Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

AGEN PENGENDALIAN HAYATI DAN ORGANISME TARGET

Disusun Oleh :

Roeroe Vanessa

Chrisella Suak

Dosen :

Dr. Jantje Ngangi, MS

UNIVERSITAS NEGERI MANADO

PROGRAM PASCASARJANA

BIOLOGI

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat TUHAN Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang
sangat sederhana, semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk,
maupun pedoman bagi pembacanya.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu diharapkan demi kesempurnaan
makalah ini.

Akhir kata, disampaikan terima kasih, semoga TUHAN senantiasa memberkati segala
usaha kita. Amin.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG.................................................................................4

B. RUMUSAN MASALAH.............................................................................5

C. TUJUAN......................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN

A. PENGENDALIAN HAYATI.....................................................................6

B. AGEN PENGENDALIAN HAYATI MUSUH ALAMI............................7

C. AGEN ANTAGONIS................................................................................20

D. CARA KERJA MUSUH ALAMI.............................................................27

BAB III PENUTUP

KESIMPULAN......................................................................................................29

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................31

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pengendalian hayati sebagai komponen utama Pengendalian Hama Terpadu pada


dasarnya adalah pemanfaatan dan penggunaan musuh alami untuk mengendalikan populasi hama
yang merugikan. Pengendalian hayati sangat dilatarbelakangi oleh berbagai pengetahuan dasar
ekologi terutama teori tentang pengaturan populasi oleh pengendali alami dan keseimbangan
ekosistem. Musuh alami yang terdiri atas parasitoid, predator dan patogen merupakan pengendali
alami utama hama yang bekerja secara “terkait kepadatan populasi” sehingga tidak dapat
dilepaskan dari kehidupan dan perkembangbiakan hama. Adanya populasi hama yang meningkat
sehingga mengakibatkan kerugian ekonomi bagi petani disebabkan karena keadaan lingkungan
yang kurang memberi kesempatan bagi musuh alami untuk menjalankan fungsi alaminya.
Didalan suatu ekosistem terjadi hubungan timbal balik baik intra maupun antarspesies,
yang disebut sebagai rantai makanan. Prinsip pengendalian hayati adalah pengendalian serangga
hama dengan cara biologi, yaitu dengan memanfaatkan musuh-musuh alaminya (agen
pengendali biologi), seperti predator, parasit dan patogen. Pengendalian hayati memiliki
keuntungan dan kelemahan. Dilihat dari fungsinya musuh alami dapat dikelompokkan menjadi,
Parasitoid, Predator dan Patogen. Predator merupakan organisme yang hidup bebas dengan
memakan, membunuh atau memangsa serangga lain. Patogen adalah golongan mikroorganisme
atau jasad renik yang menyebabkan serangga sakit dan akhirnya mati. Mikroorganisme yang
dapat menjadi patogen adalah virus, bakteri, protozoa, jamur, riketzia dan nenatoda. Pengelolaan
ekosistem dengan cara bercocok tanam, penggunaan varieta ,V,CC'V yang tahan hama OPT,
pengendalian secara fisik atau mekanik, Pengendalian secara genetik, penggunaan pestisida
secara selektif, Penggunaan OPT dengan peraturan atau karantina, ini merupakan teknologi PHT.

4
B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian dari pengendalian hayati ?

2. Apa saja dan bagaimana agen pengendalian hayati dan organisme target musuh alami ?

3. Bagaimana dengan agen antagonis ?

4. Bagimana cara kerja agen hayati musuh alami ?

C. TUJUAN

1. Untuk mengetahui pengertian pengendalian hayati

2. Untuk mengetahui agen pengendalian hayati dan organisme target musuh alami

3. Untuk mengetahui agen antagonis

4. Untuk mengetahui cara kerja agen hayati musuh alami

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGENDALIAN HAYATI

Pengendalian hayati adalah pengendalian serangga hama dengan cara biologi, yaitu
dengan memanfaatkan musuh-musuh alaminya (agen pengendali biologi), seperti predator,
parasit dan patogen. Pengendalian hayati adalah suatu teknik pengelolaan hama dengan sengaja
dengan memanfaatkan/memanipulasikan musuh alami untuk kepentingan pengendalian, biasanya
pengendalian hayati akan dilakukan perbanyakan musuh alami yang dilakukan dilaboratorium.
Sedangkan Pengendalian alami merupakan Proses pengendalian yang berjalan sendiri tanpa
campur tangan manusia, tidak ada proses perbanyakan musuh alami. Pengendalian hayati dalam
pengertian ekologi didifinisikan sebagai pengaturan populasi organisme dengan musuh-musuh
alam hingga kepadatan populasi organisme tersebut berada dibawah rata-ratanya dibandingkan
bila tanpa pengendalian.

Untung (2006) Prinsip pengaturan populasi organisme oleh mekanisme saling berkaitan
antar anggota suatu komonitas pada jenjang tertentu juga terjadi didalam agroekosistem yang
dirancang manusia. Musuh alami sebagai bagian dari agroekosistem memiliki peranan
menentukan dalam pengaturan dan pengendalian populasi hama. Sebagai faktor yang bekerjanya
tergantung dari kepadatan yang tidak lengkap (imperfectly density dependent) dalam kisaran
tertentu, populasi musuh alamindapat mempertahankan populasi musuh alami tetap berada
disekitar batas keseimbangan dan mekanisme umpan balik negatif. Kisaran keseimbangan
tersebut dinamakan Planto Homeostatik. Diluar plato homeostatik musuh alami menjadi kurang
efektif dalam mengembalikan populasi kearas keseimbangan. Populasi hama dapat meningkat
menjahui kisaran keseimbangan akibat bekerjanya faktor yang bebas kepadatan populasi seperti
cuaca dan akibat tindakan manusia dalam mengelola lingkungan pertanian.

Jumar (2000) Pengendalian hayati memiliki keuntungan yaitu :

1. Aman artinya tidak menimbulkan pencemaran lingkungan dan keracunan pada manusia
dan ternak.

6
2. Tidak menyebabkan resistensi hama.

3. Musuh alami bekerja secara selektif terhadap inangnya atau mangsanya, dan

4. Bersifat permanen untuk jangka waktu panjang lebih murah, apabila keadaan lingkungan
telah setabil atau telah terjadi keseimbangan antara hama dan musuh alaminya.

Selain keuntungan pengendalian hayati juga terdapat kelemahan atau kekurangan seperti :

1. Hasilnya sulit diramalkan dalam waktu yang singkat.

2. Diperlukan biaya yang cukup besar pada tahap awal baik untuk penelitian maupun untuk
pengadaan sarana dan prasarana.

3. hal pembiakan di laboratorium kadang-kadang menghadapi kendala karena musuh alami


menghendaki kondisi lingkungan yang kusus.

4. Teknik aplikasi dilapangan belum banyak dikuasai.

B. AGEN PENGENDALIAN HAYATI MUSUH ALAMI

Sebagai bagian dari komonitas, setiap komonitas serangga termasuk serangga hama dapat
diserang atau menyerang organisme lain. Bagi serangga yang diserang organisme penyerang
disebut Musuh Alami. Istilah tersebut kurang tepat karena adanya musuh alami tidak tentu
merugikan kehidupan serangga terserang. Hampir semua kelompok organisme berfungsi sebagai
musuh alami serangga hama termasuk kelompok vertebrata, nematoda, jasad renik, invertebrata
diluar serangga. Kelompok musuh alami yang paling banyak adalah dari golongan serangga itu
sendiri. Misalnya adalah Letmansia bicolor merupakan musuh alami dari serangga hama pada
tanman kelapa Secava sp, Serangga kumbang Koksinelid (Synkuharmonia octomaculata)
merupakan musuh alami dari hama tanman padi yaitu serangga wereng hijau, wereng punggung
putih dan wereng zig-zag. Dilihat dari fungsinya musuh alami dapat dikelompokkan menjadi,
Parasitoid, Predator dan Patogen.

7
1. Parasitoid

Merupakan serangga yang memarasit serangga atau binatang antropoda lainnya.


Parasitoid bersifat parasit pada fase pradewasa, sedangkan dewasanya hidup bebas dan tidak
terikat pada inangnya. Parasitoid hidup menumpang di luar atau didalam tubuh inangnya dengan
cara menghisap cairan tubuh inangnya guna memenuhi kebutuhan hidupnya . Umumnya
parasitoid menyebabkan kematian pada inangnya secara perlahan-lahan dan parasitoid dapat
menyerang setiap fase hidup serangga, meskipun serangga dewasa jarang terparasit. Parasitoid
menyedot energi dan memakan selagi inangnya masih hidup dan membunuh atau melumpuhkan
inangnya untuk kepentingan keturunanya. Kebanyakan parasitoid bersifat monofag (memiliki
inang spesifik), tetapi ada juga yang oligofag (inang tertentu). Selain itu parasitoid memiliki
ukuran tubuh yang lebih kecil dari inangnya.
Menurut Untung (2006) Faktor-faktor yang mendukung efektifitas pengendalian hama oleh
parasitoid adalah:

 Daya kelangsungan hidup (Survival) baik

 Hanya satu atau sedikit individu inang diperlukan untuk melengkapi daur hidupnya

 Populasi parasitoid dapat tetap bertahan meskipun pada aras populasi inang rendah

 Sebagian parasitoid monofag, atau oligofag sehingga memiliki kisaran inang sempit.
Sifat ini menyebabkan populasi parasitoid memiliki respon numerik yang baik
terhadap perubahan populasi inangnya.

Berdasar posisi makannya, parasitoid dapat digolongkan menjadi 2 yaitu

 Ektoparasitoid adalah parasitoid yang seluruh siklus hidupnya ada diluar tubuh inangnya
(menempel pada tubuh inangnya),contohnya: Compsometris spp yang memarasit hama
Exopholis sp.

8
Comsometris Spp. Exopholis sp.

 Endoparasitoid adalah: parasitoid yang berkembang didalam tubuh inang dan sebagian
besar dari fase hidupnya ada didalam tubuh inangnya, contohnya: Letmansia bicolor yang
memarasit telur Sexava sp.

Parasitoid juga dapat digolongkan berdasarkan fase tubuh inang yang diserang:

 Parasitoid telur: parasit yang menyerang inang pada fase telur dan bersifat endoparasit.
Cth. Anagrus optabilis – wereng Coklat.

 Parasitoid telur – larva : parasid yang berkembang mulai dari telur sampai larva. Cth.
Chelonus sp – pengerek mayang kelapa.

 Parasitoid larva : parasit yang menyerang inang yang berada pada fase larva atau ulat.
Cth. Apenteles erionotae – larva pengulung daun pisang.

 Parasitoid larva – pupa : parasit yang berkembang mulai dari larva sampai pupa. Cth.
Thetrostichus brontispae – rontispa.

 Parasitoid pupa : parasit yang menyerang inang yang berada pada fase pupa atau
kepompong. Cth. Opius sp – kepompong lalat buah.

 Parasitoid imago : parasit yang menyerang inang yang berada pada fase imago atau
serangga dewasa. Cth. Aphytis chrysomphali–Apidiotus destruktor. Fenomena parasitoid

9
yang menyerang parasitoid lainya dan memanfaatkan sebagai inang disebut
hiperparasitasi, dan parasitoidnya dinamakan hiperparasitoid. Parasitoid yang menyerang
inang utama disebut sebagai pasarasitoid primer, parasitoid sekunder adalah parasitoid
yang menyerang parasitoid primer, dan seterusnya parasitoid tersier, kuarter dan
sebagainya.

2. Predator

Predator adalah organisme yang hidup bebas dengan memakan, membunuh atau
memangsa binatang lainnya. Apabila parasitoid memarasit pada inang, maka predator atau
pemangsa memakan mangsanya sampai mati. Predator umumnya dibedakan dari parasitoid
dengan ciri-ciri sebagai berikut: Parasitoid umumnya monofag atau oligofag, predator pada
umumnya mempunyai banyak inang atau bersifat polifag meskipun ada juga jenis predator yang
monofag dan oligofag. Predator biasanya memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan
ukuran tubuh mangsanya. Namun ada beberapa predator yang memiliki ukuran tubuh yang lebih
kecil daripada mangsanya, contohnya semut yang mampu membawa mangsa secara yang jauh
lebih secara berkelompok.

Predator memangsa dan membunuh mangsanya secara langsung sehingga harus memiliki
daya cari atau berburu yang tinggi dan memiliki kelebihan sifat fisik yang memungkinkan
predator mampu menangkap dan membunuh mangsanya. Beberapa predator dilengkapi dengan
kemampuan bergerak cepat, taktik penangkapan mangsa yang lebih baik daripada taktik
pertahanan mangsa, kekuatan yang lebih besar, memiliki daya jelajah yang jauh serta dilengkapi
dengan organ tubuh yang berkembang dengan baik untuk menangkap mangsanya seperti kaki
depan belalang sembah (Mantidae), mata besar (capung). Predator adalah adalah hewan/binatang
yang memangsa hama. Pada umumnya serangga predator pradewasa dan dewasa hidup dalam
habitat yang sama. Telur-telur predator akan diletakan didekat mangsanya atau didalam habitat
mangsanya. Contoh: Burung Hantu, Anjing, ular; dan sebagainya Sebagai predator/pemangsa
hama tikus.

Untuk memenuhi perkembangannya parasitoid memerlukan cukup satu inang umumnya


pada fase pradewasa, namun predator memerlukan banyak mangsa baik pada fase pradewasa
maupun fase dewasa. Parasitoid yang mencari inang ialah hanya serangga betina dewasa, namun

10
baik predator betina maupun jantan dan juga fase pradewasa semuanya dapat mencari dan
memperoleh mangsa. Hampir semua predator memiliki banyak pilihan inang sedangkan
parasitoid memiliki sifat ketergantungan kepadatan yang tinggi. Predator memiliki daya tanggap
yang kurang baik akan perubahan populasi mangsa sehingga perannya sebagai pengatur populasi
hama umumnya kurang, khususnya predator polifag. Ada beberapa predator yang sangat efektif
mengendaalikan hama Sexava yaitu burung Taun-taun dan juga burung Pata Bagai akan tetapi
sekarang jarang untuk di temukan lagi. Predator merupakan organisme yang hidup bebas dengan
memakan, membunuh atau memangsa atau serangga lain, ada beberapa ciri-ciri predator :

 Predator dapat memangsa semua tingkat perkembangan mangsanya ( telur, larva, nimfa,
pupa dan imago ).

 Predator membunuh dengan cara memakan atau menghisap mangsanya dengan cepat.

 Seekor predator memerlukan danmemakan banyak mangsa selama hidupnya

 Predator membunuh mangsanya untuk dirinya sendiri

 Kebanyakan predator bersifat karnifor

 Predator memiliki ukuran tubuh lebih besar dari pada mangsanya

 Dari segi perilaku makannya, ada yang mengunyak semua bagian tubuh mangsanya, ada
menusuk mangsanya dengan mulutnya yang berbentuk seperti jarum dan menghisap
cairanya tubuh mangsanya.

 Metamorfosis predator ada yang Pholometabola dan hemimetabola

 Predator ada yang monofag, oligofag dan polifag.

Menurut Jumar (2000) hampir semua ordo serangga memiliki jenis yang menjadi predator, tetapi
selama ini ada beberapa ordo yang anggotanya merupakan predator yang digunakan dalam
pengendalian hayati. Ordo-ordo tersebut adalah :

 Coleoptera, misalnya Calosoma sycophanta L (famili Carabidae) sebagai predator ulat


penggulung daun, Harmonia octamaculata ( Famili Coccniellidae) sebagai predator kutu.

11
Calosoma sycophanta L Harmonia octamaculata (Kumbang Koksi)

 Orthoptera, misalnya Conocephalus longipennis ( famili Tetigonidae ) sebagai predator


dari telur dan larva pengerek batang padi dan walang sangit.

Conocephalus longipennis

 Diptera, misalkan Ommatius conopsoides ( famili Asilidae ) sebagai predator serangga


lain. Syrphus ribesii (famili Syrphidae) sebagai predator berbagai jenis aphids (kutu
daun).

Ommatius conopsoides Syrphus ribesii

 Ordonata, misalnya Agriocnemis pygmaea ( famili Coecnagrionidae ) sebagai predator


wereng coklat dan ngengat hama putih palsu. Anax junius ( famili Aeshnidae ) sebagai
predator dari beberapa jenis ngengat.

12
Agriocnemis pygmaea

 Hemiptera, misalnya Cyrtorhinus lividipenis ( famili Miridae ) sebagai predator telur dan
nimfa wereng coklat dan wereng hijau.

Cyrtorhinus lividipenis (Kepik Mirid)

 Neuroptera, misalnya Chrysopa sp. (famili Chrysopidae ) sebagai predator berbagai hama
Aphis sp. (Kutu Daun)

Chrysopa sp.

 Hyminoptera, misalnya Oecophylla smaragdina ( famili Formasidae ) sebagai predator


hama tanaman jeruk.

Oecophylla smaragdina (Semut/Rangrang)

13
3. Patogen

Golongan mikroorganisme atau jasad renik yang menyebabkan serangga sakit dan
akhirnya mati. Patogen adalah salah satu faktor hayati yang turut serta dalam mempengaruhi dan
menekan perkembangan serangga hama. Karena mikroorganisme ini dapat menyerang dan
menyebabkan kematian serangga hama, maka patogen disebut sebagai salah satu musuh alami
serangga hama selain predator dan parasitoid dan juga dimanfaatkan dalam kegiatan
pengendalian. Beberapa patogen dalam kondisi lingkungan tertentu dapat menjadi faktor
mortalitas utama bagi populasi serangga tetapi ada banyak patogen pengaruhnya kecil terhadap
gejolak populasi serangga. Oleh karena kemampuanya membunuh serangga hama sejak lama
patogen digunakan sebagai Agen Penendali hayati (biological control agens). Penggunaan
patogen sebagai pengendali hama sejak abab ke-18 yaitu pengendali hama kumbang moncong
pada bit gula, Cleonus punctiventus dengan menggunakan sejenis jamur. Kelompok serangga
dalam kehidupan diserang banyak patogen atau penyakit yang berupa virus, bakteri, protozoa,
jamur, riketzia dan nenatoda. Ini merupakan macam patogenik yang dapat digunakan sebagai
agen pengendali hayati.

a. Bakteri

Bakteri patogen serangga yang telah banyak dimanfaatkan dan diproduksi secara
komersil sebagai insektisida mikroba. Bakteri yang biasa digunakan adalah bakteri yang
menghasilkan spora. Bakteri yang menyerang serangga dapat dibedakan menjadi 2 kelompok
yaitu bakteri yang tidak membentuk spora dan bakteri yang membentuk spora. Bakteri penghasil
spora merupakan bakteri yang sangat penting yang saat ini banyak digunakan sebagai insektisida
mikrobia. Contoh bakteri yang biasa digunakan sebagai berikut.

 Bacillus popiliae sebagai patogen dari kumbang jepang Popilie japonika dan kumbang
skarabia lainnya.

Bacillus popiliae

14
 Bacillus thuringiensis sangat efektif dalam mengendaliakan larva dari ordo Lepidoptera
dan larva nyamuk. (famili Bacillaceae) menghasilkan zat ( metabolik sekunder ) yang
bersifat antibiotik, racun. Bacillus thuringiensis termasuk golongan pembentuk spora
anaerob, merupakan spesies yang komplek dan terdiri atas lebih dari 20 jenis (serotipe/
subspesies). Jenis - jenis ini menghasilkan racun yang bersifat insektisida.

Bacillus thuringiensis

b. Jamur

Jamur yang menginfeksi serangga disebut Jamur Entopatogenik. Saat ini telah dikenal
lebih dari 750 spesies jamur entopatogenik dan sekitar 100 genera jamur. Berbeda dengan virus,
jamur patogen masuk kedalam tubuh serangga tidak melalui saluran makanan tetapi langsung
masuk kedalam tubuh melalui kulit atau integumen. Setelah konodia jamur masuk kedalam
tubuh serangga, jamur memperbanyak diri melalui pembentukan hife dalam jaringan epicutikula,
epidermis, hemocoel serta jaringan-jaringan lainnya, dan pada akhirnya semua jaringan dipenuhi
oleh miselia jamur. Disamping itu juga ada beberapa jamur yang dapat mempengaruhi
pigmentasi serangga dan menghasilkan toksin yang sangat mempengaruhi fisiologis serangga.
Penyebaran dan infeksi jamur sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kepadatan
inang, kesediaan spora, cuaca terutama angin dan kebasahan. Kebasahan tinggi dan angin
kencang sangant membantu penyebaran konidia dan pemerataan infeksi patogen pada seluruh
individu populasi inang. Contoh : jamur yang sering dipakai dalam pengendalian dengan patogen
jamur adalah :

 Jamur Metarhizium anisopliae digunakan untuk mengendaliakan hama Oryctes


rhinoceros pada tanaman kelapa dan juga hama awereng hijau yang meyerang tanaman
padi.

 Beauveria bassiana yaitu cendawan yang dapat menimbulkan penyakit pada serangga.

15
 Metarrhizium anisopliae. Metarrhizium anisopliae masuk ke dalam tubuh serangga
melalui spirakel dan pori-pori atau kutikula dari tubuh serangga. Setelah masuk ke dalam
tubuh serangga, jamur menghasilkan perpanjangan hifa lateral yang akhirnya
berkembang biak dan mengkonsumsi organ internal serangga. Pertumbuhan hifa berlanjut
sampai serangga tersebut ditumbuhi dengan miselia. Selanjutnya jamur akan beristirahat
melalui kutikula dan sporulates, yang membuat serangga tampak seperti diselimuti bulu
halus berwarna putih.

 Hirsutella saussurei

 Nomuraea rileyi
16
 Paecilomyces

c. Virus

Saat ini kurang lebih 1500 virus telah berhasil diisolasi dan diidentifikasi dari serangga
antropoda. Virus-virus antropoda sebagian besar masuk dalam genera Nucleopolyhidrovirus,
Granulavirus, Iridovirus, Entomopoxvirus, Cypovirus dan Nodavirus. Diantara ke-6 genera ini
jenis NPV (Nucleopolyhidrovirus) merupakan genus terpenting karena 40 % jenis virus yang
dikenal menyerang serangga termasuk jenus ini. Selain NPV ada jenus lain yaitu GV
(Granulavirus), CPV ( Cytoplasmic Polyhidrosis Virus ) dan kelompok lain yang lebih kecil
jumlahnya. Larva serangga terinfeksi oleh virus umumnya melemah pada saluran pencernaan
makanan ini terjadi sewaktu larva makan bagian tanaman yang telah mengandung polyhidra.
Selain itu juga dapat masuk ketubuh serangga sewaktu meletakkan telur atau melalui bagian
tubuh yang terluka, mungkin oleh serangan musuh alami. Virus juga dapat ditranmisikan lewat
induk ysng telah terinfeksi melalui telur ysng diturunkan. Contoh virus yang dapat dipakai untuk
pengendalian hayati adalah:

 NPV ( Nucleopolyhedro virus ) paling banyak menyerang pada serangga ordo


lepidoptera, Hyminoptera, Diptera serta Coleoptera. NPV ditransfer dari serangga ke
serangga melalui kristal dalam emisi tubuh mereka. Karena virus berada dalam kapsid
seperti kristal, virus harus dipecah oleh sistem pencernaan basa serangga yang akan
dilepaskan.Cahaya pemutih dan ultraviolet terbukti efektif membunuh virus. Gejala

17
infeksi NPV meliputi: Perubahan warna (coklat dan kuning), Stres ( regurgitasi ),
Dekomposisi (pencairan), Lethargy (gerakan lambat ke tidak ada gerakan sama sekali;
penolakan makan). Virus memasuki inti sel yang terinfeksi dan bereproduksi hingga sel
mulai memproduksi kristal dalam cairan inang. Kristal-kristal ini dapat mengirimkan
virus dari satu host ke host lainnya. Host menjadi tampak bengkak dengan cairan yang
mengandung virus, dan akhirnya mati, menjadi hitam karena pembusukan. Kematian
pada serangga yang terinfeksi hampir 100%.

 Granulosis Virus (GV)Virus ini membentuk tubuh kecil yang disebut butiran yang
mengandung virion tunggal. GV adalah virus invertebrata khususnya Cydia pomonella ,
umumnya dikenal sebagai ngengat Codling. GV sangat patogen, dikenal sebagai GV
cepat yaitu, yang akan membunuh inangnya dalam instar yang sama dengan infeksi;
dengan demikian, sering digunakan sebagai pestisida biologis .

 Nonocluded Baculovirus (NOB)

d. Nematoda

18
Disamping, virus, jamur dan bakteri juga ada banyak spesies nematoda yang bersifat
parasitik terhadap serangga hama, baik yang bersifat parasit obligat maupun fakultatif. Dari 19
famili yang menyerang serangga Famili Mermithidae merupakan famili yang paling
banyak/terpenting terdiri atas 50 genera dan 200 spesies. Nematoda muda meninggalkan telur
dan masuk kedalam tubuh serangga melalui kutikula dan masuk kedalam homocoel, setelah
berganti kulit beberapa kali maka nematoda dewasa keluar dari tubuh serangga, dan serangga
mati sebelum atau sesudan nematoda keluar. Keuntungan menggunakan nematoda entomopagen
adalah kemampuan mematikan inang sangat cepat, karena serangan nematoda akan mengalami
kematian dalam waktu 24-48 jam setelah aplikasi. Tubuh serangga akan lemas terjadi penurunan
aktivitas dan terjadi perubahan warna tubuh menjadi merah kecoklatan jika terserang
Steinernema spp dan hitam jika terserang Heterorhabditis spp. Nematoda akan berkembangbiak
dalam tubuh serangga inang sampai menghasilkan keturunan yang sangat banyak. Nematoda
akan memasuki fase reproduktif yaitu memperbanyak keturunan apabila populasi nematoda
dalam tubuh inang rendah sedangkan bila populasi tinggi akan memasuki fase infektif.
Nematoda stadium ketiga sering disebut juvenil infektif akan keluar dari tubuh serangga dan
berusaha untuk mencari inang baru. Juvenil infektif mampu bertahan hidup lama sampai
memperoleh inang kembali dan fase ini merupakan satu-satunya fase yang bersifat infektif
terhadap serangga inang. Contoh nematoda yang sering digunakan untuk pengendalian hayati
adalah Nematoda Steinernema spp dapat mengendalikan hama dari Ordo Lepidoptera dan
Coleoptera

19
e. Protozoa dan Rikettsia

Spesies-spesies protozoa yang patogenik terhadap serangga pada umumnya termasuk


dalam sub kelompok Mikrosporodia. Telah dikenal kurang lebih 250 spesies mikrospodia yang
menyerang serangga. Tiga jenis mikrosporodia yang telah dikenal antara lain Nosema locustae,
N. Acridopagus dan N. Cuneatum telah di jadikan sebagai agen hayati untuk mengendalikan
hama belalang kususnya di Amirika. Penyebaran mikrosporadia melalui makanan dan
dipindahkan dari induk yang terinfeksi keketurunanya. Pengaruh mikrosporodia terhadap
kehidupan inang relatif lambat dan gejala luarnya sangat bervariasi. Mikrosporodia tersebar luas
secara alami dapat menjadi faktor mortalitas yang penting bagi serangga inangnya. Jenis rikettsia
banyak menyerang kumbang. Kematian akibat riketsia akan terjadi 1-4 bulan setelah aplikasi
atau lebih lama dibandingkan kematian akibat agen hayati seperti jamur, bakteri, nematoda dan
virus. Contoh Protozoa dan Rikettsia yang dapat dipakai dalam pengendalian hayati adalah
Cocidia mampu menginfeksi hama gudang Tribolium confusum.

C. AGEN ANTAGONIS

Agen antagonis adalah mikroorganisme yang mengintervensi/menghambat pertumbuhan


patogen penyebab penyakit pada tumbuhan. Mikroba antagonis atau agens pengendali hayati
(APH) penyakit tanaman adalah jasad renik yang diperoleh dari alam, baik berupa bakteri,
cendawan, actinomycetes maupun virus yang dapat menekan, menghambat atau memusnahkan

20
organisme pengganggu tanaman. Jenis mikroba antagonis antara antara lain berbagai spesies
mikroorganisme telah berhasil diisolasi dan dievaluasi keefektifannya sebagai APH penyakit
tanaman dan diformulasi dalam bentuk biopestisida. Spesies-spesies mikroba tersebut antara lain

 B. subtilis. Bacillus subtilis, dikenal juga sebagai hay bacillus or grass bacillus, adalah
bakteri Gram-positif, katalase-positif, ditemukan di dalam tanah dan saluran pencernaan
ruminansia dan manusia. Sebuah anggota genus Bacillus, B. subtilis adalah berbentuk
batang, dan dapat membentuk endospora pelindung yang keras, memungkinkan untuk
mentoleransi kondisi lingkungan yang ekstrim. B. subtilis secara historis telah
diklasifikasikan sebagai aerob obligat, meskipun ada bukti bahwa bakteri ini adalah
anaerob fakultatif. B. subtilis dianggap sebagai bakteri Gram-positif yang dipelajari
paling baik dan organisme model untuk mempelajari replikasi kromosom bakteri dan
diferensiasi sel. Bakteri ini adalah salah satu bakteri dalam produksi enzim yang
disekresikan dan digunakan pada skala industri oleh perusahaan bioteknologi.

 P. fluorescens. Beberapa strain P. fluorescens (CHA0 atau Pf-5, misalnya) menghadirkan


sifat-sifat biokontrol, melindungi akar beberapa spesies tanaman terhadap jamur parasit
seperti Fusarium atau Pythium oomycete, serta beberapa nematoda fitofag. Tidak jelas
bagaimana persisnya properti pemacu pertumbuhan tanaman P. fluorescens tercapai; teori
meliputi Bakteri mungkin menginduksi resistensi sistemik pada tanaman inang, sehingga
lebih baik dapat menahan serangan oleh patogen sejati, Bakteri mungkin mengalahkan
mikroba tanah (patogen) lainnya, misalnya, oleh siderophores , memberikan keunggulan
kompetitif dalam mencari zat besi, Bakteri mungkin menghasilkan senyawa antagonis
terhadap mikroba tanah lainnya, seperti antibiotik tipe phenazine atau hidrogen sianida,
Untuk lebih spesifik, isolat P. fluorescens tertentu menghasilkan metabolit sekunder 2,4-
diacetylphloroglucinol (2,4-DAPG), senyawa yang ditemukan bertanggung jawab atas
sifat antiphytopathogenik dan biokontrol pada strain ini. Klaster gen phl mengkodekan
faktor-faktor untuk biosintesis, regulasi, ekspor, dan degradasi 2,4-DAPG. Delapan gen,
21
phlHGFACBDE , dianotasi dalam kluster ini dan dilestarikan secara organisasional
dalam strain P. fluorescens penghasil 2,4-DAPG. Dari gen-gen ini, phlD mengkodekan
tipe III polyketide synthase, mewakili faktor kunci biosintesis untuk produksi 2,4-DAPG.
PhlD menunjukkan kemiripan dengan sintesis chalcone tanaman dan telah diteorikan
berasal dari transfer gen horizontal . Analisis filogenetik dan genomik, telah
mengungkapkan bahwa seluruh gugus gen phl adalah leluhur dari P. fluorescens , banyak
strain telah kehilangan kapasitas, dan ia ada pada wilayah genomik yang berbeda di
antara strain. Beberapa bukti eksperimental mendukung semua teori ini, dalam kondisi
tertentu; ulasan yang bagus tentang topik ini ditulis oleh Haas dan Defago. Beberapa
strain P. fluorescens , seperti Pf-5 dan JL3985, telah mengembangkan resistensi alami
terhadap ampisilin dan streptomisin . Antibiotik ini secara teratur digunakan dalam
penelitian biologi sebagai alat tekanan selektif untuk meningkatkan ekspresi plasmid .
Strain yang disebut sebagai Pf-CL145A telah membuktikan dirinya sebagai solusi yang
menjanjikan untuk mengendalikan kerang zebra invasif dan kerang quagga (Dreissena).
Strain bakteri ini adalah isolat lingkungan yang mampu membunuh> 90% kerang ini
dengan keracunan (yaitu, bukan infeksi), sebagai hasil dari produk alami yang terkait
dengan dinding sel mereka, dan dengan sel Pf-145A yang mati membunuh kerang sama
seperti halnya sel hidup. [17] Setelah menelan sel-sel bakteri, kematian kerang terjadi
setelah lisis dan nekrosis kelenjar pencernaan dan peluruhan epitel lambung. Penelitian
sampai saat ini menunjukkan spesifisitas sangat tinggi untuk kerang zebra dan quagga,
dengan risiko rendah dampak nontarget. Pf-CL145A kini telah dikomersialkan dengan
nama produk Zequanox , dengan sel-sel bakteri mati sebagai bahan aktifnya. Hasil
terbaru menunjukkan produksi fitokormon sitokinin oleh P. fluorescens strain G20-18
menjadi penting untuk aktivitas biokontrol dengan mengaktifkan resistensi tanaman.

Pseudomonas fluorescens di bawah cahaya putih

22
 T. harzianum. Trichoderma harzianum adalah jamur yang juga digunakan sebagai
fungisida . Ini digunakan untuk aplikasi daun , perawatan benih dan perawatan tanah
untuk menekan berbagai penyakit yang menyebabkan patogen jamur. Produk
bioteknologi komersial seperti 3Tac telah berguna untuk pengobatan Botrytis , Fusarium
dan Penicillium sp.Ia juga digunakan untuk membuat enzim .

 Gliocladium sp. adalah genus jamur aseksual di Hypocreaceae . Spesies lain tertentu
termasuk Gliocladium virens baru-baru ini dipindahkan ke genus Trichoderma dan G.
roseum menjadi Clonostachys rosea f. rosea di Bionectriaceae . Gliocladium adalah
mitosporic, jamur berfilamen. Spesies Gliocladium jarang menghasilkan keadaan seksual.
Kebanyakan jamur yang patogen dan menyebabkan penyakit pada manusia adalah
mitosporic seperti Gliocladium Gliocladium bersifat filamen; itu tumbuh berbentuk
tabung, memanjang, dan seperti benang. Ini dapat dianggap sebagai kontaminan.

 Fusarium nonpatogenik. Fusarium adalah salah satu genus cendawan berfilamen yang
banyak ditemukan pada tanaman dan tanah. Golongan Fusarium dicirikan dengan
struktur tubuh berupa miselium bercabang, hialin, dan bersekat (septat) dengan diameter
2-4 µm. Cendawan ini juga memiliki struktur fialid yang berupa monofialid ataupun
polifialid dan berbentuk soliter ataupun merupakan bagian dari sistem percabangan yang
kompleks. Reproduksi aseksual cendawan ini menggunakan mikrokonidia yang terletak

23
pada konidiospora yang tidak bercabang dan makrokonidia yang terletak pada
konidiospora bercabang dan tak bercabang. Makrokonidia dibentuk dari fialid, memiliki
struktur halus serta bentuk silindris, dan terdiri dari 2 atau lebih sel yang memiliki
dinding sel tebal. Sedangkan mikrokonidia yang dihasilkan umumnya terdiri dari 1-3 sel,
berbentuk bulat atau silinder, dan tersusun menjadi rantai atau gumpalan.

 Streptomyces spp. Streptomyces adalah bakteri gram positif yang menghasilkan spora
yang dapat ditemukan di tanah. Bakteri ini nonmotil dan berfilamen. Selain ditemukan
pada tanah, bakteri ini juga dapat ditemukan pada tumbuhan yang membusuk.
Streptomyces dikenal juga karena memproduksi senyawa volatil yaitu Geosmin yang
memiliki bau khas pada tanah. Streptomyces termasuk ke dalam golongan Actinomyces
yaitu bakteri yang memiliki struktur hifa bercabang menyerupai fungi dan dapat
menghasilkan spora. Karateristik Streptomyces yang lain adalah koloni mereka yang
keras, berbulu dan tidak/jarang berpigmen. Streptomyces adalah organisme
kemoheteroorganotrof yaitu organisme yang mampu menggunakan materi organik yang
kompleks sebagai sumber karbon dan energi.[3] Materi yang mereka dapatkan berasal
dari degradasi molekul ini di dalam tanah.[3] Karena sifat ini bakteri ini penting untuk
menjaga tekstur dan kesuburan tanah. Bakteri ini memiliki suhu optimal untuk
pertumbuhan pada 25oC dan pH 8-9. Streptomyces jarang bersifat patogen, tetapi
beberapa spesies seperti S. somaliensis dan S. sudanensis dapat menyebabkan mycetoma
serta dapat menyebabkan penyakit scabies pada tanaman disebabkan oleh S. caviscabies
dan S. scabies.

24
 Vaksin Carna -5.

APH dapat dikelompokkan ke dalam golongan bakteri, cendawan/ jamur, actinomycetes, dan
virus. Kelompok bakteri yang telah digunakan sebagai APH antara lain adalah

 Bacillus spp. Bacillus ("tongkat" dalam bahasa Latin) adalah genus bakteri gram-positif
berbentuk batang, anggota filum Firmicutes , dengan 266 spesies bernama. Istilah ini juga
digunakan untuk menggambarkan bentuk (batang) bakteri tertentu; dan Bacilli jamak
adalah nama kelas bakteri yang dimiliki genus ini. Spesies Bacillus dapat berupa aerob
obligat : tergantung oksigen ; atau anaerob fakultatif : memiliki kemampuan untuk
menjadi anaerob tanpa adanya oksigen. Spesies Bacillus yang dibiakkan diuji positif
untuk enzim katalase jika oksigen telah digunakan atau ada Bacillus ("tongkat" dalam
bahasa Latin) adalah genus bakteri gram-positif berbentuk batang, anggota filum
Firmicutes , dengan 266 spesies bernama. Istilah ini juga digunakan untuk
menggambarkan bentuk (batang) bakteri tertentu; dan Bacilli jamak adalah nama kelas
bakteri yang dimiliki genus ini. Spesies Bacillus dapat berupa aerob obligat : tergantung
oksigen ; atau anaerob fakultatif : memiliki kemampuan untuk menjadi anaerob tanpa
adanya oksigen. Spesies Bacillus yang dibiakkan diuji positif untuk enzim katalase jika
oksigen telah digunakan atau ada

 B. cereus. Bacillus cereus merupakan bakteri gram positif, berbentuk batang, aerobik,
anaerob fakultatif, motil, serta beta hemolitik. Bakteri ini biasa ditemukan di tanah dan
makanan. Beberapa galur bakteri ini berbahaya bagi manusia dan menyebabkan penyakit
bawaan makanan, sedangkan jenis lainnya dapat bermanfaat sebagai probiotik untuk
hewan. Bakteri ini menyebabkan "sindrom nasi goreng", karena bakteri ini mendiami nasi
goreng yang telah ditaruh pada suhu kamar selama berjam-jam. Bakteri B. cereus
merupakan fakultatif anaerob, sama seperti anggota lain dari genus Bacillus, ia dapat
menghasilkan pelindung endospora. Faktor virulensinya termasuk cereolysin dan
fosfolipase C.

25
 B. polimyxa. Paenibacillus polymyxa, juga dikenal sebagai Bacillus polymyxa, adalah
bakteri Gram-positif yang mampu memperbaiki nitrogen. Ini ditemukan di tanah,
jaringan tanaman dan sedimen laut. Ini mungkin memiliki peran dalam ekosistem hutan
dan aplikasi potensial di masa depan sebagai agen pupuk hayati dan biokontrol dalam
pertanian. polymyxa mungkin memiliki kemungkinan aplikasi di masa depan sebagai
inokulan tanah dalam pertanian dan hortikultura. Biofilm dari P. polymyxa yang tumbuh
pada akar tanaman telah terbukti menghasilkan exopolysaccharides yang melindungi
tanaman dari patogen. Interaksi antara spesies bakteri dan akar tanaman ini juga
menyebabkan rambut akar mengalami perubahan fisik.

Kelompok cendawan yang telah digunakan sebagai APH penyakit tanaman adalah

 Trichoderma harzianum. Trichoderma harzianum adalah jamur yang juga digunakan


sebagai fungisida . Ini digunakan untuk aplikasi daun , perawatan benih dan perawatan
tanah untuk menekan berbagai penyakit yang menyebabkan patogen jamur. Produk
bioteknologi komersial seperti 3Tac telah berguna untuk pengobatan Botrytis , Fusarium
dan Penicillium sp. juga digunakan untuk membuat enzim .

26
 Gliocladium sp.

Selanjutnya Nuryani dan Djatnika (1999) telah memproduksi secara massal biofungisida
berbahan aktif T. harzianum dalam bentuk tepung yang diberi nama Bio-Tri dengan biaya
produksi Rp8.000/kg. Cendawan lain yang berpotensi sebagai APH penyakit tanaman yaitu
Fusarium oxysporum nonpatogenik (FoNP). Beberapa peneliti melaporkan bahwa FoNP efektif
mengendalikan penyakit layu fusarium pada ubi jalar (Komada 1990). Salah satu kelompok
actinomycetes yang telah diteliti dan digunakan sebagai APH penyakit tanaman ialah
Streptomyces spp. Mikroba antagonis ini mengandung antibiotik yang efektif mengendalikan R.
solani dan F. oxysporum pada kapas. Cendawan Gliocladium sp. dapat diaplikasikan melalui
tanah (G. Roseum) dan melalui perlakuan benih (G. Virens) . Trichoderma spp. diaplikaskan 70
hari setelah tanam sebanyak 140 kg /ha.
Penggunaan virus sebagai APH penyakit telah dilakukan melalui teknik proteksi silang.
Dalam teknik proteksi silang, virus lemah diinokulasikan ke tanaman untuk mengendalikan virus
patogenik. Di Indonesia, Sulyo dan Muharam (1992) telah berhasil menemukan strain lemah
Carna-5 yang efektif mengendalikan penyakit cucumber mozaic virus (CMV) pada tanaman
sayuran.
Penggunaan mikroba antagonis mempunyai prospek yang cerah sebagai agens pengendali
hayati, mengingat teknologi isolasi, perbanyakan inokulum, dan konservasi inokulum telah
dikuasai oleh para peneliti di Indonesia. Investasi produksi massal biopestisida mulai
berkembang di tanah air dengan melibatkan perusahaan swasta nasional.

D. CARA KERJA MUSUH ALAMI AGEN HAYATI


Predator
Memakan mangsanya secara langsung
Parasitoid
Meletakan telur pada tubuh hewan sasaran, kemudian setelah menetas larvanya menghisap cairan
tubuh hewan sasaran tersebut hingga mati
Patogen

 Jamur tersebut masuk ke dalam tubuh serangga melalui kulit diantara ruas-ruas tubuh

 Mekanisme penetrasinya dimulai dengan pertumbuhan spora pada kutikala

27
 Didalam tubuh serangga hifa berkembang dan selanjutnya memasuki pembuluh darah,
melalui beberapa proses lebih lanjut di dalam tubuh menyebabkan kematian serangga

28
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Pengendalian hayati adalah pengendalian serangga hama dengan cara biologi, yaitu
dengan memanfaatkan musuh-musuh alaminya (agen pengendali biologi), seperti predator,
parasit dan patogen. Prinsip pengaturan populasi organisme oleh mekanisme saling berkaitan
antar anggota suatu komonitas pada jenjang tertentu juga terjadi didalam agroekosistem yang
dirancang manusia. Musuh alami sebagai bagian dari agroekosistem memiliki peranan
menentukan dalam pengaturan dan pengendalian populasi hama. Sebagai faktor yang bekerjanya
tergantung dari kepadatan yang tidak lengkap (imperfectly density dependent) dalam kisaran
tertentu, populasi musuh alamindapat mempertahankan populasi musuh alami tetap berada
disekitar batas keseimbangan dan mekanisme umpan balik negatif. Kisaran keseimbangan
tersebut dinamakan Planto Homeostatik. Diluar plato homeostatik musuh alami menjadi kurang
efektif dalam mengembalikan populasi kearas keseimbangan. Populasi hama dapat meningkat
menjahui kisaran keseimbangan akibat bekerjanya faktor yang bebas kepadatan populasi seperti
cuaca dan akibat tindakan manusia dalam mengelola lingkungan pertanian.

Sebagai bagian dari komonitas, setiap komonitas serangga termasuk serangga hama
dapat diserang atau menyerang organisme lain. Bagi serangga yang diserang organisme
penyerang disebut Musuh Alami. Istilah tersebut kurang tepat karena adanya musuh alami tidak
tentu merugikan kehidupan serangga terserang. Hampir semua kelompok organisme berfungsi
sebagai musuh alami serangga hama termasuk kelompok vertebrata, nematoda, jasad renik,
invertebrata diluar serangga. Dilihat dari fungsinya musuh alami dapat dikelompokkan menjadi,
Parasitoid, Predator dan Patogen.

Agen antagonis adalah mikroorganisme yang mengintervensi/menghambat pertumbuhan


patogen penyebab penyakit pada tumbuhan. Mikroba antagonis atau agens pengendali hayati
(APH) penyakit tanaman adalah jasad renik yang diperoleh dari alam, baik berupa bakteri,

29
cendawan, actinomycetes maupun virus yang dapat menekan, menghambat atau memusnahkan
organisme pengganggu tanaman.

30
DAFTAR PUSTAKA

Hanudin dan Budi Marwoto. 2012. PROSPEK PENGGUNAAN MIKROBA ANTAGONIS


SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI PENYAKIT UTAMA PADA
TANAMAN HIAS DAN SAYURAN. Jurnal Litbang Pertanian, 31(1).

Jumar. 2000. Entomologi Pertanian. Rineka Cipta. Jakarta.

Komada, H. 1990. Biological control of Fusarium wilts in Japan. p. 65−75. In D. Hornby (Ed).
Biological Control of Soil Borne Pathogens. CAB International, England.

Nuryani, W. dan I. Djatnika. 1999. Pengendalian bercak bunga sedap malam dengan Bio-GL dan
Bio-Tri. hlm. 335–339. Dalam Soedarmono (Ed.). Prosiding Kongres Nasional XV dan
Seminar Ilmiah PFI,Purwokerto.

Sulyo, Y. dan A. Muharam. 1992. Pengaruh vaksinasi dengan CMV + Carna-5 terhadap 9
varietas paprika di lapangan. Buletin Penelitian Hortikultura 23(1): 33−40.

Sunarno. 2012. PENGENDALIAN HAYATI ( Biologi Control ) SEBAGAI SALAH SATU


KOMPONEN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT). Journal Uniera. Volume 1.
Nomor 2. https://journal.uniera.ac.id/auth/16/profil-sunarno

Susiana Purwantisari, Rejeki Siti Ferniah, Budi Raharjo. 2008. Pengendalian Hayati Penyakit
Lodoh (Busuk Umbi Kentang) Dengan Agens Hayati Jamur-jamur Antagonis Isolat
Lokal. BIOMA. Vol. 10, No. 2, Hal. 13-19. Issn: 1410-8801

Untung, 2006. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu, Gajah Mada University Press. Yoyakarta.

31

Anda mungkin juga menyukai