Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PRAKTIKUM

PEMULIAAN TANAMAN

ACARA III
PEMATAHAN DORMANSI

Semester :
Genap 2019

Oleh :
Fabima Choirul Amri
A1D017125/7

KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2019
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seringkali benih yang dikecambahkan tidak berkecambah meskipun benih

itu normal dan faktor lingkungannya juga mendukung (favourable) untuk

terjadinya proses perkecambahan roses mengecambahkan benih. Peristiwa ini

dinamakan benih mengalami dormansi. Dormansi pada benih dapat disebabkan

oleh keadaan fisik dari kulit biji keadaan fisiologis dari embrio atau kombinasi

dari kedua keadaan tersebut.

Dormansi bersifat positif dan negatif saat benih diperlukan untuk segera

tumbuh. Adanya masa dormansi saat masa tanam benih sangat merugikan bagi

petani karena mengurangi jumlah tanaman yang dapat berproduksi. Dormansi

pada benih padi menguntungkan produsen benih karena dapat menekan laju

deteriorasinya pada masa prapanen dan pasca panen. Dormansi pada lot benih

menyulitkan analisis, karena dapat menimbulkan kekeliruan dalam pengujian daya

kecambah benih. Pengujian daya kecambah terhadap lot benih dorman tanpa

didahului oleh pematahan dormansi yang efektif dapat menyebabkan daya

kecambah benih yang dihasilkan tidak menggambaran keadaan yang

sesungguhnya. Benih dorman yang tidak berkecambah akan dikelompokkan

kedalam benih mati oleh analisis.

Benih yang mengalami dorman dapat berkecambah dalam kondisi

lingkungan perkecambahan yang optimum. Terdapat kasus suatu benih yang


mengalami dormansi sekunder, yaitu dormansi yang disebabkan oleh faktor

lingkungan. Beberapa jenis tumbuhan berbiji memiliki kulit biji yang keras

seperti biji melinjo, sehingga dalam proses perkecambahannya akan mengalami

proses imbibisi atau proses masuknya air kedalam biji tanaman dalam waktu yang

relatif lama. Kulit biji yang keras merupakan salah satu penghambat

berlangsungnya proses imbibisi.

Benih-benih tertentu diperlukan perlakuan khusus untuk memecahkan

dormansi tersebut dan secara umum hal-hal yang biasa dilakukan untuk

memecahkan masa dormansi adalah dengan perlakuan mekanis, perlakuan kimia

dan perlakuan perendaman dalam air. Masing–masing perlakuan ini memiliki

kelebihan dan kekurangan yang nyata untuk tiap-tiap jenis. Meskupun begitu,

proses mempercepat perkecambahan atau pematahan dormansi sangat membantu

petani untuk mempercepat waktu penanaman sehingga tidak menyia-nyiakan

waktu yang ada. Berdasarkan uraian tersebut maka perlu untuk melakukan

praktikum pematahan dormansi benih untuk mempercepat proses perkecambahan.

B. Tujuan

Praktikum pematahan dormansi bertujuan agar mahasiswa dapat :

1. Mempercepat perkecambahan biji dengan metode skarifikasi benih.

2. Menunjukan kekerasan biji-biji yang ada pada daerah tropika dan bagaimana

cara skarifikasi dijalankan.

3. Mempercepat perkecambahan benih dengan pemberian air kelapa.


II. TINJAUAN PUSTAKA

Benih merupakan bahan tanam sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil

panen yang tinggi. Bahan tanam merupakan suatu awal keberhasilan suatu proses

produksi. Tidak ada gunanya kita memupuk, menyiangi dan menyiram apabila

bahan tanamannya tidak bermutu dan bisa diperkirakan tidak akan dapat diperoleh

hasil panen yang maksimum. Benih yang berkualitas adalah yang mempunyai

sifat-sifat antara lain tingkat kemurnian genetik dan fisik yang tinggi, sehat dan

kadar air aman dalam penyimpanan (Kartika et al., 2015).

Usaha memperbanyak tanaman dengan benih atau biji sering mengalami

banyak hambatan, walaupun benih dikecambahkan pada kondisi lingkungan yang

sesuai. Benih tersebut sebenarnya hidup karena dapat dipacu untuk berkecambah

dengan berbagai perlakuan-perlakuan khusus. Benih tersebut dikatakan

mengalami dormansi. Dormansi benih dapat didefinisikan sebagai ketidak

mampuan benih hidup untuk berkecambah pada suatu kisaran keadaan yang luas

yang dianggap menguntungkan untuk benih tersebut (Subantoro dan Prabowo,

2013).

Biji akan berkecambah setelah mengalami masa dorman yang disebabkan

berbagai faktor internal, seperti embrio masih berbentuk rudiment atau belum

masak (dari segi fisiologis), kulit biji yang tahan (impermeabel), atau adanya

penghambat tumbuh. Kekerasan kulit biji merupakan hambatan fisik terhadap

perkembangan embrio sehingga menyebabkan embrio kurang mampu menyerap

air dan oksigen serta karbon dioksida tidak dapat keluar secara baik yang
berakibat proses respirasi tidak sempurna. Berbagai cara untuk memperpendek

dormansi dapat dilakukan dengan meretakkan kulit biji, perendaman dalam zat

kimia seperti kalium nitrat pada konsentrasi tertentu atau dengan pemanasan

(Widyawati et al., 2013).

Kualitas benih ditentukan antara lain oleh tingkat kemasakan biji yang

dalam proses perkembangannya dipengaruhi oleh tingkat kemasakan buah. Benih

yang berasal dari yang masih muda, kualitasnya akan jelek karena benih akan

menjadi tipis, ringan, dan keriput, serta apabila dikeringkan daya hidupnya sangat

rendah. Kemungkinan embrio dalam hal itu, belum berkembang sempurna dan

cadangan makanan dalam endosperma belum lengkap (Santosa, 2013).

Dormansi dapat disebabkan karena tidak mampunya benih secara total untuk

berkecambah atau hanya karena bertambahnya kebutuhan yang khusus untuk

perkecambahnnya (Haranti et al., 2017). Dormansi benih menunjukkan suatu

keadaan benih benih sehat (viable) gagal berkecambah ketika berada dalam

kondisi yang secara normal baik untuk perkecambahan, seperti kelembaban yang

cukup, suhu dan cahaya yang sesuai serta tekanan seleksi selama ribuan tahun

pembudidayaan sebenarnya menghilangkan dormansi pada tanaman budidaya

(Schmidth, 2002). Dormansi dapat terjadi selama proses pengelolaan, sehingga

benih tidak dapat berkecambah walaupun dalam lingkungan yang baik untuk

perkecambahan. Beberapa perlakuan dapat diberikan pada benih, sehingga tingkat

dormansinya dapat diturunkan dan presentase kecambahnya tetap tinggi.

Dormansi benih dapat dibedakan atas beberapa tipe dan kadang-kadang satu jenis
benih memiliki lebih dari satu tipe dormansi, diantaranya dormansi embrio,

dormansi kulit benih dan dormansi kombinasi keduanya (Sutopo, 2010).

Skarifikasi merupakan salah satu upaya pretreatment atau perlakuan awal

pada benih yang ditujukan untuk mematahkan dormansi dan mempercepat

terjadinya perkecambahan benih yang seragam. Skarifikasi (pelukaan kulit benih)

adalah cara untuk memberikan kondisi benih yang impermeabel menjadi

permeabel melalui penusukan; pembakaran, pemecahan, pengikiran, dan

penggoresan dengan bantuan pisau, jarum, pemotong kuku, kertas, amplas, dan

alat lainnya. Kulit benih yang permeabel memungkinkan air dan gas dapat masuk

ke dalam benih sehingga proses imbibisi dapat terjadi. Benih yang diskarifikasi

akan menghasilkan proses imbibisi yang semakin baik. Air dan gas akan lebih

cepat masuk ke dalam benih karena kulit benih yang permeabel. Air yang masuk

ke dalam benih menyebabkan proses metabolisme dalam benih berjalan lebih

cepat akibatnya perkecambahan yang dihasilkan akan semakin baik (Astari et al.,

2014).

Maryani dan Irfandri (2016) menyatakan bahwa perlakuan skarifikasi

meningkatkan perkecambahan bibit aren (Arenga pinnata) dibandingkan tanpa

skarifikasi dengan persentase kecambah 82,42%. Hal tersebut menunjukkan

interaksi antara skarifikasi dengan suhu sangat signifikan terhadap persentase

perkecambahan biji aren, kecepatan perkecambahan, dan panjang akar terutama

pada biji yang disayat pada suhu 60OC. Menurut Yuniarti dan Djaman (2015)

terdapat dua metode pematahan dormansi berdasarkan sifat dormansinya, yaitu

sifat dormansi eksogenus dan dormansi endogenus. Dormansi eksogenus terjadi


karena kurang tersedianya komponen penting dalam perkecambahan, biasanya

dilakukan dengan skarifikasi mekanik seperti pengamplasan, pengikiran,

pemotongan, peretakkan, penusukan bagian tertentu pada benih agar memudahkan

difusi air, perendaman dengan air dan skarifikasi kimiawi untuk melunakkan kulit

benih. Dormansi endogenus yang disebabkan oleh sifat-sifat tertentu pada benih,

dilakukan dengan pemberian penggunaan hormon seperti GA3, KNO3, dan

beberapa jenis hormon lainnya sebagai perangsang perkecambahan

Umumnya perlakuan pematahan dormansi diberikan secara fisik, seperti

skarifikasi mekanik dan kimiawi. Skarifikasi mekanik meliputi pengamplasan,

pengikiran, pemotongan dan penusukan bagian tertentu pada benih. Kimiawi

biasanya dilakukan dengan menggunakan air panas dan bahan-bahan kimia seperti

asam kuat (H2SO4 dan HCl), alkohol dan H2O2 yang bertujuan untuk merusak atau

melunakkan kulit benih (Kartika et al., 2015). Menurut Sutopo (2010) beberapa

jenis benih terkadang diberi perlakuan perendaman dalam air dengan tujuan

memudahkan penyerapan air oleh benih, sehingga kulit benih yang menghalangi

penyerapan air menjadi lisis dan melemah. Selain itu juga digunakan untuk

pencucian benih sehingga benih terbebas dari patogen yang menghambat

perkecambahan benih. Menurut Schmidth (2002) air panas mematahkan dormansi

fisik pada Leguminoseae melalui tegangan yang menyebabkan pecahnya lapisan

macrosclereid atau merusak tutup strophiolar. Pematahan dormansi dengan

menggunakan ZPT (Zat Pengatur Tumbuh) adalah suatu bahan yang dibuat untuk

memacu pertumbuhan tanaman guna pembentukan fitohormon (hormon


tumbuhan) yang sudah ada di dalam tanaman atau menggantikan fungsi dan peran

hormone.
III. METODE PRAKTIKUM

A. Bahan dan Alat

Alat-alat yang digunakan pada praktikum tentang pematahan dormansi

adalah cawan petri, polibag, amplas, dan silet. Bahan-bahan yang diperlukan

adalah benih albasia, air panas, pasir, benih melinjo, benih cabai/tomat, dan air

kelapa.

B. Prosedur kerja

1. Skarifikasi dengan air panas

b. Alat dan bahan yang akan digunakan disiapkan.

c. Skarifikasi dengan air panas dilakukan selama 10 menit kemudian dicuci

pada air mengalir.

d. Benih albasia sebanyak 10 biji dari perlakuan ditanam untuk

dikecambahkan pada media polibag dan sebanyak 10 biji tanpa perlakuan

sebagai kontrol.

e. Dicatat benih yang berkecambah tiap 2 hari sekali selama 10 hari.

f. Persentase benih dicatat yang berkecambah normal.

2. Pengaruh skarifikasi fisik terhadap perkecambahan biji :

a. Alat dan bahan yang akan digunakan disiapkan.

b. Benih melinjo sebanyak 6 buah dibersihkan, kemudian 2 buah dikupas

kulitnya, 2 buah diamplas atau digosok bagian kulit bijinya


menggunakan amplas masing–masing pada bagian samping, atas dan

bawah serta 2 buah yang lain tidak diamplas sebagai kontrol.

c. Benih melinjo yang telah diberi perlakuan ditanam dalam polybag dan

diamati pertumbuhannya setiap hari selama 10 hari.

d. Persentase benih dicatat yang berkecambah normal.

3. Pengujian skarifikasi dengan ZPT :

a. Alat dan bahan yang akan digunakan disiapkan.

b. Skarifikasi dilakukan dengan air panas selama 10 menit kemudian dicuci

pada air mengalir.

c. Sebanyak 10 benih dari perlakuan ditanam untuk dikecambahkan pada

media polibag dan sebanyak 10 benih tanpa perlakuan sebagai kontrol.

d. Pencatatan dilakukan pada benih yang berkecambah tiap 2 hari sekali

selama 10 hari.

e. Persentase benih yang berkecambah normal dicatat.


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 3.1 Pengamatan Perkecambahan


Hari ke-
Benih Perlakuan
2 4 6 8 10 12
Kontrol 0 3 1 0 0 0
Albasia
Air Panas 0 6 1 0 0 0
Kontrol 0 0 0 0 0 0
Melinjo Kupas 0 0 0 0 0 0
Amplas 0 0 0 0 0 0
Kontrol 0 0 10 0 0 0
Tomat
ZPT 0 10 0 0 0 0
Kontrol 0 0 4 2 3 1
Cabai
ZPT 0 0 0 2 4 0

Perhitungan perkecambahan:

1. Albasia

a. Kontrol =
∑ benih berkecambah normal x 100%
total benih dikecambahkan
4
= x 100%
10

= 40 %

b. Air Panas =
∑ benih berkecambah normal x 100%
total benih dikecambahkan
7
= x 100%
10

= 70 %

2. Melinjo

a. Kontrol =
∑ benihberkecambah normal x 100%
total benih dikecambahkan
0
= x 100%
10
=0%

b. Kupas =
∑ benih berkecambah normal x 100%
total benih dikecambahkan
0
= x 100%
10

=0%

c. Amplas =
∑ benih berkecambah normal x 100%
total benih dikecambahkan
0
= x 100%
10

=0%

3. Tomat

a. Kontrol =
∑ benihberkecambah normal x 100%
total benih dikecambahkan
10
= x 100%
10

= 100 %

b. ZPT =
∑ benihberkecambah normal x 100%
total benih dikecambahkan
10
= x 100%
10

= 100 %

4. Cabai

a. Kontrol =
∑ benih berkecambah normal x 100%
total benih dikecambahkan
10
= x 100%
20

= 50 %

b. ZPT =
∑ benih berkecambah normal x 100%
total benih dikecambahkan
6
= x 100%
20
= 30 %

Kesimpulan : Berdasarkan hasil pengamatan, dapat disimpulkan bahwa perlakuan


terbak terhadap benih albasia yaitu air panas dengan daya tumbuh
70%. Perlakuan benih melinjo tidak ada yang menunjukkan
pertumbuhan perkecambahan, karena tidak ada yang tumbuh (daya
tumbuh 0%). Perlakuan pada benih cabai terbaik adalah kontrol
dengan daya tumbuh 50%. Perlakuan pada benih tomat terbaik ada
pada ZPT dan kontrol dengan daya tumbuh 100%.
B. Pembahasan

Dormasi benih merupakan suatu kondisi dimana benih hidup tidak

berkecambah sampai batas waktu akhir pengamatan perkecambahan walaupun

faktor lingkungan optimum untuk perkecambahannya. Dormansi dapat terjadi

selama proses pengelolaan, sehingga benih tidak dapat berkecambah walaupun

dalam lingkungan yang baik untuk perkecambahan. Penyebab dari dormansi benih

bisa disebabkan antara lain karena kulit benih yang keras, pertumbuhan embrio

yang belum berkembang (kurang matang), benih mengandung zat-zat penghambat

dalam buah atau benih yang mencegah perkecambahan, dan gabungan dari

beberapa tipe dormansi (Zanzibar, 2017).

Beberapa perlakuan dapat diberikan pada benih, sehingga tingkat

dormansinya dapat diturunkan dan presentase kecambahnya tetap tinggi.

Skarifikasi merupakan salah satu upaya pretreatment atau perlakuan awal pada

benih yang ditujukan untuk mematahkan dormansi dan mempercepat terjadinya

perkecambahan benih yang seragam (Purwantoro, 2013). Hal tersebut juga

didukung oleh pendapat Sadjad (2013) bahwa skarifikasi merupakan salah satu

upaya pretreatment atau perawatan awal pada benih, yang ditujukan untuk

mematahkan dormansi, mempercepat terjadinya perkecambahan biji yang


seragam, dapat melunakkan/merusak kulit biji sehingga untuk proses selanjutnya

air sebagai salah satu unsur utama untuk menguraikan zat-zat yang dibutuhkan

dalam proses perkecambahan dapat masuk ke dalam jaringan dengan mudah dan

cepat.

Zat pengatur tumbuh merupakan senyawa organik bukan nutrisi yang dalam

konsentrasi yang rendah dapat mendorong, menghambat atau secara kualitatif

mengubah pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Zat pengatur tumbuh

tanaman berperan penting dalam mengontrol proses biologi dalam jaringan

tanaman. Perannya antara lain mengatur kecepatan pertumbuhan dari

masingmasing jaringan dan mengintegrasikan bagian-bagian tersebut guna

menghasilkan bentuk yang kita kenal sebagai tanaman. Aktivitas zat pengatur

tumbuh di dalam pertumbuhan tergantung dari jenis, struktur kimia, konsentrasi,

genotipe tanaman serta fase fisiologi tanaman. Zat pengatur tumbuh ini terdiri dari

golongan sitokinin, auksin, giberelin, dll (Lestari, 2011).

Auksin, salah satu golongan zat pengatur tumbuh (ZPT) yang mempunyai

peran ganda tergantung pada struktur kimia, konsentrasi, dan jaringan tanaman

yang diberi perlakuan. Pada umumnya auksin digunakan untuk menginduksi

pembentukan kalus, kultur suspensi, dan akar, yaitu dengan memacu pemanjangan

dan pembelahan sel di dalam jaringan kambium. Untuk memacu pembentukan

kalus embriogenik dan struktur embrio somatik seringkali auksin diperlukan

dalam konsentrasi yang relatif tinggi (Lestari, 2011). Giberelin yang banyak

berperan dalam mempengaruhi berbagai proses fisiologi tanaman. Hopkin (1995)

melaporkan bahwa giberelin berperan dalam pembentangan dan pembelahan sel,


pemecahan dormansi biji sehingga biji dapat berkecambah, mobilisasi endosperm

cadangan selama pertumbuhan awal embrio, pemecahan dormansi tunas,

pertumbuhan dan perpanjangan batang, perkembangan bunga dan buah, pada

tumbuhan roset mampu memperpanjang internodus sehingga tumbuh memanjang

(Asra, 2014). Sitokinin adalah senyawa turunan adenine dan berperan dalam

pengaturan pembelahan sel dan morfogenesis. Sitokinin digunakan untuk

merangsang terbentuknya tunas, berpengaruh dalam metabolisme sel, dan

merangsang sel dorman serta aktivitas utamanya adalah mendorong pembelahan

sel (Karjadi dan Buchory, 2008).

Skarifikasi yaitu pelukaaan kulit benih agar air dan nutrisi bisa masuk ke

dalam benih. Skarifikasi adalah suatu perlakuan yang ditujukan untuk mengurangi

ketebalan, memecahkan atau menghilangkan kulit benih yang keras. Contoh

skarifikasi yaitu pengikiran, pengamplasan dan peretakan. Skarifikasi dilakukan

apabila dormansi disebabkan karena tidak adanya penyerapan air dan gas oleh

benih (biasanya karena kulit benih yang keras). Perlakuan skarifikasi dapat

merusak benih, sehingga pekerjaan ini harus dilakukan dengan hati-hati (Maryani

dan Irfandri, 2016).

Nurfiana (2017) menjelaskan bahwa skarifikasi merupakan salah satu proses

atau perlakuan buatan untuk mematahkan dormansi (istirahat) pada biji,

khususnya pada tanaman yang memiliki biji yang keras dan tidak permeabel

(kemampuan yang dimiliki zat/membran untuk meloloskan partikel tertentu yang

melaluinya) terhadap air dan gas. Ada beberapa teknik skarifikasi, diantaranya
yaitu skarifikasi secara fisis, mekanik dan kimiawi. Berikut beberapa metode

skarifikasi :

a. Skarifikasi Mekanik

Skarifikasi mekanik adalah perlakuan mekanik umumnya digunakan

untuk memecah dormansi benih akibat impermeabilitas kulit, baik terhadap

air maupun gas, resistan mekanisme kulit perkecambahan yang terdapat pada

kulit benih.  Cara-cara mekanisme yang dilakukan adalah mengikir atau

menggosok kulit benih yaitu dengan pisau atau amplas, sedangkan

perlakuan impaction (goncangan) dilakukan untuk benih-benih yang memiliki

sumbat gabus. Perlakuan secara mekanis dapat diberikan pada benih yang

bersifat ortodok untuk menghilangkan dormansi akibat kulit benih, sehingga

mempermudah peresapan air ke dalam benih (Muharni, 2008).

Perlakuam skarifikasi mekanik pada kulit biji dilakukan dengan cara

penusukan, penggoresan, pemecahan, pengikiran dan pembakaran, dengan

bantuan pisau, jarum, kertas gosok, atau lainnya adalah cara yang paling

efektif untuk mengatasi dormansi fisik. Karena setiap benih di tangani secara

manual, dapat diberikan perlakuan individu sesuai dengan ketebalan biji.

Hakekatnya semua benih di buat permeabel dengan resiko kerusakan yang

kecil, asal daerah radikal tidak rusak (Nurfiana, 2017).

Pemecahan dormansi benih dengan perlakuan mekanis dapat dilakukan

dengan cara skarifikasi dan tekanan (Nursyamsi, 2016). Skarifikasi adalah

perusakan kulit biji dengan tujuanuntuk melunakkan kulit benih yang keras,

sehingga menjadi permeabel terhadap air dan gas (Sutopo, 2010). Pemecahan
dormansi benih dengan cara skarifikasi telah dilakukan pada beberapa jenis

tanaman antara lain untuk mematahkan dormansi benih merbau (Intsia

bijuga) dilakukan dengan cara kulit benih dikikir pada bagian sisi dekat

hipokotil. Benih Acacia crassicarpa dipatahkan dormansinya dengan cara

mencabik-cabik kulitnya (Yuniarti, 2013).

b. Skarifikasi Fisik

Skarifikasi fisik adalah benih yang diberi perlakuan perendaman di

dalam air panas dengan tujuan memudahkan penyerapan air oleh benih.

Perlakuan fisik dengan perendaman air panas dilakukan dengan cara

merendam benih selama 10 menit (Sandi et al., 2014). Perlakuan skarifikasi

fisik dengan pelukaan mekanik kulit benih dapat membantu imbibisi air

akibat impermeabilitas kulit benih. Proses perkecambahan benih

membutuhkan energi yang diperoleh dari proses oksidasi yaitu pernapasan

dan fermentasi (Widyawati et al., 2013). Perlakuan fisik merupakan

perlakuan yang dilakukan terhadap benih dengan memberi tindakan yang

bersifat fisik. Perlakuan fisik misalnya dapat dilakukan dengan uji

perendaman air mengalir atau dengan perendaman air panas terhadap benih

atau dengan perlakuan temperatur tertentu (Nurfiana, 2017).

c. Skarifikasi kimia

Skarifikasi kimia adalah menjadikan kulit benih lebih mudah dimasuki

air pada waktu proses imbibisi. Perendaman pada larutan kimia yaitu asam

kuat seperti KNO3, H2SO4, dan HCl dengan konsentrasi pekat membuat kulit
benih menjadi lebih lunak sehingga dapat dilalui oleh air dengan mudah.

Perlakuan kimia (biasanya asam sulfat) yang digunakan dapat membebaskan

koloid hidrofil sehingga tekanan imbibisi meningkat dan akan meningkatkan

metabolisme benih. Perlakuan kimia seperti H2SO4 pada prinsipnya adalah

membuang lapisan lilin pada kulit benih yang keras dan tebal sehingga benih

kehilangan lapisan yang permeabel terhadap gas dan air sehingga

metabolisme dapat berjalan dengan baik (Sutopo, 2010).

d. Skarifikasi bahan organik

Skarifikasi bahan organik merupakan salah satu skarifikasi

menggunakan bahan organik yaitu ZPT (Zat Pengatur Tumbuh), untuk

menstimulus benih untuk berkecambah lebih cepat. Salah satu bahan ZPT

yang digunakan adalah air kelapa muda. Air kelapa ini mengandung hormon

sitokinin (5,8 mg/l), auksin (0,07 mg/l), sedikit giberelin, serta senyawa lain

yang dapat menstimulus perkecambahan dan pertumbuhan (Dharma et al,

2015).

e. Skarifikasi dengan mikroba

Skarifikasi biji tanaman dapat dibantu dengan menggunakan mikroba

tertentu. Mikroba ini digunakan untuk merombak struktur dari kulit biji yang

keras menjadi lunak dan mudah menyerap air. Salah satunya ada pada proses

skarifikasi biji tanaman Gewang (Corypha utan Lamarck) yang menggunakan

mikroba untuk melakukan perombakan pada substrat penyusun lembaran

khetnis yang bersifat keras yang menyelimuti embrio sehingga meningkatkan

permeabilitas biji (Naiola dan Nurhidayaf, 2009).


Kondisi benih yang lama tidak berkecambah akan mengalami kemunduran

benih. Kemunduran benih merupakan mundurnya mutu fisiologis benih yang

dapat menyebabkan perubahan menyeluruh di dalam benih baik fisik, fisiologis,

maupun kimiawi yang dapat menurunkan viabilitas suatu benih (Yuniarti et al,

2013). Indikasi biokimia dalam benih yang mengalami kemunduran adalah

terjadinya perubahan aktivitas enzim, perubahan laju respirasi, perubahan dalam

cadangan makanan, perubahan di dalam membran, kerusakan kromosom, dan

akumulasi bahan toksin (Yuniarti et al, 2013). Tatipata (2008) dalam Yuniarti dan

Nurhasybi (2015) berpendapat sama bahwa indikasi biokimia dalam benih yang

mengalami kemunduran adalah terjadinya perubahan aktivitas enzim, perubahan

laju respirasi, perubahan dalam cadangan makanan, perubahan di dalam membran,

kerusakan kromosom dan akumalasi bahan toksin.

Ada banyak tanaman yang bijinya mengalami dormansi secara alami.

Dormansi tiap tanaman ini waktunya tidaklah sama, ada yang beberapa hari

hingga beberapa bulan. Berikut 30 jenis tanaman dengan lama waktu dormansi

bijinya :

Tabel. Masa Dormansi 30 jenis tanaman


No Nama tanaman + Foto tanaman Masa dormansi alami
latin
1. Tanaman Pala 4-8 minggu
(Myristica fragrans
Houtt.)
(Agurahe et al 2019)
2. Palem ekor tupai ( 8-16 minggu
Wodyetia bifurcate
) (Akbar 2017)

3. Delima (Punica 71 hari


granatum L.) (Ramadhani, 2015)

4. Aren (ARENGA 4-6 bulan


PINNATA (WURMB.)
MERR.) (Natawijaya dan
Sunarya, 2018)

5. Yute (Corchorus 5 hari


olitorius L.)

(Hidayat dan marjani


2017)

6. Kelapa sawit (Elaeis ±1 tahun


guineensis Jacq.)

(Hadi et al 2017)
7. Kopi 5-8 minggu
(Coffea arabica L.)
(Siagian, 2018)

8. Kentang (Solanum 3-5 bulan


tuberosum L.)
(Nuraini et al, 2016)

9. Sawo (Manilkara 30 hari


zapota (L.) van
Royen) (Hastuti et al, 2015)

10. Mengkudu (Morinda 3-9 minggu


citrifolia L)
(Gusnita, 2017)

11. Bawang putih 4-6 minggu


(Allium sativum cv)
(Sulassih et al, 2018)

12. Kenari (Canarium 4-5 minggu


vulgare Leenh.)

(Indah, 2018)
13. Padi Oryza sativa 3-8 minggu

(Iswara et al, 2018)

14. Kepayang (Pangium 2 bulan


edule Reinw)
(Hanafi, 2018)

15 Sawo (Manilkara 30 hari


zapota L)
(Ridlo 2017)

16 Kluwek (Pangium 30 hari


edule Reinw.)
(Alviana, 2019)
17 Malapari (Pongamia 2-3 minggu
pinnata)
(Suita dan Dida, 2015)

18 Pepaya (Carica 12-15 hari


papaya L.)
(Faustina et al 2012)

19 Melinjo (Gnetum 3-7 bulan


gnemon L.)
(Putra, 2014)

20 Pinang (Areca 1,5-2 bulan


catechu L.)
(Sela et al., 2018).

22 Kepel 4-6 bulan


(Stelechocarpus
burahol) (Isnaeni dan Habibah,
2014).

23 Tanjung 1,5 - 2 bulan


(Mimusops elengi
L.) (Widhityarini et al.,
2013).

24 Belian 4-7 bulan


(Eusideroxylon
zwageri T.et.B) (Puspaningrum et al.,
2013).
25 Kemiri 4 - 6 bulan

(Alleurites (Paimin, 1994).

mollucana

Willd)
26 Bawang merah 1-2 bulan
(Allium cepa L.)
(Satriyadi, 2013).

27 Suweg 5-6 bulan


(Amorphophallus
sp.) (Kasno et al., 2013).

28 Saga (Adenanthera 8 bulan


pavonina)
(Romdyah et al.,
2017).

29 Kenerak 10-18 bulan


(Goniothalamus
umbrosus) (Mahadi, 2011).

30 Kecipir 4 bulan
(Psophocarpus
tetragonolobus L.) (Melasari, 2016).

Skarifikasi benih dapat menggunakan bahan kimia untuk melunakkan kulit

biji. Berikut beberapa bahan kimia yang sering digunakan untuk melakukan

sakrifikasi :

Tabel. Bahan kimia untuk skarifikasi benih


No Bahan kimia Konsenterasi Target benih
1 NaOCl 5% Benih Kopi
Siagian 2018
2 KNO3 3% Padi
Iswara2018
3 KNO3 5% Aren
Natawijaya 2018
4 H2SO4 70% Jati
Pratiwi 2016
5 H2SO4 75% Delima
Pratiwi 2016
6 H2SO4 70% Enau
7 HCl 5% Asam Jawa
Imansari dan haryanti
2017

Keuntungan dari skarifikasi mekanik yakni efektif dalam mengatasi

dormansi fisik (pada benih yang kedap terhadap air dan gas), penanganan manual

sehingga dapat disesuaikan dengan ketebalan biji, imbibisi berlangsung cepat

karena adanya kerusakan atau hilangnya hambatan perkecambahan air dapat

langsung masuk ke dalam biji (Armansyah, 2011). Skarifikasi mekanis

merupakan metode yang sesuai sebagai perlakuan pematahan dormansi pada

benih yang kedap terhadap air dan gas, namun masih dianggap kurang efektif

karena membutuhkan tenaga kerja yang banyak untuk skala besar dan

pekerjaannya kurang sederhana dibandingkan dengan perlakuan kimia (Astari et

al., 2014 dalam Melasari, 2016). Penelitian yang dilakukan oleh Juhanda et al.

(2013), menunjukkan bahwa perlakuan skarifikasi mekanik lebih baik dalam

menghasilkan perkecambahan benih saga manis (Abrus precatorius L.) yang

ditunjukkan oleh setiap peubah yang diamati yaitu daya berkecambah, kecepatan

berkecambah, keserempakan waktu berkecambah, dan bobot kering kecambah

normal. Pematahan benih dengan cara ini dapt menyebabkan kerusakan benih

apabila daerah mycrophylar dimana terdapat radicle mengalami kerusakan

sehingga dapat mempengaruhi perkecambahan.


Sutopo (2004) dalam Christiana (2018) berpendapat bahwa perlakuan

dengan menggunakan bahan kimia sering digunakan untuk memecah dormansi

pada benih. Tujuannya adalah menjadikan kulit benih atau biji menjadi lebih

mudah untuk dimasuki air pada proses imbibisi. Larutan asam kuat seperti H2SO4

sering digunakan dengan konsentrasi yang bervariasi sampai pekat tergantung

jenis benih yang diperlakukan, sehingga kulit biji menjadi lunak. Disamping itu

pula larutan kimia yang digunakan dapat pula membunuh cendawan atau bakteri

yang dapat membuat benih dorman. Rozi (2003) dalam Christiana (2018)

mengatakan bahwa perlakuan dengan menggunakan H2SO4 pada benih biasanya

bertujuan untuk merusak kulit benih, akan tetapi apabila terlalu berlebihan dalam

hal konsentrasi atau lama waktu perlakuan dapat menyebabkan kerusakan pada

embrio. Dalam hal ini benih tersebut akan rusak dan tidak dapat tumbuh.

Perendaman dalam air dapat memudahkan penyerapan air oleh benih,

sehingga kulit benih yang menghalangi penyerapan air menjadi lisis dan melemah.

Selain itu, perendaman dalam air juga bertujuan untuk mencuci benih, sehingga

benih terbebas dari patogen yang menghambat perkecambahan benih. Perendaman

dalam air dingin bertujuan untuk melunakkan kulit benih yang keras, namun tidak

impermeabel penuh, dan dapat menghilangkan substansi penghambat yang

melapisi bagian luar kulit (Yuniarti, 2016). Perendaman benih dengan air dingin

selama 12 jam juga menunjukan pengaruh yang sangat nyata terhadap laju

perkecambahan benih karet (Hevea brasilliensis). Hal ini diduga benih telah

mencapai imbibisi yang optimum dan benih akan mengalami perekahan kulit

sehingga air dan oksigen dapat masuk ke dalam benih (Berlian et al., 2016).
Perendaman dalam air panas menyebabkan kulit benih menjadi lunak dan

imbibisi terjadi setelah air mendingin. Berlian et al (2016) menyatakan bahwa air

panas mematahkan dormasi fisik pada leguminosae misalnya : Acacia, Leucaena,

dan Albizia, melalui tegangan yang menyebabkan pecahnya lapisan

microsclereids, ketegangan dalam sel bagian luar menyebabkan keretakan

sehingga Oksigen dan air dapat cepat masuk ke dalam benih. Raharjo (2002) juga

menyatakan bahwa perendaman menggunakan air bersuhu tinggi teruji efektif

menghilangkan bahan-bahan penghambat perkecambahan dan memicu

pembentukan hormon pertumbuhan sehingga benih dapat berkecambah.

Praktikum pemecahan dormansi secara mekanik dilakukan dengan bahan

benih melinjo (Gnetum gnemon L.). Skarifikasi yang dilakukan yaitu dengan cara

pengamplasan, pengupasan kulit, dan tanpa perlakuan. Benih melinjo dari ketiga

perlakuan tersebut selama 12 hari observasi tidak ada yang berkecambah. Hal ini

dikarenakan masa dormansi benih melinjo yang cukup lama. Menurut Sunanto

dan Hatta (1991), bahwa benih melinjo pada umumnya mulai berkecambah 6

bulan setelah ditanam (disemai), dan persentasenya sangat rendah yakni 1%-2%.

Lamanya waktu yang diperlukan biji melinjo untuk berkecambah disebabkan oleh

suatu dormansi (masa tidur), yakni dormansi kulit keras dari biji melinjo. Biji

dengan tempurung diretakan maupun tempurung utuh masih mengalami hambatan

oleh kulit biji (tempurung) yang keras dan impermeabel karena adanya dormansi

fisik dan mekanis oleh kulit biji (Schmidt, 2002). Pendapat tersebut didukung oleh

Sumanto (2011) bahwa hal tersebut diduga karena benih atau biji mempunyai

lapisan endocarp berupa cangkang biji yang keras sehingga menyulitkan


terjadinya proses perkecambahan. Benih melinjo membutuhkan waktu sekitar 6

bulan untuk berkecambah. Jika, hanya diberikan waktu 12 hari sangat kecil

kemungkinan untuk dapat mematahkan dormansi.

Air kelapa merupakan salah satu produk tanaman yang dapat dimanfaatkan

untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

air kelapa kaya akan kalium, mineral diantaranya Kalsium (Ca), Natrium (Na),

Magnesium (Mg), Ferum (Fe), Cuprum (Cu), dan Sulfur (S), gula dan protein. Air

kelapa juga terdapat 2 hormon alami yaitu sitokinin dan auksin yang berperan

sebagai pendukung pembelahan sel (Tiwery, 2014). Air kelapa merupakan air

alami steril mengandung kadar K dan Cl tinggi. Selain itu, air kelapa mengandung

sukrosa, fruktosa, dan glukosa (Kristina dan Syahid, 2012). Air kelapa merupakan

suatu bahan alami yang di dalamnya terkandung hormon seperti sitokinin 5,8 mg/l

yang dapat merangsang pertumbuhan tunas dan mengaktifkan kegiatan jaringan

atau sel hidup, hormon auksin 0,07 mg/l dan sedikit giberelin serta senyawa lain

yang dapat menstimulasi perkecambahan dan pertumbuhan (Morel 1974 dalam

Bey et al., 2006). Hasil penelitian Sujarwati et al (2011) menunjukkan bahwa

konsentrasi 75% air kelapa dapat meningkatkan persentase perkecambahan

sebesar 96.25%. Air kelapa muda mengandung sitokinin yang berperan dalam

pembelahan sel. Menurut Sutopo (2010), pemberian zat pengatur tumbuh (ZPT)

berfungsi untuk mengaktifkan reaksi-reaksi enzimatik dalam biji. Sehingga

memacu terjadinya imbibisi dan perkecambahan benih.

Berdasarkan kegiatan praktikum yang dilakukan didapatkan hasil

perkecambahan pada benih melinjo, albasia, cabai, dan tomat. Benih melinjo
dengan perlakuan pengupasan, pengamplasan, dan tanpa perlakuan atau kontrol

pertumbuhannya 0%. Hal tersebut dikarenakan benih melinjo memiliki waktu

dormansi yang lama dan memiliki kulit yang keras. Hal tersebut sesuai dengan

pendapat Sumanto (2011), benih melinjo membutuhkan waktu sekitar 6 bulan

untuk berkecambah. Jika, hanya diberikan waktu 14 hari sangat kecil

kemungkinan untuk dapat mematahkan dormansi. Pendapat tersebut didukung

oleh Sunanto dan Hatta (1991), bahwa benih melinjo pada umumnya mulai

berkecambah 6 bulan setelah ditanam (disemai), dan persentasenya sangat rendah

yakni 1%-2%. Lamanya waktu yang diperlukan biji melinjo untuk berkecambah

disebabkan oleh suatu dormansi (masa tidur), yakni dormansi kulit keras dari biji

melinjo. Biji dengan tempurung diretakan maupun tempurung utuh masih

mengalami hambatan oleh kulit biji (tempurung) yang keras dan impermeabel

karena adanya dormansi fisik dan mekanis oleh kulit biji (Schmidt, 2002).

Benih albasia hasil praktikum dari kedua perlakuan yakni air panas dengan

kontrol masing-masing perkecambahanya yaitu 70%. Hal ini berbeda dengan

hasil penelitian Marthen (2013) bahwa benih sengon atau albasia yang dicelup

dengan air panas 60ºC selama 4 menit dilanjutkan dengan perendaman air dingin

selama 12 jam memberikan hasil tertinggi pada persentase perkecambahan, laju

perkecambahan, serta indeks vigor masing-masing sebesar 100%. Hal tersebut

didukung oleh Yuniarti (2016) bahwa perlakuan perendaman air panas pada benih

albasia dapat meningkatkan laju perkecambahan dibandingkan tanpa perlakuan. Hasil

praktikum menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara perlakuan air panas dan

kontrol. Namun, dari segi kualitas benih yang tumbuh benih dengan perlakuan
perendaman air panas menunjukkan perkecambahan yang baik dan normal.

Sementara tanpa perlakuan tidak berkecambah normal.

Berdasarkan hasil pengamatan pematahan dormansi pada benih cabai dan

tomat dengan skarifikasi bahan organik (air kelapa muda) daya tumbuhnya yakni

biji tomat perlakuan kontrol sebesar 90% dan perlakuan pemberian ZPT sebesar

100%. Perendaman dengan air kelapa ternyata sangat berpengaruh terhadap

proses perkecambahan benih tomat. Hal ini sesuai dengan Child (1984) dalam

Dharma et al. (2015) bahwa selain merusak impermeabilitas kulit benih untuk

mempercepat perkecambahan benih, pemberian zat pengatur tumbuh alami juga

merupakan salah satu upaya mempercepat perkecambahan benih, salah satunya

adalah menggunakan air kelapa muda. Air kelapa mengandung hormon sitokinin

(5,8 mg/l), auksin (0,07 mg/l), sedikit giberelin serta senyawa lain yang dapat

menstimulus perkecambahan dan pertumbuhan. Penggunaan air kelapa muda

mudah untuk diaplikasikan dan sangat ekonomis bila dilakukan oleh petani pala

sekala menengah ke bawah.


V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan

bahwa:

1. Perlakuan skarifikasi pada benih sebelum ditanam menunjukan hasil

perkecambahan yang lebih baik jika dibandingkan dengan benih yang tidak

diberi perlakuan, skarifikasi dilakukan dengan tujuan untuk mematahkan

dormansi yang ada pada benih sehingga dapat berkecambah.

2. Benih melinjo mempunyai cangkang biji yang keras sehingga proses

perkecambahanya memerlukan waktu yang lama, untuk mematahkan

dormansi tersebut dapat dilakukan dengan skarifikasi mekanik.

3. Pemberian perlakuan air kelapa muda menujukan perkecambahan yang

efektif, didalam air kelapa muda terdapat hormon hormon yang dapat

merangsang pertumbuhan seperti auksin, giberlin dan sitokinin.

B. Saran

Praktikum ini diharapkan lebih teliti dan melakukan praktikum sesuai

dengan peraturan agar praktikum berjalan dengan lancar dan baik.


DAFTAR PUSTAKA

Agurahe, L., Henny, L.R., dan Feky, R.M.. 2019. “Pematahan Dormansi Benih
Pala (Myristica fragrans Houtt.) Menggunakan Hormon Giberalin”.
Jurnal Ilmiah Farmasi. 8 (1) : 30-40.

Akbar, Amirullah, D., dan M. Riadi. 2017. “Perkecambahan dan Pertumbuhan


Benih Palem Ekor Tupai (Wodyetia bifurcate) Hasil Pematahan Dormansi
dengan Air Panas dan Giberelin (GA3)”. Jurnal Agrotan. 3(1) : 91-101.

Alviana, D. 2019. “Respon Perkecambahan Biji Kluwek (Pangium edule Reinw.)


terhadap Lama Perendaman dan Konsentrasi Hormon Giberelin (GA3).
Skripsi. Fakultas MIPA Universitas Jember.

Armansyah, H. 2011. Macam-macam Metode Skarifikasi Pada Biji Tanaman.


Penebar Swadaya, Semarang.

Asra, R. 2014. “Pengaruh Hormon Giberelin (GA3) terhadap Daya Kecambah dan
Vigoritas Calopogonium caeruleum. Biospecies”. 7 (1) : 29-33.

Astari, R. P., Rosmayati, E. S. Bayu. 2014. Pengaruh pematahan dormansi secara


fisik dan kimia terhadap kemampuan berkecambah benih mucuna (Mucuna
bracteata D.C). Jurnal Online Agroekoteknologi. 2(2): 803 – 812

Berlian, Z., Syarifah., A. Hidayat. 2016. Pengaruh perlakuan perendaman air


panas dan air dingin terhadap perkecambahan benih karet (Hevea
brasilliensis). Jurnal Bioilmi. 2(2): 102-107.

Christiana, M.D. 2018. Pengaruh Perlakuan Skarifikasi Terhadap Kualitas Benih


Indigofera Sp. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Bandar
Lampung.

Dharma, I.P.E.S., S. Samudin, dan Adrianton. 2015. Perkecambahan benih pala


(Myristica fragrans Houtt.) dengan metode skarifikasi dan perendaman zpt
alami. e-J. Agrotekbis. 3(2) : 158-167.

Faustina, E., Prapto, Y., dan Rohmanti, R.. 2012. “Pengaruh Cara Pelepasan Aril
dan Konsentrasi KNO3 terhadap Pematahan Dormansi Benih Pepaya
(Carica papaya L.,)”. Jurnal Vegetalika. 1 (1).

Gusnita, E. 2017. “Pengaruh Skarifikasi dan Pemberian Giberelin (GA 3) terhadap


Pematahan Dormansi Benih Mengkudu (Morinda citrifolia L.)”. Skripsi.
Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang.

Hadi, P.K., Eny W., dan Selly S. 2017. “Aplikasi Enzim Ligninase dan Selulase
untuk Meningkatkan Perkecambahan Benih Kelapa Sawit (Elaeis
guineensis Jacq.) di Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Pematang Siantar,
Sumatera Utara). Buletin Agrohorti. 5 (1) : 69-76.

Hanafi, V.Z.. 2018. “Pengaruh Lama Perendaman dan Konsentrasi Asam Sulfat
terhadap Pematahan Dormansi Benih Kepayang (Pangium edule Reinw)”.
Thesis. Universitas Mercu Buana Yogyakarta.

Haranti, M., Wardah, dan Yusran. 2017. Perkecambahan benih dan pertumbuhan
semai tanjung (Mimusops elengi L.) pada berbagai teknik skarifikasi dan
media tumbuh. Jurnal Warta Rimba. 5(1): 13-19

Hastuti, E.Y., Setyastuti, P., dan Erlina A.. “Pengaruh SKArifikasi dan Lama
Perendaman Air terhadap Perkecambahan Benih dan Pertumbuhan Bibit
Sawo (Manilkara zapota (L.) van Royen)”. Jurnal Vegetalika. 4 (2) : 30-
38.

Hidayat, T. dan Marjani. 2017. “Teknik Pematahan Dormansi untuk


Meningkatkan Daya Teknik Pematahan Dormansi untuk Meningkatkan
Daya Berkecambah Dua Aksesi Benih Yute (Corchorus olitorius L.)”.
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri. 9 (2) : 73-81.

Imansari, F. dan S. Haryanti. 2017. “ Pengaruh Konsentrasi HCl terhadap Laju


Perkecambahan Biji Asam Jawa (Tamarindus indica L.)”. Buletin Anatomi
dan Fisiologi. 2 (2) : 187-192.

Indah, P.F.N,. 2018. “Pengaruh Skarifikasi dan Konsentrasi Larutan Giberelin


terhadap Viabilitas Benihdan Pertumbuhan Semai Kenari (Canarium
vulgare Leenh,.). Skripsi. Fakultas Pertanian-Peternakan Universitas
Muhammadiyah Malang.

Isnaeni, E dan N.A. Habibah. 2014. Efektivitas skarifikasi dan suhu perendaman
terhadap perkecambahan biji kepel (Stelechocarpus burahol (Blume) Hook.
F & Thompson) secara in vitro dan ex vitro. Jurnal MIPA. 37 (2) : 105-114.

Iswara, V., Asep, S., Endah, R.P., dan Y. Aris, P.. 2018. “Pengaruh Perlakuan
Ultrafine Bubble Water dalam Mematahkan Dormansi Benih Padi”. Jurnal
Penelitian Tanaman Pangan. 2 (3) : 137-143.

Juhanda, R. 2013. Pengaruh skarifikasi pada pola imbibisi dan perkecambahan


benih saga manis (Abruss precatorius [L.]). Jurnal Agrotek Tropika. 1(3):
45-49.

Karjadi, A.K. dan Buchory, A. 2008. “Pengaruh Auksin dan Sitokinin terhadap
Pertumbuhan dan Perkembangan Jaringan Meristem Kentang Kultivar
Granola”. J. Hort/ 18 (4) : 380-384.
Kartika., Surahman. M., dan Susanti, M. 2015. Dormancy breaking of seed oil
palm (elaeis guineensis jacq) using kno3 and scarification. Journal
Enviagro. 8(2): 48-55.

Kasno, A., Trustinah, M. Anwari, dan B. Swasono. 2013. Prospek Suweg Sebagai
Bahan Pangan Saat Paceklik. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan
dan Umbi-umbian.

Kristina, Natalini Nova dan Sitti Fatimah Syahid. 2012. Pengaruh air kelapa
terhadap multiplikasi tunas in vitro, produksi rimpang, dan kandungan
xanthorrhizol temulawak di lapangan. Jurnal Littri. 18(3): 125-134.
Lestari, E.G.. 2011. “Peranan Zat Pengatur Tumbuh dalam Perbanyakan Tanaman
melalui Kultivar Jaringan”. Jurnal AgroBiogen. 7 (1) : 63-68.

Mahadi, I. 2011. Pematahan dormansi biji kenerak (Goniothalamus umbrosus)


menggunakan hormon 2,4-d dan Bap secara mikroprapagasi. SAGU. 10(1) :
20-23.

Marthen, M., Kaya, E., & Rehatta, H. 2013. Pengaruh perlakuan pencelupan dan
perendaman terhadap perkecambahan benih sengon (Paraserianthes
falcataria L.). Agrologia. 2(1): 10-16.

Maryani., Irfandi. 2008. Pengaruh skarifikasi dan pemberian giberellin terhadap


perkecambahan benih aren. Jurnal Penelitian Fakultas Pertanian. Riau.

Melasari, N. 2016. Metode Pematahan Dormansi untuk Meningkatkan Viabilitas


Benih Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus L.) Aksesi Cilacap. Skripsi.
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Muharni S. 2002. Pengaruh metode pengeringan dan perlakuan pematahan


dormansi terhadap viabilitas benih kayu afrika (Maesopsis emenii Engl.)
Skripsi. Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
Naiola, BP. Dan N. Nurhidayaf. 2009. “Biologi Biji Gewang (Corypha utan
Lamarck). Keragaman Kandungan Embrio, Kimia dan Peranan Mikroba
dalam Proses Perkecambahan Biji”. Berita Biologi. 9 (6) : 773-780.

Natawijaya, D. dan Yaya, S.. 2018. “Percepatan Pertumbuhan Benih Aren


(Arenga pinnata (Wurmb) Merr,.) melalui Perendaman dan Pelukaan
Biji)”. Jurnal Siliwangi. 4 (1) : 1-5.

Nuraini, A., Sumadi, dan R. Pratama. 2016. “Aplikasi Sitokinin untuk Pematahan
Dormansi Benih Kentang G1 (Solanum tuberosum L.,)”. Jurnal Kultivasi.
15 (3) : 202-207.

Nurfiana, R. 2017. Pengaruh Lama Waktu Skarifikasi terhadap Perkecambahan


Biji Lamtoro sebagai Pakan Ternak. Skripsi. Fakultas Sains dan Teknologi,
Universitas Islam Negeri Alauddin, Makassar.
Nursyamsi. 2016. Teknik skarifikasi benih kayu kuku (Pericopsis Mooniana
Thw) untuk mematahkan dormansi melalui kultur jaringan. Prosiding
Seminar Nasional from Basic Science to Comprehensive Education. 3(2): 3-
10.

Pratiwi, I.. 2016. “Pengaruh Sakrifikasi dan Lama Perendaman dengan Asam
Sulfat (H2S04) terhadap Pematahan Dormansi Benih Enau (Arenga
pinnata Merr.)”. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang.

Purwantoro, R.S, dan Roemantyo. 2013. Konservasi Tempuyung dan Saga Manis
Studi Kebun Raya Bogor. Jurnal Warta Tanaman Obat Indonesia. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Farmasi. 2(2): 18-20 .
Puspaningrum, C., A. Muin, dan R.S. Wulandari. 2013. Pengaruh beberapa
perlakuan terhadap masa dormansi biji belian (Eusideroxylon zwageri
T.et.B). Jurnal Hutan Lestari. 1(2) : 61-68.

Putra, L.L.. 2014. “Teknik Pematahan Dormansi Benih Melinjo (Gnetum gnemon
L.,) Berdasarkan Analisis Perubahan Biokimia pada Fase Perkecambahan”.
Skripsi. Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas
Jember.

Rahardjo. 2002. Beberapa Cara yang Perlu dalam Perkecambahan Kopi. Sub
Penelitian Budidaya Perkebunan Kopi, Bogor.
Ramadhani, S., Haryati, dan Jonatan, G.. 2015. “Pengaruh Perlakuan Pematahan
Dormansi secara Kimia terhadap Viabilitas Benih Delima (Punica
granatum L,.)”. Jurnal Online Agoekoteknologi. 3 (2) : 590-594.

Ridlo, I.F. 2017. “Pengaruh Lama Perendaman dan Konsentrasi Asam Nitrat
terhadap Perkecambahan Benih dan Pertumbuhan Bibit Sawo Manila”.
Thesis. Universitas Mercu Buana Yogyakarta.

Romdyah, N.L., Indriyanto, dan Duryat. 2017. Skarifikasi dengan perendaman air
panas dan air kelapa muda terhadap perkecambahan benih saga
(Adenanthera pavonina L.). Jurnal Sylva Lestari. 5(3) : 58-65.

Sadjad, S. 2013. Dari Benih Kepada Benih. Gramedia Widiasarana Indonesia.


Jakarta.

Sandi, A.L.I, Indriyanto dan Duryat, 2014. Ukuran benih dan skarifikasi dengan
air panas terhadap perkecambahan benih pohon kuku (Pericopsis
mooniana), jurusan kehutanan fakultas pertanian universitas lampung.
Jurnal Sylva Lestari. 2(3): 83- 92.

Santosa. 2013. Perkecambahan dan pertumbuhan palem jepang (Actinophloeus


mochorturii) akibat perendaman dalam lumpur. Jurnal Natur Indonesia
6(2): 99-100.
Satriyadi, G. 2013. Pematahan Dormansi Benih Bawang Merah (Allium cepa L.
Kelompok Aggregatum) Dengan Pemotongan Umbi. Skripsi. Fakultas
Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Schmidt, L. 2002. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan


Subtropis. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial
Departemen Kehutanan. Jakarta.
Sela, S. Nusifera, dan Eliyanti. 2018. Pengaruh kno3 dengan konsentrasi berbeda
terhadap perkecambahan benih pinang (Areca catechu L.) yang telah
diskarifikasi mekanis. Artikel Ilmiah. Fakultas Pertanian, Universitas Jambi,
Jambi.

Siagian, R. 2018. “Pengaruh Konsentrasi dan Lama NaOCl terhadap Persentase


Perkecambahan dan Pertumbuhan Benih Kopi Arabika (Coffea arabica
L.,). Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan.

Subantoro, R.dan R. Prabowo. 2013. Pengaruh berbagai metode pengujian vigor


terhadap pertumbuhan benih kedelai. Jurnal Mediagro. 9(1): 48- 60

Suita, E. dan Dida S.. 2015. “Peningkatan Daya dan Kecepatan Berkecambah
Benih Malapari (Pongamia pinnata)”. Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan.
3 (1) : 49-59.

Sujarwati, Fathonah S., Johani E., Herlina. 2011. Penggunaan Air Kelapa untuk
Meningkatkan Perkecambahan dan Pertumbuhan Palem Putri (Veitchia
merillii). Jurnal Sagu. 1:24-28.
Sujarwati, Fathonah S., Johani E., Herlina. 2011. Penggunaan Air Kelapa untuk
Meningkatkan Perkecambahan dan Pertumbuhan Palem Putri (Veitchia
merillii). Jurnal Sagu. 1:24-28.
Sulassih, Yohanes, A.P., Sobir, Naekman, N., Siaga, Y.P., dan Nurmalia. 2018.
“Viabilitas Benih Bawang Putih Varietas Tawang Mangu setelah
Penyimpanan pada Berbagai Suhu”. Horticulturae Journal. 2 (3) : 43-47.

Sumanto, Hatta. 2011. Budidaya Melinjo dan Usaha Produksi Emping. Kanisius.
Yogyakarta.
Sunanto, Hatta. 1991. Budaya Melinjo dan Usaha Produksi Emping. Kanisius.
Yogyakarta.
Sutopo, 2010. Teknologi Benih. Bharata. Jakarta.
Tiwery, R. R. 2014. Pengaruh Penggunaan Air Kelapa Terhadap Pertumbuhan
Tanaman Sawi. Jurnal Biopendix. 1(1): 83-91.
Widhityarini, D., Mw. Suyadi, dan A. Purwantoro. 2013. Pematahan dormansi
benih tanjung (Mimusops elengi L.) dengan skarifikasi dan perendaman
kalium nitrat. Vegetalika. 2(1) : 22-33.

Yuniarti, N. 2013. Peningkatan viabilitas benih kayu afrika (Maesopsis emenii


Engl) dengan berbagai perlakuan pendahuluan. Jurnal Perbenihan
Tanaman Hutan. 1(1): 15-23.

Yuniarti, N. 2016. Teknik penanganan benih yang tepat untuk peningkatan


viabilitas benih kayu afrika (Maesopsis eminii). Prosiding Seminar
Nasional Masyarakat Biodiversitas. 2(1): 37-42.
Yuniarti, N. dan Djaman, D. F. . 2015. Teknik pematahan dormansi untuk
mempercepat perkecambahan benih kourbaril (Hymenaea courbaril). In
Prosiding Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia.
1(6) :1433-1437.

Yuniarti, N. dan Nurhasybi. 2015. “Perubahan Viabilitas dan Biokimia Benih


Bambang Lanang (Michelia champaca Linn.,) pada Berbagai Tingkat
Pengeringan dan Metode Penyimpanan

Yuniarti, N., Dida, S., dan Aam A.. 2013. “Dampak Perubahan Fisiologi dan
Biokimia Benih Eboni (Diospyros celebica Bakh) selama Penyimpanan.
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman. 10 (2) : 65-71.

Zanzibar, M. 2017. “Tipe Doramansi Perlakuan Pendahuluan untuk Pematahan


Dormansi Benih Balsa (Ochroma bocolor ROWLEE)”. Jurnal Perbenihan
Tanaman Hutan. 5 (1) : 51-60.

Anda mungkin juga menyukai