Anda di halaman 1dari 17

ACARA I

PEMATAHAN DORMANSI BENIH


ABSTRAKSI
Praktikum fisiologi biji acara I dengan judul Pematahan Dormansi Benih ini dilaksanakan pada hari
Senin tanggal 25 September 2015 di Laboratorium Teknologi Benih, Jurusan Budidaya Pertanian,
Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Praktikum ini bertujuan Percobaan yang
dilakukan mempunyai tujuan untuk mengetahui perbedaan kecepatan pematahan dormansi pada biji
semangka (Citrullus lanatus) dengan perlakuan kimiawi dan skarifikasi. Alat yang digunakan dalam
acara ini adalah pemotong kuku, pisau, sarung tangan, petridish dan alat tulis. Bahan yang dibutuhkan
adalah biji semangka (Citrullus lanatus), KNO3 pada konsentrasi 10%, air, alat tulis, dan kertas saring.
Percobaan disusun dalam rancangan acak lengkap (CRD) satu faktor berupa pematahan dormansi.
Perlakuan terdiri dari tiga perlakuan, yaitu tanpa perlakuan atau kontrol, (K0), per lakuan skarifikasi
(K1), dan perlakuan kimiawi (K2). Masing-masing perlakuan dibuat sebanyak 4 ulangan. Berdasarkan
pengamatan diperoleh dengan membandingkan beberapa perlakuan untuk pemecahan dormansi,
diketahui bahwa metode dengan perlakuan skarifikasi lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan
kimiawi maupun tanpa perlakuan. Hal ini diketahui dengan mendapatkan gaya berkecambah dan indeks
vigor yang tinggi yaitu 83% dan 9, 74.
Kata kunci : dormansi, skarifikasi, kimiawi

I.
A.

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Benih memegang peranan yang sangat penting baik sebagai salah satu bahan dasar

dalam budidaya tanaman dalam

memperbanyak tanaman maupun dalam mendapatkan

produk hasil tanamannya. Benih bermutu dengan kualitas yang tinggi selalu diharapkan oleh
petani. Oleh karena itu, benih harus selalu dijaga kualitasnya sejak diproduksi oleh produsen
benih, dipasarkan hingga sampai di tangan petani untuk proses penanaman. Benih dituntut
dapat berkecambah secara normal untuk mengetahui keberhasilan penanaman. Dalam
perkecambahan terdapat istilah biji keras yang dimana biji tetap keras pada akhir jangka
waktu pengujian yang ditetapkan disebabkan karena kekerasan atau kekedapan kulit sehingga
tidak bisa menyerap air. Terdapat juga istilah biji dorman yang merupakan biji hidup yang
tidak tumbuh pada lingkungan yang sesuai bagi pertumbuhan tetapi tidak termasuk biji keras.
Tentunya dalam proses budidaya fase dorman tersebut dapat menjadi fase yang
menghambat ataupun menguntungkan. Fase menguntungkan merupakan dapat membantu
benih tersebut dalam proses penyimpanan sampai proses penanaman benih tersebut.
Sedangkan dapat menghambat yang dimaksud ialah memperpanjang proses budidaya karena

benih tersebut masih dormansi. Sehingga apabila benih tersebut diletakkan di lingkungan
yang sesuai pun, benih tersebut tidak mampu untuk berkecambah. Pertumbuhan tidak akan
terjadi selama benih belum melalui masa dormansinya, atau belum dikenakan suatu perlakuan
khusus terhadap benih tersebut. Dormansi pada benih bisa disebabkan oleh keadaan fisik
kulit, keadaan fisiologis dari embrio, atau kombinasi dari kedua keadaan tersebut.
Dormansi benih sering dilihat sebagai hal yang tidak menguntungkan, oleh karena itu
diperlukan cara-cara agar dormansi dapat dipecahkan atau masa dormansinya dipersingkat.
Terdapat beberapa metode yang biaanya digunakan untuk pematahan dormansi. Seperti
metode mekanis, perlakuan fisik, dan perlakuan kimiawi. Metode-metode ini memiliki
kecepatan dalam melakukan pematahan dormansi. Oleh karena itu, untuk mengetahui
efektifitas beberapa metode dalam mematahkan benih dilakukan percobaan membandingkan
pematahan dormansi menggunakan perlakuan kimiawi dan skarifikasi.

B.

Tujuan
Percobaan yang dilakukan mempunyai tujuan untuk mengetahui perbedaan kecepatan

pematahan dormansi pada biji semangka (Citrullus lanatus) dengan perlakuan kimiawi dan
skarifikasi.

II.

TINJAUAN PUSTAKA

Benih yang tidak berkecambah adalah benih yang tidak berkecambah sampai akhir
masa pengujian, yang digolongkan menjadi benih segar tidak tumbuh, benih keras, dan benih
mati. Benih segar tidak tumbuh adalah benih, selain benih keras, yang gagal berkecambah
namun tetap baik dan sehat dan mempunyai potensi untuk tumbuh menjadi kecambah normal

(Ryoo & Cho, 2002). Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda
perkecambahannya,

hingga

waktu

dan

kondisi

lingkungan

memungkinkan

untuk

melangsungkan proses tersebut. Dormansi dapat terjadi pada kulit biji maupun pada embryo.
Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan
tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai proses
perkecambahannya. Pretreatment skarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi kulit
biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi embryo (Suwandi et al.,
1995).
Benih dikatakan dorman apabila benih tersebut sebenarnya hidup tetapi tidak
berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum dianggap telah
memenuhi persyaratan bagi suatu perkecambahan. Dormansi pada benih dapat berlangsung
selama beberapa hari, semusim bahkan sampai beberapa tahun tergantung pada jenis tanaman
dan dormansinya. Pertumbuhan tidak akan terjadi selama benih belum melalui masa
dormansinya, atau sebelum dikenakan suatu perlakuan khusus terhadap benih tersebut.
Dormansi dapat dipandang sebagai salah satu keuntungan biologis dari benih dalam
mengadaptasikan siklus pertumbuhan tanaman terhadap keadaan lingkungannya, baik musim
maupun variasi-variasi yang kebetulan terjadi. Sehingga secara tidak langsung benih dapat
menghindarkan dirinya dari kemusnahan alam. Dormansi benih adalah ketidakmampuan
benih hidup untuk berkecambah pada lingkungan yang optimum. Dormansi didefinisikan
sebagai status di mana benih tidak berkecambah walaupun pada kondisi lingkungan yang
ideal untuk perkecambahan. Beberapa mekanisme dormansi terjadi pada benih baik fisik
maupun fisiologi, termasuk dormansi primer dan sekunder. Intensitas dormansi dipengaruhi
oleh lingkungan selama perkembangan benih (Hasbianto & Cici, 2013). Dormansi dapat
disebabkan oleh keadaan fisik dari kulit benih, keadaan fisiologis dari embrio atau kombinasi
dari kedua keadaan tersebut. Namun demikian dormansi bukan berarti benih tersebut mati
atau tidak dapat tumbuh kembali. Penyebab dan mekanisme dormansi merupakan hal yang
sangat penting diketahui untuk dapat menentukan cara pematahan dormansi yang tepat
sehingga benih dapat berkecambah dengan cepat dan seragam. Masa dormansi tersebut dapat
dipatahkan dengan skarifikasi mekanik maupun kimiawi (Fahmi, 2014).
Biji-biji yang berkulit keras akan menjadi permeabel terhadap air bila biji-biji tersebut
dikikir (Sutopo, 2010). Salah satu efek pemberian GA3 pada benih dapat mendorong
pemanjangan sel, sehingga radikula dapat menembus endosperma, kulit biji yang membatasi
pertumbuhannya (Salisbury & Ross, 1995). Bahan kimia berupa persenyawaan sederhana

seperti KNO3 dapat pula memecahkan dormansi. KNO3 dapat dengan konsentrasi tertentu
dapat merangsang pertumbuhan (Harjadi, 1994 cit Astari et al., 2014).

III.

METODOLOGI

Praktikum fisiologi biji acara I yaitu Pematahan Dormansi Benih dilaksanakan pada
hari Senin, 21 September 2015 di Laboratorium Teknologi Benih, Jurusan Budidaya
Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Alat yang digunakan
dalam acara ini adalah pemotong kuku, pisau, sarung tangan, petridish dan alat tulis. Bahan

yang dibutuhkan adalah biji semangka (Citrullus lanatus), KNO3 pada konsentrasi 10%, air,
alat tulis, dan kertas saring.
Percobaan disusun dalam rancangan acak lengkap (CRD) satu faktor berupa
pematahan dormansi. Perlakuan terdiri dari tiga perlakuan, yaitu tanpa perlakuan atau
kontrol, (K0), per lakuan skarifikasi (K1), dan perlakuan kimiawi (K2). Masing-masing
perlakuan dibuat sebanyak 4 ulangan. Langkah pertama yakni disiapkan buah semangka dan
pisahkan biji dari buahnya. Setelah itu, biji semangka dicuci bersih pada air yang mengalir,
dan digosok hingga bersih atau tidak terasa licin. Dilakukan perlakuan skarifikasi dengan
dipecah bagian ujung benih semangka dengan menggunakan pemotong kuku. Perlakuan
kimiawi yaitu benih semangka direndam dengan larutan KNO3 pada konsentrasi 10% selama
48 jam (K3) pastikan semua benih terendam. Selain itu terdapat perlakuan K0 atau tanpa
perlakuan. Benih semangka dikecambahkan pada petridish tiap kombinasi perlakuan
sebanyak 50 butir biji, dilakukan sebanyak 4 ulangan. Diamati vigor benih setiap hari selama
7 hari. Pengamatan daya tumbuh benih dilakukan pada umur 21 hst dan data yang diperoleh
dianalisis varian, jika terdapat beda nyata dilanjutkan dengan uji lanjut Uji Jarak Berganda
Duncan (DMRT) pada taraf kepercayaan 95%.

IV.
A.

Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN

Histogram Indeks Vigor


12.00
9.74

10.00
8.00

Indeks Vigor

6.00
4.00
2.00
0.00

2.06

1.07

Kontrol

Skarifikasi

Kimiawi

Perlakuan

Gambar 1. Histogram Indeks Vigor

Histogram Gaya Berkecambah


90%
80%
70%
60%
50%
Gaya Bekecambah 40%
30%
20%
10%
0%

83%

25%

Kontrol

19%

Skarifikasi

Kimiawi

Perlakuan

Gambar 2. Histogram Gaya Bekecambah


B.

Pembahasan
Dormansi adalah keadaan biji yang tidak berkecambah atau dengan kata lain tunas

yang yang tidak dapat tumbuh (terhambatnya pertumbuhan) selama periode tertentu yang
disebabkan oleh faktor-faktor intern dalam biji atau tunas tersebut. Suatu biji dikatakan
dorman apabila biji tersebut tidak dapat berkecambah, setelah periode tertentu, meski faktorfaktor lingkungan yang dibutuhkan tersedia (Sutopo, 2010).
Penyebab terjadinya dormasi bermacam-macam, ada yang spontan, ada yang karena
keadaan lingkungan, misalnya kekurangan air, temperatur rendah, hari pendek. Jika
dianalisis, ternyata ada beberapa hormon yang ikut mempengaruhinya. Pada organ dorman,
selain kadar kenaikan absisin juga terjadi perubahan lain, yaitu turunnya kadar air, transpor
antar sel terhambat, organell tertentu mereduksi dan metabolisme lambat. Dormasi pada buah

atau pada biji umumnya disebabkan oleh adanya kulit keras yang tidak permeabel untuk air
atau udara, serta memberikan hambatan mekanik yang menghalangi embrio tumbuh. Selain
kulit biji yang keras, dormansi biji dapat juga terjadi oleh akibat belum siapnya embrio atau
biji itu memerlukan mwaktu tenggang antara pemasakan dengan perkecambahan (after
ripening). Lama waktu di mana biji dorman masih hidup dan mampu berkeambah bervarisi
dari beberapa hari hingga beberapa dekade atau bahkan lebih lama lagi, bergantung pada
spesies dan kondisi lingkungan. Sebagian besr biji sangat tahan lama sehingga bisa bertahan
selama satu atau dua tahun sapai kondisi memungkinkan untk berkecambah.
Berbagai bentuk dormansi yang berbeda dapat di jumpai dalam biji dengan sifat-sifat
yang akan diuraikan sebagai berikut :

Kulit biji yang tidak tembus


Biji dari familia tertentu termasuk dari golongan leguminoceae, malvaceae, dan
solanaceae memiliki testa yang tidak dapat tembus oleh air jika baru dialiri dan
karenanya mereka dapat mempertahankan dormansi di tanah oleh tindakan
mikroorganisme tanah. Sebagi alternatifnya testa-testa dapat terjadi permeable oleh
skarifikasi mekanis atau dengan cara memperpendek periode dengan asam belerang

pekat.
Belum dewasanya embrio
Pada sejumlah biji, perkecambahan embrio adalah tidak sempurna jika mereka diairi
dan perkecambahan tidak akan terjadi hingga perkecambahan embrio lebih lanjut

telah terjadi.
Perlunya penyimpanan kering setelah biji masak.
Biji-biji dari banyak spesies bersifat dorman pada saat dipanen, tetapi tidak
memerlukan pemprosesan yang khusus untuk mengatasi dormansi tersebut. Dan jika
mereka disimpan di bawah kondisi penyimpanan kering pada temperature normal

maka perlahan-lahan biji akan keluar dari masa dorman selama suatu periode.
Biji-biji yang mempunyai persyaratan pendinginan.
Banyak biji yang memperlihatkan suatu bentuk dormansi yang diatasi dengan cara
pendinginan. Biji dari sejumlah besar tanaman yang berkayu, diantaranya adalah
Rosaceae memperlihatkan jenis dormansi ini tetapi sama sekali tidak terbatas pada
biji-biji dari tanaman berkay
Ada beberapa tipe dormansi, yaitu dormansi Fisik dan dormansi Fisiologis.

1. Dormansi Fisik
Pada tipe dormansi ini yang menyebabkan pembatas struktural terhadap
perkecambahan adalah kulit biji yang keras dan kedap sehingga menjadi penghalang mekanis
terhadap masuknya air atau gas pada berbagai jenis tanaman. Faktor-faktor penyebab

dormansi eksogen adalah air, gas, dan hambatan mekanis. Dormansi endogen dapat
dipatahkan dengan perubahan fisiologis seperti pemasakan embrio rudimenter, respon
terhadap zat pengatur tumbuh, perubahan suhu, ekspos ke cahaya. Yang termasuk dormansi
fisik adalah:

Impermeabilitas kulit biji terhadap air


Benih-benih yang menunjukkan tipe dormansi ini disebut benih keras
contohnya

seperti

pada

famili

Leguminoceae,

disini

pengambilan

air

terhalang kulit biji yang mempunyai struktur terdiri dari lapisan sel- sel berupa
palisade yang berdinding tebal, terutama dipermukaan paling luar dan bagian
dalamnya mempunyai lapisan lilin. Di alam selain pergantian suhu tinggi dan
rendah dapat menyebabkan benih retak akibat pengembangan dan pengkerutan,
juga kegiatan dari bakteri dan cendawan dapat

membantu memperpendek masa

dormansi benih.
Resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio
Pada tipe dormansi ini, beberapa jenis benih tetap berada dalam keadaan dorman
disebabkan kulit biji yang cukup kuat untuk menghalangi pertumbuhan embrio.
Jika kulit ini dihilangkan maka embrio akan tumbuh dengan segera. Tipe dormansi
ini juga umumnya dijumpai pada beberapa genera tropis seperti Pterocarpus,
Terminalia, Eucalyptus, dll. Pada tipe dormansi ini juga didapati tipe kulit biji yang
biasa dilalui oleh air dan oksigen, tetapi perkembangan embrio terhalang oleh
kekuatan mekanis dari kulit biji tersebut. Hambatan mekanis terhadap
pertumbuhan embrio dapat diatasi dengan dua cara mengekstrasi benih dari

pericarp atau kulit biji.


Adanya zat penghambat
Sejumlah jenis mengandung zat-zat penghambat dalam buah atau benih yang
mencegah perkecambahan. Zat penghambat yang paling sering dijumpai ditemukan
dalam daging buah. Untuk itu benih tersebut harus diekstrasi dan dicuci untuk
menghilangkan zat-zat penghambat.

Mekanisme dormansi dapat dibedakan pada dua lokasi berbeda yaitu penutup embrio
(embryo coverings) dan embrio :
Mekanisme utama dormansi benih :

Dormansi yang disebabkan penutup embrio (perikarp, testa, perisperma dan


endosperma)
1. Pertukaran gas terhambat
2. Penyerapan air terhambat

3. Penghambatan mekanis
4. Inhibitor (water-soluble) di dalam penutup embrio
5.Kegagalan dalam memobilisasi cadangan makanan dari endosperm

Dormansi embrio
1. Embrio belum berkembang dan berdiferensiasi
2. Pemblokiran sintesa asam nukleat dan protein
3. Kegagalan dalam memobilisasi cadangan makanan dari embrio
4. Defisiensi zat pengatur tumbuh
5.Adanya inhibitor

2. Dormasi fisiologis (embrio)


Pada tipe dormasi ini penyebabnya ada dalam benih yang dibedakan atas morfologi
dan fisiologi.
a. Morfologi
Penyebabnya adalah embrio yang belum sempurna pertumbuhannya atau belum
matang. Benih-benih demikian memerlukan jangka waktu tertentu agar dapat berkecambah
(penyimpanan). Jangka waktu penyimpanan ini berbeda-beda dari kurun waktu beberapa hari
sampai beberapa tahun tergantung jenis benih. Benih dengan embrio yang belum sempurna
dijumpai contohnya pada Aracaceae (palm) dan Ginko biloba. Diketahui bahwa Pinus sp.
yang tumbuh pada daerah lintang utara dan selatan dilaporkan mempunyai dormansi
fisiologis. Pada benih-benih dengan tipe dormansi ini karena embrionya belum sempurna,
sehingga perkecambahannya perlu ditunda, untuk itu benih-benih ini sebaiknya ditempatkan
pada kondisi temperatur dan kelembaban tertentu agar viabilitasnya tetap terjaga sampai
embrio terbentuk sempurna dan dapat berkecambah.
b. Fisiologis (ketidak masakan embrio)
Benih-benih dengan tipe dormansi secara fisiologis belum masak, artinya belum
mampu membentuk zat yang diperlukan untuk perkecambahan, misalnya zat tumbuh seperti
giberallin, dapat juga zat tumbuh telah ada tetapi tidak aktif karena adanya hambatan yang
berupa zat zat penghambat. Ada juga dijumpai tanaman tertentu yang mempunyai biji
dimana perkembangan embrionya tidak secepat jaringan disekelilingnya sehingga
perkecambahan dari benih-benih demikian perlu ditunda. Benih-benih ini biasanya
ditempatkan pada kondisi temperatur dan kelembaban tertentu agar viabilitasnya tetap terjaga
sampai embrio terbentuk sempurna dan dapat berkecambah. Jangka waktu penyimpanan ini
berbeda-beda dari beberapa hari sampai dengan beberapa tahun tergantung jenis benih.

Perlakuan pendahuluan adalah istilah yang digunakan untuk proses mematahkan


dormansi benih. Perlakuan pendahuluan diberikan pada benih-benih yang memiliki tingkat
kesulitan yang tinggi untuk dikecambahkan. Upaya yang dapat dilakukan untuk mematahkan
dormansi benih berkulit keras adalah dengan skarifikasi mekanik. Skarifikasi merupakan
salah

satu proses

yang

dapat

mematahkan

dormansi pada

benih keras karena

meningkatkan imbibisi benih. Skarifikasi mekanik dilakukan dengan cara melukai benih
sehingga terdapat celah tempat keluar masuknya air dan
oksigen.
Terdapat beberapa teknik atau metode dalam pematahan dormansi. Metode-metode itu
seperti perlakuan mekanik, perlakuan kimiawi dan perlakuan fisik. Perlakuan mekanik,
teknik yang umum dilakukan adalah pada perlakuan skarifikasi mekanik yaitu pengamplasan,
pengikiran, pemotongan, dan penusukan jarum tepat pada bagian titik tumbuh sampai terlihat
bagian embrio (perlukaan selebar5 mm). Skarifikasi mekanik memungkinkan air masuk ke
dalam benih untuk memulai berlangsungnya perkecambahan. Skarifikasi mekanik
mengakibatkan hambatan mekanis kulit benih untuk berimbibisi berkurang sehingga
peningkatan kadar air dapat terjadi lebih cepat sehingga benih cepat berkecambah.
Pelaksanakan teknik skarifikasi mekanik harus hati-hati dan tepat pada posisi embrio berada.
Posisi embrio benih aren kadang-kadang berbeda seperti terletak pada bagian punggung
sebelah kanan atau kiri, dan terkadang terletak di bagian tengah benih
Perlakuan fisik meliputi perendaman dengan air bersuhu tinggi, stratifikasi atau
dengan perlakuan benih pada suhu tertentu, dan pelakuan cahaya. Perlakuan perendaman
dalam air berfungsi untuk mencuci zat-zat yang menghambat perkecambahan dan dapat
melunakkan kulit benih. Perendaman dapat merangsang penyerapan lebih cepat. Perendaman
adalah

prosedur

yang

sangat

lambat

untuk mengatasi dormansi fisik, selain itu ada

resiko bahwa benih akan mati jika dibiarkan dalam air sampai seluruh benih menjadi
permeabel. Perlakuan perendaman di dalam air panas dengan tujuan memudahkan
penyerapan air oleh benih. Caranya yaitu dengan memasukkan benih ke dalam air panas
pada suhu 400 700 C dan dibiarkan sampai air menjadi dingin, selama beberapa waktu.
Kemudian benih ditiriskan untuk kemudian dikecambahkan. Perlakuan kimiawi bertujuan
menjadikan kulit benih lebih mudah dimasuki air pada waktu proses imbibisi. Perendaman
pada larutan kimia yaitu asam kuat seperti KNO3, H2SO4 , dan HCl dengan konsentrasi pekat
membuat kulit benih menjadi lebih lunak sehingga dapat dilalui oleh air dengan mudah.
Berikut rincian masing-masing penggunaan larutan kimia untuk memecahkan dormansi
benih:

a.

Perendaman Dengan Larutan Kalium Nitrat (KNO3)


ISTA merekomendasikan penggunaan KNO3 dengan konsentrasi 0,1 0,2 %. KNO 3

digunakan sebagai promotor perkecambahan dalam sebagian besar pengujian perkecambahan


benih. Penelitian pada benih tanjung memperlihatkan hasil bahwa rerata kombinasi perlakuan
(skarifikasi dan perendaman KNO3) memberikan nilai kecepatan berkecambah 42,6 hari lebih
awal dibandingkan dengan kontrol dengan prosentase perkecambahan 75,3%. Pemberian
konsentrasi KNO3 0,2 %, 0,3 %, 0,4 % sangat mempengaruhi tekstur permukaan keras benih
kelapa sawit menjadi lebih lentur apabila dibandingkan dengan kontrol. KNO 3 konsetrasi 0,2
% dapat meningkatkan perkecambahan benih Acacia nilotica menjadi 79 % sedangkan pada
konsentrasi KNO3 1 % hanya memberikan 37 % daya kecambah. Konsentrasi yang
digunakan untuk berbagai jenis biji tentunya tidak sama, tergantung kepada karakteristik biji
yang bersangkutan.
b.

Perendaman Dengan Larutan Asam Sulfat (H2SO4)


Larutan asam sulfat pekat (H2SO4) menyebabkan kerusakan pada kulit biji dan dapat

diterapkan baik pada legum dan non legum. Lamanya perlakuan larutan asam harus
memperhatikan dua hal yaitu kulit biji atau pericarp dapat diretakkan untuk memungkinkan
imbibisi dan larutan asam tidak mengenai embrio. Perendaman selama 1 10 menit terlalu
cepat untuk dapat mematahkan dormansi, sedangkan perendaman selama 60 menit atau
lebih dapat menyebabkan kerusakan. Menurut suatu penelitian, larutan asam kuat seperti
(H2SO4) sering digunakan dengan konsentrasi yang bervariasi sampai pekat tergantung jenis
benih yang diperlakukan, sehingga kulit biji menjadi lunak. Disamping itu pula larutan kimia
yang digunakan dapat pula membunuh cendawan atau bakteri yang dapat membuat benih
dorman. Penelitian pada benih kayu afrika menunjukkan benih yang direndam dalam larutan
H2SO4 dengan konsentrasi 20 N dan lama perendaman 20 menit dapat meningkatkan
daya

berkecambah

hingga 91,6 % dibanding dengan kontrol (tanpa perlakuan) daya

berkecambahnya sebesar 57,7 % .


c.

Perendaman Dengan Larutan Asam Klorida (HCl)


Asam klorida adalah larutan akuatik dari gas hidrogen klorida (HCl). Asam

klorida adalah asam kuat. Senyawa ini juga digunakan secara luas dalam industri. Ciri fisik
asam klorida, seperti titik didih, titik leleh, kepadatan, dan pH tergantung dari konsentrasi
atau molarity dari HCl di dalam larutan asam.
Menurut hasil diketahui bahwa gaya berkecambah dan indeks vigor dari yang
tertinggi kerendah ialah pada perlakuan skarifikasi benih, selanjutnya tanpa perlakuan, dan
perlakuan kimiawi untuk pematahan dormansi benih semangka. Perlakuan skarifikasi

menghasilkan gaya berkecambah sebesar 83% dan indeks vigor 9,74, sedangkan perlakuan
kontrol menghasilkan gaya berkecambah 25 % dan indeks vigornya 2,06. Perlakuan kimiawi
memiliki gaya berkecambah dan indeks vigor sebesar 19 % dan 1,07. Menurut hasil analisis
diketahui bahwa perlakuan pematahan benih yang dilakukan untuk mematahkan dormansi
benih semangka yang digunakan ialah berbeda nyata atau memberikan pengaruh terhadap
kecepatan berkecambah benih semangka. Terdapat tiga perlakuan yang dilakukan yaitu tanpa
perlakuan, perlakuan skarifikasi, dan perlakuan kimia menggunakan KNO 3. Diketahui dari
ketiga perlakuan perlakuan kimia bila dibandingkan dengan kontrol atau tanpa perlakuan
tidak berbanding nyata hasilnya, karena dalam analisis diketahui huruf belakang pada analisis
sama. Sedangkan untuk perlakuan skarifikasi benih menampilkan hasil yang bernding nyata
bila dibandingkan dengan kontrol. Dimana diketahui bahwa metode pematahan benih
tersebut terpengaruh oleh metode pematahan dormansi dengan skarifikasi benih, yang
dibuktikan dengan melihat gaya berkecambah dan indeks vigor benih.

V.
KESIMPULAN
Perbedaan kecepatan pematahan benih semangka dapat diketahui dengan mengetahui
bahwa benih tersebut mengalami perkecambahan dengan cepat dan serentak. Menurut
percobaan yang dilakukan dengan membandingkan beberapa perlakuan untuk pemecahan
dormansi, diketahui bahwa metode dengan perlakuan skarifikasi lebih cepat dibandingkan
dengan perlakuan kimiawi maupun tanpa perlakuan. Hal ini diketahui dengan mendapatkan
gaya berkecambah dan indeks vigor yang tinggi yaitu 83% dan 9, 74.

DAFTAR PUSTAKA
Astari, R.P., Rosmayati, Eva, S.B. 2014. Pengaruh pematahan dormansi secara fisik dan
kimia terhadap kemampuan berkecambah benih mucuna (Mucuna bracteata D.C).
Jurnal Online Agroekoteknologi 2: 803812.
Fahmi, Z. I. 2014. Studi Perlakuan Pematahan Dormansi Benih dengan Skarifikasi Mekanik
dan Kimiawi. Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan, Surabaya.
Hasbianto, A., dan Cici, T. 2013. Efektivitas teknik pematahan dormansi pada beberapa
genotipe jarak kepyar (Ricinus communis L.). Proseding Seminar Nasional Inovasi
Teknologi Pertanian 1: 456472.
Ryoo, M.I. and H.Q. Cho. 2002. Feeding and oviposition preference and demography of rice
weevil. Entomol 21: 549-555.
Salisbury, F. B and C. W. Ross. 1995. Plant Physiology. Cbs Publishers and Distributors,
India.
Sutopo,L. 2010. Teknologi Benih.PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Suwandi, N. Sumarni dan F.A. Bahar. 1995. Aspek Agronomi Cabai. Penebar Swadaya,
Jakarta.

Lampiran
> Gaya Berkecambah
Perlakuangb
1 kontrol18
2
kontrol14
3
kontrol 18
4 kontrol 50
5 skarifikasi 64
6 skarifikasi96
7 skarifikasi78
8 skarifikasi 94
9 kno334
10
kno314
11 kno322
12
kno3 6
>gberkecambah=transform(gaya, vararcsin=asin(sqrt(gb/100)))
>gberkecambah
perlakuangb vararcsin
1 kontrol 18 0.4381490
2 kontrol 14 0.3834970
3 kontrol 18 0.4381490
4 kontrol 50 0.7853982
5
skarifikasi64 0.9272952
6
skarifikasi 96 1.3694384
7
skarifikasi 78 1.0825911
8
skarifikasi94 1.3233293
9
kno334 0.6225334
10 kno314 0.3834970
11 kno3 22 0.4882053
12
kno3 6 0.2474671
> anov=aov(vararcsin~perlakuan, data=gberkecambah)
> summary(anov)
Df Sum Sq Mean Sq F value Pr(>F)
perlakuan
2 1.3268 0.6634 19.4 0.000545 ***
Residuals 9 0.3077 0.0342
--Signif. codes: 0 *** 0.001 ** 0.01 * 0.05 . 0.1 1
> attach(gberkecambah)
> duncan test GB
$statistics
Mean
CV MSerror
0.7074625 26.14024 0.0342
$parameters
Df ntr alpha test name.t
9 3 0.05 Duncan perlakuan
$Duncan
Table CriticalRange

2 3.199173
3 3.339138

0.2958154
0.3087574

$means
vararcsin
std r
Min
Max
kno3
0.4354257 0.1589759 4 0.2474671 0.6225334
kontrol 0.5112983 0.1845405 4 0.3834970 0.7853982
skarifikasi 1.1756635 0.2079288 4 0.9272952 1.3694384
$comparison
NULL
$groups
trt
means M
1 skarifikasi 1.1756635 a
2 kontrol 0.5112983 b
3 kno3
0.4354257 b
> Indeks Vigor
perlakuan iv
1 kontrol0.9833333
2 kontrol 1.0393218
3 kontrol 1.2813853
4 kontrol 4.9420996
5
skarifikasi6.5289683
6
skarifikasi 13.0666667
7
skarifikasi 8.8192982
8
skarifikasi10.5630952
9
kno3 1.7941142
10 kno3 0.8404762
11 kno3 1.1163993
12 kno30.5333333
> shapiro.test(indeks$iv)
Shapiro-Wilk normality test
data: indeks$iv
W = 0.80645, p-value = 0.0111
> bartlett.test(iv~perlakuan, data=indeks)
Bartlett test of homogeneity of variances
data: iv by perlakuan
Bartlett's K-squared = 5.1299, df = 2, p-value = 0.07692
>iv2=transform(indeks, varroot=sqrt(iv+5))
>iv2
perlakuan iv varroot
1 kontrol 0.9833333 2.446085
2 kontrol 1.0393218 2.457503
3 kontrol 1.2813853 2.506269
4 kontrol 4.9420996 3.153110
5 skarifikasi 6.5289683 3.395433
6 skarifikasi 13.0666667 4.250490
7 skarifikasi 8.8192982 3.717432
8 skarifikasi 10.5630952 3.945009
9
kno3 1.7941142 2.606552
10 kno3 0.8404762 2.416708

11 kno31.1163993 2.473136
12 kno30.5333333 2.352304
>aoviv=aov(varroot~perlakuan, data=iv2)
> summary(aoviv)
Df Sum Sq Mean Sq F value Pr(>F)
perlakuan 2 4.403 2.2015 25.45 0.000198 ***
Residuals 9 0.779 0.0865
--Signif. codes: 0 *** 0.001 ** 0.01 * 0.05 . 0.1 1
> attach(iv2)
> dun2=duncan.test(varroot,perlakuan,9,0.0865, alpha=0.05)
> duncan test IV
$statistics
Mean
CV MSerror
2.976669 9.880467 0.0865
$parameters
Df ntr alpha test name.t
9 3 0.05 Duncan perlakuan
$Duncan
Table CriticalRange
2 3.199173
0.4704526
3 3.339138
0.4910349
$means
varroot
std r
Min
Max
kno32.462175 0.1081725 4 2.352304 2.606552
kontrol 2.640742 0.3425741 4 2.446085 3.153110
skarifikasi 3.827091 0.3612593 4 3.395433 4.250490
$comparison
NULL
$groups
trt means M
1 skarifikasi 3.827091 a
2 kontrol 2.640742 b
3 kno3 2.462175 b
>

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI BIJI

ACARA I
PEMATAHAN DORMANSI BENIH

Disusun oleh:
Nama

: Dhinai Saraswati

NIM

: 13180

Golongan : C.1
Asisten

: Lilis Setyani

LABORATORIUM TEKNOLOGI BENIH


JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015

Anda mungkin juga menyukai