OLEH :
RISKI APRIYANI
G022181001
I.2. Tujuan
II.6. Prosedur Karantina Dan Skrening Bagi Introduksi Musuh Alami Sebelum
Melakukan Augmentasi
Di Indonesia dalam melakukan introduksi musuh alami diatur berdasarkan
Surat Keputusan Menteri pertanian No. 411 Tahun 1995 tentang Pemasukan Agens
Hayati ke dalam Wilayah Negara Republik Indonesia. Ijin pemasukan dan pelepasan
musuh alami hanya dapat dikeluarkan berdasarkan SK Menteri Pertanian atas
rekomendasi Komisi Agens Hayati yang mengacu kepada “Pedoman Umum
Pemasukan Agens Hayati ke dalam Wilayah Indonesia”, sebagaimana telah
ditetapkan oleh Ketua Komisi Agens Hayati Nomor 226/Kpts/OT.160/L/9/06.
Informasi keseluruhan tentang musuh alami sebelum ditetapkannya keputusan
introduksi maupun pelepasan sangatlah diperlukan dan penting diketahui terutama
sebagai dasar keputusan program pengendalian hayati. Terdapat syarat karantina bagi
musuh alami yang harus dipenuhi, yaitu (1) Musuh alami harus tidak mempunyai
potensi untuk merusak, mengganggu, atau mendatangkan resiko bagi pertanian
lingkungan lain setelah pemasukannya, dan (2) Musuh alami harus tidak membawa
organisme lain yang membahayakan (Purnomo, 2010).
Syarat pertama berhubungan dengan proses uji sebaran inang, yang menjamin
bahwa musuh alami yang diintroduksi bersifat spesifik terhadap hama eksotik dan
tidak menyerang spesies lain terutama spesies asli yang bukan sasaran sehingga aman
untuk dilepaskan (Sands & Van Driesche,2003), dan syarat kedua dilakukan untuk
menjamin bahwa musuh alami yang diimpor tidak membawa bahan material lain
seperti hama, patogen, dan musuh alami dari musuh alami yang diintroduksi
(Purnomo,2010).
Selama proses uji bagi kedua syarat tersebut, potensi musuh alami perlu diuji
sebaik-baiknya terutama dalam hal kecenderungannya menyerang sejumlah spesies
inang yang bukan sasaran. Seleksi terhadap inang bukan sasaran memerlukan
pertimbangan yang cermat serta dikonsultasikan dengan ahli-ahli taksonomi dan
biologi. Rekomendasi kriteria dalam memilih daftar spesies inang bukan sasaran
menurut Khulmann et al. (2006) adalah berdasarkan tiga kategori yang semuanya
perlu menjadi pertimbangan dalam menentukan inang bukan sasaran. Kategori
tersebut adalah: (1) kesamaan ekologi, artinya spesies hidup di habitat yang sama atau
menggunakan tanaman inang yang sama dengan spesies sasaran; (2) kemiripan
taksonomi atau filogenetik, artinya spesies berkerabat erat dengan spesies sasaran,
dapat memiliki nama genus yang sama, famili, atau subfamily yang sama yang
sebelumnya tidak dijumpai musuh alami; dan (3) pertimbangan perlindungan, yaitu
spesies yang bermanfaat dan keberadaannya langka/hamper punah. Ketiga kategori
tersebut membantu memberikan rekomendasi spesies asli mana yang memungkinkan
menjadi kisaran inang parasitoid.
Dari ketiga kategori tersebut, prioritas harus ditujukan pada spesies yang
cocok lebih dari satu kriteria. Umumnya akan diperoleh daftar yang begitu banyak
dan menjadi tidak efektif dan tidak mudah untuk dilakukan pengujian, sehingga
daftar yang diperoleh perlu disaring kembali dengan dua filter. Filter pertama yaitu
dengan menghilangkan spesies yang memiliki sifat tumpang tindih dengan spesies
target ataupun dengan agens pengendali hayati, dalam hal ini kriteria spesies yang
dikesampingkan adalah yang kebutuhan iklimnya berbeda, fenologi berbeda, dan
ukuran inang yang berbeda. Filter selanjutnya adalah memilih spesies yang tersedia
dan mudah diperoleh dalam jumlah yang cukup banyak dalam waktu yang wajar serta
memungkinkan untuk digunakan dalam pengujian kekhususan inang (Khulmann et
al., 2006).
Persyaratan tersebut di atas tentunya berlaku bagi introduksi dan pelepasan
parasitoid A. lopezi yang baru-baru ini dilakukan sebagai upaya pengandalian hayati
bagi kutu putih P. manihoti di Indonesia. Walaupun informasi tingkat keefektifan dan
keamanan parasitoid sudah dilaporkan di beberapa negara lain yang juga melakukan
introduksi, namun pengujian kekhususan inang dan keamanan terhadap spesies inang
bukan sasaran perlu dilakukan demi memastikan bahwa agens hayati yang diuji tidak
memakan, memangsa, atau memarasit organisme lokal bukan sasaran, dan hama kutu
putih spesies lainnya. Inang bukan sasaran yang menjadi target kemungkinan bagi
parasitoid, A. lopezi selain terhadap P. manihoti di Indonesia, berdasarkan kategori
yang disebutkan oleh Sands dan Van Driesche (2003) dan Khulmann et al. (2006)
yang disesuaikan dengan kondisi yang ada di Indonesia, terdapat tiga spesies hama
kutu putih bukan sasaran yang sama-sama berasosiasi dengan tanaman ubi kayu yaitu
P. marginatus, P. jackbeardsleyi, dan F. virgata. Ketiganya bukan termasuk hama
lokal, namun keberadaannya merupakan hama penting di Indonesia yang
mempengaruhi nilai ekonomi dan memiliki kisaran inang yang luas.
Nimfa kutu putih singkong instar -2, instar -3, dan imago dikoleksi dari
lapangan dan dipelihara di laboratorium dengan cara menularkan pada tanaman
singkong hasil perbanyakan. Sebanyak 40-50 wadah ember plastik berisi tanaman
singkong dimasukkan dan ditata berjajar ke dalam rak-rak besi di dalam ruangan
perbanyakan. Penularan kutu putih singkong dilakukan dengan cara meletakkan
potongan bagian tanaman yang terinfestasi P. manihoti dari lapangan. Setelah satu
minggu, tanaman dalam wadah yang ada sejumlah nimfa, dipisahkan dan
dipindahkan ke dalam wadah plastik kecil seperti gelas plastik yang telah diisi air
sebagai media tumbuh. Pada bagian atas wadah ditutup dengan menggunakan
sterofom untuk mengurangi proses penguapan dan menghindari tumpahnya media
tumbuh tanaman. Sebagaian hasil perbanyakan digunakan untuk pembiakkan dan
perbanyakan parasitoid A. lopezi.
Parasitoid diperoleh dari hasil pembiakan massal di laboratorium, yang
indukannya dulu didatangkan dari Thailand. Parasitoid dipelihara dan
dikembangbiakkan di dalam kurungan pembiakan dan diberi larutan madu 10%
sebagai nutrisi tambahan. Kurungan berkerangka dengan bagian atas dan sisi kanan,
kiri dan belakang ditutupi kain kasa atau plastik bening dilengkapi dengan pintu
bagian depan sebagai akses memasukan dan mengeluarkan bibit singkong dan
parasitoid. Sebanyak sepuluh tanaman singkong yang telah terinfestasi kutu putih
hasil perbanyakan yang telah dipisahkan dalam wadah plastik ke dalam kurungan .
Setelah dua minggu tanaman dipindahkan ke dalam wadah plastik dan dilakukan
pemanenan parasitoid dilakukan setiap hari yang dipersiapkan untuk proses pelepasan
di lapangan. Suhu di tempat pemeliharaan berkisar 22-25oC dan kelembaban udara
55-70%.
a) Parasitisasi dalam Kurungan di Pertanaman.
Pengujian tentang parasitisasi A. lopezi terhadap kutu putih singkong P.
manihoti dalam kurungan dengan menggunakan kurungan berkerangka kayu
yang bagian atas dan sisinya ditutupi kain kasa. Kedalam kurungan dimasukkan
satu tanaman singkong varietas Jimbul hasil perbanyakan berumur 3 minggu dan
diletakkan dipertanaman singkong. Tanaman singkong kemudian diinokulasi
dengan kutu putih instar-2 sebanyak 50 ekor, dan setelah itu dimasukkan
parasitoid A. lopezi.
Perlakuan pelepasan parasitoid A. lopezi memiliki pengaruh yang besar
terhadap tingkat parasitisasi. Pada saat pelepasan 3 pasang A. lopezi rataan
tingkat parasitisasi lebih tinggi dibandingkan pada pelepasan 1 pasang parasitoid.
Adriani E. 2016. Preferensi, kesesuaian dan parasitisme Anagyrus lopezi (De Santis)
(Hymenoptera: Encyrtidae) pada berbagai instar kutu putih singkong
Phenacoccus manihoti Matile-Ferrero (Hemiptera: Pseudococcidae)
[tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Buchori D, Sahari B, Nurindah. 2008. Conservation of agroecosystem through
utilization of parasitoid diversity: lesson for promoting sustainable
agriculture and ecosystem health. Hayati, Journal of Bioscience 15:165-
172.
Buchori D. 2001. Challenges for insect conservation in Indonesia. Antenna 25: 15-19.
Royal Entomological Society of London.
CABI. 2013a. Data sheet Invasive species compendium: Phenacoccus manihoti.
Tersedia pada: http://www.cabi.org/isc/ datasheet /40173.
CABI. 2013b. Data sheet Invasive species compendium: Ferrisia virgata. Tersedia
pada: http://www.cabi.org/isc/datasheet /23981.
Calatayud PA, Le RU B. 2006. Cassava-Mealybug interactions. Paris. 112p.
Essiens, Anitie R, Odebiiyi, Adebayo J, Ekanem, Sunday M. 2013. Alternate host
plant of Phenacoccus manihoti Matile Ferrero (Homoptera
:Pseudococcidae), the cassava mealybug. J Agricul and Enviromen
Managem. 2(12):457-466.
FAO Food and Agricultural Organisation of the United Nations. 2013. Cahpter 6.
Pest and disease. Di dalam: Save and Grow: Cassava A Guide to
Sustainable Production Intensification. Rome (IT): FAO Published. hlm
74- 86. pp 130.
Godfray HCJ. 1994. Parasitoid Behavioral and Evolutionary Ecology. New Jersey
(US): Princeton University Press.
Heidari M, Jahan. 2000. A study of ovipositional behaviour of Anagyrus pseudococci
a parasitoid of mealybugs. J Agr Sci Tech. 2: 49-53.
Iziquel Y, Le RU B. 1992. Fecundity, longevity, and instrinsic natural rate of increase
of Epidinocarsis lopezi (De Santis) (Hymenoptera: Encyrtidae) Canadian
Entomologist. 124:1115-1121.
Jaipet A. 2014. Thailand experiences in mass rearing parasitoid [ulasan]. Di dalam:
CIAT-IPB Seminar on invasive mealybugs. Bogor 24 September 2014.
James B, Yaninek J, Neuenschwander P, Cudjoe A, Modder W, Eschendu N, Toko
M. 2000. Pest Control in Cassava Farm. International Institute of Tropical
Agriculture. 36 p.
Karyani RD. 2015. Pengujian kesesuaian inang parasitoid Anagyrus lopezi De Santis
(Hymenoptera: Encyrtidae) terhadap kutu putih yang berasosiasi dengan
ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Kuhlmann U, Schaffner U, and Mason PG. 2006. Selection of non-target species for
host specificity testing. Di dalam: Bigler F, Babendreir D, Kuhlmann U,
editor: Environmental Impact of Invertebrates for Biological Control of
Arthropods: Methods and Risk Assessment. Oxon (UK): Cabi Publishing.
hlm 15-37.
Manley, D.G., E.C. Murdock, J. Thompson, W.R. James, D.R. King, and R.W.
Miller. 2001. Biological Control of Pest4-HIPM Project4- Hmanual 136
For Grade Levels 9 12 IPM Level F. Clemson extension.
Muniappan R, Shepard BM, Walson GW, Carner GR, Rauf A, Hammig MD,
Sartiami D. 2008. First report of the papaya mealybug, Paracoccus
marginatus (Hemiptera: Pseudococcidae), in Indonesia and India. J Urban
and Agric Entomol. 25(1): 37-40.
Muniappan R, Shepard BM, Watson GW, Carner GR, Rauf A, Sartiami D, Hidayat P,
Afun JVK, Goergen G, Rahman AKMZ. 2011. New records of invasive
insects (Hemiptera: Sternorrhyncha) in southern Asia and West Africa. J
Agric Urban Entomol. 26(4): 167-174.
Neuenschwander P, De Groote H, Douthwaite B. 2010. Impact assessement of
biological control in Africa-20 years experience of the International
Institute of Tropical Agriculture.
Neuenschwander P, Hammond WNO. 1988. Natural enemy activity following the
introductin of Epidinocarsis lopezi (Hymenoptera: Encyrtidae) against the
cassava mealybug, Phenacoccus manihoti (Homoptera: Pseudococcidae) in
southwestern Nigeria. Environ. Entomol. 17(5): 894-902.
Neuenschwander P. 2001. Biological control of the cassava mealybug in Africa: A
review. Biological Control 21: 14–229. Doi: 10.1006/bcon.2001.0937.
Tersedia pada: http://www.idealibrary.com.
Nicholls CI, Alfieri MA. 2003. Designing spesies-rich, pest-suppresive
agroecosystem through habitat management. Tersedia pada:
http://agroeco.org.thrasillmaterialldesigningspesies.htm.
Noyes JS, Hayat M. 1994. Oriental Mealybug Parasitoids of the Anagyrini
(Hym:Encyrtidae). Cambridge (GB): University Press.
Nwanze KF. 1977. Biology of the cassava mealybug Phenacoccus manihoti Mat-
Ferr in the Republic of Zaire. Di dalam: Proceeding of the International
Workshop on Cassava Mealybug Phenacoccus manihoti Mat-Ferr
(Pseudococcidae). INERA, M’Vuanzi-Zaire, June 26-29, IITA Press,
Ibadan, Nigeria, p. 20-28.
Odebiyi JA, Bokonon·Ganta AH. 1986. Biology of Epidinocarsis {=Apoanagyrus}
lopezi (Hymenpotera: Encyrtidae) an exotic parasite of cassava mealybug,
Phenacoccus manihoti (Homoptera: Pseudococcidae) in Nigeria.
Entomophaga 31(3): 251-260.
Parsa S, Kondo T, Winotai A. 2012. The cassava mealybug (Phenacoccus manihoti)
in Asia: first records, potential distribution, and an identification key. Plos
One. 7(10):e47675. DOI. 10.1371/journal. pone.0047675.
Purnomo H. 2010. Pengantar Pengendalian Hayati. Yogyakarta (ID): ANDI
OFFSET.
Rivnay E, Perzelan J. 1943. Insect associated with Pseudococcus spp. (Homoptera) in
Palestine, with notes on their biology and economic status. J Entomol Soc
of Southern Africa. 6(3):9-28.
Rukmana R. 1997. Ubi Kayu: Budidaya dan Pascapanen. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Sands D, Van Driesche RG. 2003. Host range testing techniques for parasitoids and
predators. Di dalam: International Symposium on Biological Control of
Arthropods; 2003 Juni 03-05; Washington, USA. Washington (US):
USDA, Forest Sevice FHTET. hlm 41-53.
Saputro AR. 2013. Biologi dan potensi peningkatan populasi kutu putih singkong,
Phenacoccus manihoti, Matile-Ferrero (Hemiptera: Pseudococcidae):
Hama pendatang baru di Indonesia. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Takasu K, Lewis WJ. 1993. Host and food foraging of the parasitoid Microplitis
croceipes: learning and physiological state effects. Biol Cont. 3:70-74.
Waage JD, Greathead D. 1986. Insect Parasitoids. London (UK): Academic Press.
Walton VM, Daane KM, Pringle KL. 2004. Monitoring Planococcus ficus in South
African vineyards with sex pheromone-baited trap. Crop Protect 23:1089-
1096.
Wardani N. 2015 Kutu putih ubi kayu Phenacoccus manihoti Matile-Ferrero
(Hemiptera: Pseudococcidae), hama invasif baru di Indonesia [disertasi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Wardani N. 2015. Kutu putih ubi kayu, Phenacoccus manihoti Matile-Ferrero
(Hemiptera: Pseudococcidae), hama invasif baru di Indonesia. [disertasi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Williams DJ, Granara de Willink MC. 1992. Mealybug of Central and South
America. Wallingford Oxon: CAB International Publ. 635 hlm.
Wyckhuys KAG. 2014. Invasive pest of SE asian cassava crops: an immense threat
to food security and rural livelihoods [ulasan]. Di dalam: CIAT-IPB
Seminar on invasive mealybugs. Bogor 24 September 2014.