Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PRAKTIKUM

DASAR ILMU DAN TEKNOLOGI BENIH (AGH 250)


Percobaan IV
Metode Pematahan Dormansi Benih

Nama/NIM
Hilmi Gusparima H34170011
Kelompok 5

Asisten
Asisten : Nadiya Iftiwata Rahmah, SP. M.Si.

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2020
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dormansi benih merupakan suatu kondisi benih tidak berkecambah
walaupun ditanam dalam kondisi yang optimum. Dormansi merupakan proses
biologi yang alamiah, namun dapat menyebabkan pertumbuhan benih yang tidak
seragam sehingga berpotensi menurunkan hasil (Hapsari 2018). Selain itu,
dormansi juga dapat mengacaukan interpretasi dalam pengujian benih di
labotarium. Beberapa metode pematahan dormansi telah dikembangkan, namun
metode yang efektif untuk suatu kasus belum tentu efektif untuk kasus dormansi
lainnya, walaupun pada spesies yang sama.
Terdapat berbagai sistem untuk mengklasifikasi dormansi pada benih.
Menurut Baskin dan Baskin (2014), domansi benih dibagi menjadi lima kelas,
yaitu dormansi secara fisiologis, morfologis, morfofisiologis, fisik serta
kombinasi fisik dan fisiologis.
Benih yang mengalami dormansi fisiologi masih dapat melewatkan air
(permeable) namun mengalami mekanisme penghambatan pada embrio sehingga
menyebabkan radikula tidak dapat muncul. Dormansi morfologi disebabkan oleh
embrio yang belum sempurna pertumbuhannya atau belum matang, sedangkan
dormansi fisik merupakan dormansi yang disebabkan oleh terhalangnya air masuk
ke benih (impermeable) sehingga menyebabkan benih gagal berkecambah.
Gabungan antara dormansi dormansi fisiologis dan morfologis disebut dengan
dormansi morfosiologis.
Beberapa jenis benih tidak dapat berkecambah karena adanya hambatan dari
kulit benih yang impermeable terhadap air dan gas, kulit benih yang tebal dan
kertas. Sebagian jenis benih yang lain tidak mampu berkecambah ketika baru
dipanen dan baru berkecambah setelah melampaui periode penyimpanan kering.
Kasus tersebut disebut after ripening.
After ripening adalah jangka waktu benih untuk berkecambah dalam
keadaan disimpan. After ripeningadalah proses yang harus dilewati benih sebelum
berkecambah. Penyebab utama terjadinya after ripening adalah kondisi
penyimpanan (Sadjad 1975).

Tujuan
Untuk mempelajari teknik pematahan dormansi yang tepat pada kasus dormansi
fisiologi (salah satunya after ripening) dan dormansi fisik.

BAHAN DAN METODE


Bahan dan Alat
Bahan :
1. Benih padi yang baru dioanen
2. Benih saga
3. 0.2% KNO3
4. Aquades
5. Kertas buram atau kertas merang
6. Plastic
7. Label
Alat :
1. Glassjar
2. Box perkecambahan benih
3. Alat pengecambahan bebih tipe IPB 73-2A/B
4. Gunting kuku
5. Pinset
6. Saringan

Metode
Teknik pematahan dormansi benih pada padi yaitu : kontrol (P0), perendaman
KNO3 0.2 % selama 24 jam (P1), dan perendaman aquades selama 24 jam (P4).
1. Teknik pematahan dormansi benih padi
 Masing-masing 4 x 100 butir benih dimasukka ke dalam glassjar yang
berisi larutan 0.2 % KNO3 dan aquades , rendam selama 24 jam.
 Tiriskan benih dengan saringan atau ambil menggunakan pinset
 Tanam benih pada substrat kertas merang dengan metode UKDdp,
demikian juga dilakukan untuk perlakukan kontrol (tanpa perlakuan).
 Setelah dua minggu, amati kecambah yang normal, abnormal dan mati.
2. Teknik pematahan dormansi benih saga
 Untuk pematahan dormansi pada benih saga yaitu: kontrol (P0),
perendaman KNO3 0.2 % selama 24 jam (P1), dan skarifikasi fisik dengan
menggunting pada sisi berlawanan dengan poros embrio.
 Setelah dua minggu, amati kecambah yang nrmal, abnormal dan mati.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1 Persentase Daya Berkecambah


Saga Padi
Percobaan
N Ab M N Ab M
1 4 96 0 92 4 4
2 0 96 4 96 4 0
Kontrol
3 4 96 0 56 44 0
4 4 96 0 88 12 0
Rata-rata 3 96 1 83 16 1
1 0 0 100 92 8 0
2 0 0 100 96 4 0
KNO3
3 4 0 96 92 8 0
4 0 0 100 72 28 0
Rata-rata 1 0 99 88 12 0
1 92 8 0 96 4 0
2 96 4 0 68 28 4
Skarifikasi/aquades
3 100 0 0 76 20 4
4 88 8 4 84 16 0
Rata-rata 94 5 1 81 17 2
Ket : N=Normal, Ab=Abnormal, M=Mati.

Daya berkecambah pada benih saga dengan perlakuan kontrol mayoritas


dalam keadaan abnormal, sedangkan pada padi mayoritas dalam keadaan normal.
Kemudian apabila dilakukan perlakuan benih melalui perendaman 0.2 % KNO3,
benih saga hampir seluruhnya mati sedangkan benih padi mayoritas normal.
Setelah itu, dilakukan pula perlakuan skarifikasi pada benih saga dan diperoleh
bahwa daya berkecambah benih rata-rata mengalami normal, adapun benih padi
dengan perendaman aquades juga mengalami hal yang sama.
Hasil persentase daya berkecambah (Tabel 1) yang telah dilakukan
menunjukkan adanya perbedaan hasil yang didapatkan antara benih saga dengan
benih padi. Pada benih saga dilakukan pematahan dormansi dengan cara
skarifikasi dapat menghasilkan kecepatan perkecambahan yang berbeda.
Kecepatan perkecambahan yang dihasilkan tertinggi yaitu pada skarifikasi
mekanis dengan pelukaan di kotiledon, Skarifikasi mekanik dengan pelukaan
gunting kuku memungkinkan kulit benih terluka sehingga dapat dilewati air dan
terjadi proses imbibisi. Skarifikasi mampu memberikan kondisi tidak kedap pada
kulit benih (yang mulanya kedap) sehingga benih dapat menyerap air. Air masuk
ke dalam benih menyebabkan aktivasi enzim, perombakan cadangan makan,
transpor molekul, peningkatan respirasi dan asimilasi, insiasi pembelahan dan
pembesaran sel, dan pemanjangan sel radikel diikuti munculnya radikel dari kulit
benih dapat terjadi. Air tersebut tidak saja mempercepat munculnya radikel, juga
meningkatkan pertumbuhan bagian embrio yang lainnya sehingga kecambah
normal yang terbentuk juga tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh hasil daya
berkecambah tertinggi dari pelukaan gunting kuku.
Menurut Juanda (2013), laju imbibisi yang baik menyebabkan kebutuhan air
untuk benih terpenuhi sehingga proses metabolisme benih dapat berjalan dengan
baik. Proses metabolisme benih yang baik menyebabkan terjadinya
perkecambahan yang baik. Skarifikasi menyebabkan terjadinya peningkatan
permeabilitas kulit benih sehingga laju imbibisi benih tinggi. Laju imbibisi yang
tinggi diikuti dengan penguraian cadangan makanan yang tinggi, hal ini
ditunjukkan oleh variabel perkecambahan yang diamati seperti daya berkecambah,
kecepatan berkecambah, dan keserempakan berkecambah.
Kemudian, apabila melihat hasil daya berkecambah pada benih padi (Tabel
1) tidak mengalami perbedaan yang signifikan, semua perlakuan yang dilakukan
terhadap benih padi memilki daya berkecambah yang normal. Hasil persentase
daya berkecambah yang paling tertinggi adalah dengan perlakuan merendam
benih pada larutan 0.2 % KNO3, hal tersebut menunjukkan bahwa metode
pematahan dormansi yang paling efektif pada benih padi dengan perlakuan
tersebut. Hasil penelitian ini sejalan dengan laporan sebelumnya bahwa
penggunaan 0.2 % KNO3 efektif untuk pematahan dormansi benih padi sawah
(Nugraha&Soejadi 1991).

KESIMPULAN

Pematahan dormansi benih pada saga dan padi memiliki perbedaan. Pada
benih saga, metode yang paling tepat untuk pematahan benih yaitu perlakuan
skarifikasi dengan menggunting lapisan kulit di kotiledon. Hal tersebut
menghasilkan daya berkecambah yang tinggi karena memungkinkan kulit benih
terluka sehingga dapat dilewati air dan terjadi proses imbibisi. Skarifikasi mampu
memberikan kondisi tidak kedap pada kulit benih (yang mulanya kedap) sehingga
benih dapat menyerap air. Sedangkan dengan perlakuan lain, benih saga tidak
tumbuh.
Kemudian, pematahan dormansi benih padi tidak mengalami perbedaan
yang signifikan karena semua perlakuan menghasilkan daya berkecambah yang
normal. Namun dari semua perlakuan, yang memiliki hasil tertinggi yaitu
perlakuan dengan merendam benih ke dalam larutan 0.2 % KNO3. Hal tersebut
dapat dinyatakan metode yang paling efektif untuk pematahan dormansi benih.
DAFTAR PUSTAKA

Hapsari, R. T., & Rezeki, S. (2018). Pengaruh Pematahan Dormansi terhadap


Viabilitas Benih Kacang Tanah. Buletin Palawija, 16(1), 46-51.
Ilyas, S., & Diarni, W. T. (2007). Persistensi dan pematahan dormansi benih pada
beberapa varietas padi gogo. Jurnal Agrista, 11(2), 92-101.
Nugraha, U.S., & Soejadi. 1991. Predrying and soaking of IR 64 seed as an
effective methods for evercoming dormancy. Seed sci & Technol 19:207-312.
Nurmiaty, Y., Ermawati, E., & Purnamasari, V. W. (2014). Pengaruh Cara
Skarifikasi dalam Pematahan Dormansi pada Viabilitas Benih Saga Manis
(Abrus Precatorius [L.]). Jurnal Agrotek Tropika, 2(1).
Widiastuti, M. L., Ilyas, S., Palupi, E. R., & Hairmansis, A. UJI KEMURNIAN
BENIH PADI MELALUI ANALISIS CITRA DENGAN PEMINDAIAN
BIDANG DATAR DAN GROW OUT TEST.
Juanda, 2013. Pengaruh skarifikasi pada pola imbibisi dan perkecambahan benih
saga manis (Abruss precatorius [L.]). Jurnal Agrotek Tropika. Vol 1: 45-49.

Anda mungkin juga menyukai