 (tiga) wilayah administratif

pemerintahan, yaitu : kabupaten Lombok Utara (11.817,12 ha/ ± 30 %), kabupaten

Lombok Tengah (3.648,64 ha/ ± 17 %) dan kabupaten Lombok Timur (25.864,24 ha/

± 53 %).

Secara Geografis kawasan hutan di wilayah kerja Resort Santong masuk ke

dalam wilayah kerja SPTN Wilayah I Lombok Utara yang memiliki luas areal kawasan

± 2.115,38 ha dan meliputi 5 (lima) wilayah administratif pemerintahan desa, yaitu

Desa Santong, Desa Persiapan Pansor, Desa Gumantar, Desa Selengen dan Desa

Salut. Adapun batas-batas wilayah kerja Resort Santong, Seksi Pengelolaan Wilayah

I Lombok Utara, adalah sebagai berikut :

- Sebelah Timur : Kawasan Hutan Wilayah Kerja Resort Anyar.

- Sebelah Selatan : Kawasan hutan Lindung dan hutan Produksi Santong

- Sebelah Utara : Kawasan Hutan Produksi Terbatas Santong.

- Sebelah Barat : Kawasan Hutan Produksi dan Hutan Produksi Terbatas

Santong/ Desa Santong.

b. Tanah

Jenis tanah pada kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani terdiri dari tanah

regosol, litosol, andosol dan mediteran pada wilayah volkan dengan bahan induk

berupa abu dan pasir vulkan yang mudah tererosi.

Keadaan tanah yang terdapat di kawasan hutan Resort Santong adalah daerah

dataran rendah dan sedang, sehingga tanahnya cocok untuk lahan pertanian dan

perkebunan serta memiliki bulan basah/ hujan sekitar 3 s/d 4 bulan, bulan kering/

kemarau 4 s/d 6 bulan dengan suhu rata-rata 20°C sampai dengan 32°C.
P a g e | 12

c. Topografi

Secara umum kawasan hutan di wilayah kerja Resort Santong merupakan

dataran tinggi yang bergunung-gunung dengan ketinggian mulai 500 – 2.658 meter di

atas permukaan laut (Plawangan), memiliki kemiringan lahan yang bervariasi yaitu

datar, bergelombang, berbukit sampai terjal (15% - 40%) serta ditutupi oleh hutan

tropis yang juga dipadukan oleh savana.

d. Potensi Kawasan

Potensi-potensi sumber daya alam hayati yang ada di wilayah kerja Resort

Santong, adalah sebagai berikut :

1. Flora

Vegetasi diwilayah kerja Resort Santong bervariasi menurut ketinggiannya,

didominasi oleh jenis-jenis tumbuhan dataran rendah dan tinggi seperti; Cemara

Gunung, Beringin, Jelateng, Bangsal, Klokos, Dedurenan, Kasol, Jati Alam,

Mahoni, Bajur, Dadap, Kemiri, Minden, serta berbagai jenis rumput-rumputan dan

alang-alang.

2. Fauna

Jenis-jenis fauna yang dapat dijumpai di wilayah kerja Resort Santong

diantaranya Babi hutan, Kera abu-abu, Kijang, Landak, Lutung, Rusa, Ayam Hutan

dan berbagai jenis burung, seperti : Koa Kiao, Punglor, Kecial, Gendawa, Punai,

Kepodang, Pring, Seriti dan Gelatik.


P a g e | 13

BAB III METODOLOGI

III.1 Waktu dan Tempat

Kegiatan inventarisasi HHBK Porang (Amorphophallus oncophyllus) ini

dilaksanakan selama 7 hari yaitu mulai tanggal 06 s/d 12 Februari 2020, sedangkan

lokasi pelaksanaan kegiatan ini berada di sekitar PAL batas kawasan di wilayah kerja

Resort Santong Seksi Pengelolaan Wilayah I Balai Taman Nasional Gunung Rinjani.

Tabel 1. Titik Koordinat Lokasi Pengumpulan Data

Batas Desa Pal Batas Koordinat

1 2 3
TN 7 S. 08˚19'47.8" E. 116˚18'35.5"
TN 6 S. 08˚19'49.8" E. 116˚18'35.1"
TN 5 S. 08˚19'52.9" E. 116˚18'36.9"
Santong
TN 4 A S. 08˚19'53.9" E. 116˚18'37.1"
TN 3 S. 08˚19'58.2" E. 116˚18'36.6"
TN 1 S. 08˚20'02.5" E. 116˚18'27.7"

Salut TN 55 S. 08˚18’25.1” E. 116˚20'39.9”

TN 31 S. 08˚19'09.7" E. 116˚19'32.4"
Gumantar
TN 32 S. 08˚19'06.2" E. 116˚19'34.4"

III.2 Tim Pelaksana

Pelaksana kegiatan inventarisasi HHBK Porang (Amorphophallus oncophyllus)

Resort Santong Seksi Pengelolaan Wilayah I BTNGR terdiri dari 3 (tiga) orang petugas

pengumpulan data lapangan dan 1 (satu) orang petugas supervisi, sesuai surat tugas

Kepala Balai No.ST.113/T.39/TU/PEG/02/2020 sebagai berikut :


P a g e | 14

Tabel 2. Daftar Nama-nama Pelaksana Inventarisasi HHBK Porang (Amorphophallus


oncophyllus) Resort Santong Seksi Pengelolaan Wilayah I BTNGR.
No Nama dan Jabatan Tugas
1. Ida Made Keniten
Polhut Penyelia pada SPW I BTNGR
2. Budi Wiyono, S.Hut. Pengumpulan Data
Polhut Pertama pada SPW I BTNGR
3. Ahmad Hafizzikri
Pramubakti pada SPW I BTNGR
Budi Soesmardi H.E.S., S.P.
4. Supervisi
PEH Pertama pada Balai TNGR

Selain itu, pelaksanaan kegiatan Inventarisasi HHBK Porang Resort Santong

SPW I BTNGR melibatkan 4 orang buruh / tenaga local dari masyarakat sekitar.

III.3 Rincian Biaya

Detail rincian biaya pelaksanaan kegiatan terlampir sesuai Daftar Isian

Penggunaan Anggaran (DIPA) Balai Taman Nasional Gunung Rinjani 2020.

III.4 Alat dan Bahan

Alat-alat dan bahan-bahan yang digunakan di dalam pelaksanaan kegiatan

inventarisasi ini adalah sebagai berikut :

• Peta kerja skala 1 : 25.000 • Kompas

• Thally sheet Inventarisasi • Parang

porang • GPS

• Meteran (pita meter) • Kamera

• Buku panduan identifikasi dan

inventarisasi

• Alat tulis
P a g e | 15

III.5 Pengumpulan dan Analisis Data

Metode pengumpulan data kegiatan ini menggunakan metode purposif

sistematik sampling, yaitu menentukan titik awal lokasi yang dianggap paling mewakili

populasi porang. Kemudian, dari titik awal dibuat plot pengamatan secara sistematik

dengan cara membuat jalur transek searah PAL batas sepanjang 300 meter. Masing-

masing jalur dibuat petak ukur/plot berukuran 2 x 2 meter dengan jarak 5 meter antar

plot. Asumsinya setiap pengukuran yg berbatasan dengan desa terdapat 60 petak ukur

2 x 2 meter. Adapun aspek yang dapat diamati adalah jumlah jenis, frekuensi dan

kerapatan penyebarannya.

2x2 2x2

meter meter

2x2 2x2 2x2

meter meter meter

5 meter

300 meter (setiap batas desa)

Gambar 1. Ilustrasi Pembuatan Plot

Porang masuk kedalam tumbuhan tidak berkayu dan ketinggiannya maksimal

1,5 meter maka diklasifikasikan tumbuhan bawah atau setingkat semai dengan ukuran

plot 2 x 2 meter. Pengumpulan data yang diambil dalam bentuk tally sheet adalah

jumlah jenis, tinggi dan diameter sehingga didapat nilai jumlah keseluruhan di seluruh

wilayah resort.
P a g e | 16

Tabel 3. Tally Sheet Pengumpulan Data di Lapangan

Batas Pal Nomor Tinggi Diameter


Koordinat Jumlah Keterangan
Desa Batas Petak (cm) (cm)
(Btg)
1 2 3 4 5 6 7 8

𝑓
Selanjutnya data dianalisis dengan menggunakan rumus 𝐹 =
𝑁

dimana (F) adalah nilai frekuensi, nilai (f) yaitu jumlah plot yang terdapat tanaman

porang dan nilai (N) adalah jumlah plot keseluruhan, masing-masing pengukuran di

satu batas wilayah setiap desa.


P a g e | 17

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil

Dari hasil pengamatan yang dilakukan di lapangan telah ditemukan jumlah individu

porang sebanyak 521 individu. Jumlah terbanyak berada di sekitar pal batas Desa Santong

sebanyak 222 individu, sedangkan di sekitar pal batas Desa Salut ditemukan sebanyak 90

individu yang merupakan jumlah yang paling sedikit diantara tiga lokasi pengamatan. Porang

yang ditemukan memiliki ukuran tinggi rata-rata 32 cm dengan tinggi terendah 5 cm dan

ukuran paling tinggi 90 cm.

Berdasarkan jumlah petak ukur perjalur pal batas dengan desa, frekuensi ditemukan

porang yang berbatasan dengan Desa Santong adalah sebanyak 0,78. Frekuensi tersebut

merupakan frekuensi yang paling tinggi diantara tiga lokasi pengamatan, keberadaan porang

ditemukan hampir merata di setiap petak ukur. Sedangkan frekuensi ditemukan porang yang

berbatasan dengan Desa Salut dan Desa Gumantar sama-sama memiliki frekuensi sebanyak

0,28. Meskipun pada jalur batas Desa Salut memiliki jumlah individu lebih banyak

dibandingkan Desa Gumantar, akan tetapi penyebarannya tidak merata atau tidak ditemukan

di semua petak ukur. Pada jalur batas Desa Salut terdapat lokasi petak ukur yang ditemukan

porang cukup melimpah dan di petak yang lainnya cukup jarang ditemukan sehingga nilai

frekuensi yang diperoleh sama dengan nilai pada jalur batas Desa Gumantar yaitu 0,28. Data

selengkapnya dapat dilihat pada table. Sedangkan dari hasil pengukuran peta lokasi

inventarisasi porang di Resort Santong, diperoleh total keseluruhan luas area hasil

inventarisasi adalah seluas 201,4 Ha.


P a g e | 18

Tabel. Jumlah dan Sebaran Populasi Porang Resort Santong Seksi Pengelolaan Wilayah I BTNGR

Jumlah Jumlah
Frekuensi
Batas Desa Pal Batas Koordinat Jenis per Jenis per
(F) per Jalur
Pal Jalur
1 2 3
TN 7 S. 08˚19'47.8" E. 116˚18'35.5" 20
TN 6 S. 08˚19'49.8" E. 116˚18'35.1" 48
TN 5 S. 08˚19'52.9" E. 116˚18'36.9" 19
Santong 222 0,78
TN 4 A S. 08˚19'53.9" E. 116˚18'37.1" 90
TN 3 S. 08˚19'58.2" E. 116˚18'36.6" 18
TN 1 S. 08˚20'02.5" E. 116˚18'27.7" 27

Salut TN 55 S. 08˚18’25.1” E. 116˚20'39.9” 209 209 0,28

TN 31 S. 08˚19'09.7" E. 116˚19'32.4" 80
Gumantar 90 0,28
TN 32 S. 08˚19'06.2" E. 116˚19'34.4" 10

Total 521 521


P a g e | 19

IV.2 Pembahasan

Faktor lingkungan dan tempat tumbuh sangat menentukan penyebaran dan

pertumbuhan suatu organisme dan setiap spesies hanya dapat hidup pada kondisi abiotik

tertentu yang berada dalam kisaran toleransi tertentu yang cocok bagi organisme tersebut.

Secara umum, pertumbuhan porang dipengaruhi oleh beberapa faktor, pertumbuhan jamur

dipengaruhi oleh ketingggian tempat, suhu udara, curah hujan, intensitas cahaya , dan jenis

tanah. Cahaya matahari, suhu udara dan air secara ekologis merupakan faktor lingkungan

yang penting bagi pertumbuhan porang. Porang umumnya tumbuh pada tempat dengan

ketinggian antara 200 – 700 mdpl. Berkaitan dengan hal itu, variasi suhu yang rendah dan

kelembaban yang relatif tinggi sangat berkaitan dengan curah hujan yang tinggi. Pada sisi

lain, semakin tinggi intensitas penyinaran cahaya matahari suatu habitat maka keberadaan

jenis porang semakin rendah, karena suhu meningkat dan pada kondisi habitat seperti itu

kelembabannya berkurang. Intensitas penyinaran yang tinggi akan menghambat

pertumbuhan populasi porang.

Dari keseluruhan 521 individu porang yang ditemukan selama kegiatan, tidak semua

porang dapat dijumpai di seluruh petak ukur pada jalur pal batas desa. Ada yang ditemukan

hampir merata pada setiap petak ukur dan ada yang hanya ditemukan mengelompok pada

beberapa petak ukur pada jalur pal batas desa. Pada jalur petak ukur pal batas desa yang

berbeda terdapat jumlah individu porang yang berbeda. Perbedaan jumlah jenis yang

ditemukan di antara jalur petak ukur pal batas desa dapat disebabkan oleh perbedaan kondisi

habitat atau iklim mikro pada masing- masing lokasi. Dari perbedaan lokasi tersebut maka

berbeda pula intensitas penyinaran cahaya matahari di tiap-tiap jalurnya, sehingga hal ini akan

mempengaruhi suhu dan kelembaban di sekitar tempat tumbuh porang yang ditemukan.

Diantara semua tipe jalur petak ukur yang paling banyak ditemukan pada kegiatan

inventarisasi ini terdapat pada jalur petak ukur pada pal batas Desa Santong yaitu sebanyak
P a g e | 20

222 individu, sedangkan jumlah paling sedikit ditemukan pada jalur petak ukur pal batas Desa

Gumantar (90 individu). Habitat pada jalur pal batas Desa Santong memiliki penutupan tajuk

pohon yang lebih rapat dengan jenis yang beragam. Sesuai dengan hal itu, pada jalur ini

cahaya matahari sulit menembus masuk ke lantai hutan sehingga intensitas penyinaran

matahari pada lantai hutan sangat rendah dan akibatnya suhu di sekitarnya juga menjadi

rendah, kondisi ini mendukung pertumbuhan porang. Berbeda dengan jalur pal batas Desa

Gumantar memiliki penutupan tajuk yang relatif lebih jarang. Olehnya itu, cahaya matahari

lebih mudah masuk ke lantai hutan sehingga intensitas penyinaran matahari pada lantai hutan

relatif tinggi, hal ini kemudian diasumsikan dapat berakibat kenaikan suhu pada tempat

tersebut yang dapat menghambat pertumbuhan porang. Kondisi lain pada lokasi ini

didominasi oleh tumbuhan semak belukar, sehingga porang jarang ditemukan di tempat

dengan kondisi seperti ini.


P a g e | 21

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di lapangan telah ditemukan jumlah

individu porang sebanyak 521 individu. Jumlah terbanyak berada di sekitar pal batas Desa

Santong sebanyak 222 individu, dan yang paling sedikit berada di sekitar pal batas Desa Salut

ditemukan sebanyak 90 individ. Porang yang ditemukan memiliki ukuran tinggi rata-rata 32

cm dengan tinggi terendah 5 cm dan ukuran paling tinggi 90 cm. Sedangkan dari hasil

pengukuran peta lokasi inventarisasi porang di Resort Santong, diperoleh total keseluruhan

luas area hasil inventarisasi adalah seluas 201,4 Ha. Pertumbuhan porang sangat

dipengaruhi oleh factor lingkungan. Perbedaan jumlah jenis yang ditemukan di antara jalur

petak ukur pal batas desa dapat disebabkan oleh perbedaan kondisi habitat atau iklim mikro

pada masing- masing lokasi.

V.2 Saran

Pelaksanaan kegiatan inventarisasi memerlukan waktu yang cukup lama untuk

pengambilan data di lapangan sehingga diperlukan metode yang efektif untuk dapat

memperoleh data potensi porang yang lebih akurat.


P a g e | 22

DAFTAR PUSTAKA

Chen, H. L., Sheu, W. H. H., Tai, T. S., Liaw, Y. P., dan Chen, Y. C., 2003. Konjac supplement

alleviated hypercholesterolemiaand hyperglycemia in type 2 diabetic subjects: a

randomizeddouble-blind trial. Journal of the American College of Nutrition, 22,36–

42

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Edisi Bahasa Indonesia. (Terjemahan) :

Badan Litbang Kehutanan Jakarta. Departemen Kehutanan, Jakarta

Lahiya, A.A. 1985. Pertanian di Nusantara. Jilid II Budidaya Tanaman Rempah-rempah. Seri

Himpunan Peninggalan Penulisan Yang Berserakan. (terjemahan dari Koppel,

C.V.D. and Van Hall). Bandung.

Rosman, R. dan S. Rusli. 1991. Tanaman iles-iles. Edisi khusus Littro. VII (2) : 17-21.

Sumarwoto. 2004. Disertasi : Beberapa Aspek Agronomi Iles-Iles (Amorphophallus muelleri

Blume). Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor


P a g e | 23

LAMPIRAN
LAMPIRAN DOKUMENTASI

Pengumpulan Data di Pal Batas Desa Santong


Pengumpulan Data di Pal Batas Desa Salut
Pengumpulan Data di Pal Batas Desa Gumantar

Anda mungkin juga menyukai