Anda di halaman 1dari 3

Macam dan Tipe Layering (Cangkok)

Pencangkokan (Layering) diartikan sebagai pembiakan vegetatif dengan teknik


pengakaran organ vegetatif tanaman seperti batang yang masih bersatu dengan
induknya. Setelah organ vegetatif tersebut membentuk akar, maka dapat dilakukan
pemisahan organ vegetatif tersebut dari induknya. Ada dua macam Layering (Cangkok),
yaitu Layering (Cangkok) alami dan buatan. Layering (Cangkok) alami atau sering pula
dikenal dengan istilah perundukan terjadi bilamana bagian batang suatu tanaman
terkulai menyentuh tanah, kemudian bagian batang yang menyentuh tanah tersebut
membentuk sistim perakaran. Kemudian dengan memisahkan bagian tanaman yang
telah membentuk perakaran sendiri, maka tanaman sempurna tersebut dapat dijadikan
sebagai bibit tanaman yang nantinya akan tumbuh dan berkembang dengan sifat yang
identik dengan induknya. Adapun untuk cangkok buatan atau sering pula dikenal
sebagai marcoteren merupakan upaya manusia mengakarkan bagian tanaman tertentu
semasih bersatu dengan tanaman induknya melalui pelukaan pada bagian tanaman
bersangkutan. Pada luka tersebut diharapkan akan tumbuh dan berkembang akar
adventif cangkokan. Bagian tanaman yang umumnya berupa percabangan dengan
beberapa ranting kemudian dipotong setelah pada luka sayatan tersebut terbentuk akar.
Biasanya, perakaran akan tumbuh setelah 2 – 4 bulan sejak pembungkusan sayatan.
Ada enam tipe Layering yaitu air layering, simple layering, tip layering, trench
layering, serpentine layering dan mound layering. Air layering dan simple layering
adalah tipe perunduan yang paling banyak dilakukan.
1. Air Layering (Cangkok)
Pencangkokan adalah salah satu tipe perundukan, dimana akar terbentuk pada
bagian tanaman yang masih berada di tanaman induknya. Pada perundukan tipe ini
batang tanaman di kerat dan dibungkus dengan tanah. Batang tanaman akan
dibiarkan selama beberapa minggu sampai membentuk akar.
2. Perundukan tunggal (Simple Layering)
Perundukan tunggal dilakukan dengan cara membengkokkan sebuah cabang ke
tanah, sebelumnya batang tersebut dilukai kemudian dimasukkan ke tanah dan
ditutup dengan tanah atau media pengakaran, tetapi ujung terminal berada diatas
tanah..
3. Layering Ujung Pucuk (Tip Layering)
Pada tip layering, pengakaran terjadi di ujung pucuk yang dilukai dan
dibengkokkan ke tanah. Ujung pucuk ditimbun dengan tanah, dijaga kelembabanya,
dibiarkan beberapa minggu sampai keluar akar pada ujung pucuk yang dibenamkan
tersebut. Setelah berakar, ujung pucuk dapat dipotong untuk ditanam menjadi
tanaman mandiri.
4. Layering Berganda (Compound or Serpentine Layering)
Layering berganda prinsipnya sama seperti Layering tunggal, pada Layering
berganda lebih dari satu titik tumbuh yang dibengkokkan kedalam tanah. Namun
untuk Layering berganda pada setiap bagian yang dibenamkan ke tanah harus
mempunyai titik tumbuh di atasnya untuk membentuk tunas baru apabila sudah
berakar dan siapkan dipisahkan dari induknya. Pada suatu cabang yang panjang
hanya beberapa tempat di satu cabang yang ditutup tanah. Penutupan tanah
berselang-seling, ada yang ditutup, ada yang dibiarkan pucuknya di atas tanah tidak
ditutup. Setelah beberapa minggu cabang yang berada diatas tanah akan
memunculkan tunas baru, sementara bagian yang ditutup tanah akan memunculkan
akar baru. Umumnya, batang dilukai atau dikerat di bagian bawah dan ditutup
dengan tanah seperti pada perundukan tunggal. Akar berkembang pada setiap bagian
yang dibenamkan ini. Bagian yang dilukai dan dibenamkan ke dalam tanah dari
batang tersebut paling sedikit mengandung satu titik tunas yang akan berkembang
menjadi pucuk. Setelah terbentuk akar, cabang tersebut dipotong pada bagian yang
mempunyai pucuk baru dan mengandung akar baru. Beberapa tanaman baru dapat
dihasilkan dari satu cabang.
5. Layering Horizontal (Trench Layering)
Trench Layering adalah Layering dengan merebahkan dan membenamkan
cabang dengan posisi secara horizontal pada larikan tanah atau lubang yang dibuat
memanjang (trench : parit kecil), rundukan cabang didasar lubang. Cabang yang
berada di dalam tanah dilukai untuk merangsang tumbuhnya akar dari dasar pucuk
teretiolasi. Akar berkembang dari dasar pucuk baru ini. Pucuk cabang dengan
beberapa lembar daun dibiarkan di atas permukaan tanah. Dari beberapa ruas cabang
yang dibenamkan akan muncul tunas baru.

Macam-Macam Apomiksis

Apomiksis merupakan perbanyakan aseksual melalui biji, dimana biji terbentuk


bukan merupakan hasil fertilasi, tanpa terjadi fusi gamet betina dan jantan. Berdasarkan
asal embrio dalam biji, apomiksis dibagi menjadi dua macam, yaitu: Gametophytic
apomixed (embrio dibentuk dari sel inti induk megaspore) dan sporophitic apomixes
(embrio dibentuk dari sel gametofik lain). Selain itu, apomiksis dapat dikategorikan
menjadi fakultatif dan obligat. Pada apomiksis fakultatif sel nuseral tertentu mengalami
reproduksi seksual, sel nuselar lain mengalami reproduksi aseksual, sedangkan pada
apomiksis obligat kejadian seksual dihambat.
Menurut Bhojwani dan Bathnagar (1999), apomiksis dibedakan menjadi dua,
yaitu:
1. Reproduksi vegetative, yaitu tanaman diperbanyak melalui bagian tubuhnya(seperti
akar, daun dan batang) selain menggunakan biji.
2. Agamospermi, tumbuhan memperbanyak diri dengan biji tapi embrio tidak dibentuk
melalui meiosis normal dan tidak ada syngmi.
a. Adventitious embriony. Embrio terbentuk dari sel nusellus atau integument
drngan inti diploid dan tidak melalui generasi gametofit. embrioni adventif
merupakan embrio yang terjadi dari selain lembaga kandung. Misalnya, dari sel
nuselus.
b. Diplospory. Diplospory adalah pembentukan kantong embrio yang tidak
tereduksi dari sel induk megaspora tanpa meiosis, sel telur berkembang secara
partenogenetik menjadi embrio atau sel lain dari kantung embrio yang pecah dan
berkembang menjadi embrio.
c. Apospory. Apospory merupakan mekanisme dimana kantung embrio tidak
tereduksi muncul dari sel somatik pada nusellus atau integumen.
Beberapa angiosperma dapat membentuk lembaga (embrio), tanpa melalui
proses pembuahan. Cara pembentukan lembaga demikian disebut apomiksis. Berikut
ini beberapa tipe apomiksis :
a. Partenogenesis, yaitu terbentuknya lembaga dari sel telur yang tidak dibuahi.
b. Apogami, yaitu terbentuknya lembaga dari bagian-bagian lain di dalam lembaga
kandung. Misalnya, sel sinergid atau antipoda.
c. Embrio Adventif, yaitu terbentuknya lembaga dari salah satu sel sporofit. Misalnya,
salah satu sel nuselus atau sel integumen yang tumbuh menjadi lembaga, kemudian
masuk ke dalam lembaga kandung.

Proses Terjadinya Apomiksis Menurut Maheswari (1950), apomiksis pada


angiospermae dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :
a. Apomiksis yang tidak berulang. Pada tipe ini sel induk megaspora mengalami
pembelahan pembelahan secara normal, terbentuk embrio yang haploid. Embrio
mungkin berasal dari sel telur yang tidak dibuahi (partenogenesis haploid) atau
berasal dari sel lain pada gametofit.
b. Apomiksis berulang. Kantong embrio yang berasal dari arkesporium (apospori
generatif) atau bagian lain dan nuselus (apospori somatik). Semua inti sel yang
menyusun kantong berisi embrio bersifat diploid. Embrio berasal dan sel telur yang
tidak dibuahi (partenogenesis diploid) atau dan sel lain pada gametofit (apogami
diploid).

Anda mungkin juga menyukai