PEMULIAAN TANAMAN
ACARA III
PEMATAHAN DORMANSI
Semester :
Genap 2019
Oleh :
Fabima Choirul Amri
A1D017125/7
A. Latar Belakang
oleh keadaan fisik dari kulit biji keadaan fisiologis dari embrio atau kombinasi
Dormansi bersifat positif dan negatif saat benih diperlukan untuk segera
tumbuh. Adanya masa dormansi saat masa tanam benih sangat merugikan bagi
pada benih padi menguntungkan produsen benih karena dapat menekan laju
deteriorasinya pada masa prapanen dan pasca panen. Dormansi pada lot benih
kecambah benih. Pengujian daya kecambah terhadap lot benih dorman tanpa
lingkungan. Beberapa jenis tumbuhan berbiji memiliki kulit biji yang keras
proses imbibisi atau proses masuknya air kedalam biji tanaman dalam waktu yang
relatif lama. Kulit biji yang keras merupakan salah satu penghambat
dormansi tersebut dan secara umum hal-hal yang biasa dilakukan untuk
kelebihan dan kekurangan yang nyata untuk tiap-tiap jenis. Meskupun begitu,
waktu yang ada. Berdasarkan uraian tersebut maka perlu untuk melakukan
B. Tujuan
2. Menunjukan kekerasan biji-biji yang ada pada daerah tropika dan bagaimana
panen yang tinggi. Bahan tanam merupakan suatu awal keberhasilan suatu proses
produksi. Tidak ada gunanya kita memupuk, menyiangi dan menyiram apabila
bahan tanamannya tidak bermutu dan bisa diperkirakan tidak akan dapat diperoleh
hasil panen yang maksimum. Benih yang berkualitas adalah yang mempunyai
sifat-sifat antara lain tingkat kemurnian genetik dan fisik yang tinggi, sehat dan
sesuai. Benih tersebut sebenarnya hidup karena dapat dipacu untuk berkecambah
mampuan benih hidup untuk berkecambah pada suatu kisaran keadaan yang luas
2013).
berbagai faktor internal, seperti embrio masih berbentuk rudiment atau belum
masak (dari segi fisiologis), kulit biji yang tahan (impermeabel), atau adanya
air dan oksigen serta karbon dioksida tidak dapat keluar secara baik yang
berakibat proses respirasi tidak sempurna. Berbagai cara untuk memperpendek
dormansi dapat dilakukan dengan meretakkan kulit biji, perendaman dalam zat
kimia seperti kalium nitrat pada konsentrasi tertentu atau dengan pemanasan
Kualitas benih ditentukan antara lain oleh tingkat kemasakan biji yang
yang berasal dari yang masih muda, kualitasnya akan jelek karena benih akan
menjadi tipis, ringan, dan keriput, serta apabila dikeringkan daya hidupnya sangat
rendah. Kemungkinan embrio dalam hal itu, belum berkembang sempurna dan
Dormansi dapat disebabkan karena tidak mampunya benih secara total untuk
keadaan benih benih sehat (viable) gagal berkecambah ketika berada dalam
kondisi yang secara normal baik untuk perkecambahan, seperti kelembaban yang
cukup, suhu dan cahaya yang sesuai serta tekanan seleksi selama ribuan tahun
benih tidak dapat berkecambah walaupun dalam lingkungan yang baik untuk
Dormansi benih dapat dibedakan atas beberapa tipe dan kadang-kadang satu jenis
benih memiliki lebih dari satu tipe dormansi, diantaranya dormansi embrio,
penggoresan dengan bantuan pisau, jarum, pemotong kuku, kertas, amplas, dan
alat lainnya. Kulit benih yang permeabel memungkinkan air dan gas dapat masuk
ke dalam benih sehingga proses imbibisi dapat terjadi. Benih yang diskarifikasi
akan menghasilkan proses imbibisi yang semakin baik. Air dan gas akan lebih
cepat masuk ke dalam benih karena kulit benih yang permeabel. Air yang masuk
cepat akibatnya perkecambahan yang dihasilkan akan semakin baik (Astari et al.,
2014).
pada biji yang disayat pada suhu 60OC. Menurut Yuniarti dan Djaman (2015)
difusi air, perendaman dengan air dan skarifikasi kimiawi untuk melunakkan kulit
benih. Dormansi endogenus yang disebabkan oleh sifat-sifat tertentu pada benih,
biasanya dilakukan dengan menggunakan air panas dan bahan-bahan kimia seperti
asam kuat (H2SO4 dan HCl), alkohol dan H2O2 yang bertujuan untuk merusak atau
melunakkan kulit benih (Kartika et al., 2015). Menurut Sutopo (2010) beberapa
jenis benih terkadang diberi perlakuan perendaman dalam air dengan tujuan
memudahkan penyerapan air oleh benih, sehingga kulit benih yang menghalangi
penyerapan air menjadi lisis dan melemah. Selain itu juga digunakan untuk
menggunakan ZPT (Zat Pengatur Tumbuh) adalah suatu bahan yang dibuat untuk
hormone.
III. METODE PRAKTIKUM
adalah cawan petri, polibag, amplas, dan silet. Bahan-bahan yang diperlukan
adalah benih albasia, air panas, pasir, benih melinjo, benih cabai/tomat, dan air
kelapa.
B. Prosedur kerja
sebagai kontrol.
c. Benih melinjo yang telah diberi perlakuan ditanam dalam polybag dan
selama 10 hari.
A. Hasil
Perhitungan perkecambahan:
1. Albasia
a. Kontrol =
∑ benih berkecambah normal x 100%
total benih dikecambahkan
4
= x 100%
10
= 40 %
b. Air Panas =
∑ benih berkecambah normal x 100%
total benih dikecambahkan
7
= x 100%
10
= 70 %
2. Melinjo
a. Kontrol =
∑ benihberkecambah normal x 100%
total benih dikecambahkan
0
= x 100%
10
=0%
b. Kupas =
∑ benih berkecambah normal x 100%
total benih dikecambahkan
0
= x 100%
10
=0%
c. Amplas =
∑ benih berkecambah normal x 100%
total benih dikecambahkan
0
= x 100%
10
=0%
3. Tomat
a. Kontrol =
∑ benihberkecambah normal x 100%
total benih dikecambahkan
10
= x 100%
10
= 100 %
b. ZPT =
∑ benihberkecambah normal x 100%
total benih dikecambahkan
10
= x 100%
10
= 100 %
4. Cabai
a. Kontrol =
∑ benih berkecambah normal x 100%
total benih dikecambahkan
10
= x 100%
20
= 50 %
b. ZPT =
∑ benih berkecambah normal x 100%
total benih dikecambahkan
6
= x 100%
20
= 30 %
dalam lingkungan yang baik untuk perkecambahan. Penyebab dari dormansi benih
bisa disebabkan antara lain karena kulit benih yang keras, pertumbuhan embrio
dalam buah atau benih yang mencegah perkecambahan, dan gabungan dari
Skarifikasi merupakan salah satu upaya pretreatment atau perlakuan awal pada
didukung oleh pendapat Sadjad (2013) bahwa skarifikasi merupakan salah satu
upaya pretreatment atau perawatan awal pada benih, yang ditujukan untuk
air sebagai salah satu unsur utama untuk menguraikan zat-zat yang dibutuhkan
dalam proses perkecambahan dapat masuk ke dalam jaringan dengan mudah dan
cepat.
Zat pengatur tumbuh merupakan senyawa organik bukan nutrisi yang dalam
menghasilkan bentuk yang kita kenal sebagai tanaman. Aktivitas zat pengatur
genotipe tanaman serta fase fisiologi tanaman. Zat pengatur tumbuh ini terdiri dari
Auksin, salah satu golongan zat pengatur tumbuh (ZPT) yang mempunyai
peran ganda tergantung pada struktur kimia, konsentrasi, dan jaringan tanaman
pembentukan kalus, kultur suspensi, dan akar, yaitu dengan memacu pemanjangan
dalam konsentrasi yang relatif tinggi (Lestari, 2011). Giberelin yang banyak
(Asra, 2014). Sitokinin adalah senyawa turunan adenine dan berperan dalam
Skarifikasi yaitu pelukaaan kulit benih agar air dan nutrisi bisa masuk ke
dalam benih. Skarifikasi adalah suatu perlakuan yang ditujukan untuk mengurangi
apabila dormansi disebabkan karena tidak adanya penyerapan air dan gas oleh
benih (biasanya karena kulit benih yang keras). Perlakuan skarifikasi dapat
merusak benih, sehingga pekerjaan ini harus dilakukan dengan hati-hati (Maryani
khususnya pada tanaman yang memiliki biji yang keras dan tidak permeabel
melaluinya) terhadap air dan gas. Ada beberapa teknik skarifikasi, diantaranya
yaitu skarifikasi secara fisis, mekanik dan kimiawi. Berikut beberapa metode
skarifikasi :
a. Skarifikasi Mekanik
air maupun gas, resistan mekanisme kulit perkecambahan yang terdapat pada
sumbat gabus. Perlakuan secara mekanis dapat diberikan pada benih yang
bantuan pisau, jarum, kertas gosok, atau lainnya adalah cara yang paling
efektif untuk mengatasi dormansi fisik. Karena setiap benih di tangani secara
perusakan kulit biji dengan tujuanuntuk melunakkan kulit benih yang keras,
sehingga menjadi permeabel terhadap air dan gas (Sutopo, 2010). Pemecahan
dormansi benih dengan cara skarifikasi telah dilakukan pada beberapa jenis
bijuga) dilakukan dengan cara kulit benih dikikir pada bagian sisi dekat
b. Skarifikasi Fisik
dalam air panas dengan tujuan memudahkan penyerapan air oleh benih.
fisik dengan pelukaan mekanik kulit benih dapat membantu imbibisi air
perendaman air mengalir atau dengan perendaman air panas terhadap benih
c. Skarifikasi kimia
air pada waktu proses imbibisi. Perendaman pada larutan kimia yaitu asam
kuat seperti KNO3, H2SO4, dan HCl dengan konsentrasi pekat membuat kulit
benih menjadi lebih lunak sehingga dapat dilalui oleh air dengan mudah.
membuang lapisan lilin pada kulit benih yang keras dan tebal sehingga benih
menstimulus benih untuk berkecambah lebih cepat. Salah satu bahan ZPT
yang digunakan adalah air kelapa muda. Air kelapa ini mengandung hormon
sitokinin (5,8 mg/l), auksin (0,07 mg/l), sedikit giberelin, serta senyawa lain
2015).
tertentu. Mikroba ini digunakan untuk merombak struktur dari kulit biji yang
keras menjadi lunak dan mudah menyerap air. Salah satunya ada pada proses
maupun kimiawi yang dapat menurunkan viabilitas suatu benih (Yuniarti et al,
akumulasi bahan toksin (Yuniarti et al, 2013). Tatipata (2008) dalam Yuniarti dan
Nurhasybi (2015) berpendapat sama bahwa indikasi biokimia dalam benih yang
Dormansi tiap tanaman ini waktunya tidaklah sama, ada yang beberapa hari
hingga beberapa bulan. Berikut 30 jenis tanaman dengan lama waktu dormansi
bijinya :
(Hadi et al 2017)
7. Kopi 5-8 minggu
(Coffea arabica L.)
(Siagian, 2018)
(Indah, 2018)
13. Padi Oryza sativa 3-8 minggu
mollucana
Willd)
26 Bawang merah 1-2 bulan
(Allium cepa L.)
(Satriyadi, 2013).
30 Kecipir 4 bulan
(Psophocarpus
tetragonolobus L.) (Melasari, 2016).
biji. Berikut beberapa bahan kimia yang sering digunakan untuk melakukan
sakrifikasi :
dormansi fisik (pada benih yang kedap terhadap air dan gas), penanganan manual
benih yang kedap terhadap air dan gas, namun masih dianggap kurang efektif
karena membutuhkan tenaga kerja yang banyak untuk skala besar dan
al., 2014 dalam Melasari, 2016). Penelitian yang dilakukan oleh Juhanda et al.
ditunjukkan oleh setiap peubah yang diamati yaitu daya berkecambah, kecepatan
normal. Pematahan benih dengan cara ini dapt menyebabkan kerusakan benih
pada benih. Tujuannya adalah menjadikan kulit benih atau biji menjadi lebih
mudah untuk dimasuki air pada proses imbibisi. Larutan asam kuat seperti H2SO4
jenis benih yang diperlakukan, sehingga kulit biji menjadi lunak. Disamping itu
pula larutan kimia yang digunakan dapat pula membunuh cendawan atau bakteri
yang dapat membuat benih dorman. Rozi (2003) dalam Christiana (2018)
bertujuan untuk merusak kulit benih, akan tetapi apabila terlalu berlebihan dalam
hal konsentrasi atau lama waktu perlakuan dapat menyebabkan kerusakan pada
embrio. Dalam hal ini benih tersebut akan rusak dan tidak dapat tumbuh.
sehingga kulit benih yang menghalangi penyerapan air menjadi lisis dan melemah.
Selain itu, perendaman dalam air juga bertujuan untuk mencuci benih, sehingga
dalam air dingin bertujuan untuk melunakkan kulit benih yang keras, namun tidak
melapisi bagian luar kulit (Yuniarti, 2016). Perendaman benih dengan air dingin
selama 12 jam juga menunjukan pengaruh yang sangat nyata terhadap laju
perkecambahan benih karet (Hevea brasilliensis). Hal ini diduga benih telah
mencapai imbibisi yang optimum dan benih akan mengalami perekahan kulit
sehingga air dan oksigen dapat masuk ke dalam benih (Berlian et al., 2016).
Perendaman dalam air panas menyebabkan kulit benih menjadi lunak dan
imbibisi terjadi setelah air mendingin. Berlian et al (2016) menyatakan bahwa air
sehingga Oksigen dan air dapat cepat masuk ke dalam benih. Raharjo (2002) juga
benih melinjo (Gnetum gnemon L.). Skarifikasi yang dilakukan yaitu dengan cara
pengamplasan, pengupasan kulit, dan tanpa perlakuan. Benih melinjo dari ketiga
perlakuan tersebut selama 12 hari observasi tidak ada yang berkecambah. Hal ini
dikarenakan masa dormansi benih melinjo yang cukup lama. Menurut Sunanto
dan Hatta (1991), bahwa benih melinjo pada umumnya mulai berkecambah 6
bulan setelah ditanam (disemai), dan persentasenya sangat rendah yakni 1%-2%.
Lamanya waktu yang diperlukan biji melinjo untuk berkecambah disebabkan oleh
suatu dormansi (masa tidur), yakni dormansi kulit keras dari biji melinjo. Biji
oleh kulit biji (tempurung) yang keras dan impermeabel karena adanya dormansi
fisik dan mekanis oleh kulit biji (Schmidt, 2002). Pendapat tersebut didukung oleh
Sumanto (2011) bahwa hal tersebut diduga karena benih atau biji mempunyai
bulan untuk berkecambah. Jika, hanya diberikan waktu 12 hari sangat kecil
Air kelapa merupakan salah satu produk tanaman yang dapat dimanfaatkan
air kelapa kaya akan kalium, mineral diantaranya Kalsium (Ca), Natrium (Na),
Magnesium (Mg), Ferum (Fe), Cuprum (Cu), dan Sulfur (S), gula dan protein. Air
kelapa juga terdapat 2 hormon alami yaitu sitokinin dan auksin yang berperan
sebagai pendukung pembelahan sel (Tiwery, 2014). Air kelapa merupakan air
alami steril mengandung kadar K dan Cl tinggi. Selain itu, air kelapa mengandung
sukrosa, fruktosa, dan glukosa (Kristina dan Syahid, 2012). Air kelapa merupakan
suatu bahan alami yang di dalamnya terkandung hormon seperti sitokinin 5,8 mg/l
atau sel hidup, hormon auksin 0,07 mg/l dan sedikit giberelin serta senyawa lain
sebesar 96.25%. Air kelapa muda mengandung sitokinin yang berperan dalam
pembelahan sel. Menurut Sutopo (2010), pemberian zat pengatur tumbuh (ZPT)
perkecambahan pada benih melinjo, albasia, cabai, dan tomat. Benih melinjo
dengan perlakuan pengupasan, pengamplasan, dan tanpa perlakuan atau kontrol
dormansi yang lama dan memiliki kulit yang keras. Hal tersebut sesuai dengan
oleh Sunanto dan Hatta (1991), bahwa benih melinjo pada umumnya mulai
yakni 1%-2%. Lamanya waktu yang diperlukan biji melinjo untuk berkecambah
disebabkan oleh suatu dormansi (masa tidur), yakni dormansi kulit keras dari biji
mengalami hambatan oleh kulit biji (tempurung) yang keras dan impermeabel
karena adanya dormansi fisik dan mekanis oleh kulit biji (Schmidt, 2002).
Benih albasia hasil praktikum dari kedua perlakuan yakni air panas dengan
hasil penelitian Marthen (2013) bahwa benih sengon atau albasia yang dicelup
dengan air panas 60ºC selama 4 menit dilanjutkan dengan perendaman air dingin
didukung oleh Yuniarti (2016) bahwa perlakuan perendaman air panas pada benih
praktikum menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara perlakuan air panas dan
kontrol. Namun, dari segi kualitas benih yang tumbuh benih dengan perlakuan
perendaman air panas menunjukkan perkecambahan yang baik dan normal.
tomat dengan skarifikasi bahan organik (air kelapa muda) daya tumbuhnya yakni
biji tomat perlakuan kontrol sebesar 90% dan perlakuan pemberian ZPT sebesar
proses perkecambahan benih tomat. Hal ini sesuai dengan Child (1984) dalam
Dharma et al. (2015) bahwa selain merusak impermeabilitas kulit benih untuk
adalah menggunakan air kelapa muda. Air kelapa mengandung hormon sitokinin
(5,8 mg/l), auksin (0,07 mg/l), sedikit giberelin serta senyawa lain yang dapat
mudah untuk diaplikasikan dan sangat ekonomis bila dilakukan oleh petani pala
A. Kesimpulan
bahwa:
perkecambahan yang lebih baik jika dibandingkan dengan benih yang tidak
efektif, didalam air kelapa muda terdapat hormon hormon yang dapat
B. Saran
Agurahe, L., Henny, L.R., dan Feky, R.M.. 2019. “Pematahan Dormansi Benih
Pala (Myristica fragrans Houtt.) Menggunakan Hormon Giberalin”.
Jurnal Ilmiah Farmasi. 8 (1) : 30-40.
Asra, R. 2014. “Pengaruh Hormon Giberelin (GA3) terhadap Daya Kecambah dan
Vigoritas Calopogonium caeruleum. Biospecies”. 7 (1) : 29-33.
Faustina, E., Prapto, Y., dan Rohmanti, R.. 2012. “Pengaruh Cara Pelepasan Aril
dan Konsentrasi KNO3 terhadap Pematahan Dormansi Benih Pepaya
(Carica papaya L.,)”. Jurnal Vegetalika. 1 (1).
Hadi, P.K., Eny W., dan Selly S. 2017. “Aplikasi Enzim Ligninase dan Selulase
untuk Meningkatkan Perkecambahan Benih Kelapa Sawit (Elaeis
guineensis Jacq.) di Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Pematang Siantar,
Sumatera Utara). Buletin Agrohorti. 5 (1) : 69-76.
Hanafi, V.Z.. 2018. “Pengaruh Lama Perendaman dan Konsentrasi Asam Sulfat
terhadap Pematahan Dormansi Benih Kepayang (Pangium edule Reinw)”.
Thesis. Universitas Mercu Buana Yogyakarta.
Haranti, M., Wardah, dan Yusran. 2017. Perkecambahan benih dan pertumbuhan
semai tanjung (Mimusops elengi L.) pada berbagai teknik skarifikasi dan
media tumbuh. Jurnal Warta Rimba. 5(1): 13-19
Hastuti, E.Y., Setyastuti, P., dan Erlina A.. “Pengaruh SKArifikasi dan Lama
Perendaman Air terhadap Perkecambahan Benih dan Pertumbuhan Bibit
Sawo (Manilkara zapota (L.) van Royen)”. Jurnal Vegetalika. 4 (2) : 30-
38.
Isnaeni, E dan N.A. Habibah. 2014. Efektivitas skarifikasi dan suhu perendaman
terhadap perkecambahan biji kepel (Stelechocarpus burahol (Blume) Hook.
F & Thompson) secara in vitro dan ex vitro. Jurnal MIPA. 37 (2) : 105-114.
Iswara, V., Asep, S., Endah, R.P., dan Y. Aris, P.. 2018. “Pengaruh Perlakuan
Ultrafine Bubble Water dalam Mematahkan Dormansi Benih Padi”. Jurnal
Penelitian Tanaman Pangan. 2 (3) : 137-143.
Karjadi, A.K. dan Buchory, A. 2008. “Pengaruh Auksin dan Sitokinin terhadap
Pertumbuhan dan Perkembangan Jaringan Meristem Kentang Kultivar
Granola”. J. Hort/ 18 (4) : 380-384.
Kartika., Surahman. M., dan Susanti, M. 2015. Dormancy breaking of seed oil
palm (elaeis guineensis jacq) using kno3 and scarification. Journal
Enviagro. 8(2): 48-55.
Kasno, A., Trustinah, M. Anwari, dan B. Swasono. 2013. Prospek Suweg Sebagai
Bahan Pangan Saat Paceklik. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan
dan Umbi-umbian.
Kristina, Natalini Nova dan Sitti Fatimah Syahid. 2012. Pengaruh air kelapa
terhadap multiplikasi tunas in vitro, produksi rimpang, dan kandungan
xanthorrhizol temulawak di lapangan. Jurnal Littri. 18(3): 125-134.
Lestari, E.G.. 2011. “Peranan Zat Pengatur Tumbuh dalam Perbanyakan Tanaman
melalui Kultivar Jaringan”. Jurnal AgroBiogen. 7 (1) : 63-68.
Marthen, M., Kaya, E., & Rehatta, H. 2013. Pengaruh perlakuan pencelupan dan
perendaman terhadap perkecambahan benih sengon (Paraserianthes
falcataria L.). Agrologia. 2(1): 10-16.
Nuraini, A., Sumadi, dan R. Pratama. 2016. “Aplikasi Sitokinin untuk Pematahan
Dormansi Benih Kentang G1 (Solanum tuberosum L.,)”. Jurnal Kultivasi.
15 (3) : 202-207.
Pratiwi, I.. 2016. “Pengaruh Sakrifikasi dan Lama Perendaman dengan Asam
Sulfat (H2S04) terhadap Pematahan Dormansi Benih Enau (Arenga
pinnata Merr.)”. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang.
Purwantoro, R.S, dan Roemantyo. 2013. Konservasi Tempuyung dan Saga Manis
Studi Kebun Raya Bogor. Jurnal Warta Tanaman Obat Indonesia. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Farmasi. 2(2): 18-20 .
Puspaningrum, C., A. Muin, dan R.S. Wulandari. 2013. Pengaruh beberapa
perlakuan terhadap masa dormansi biji belian (Eusideroxylon zwageri
T.et.B). Jurnal Hutan Lestari. 1(2) : 61-68.
Putra, L.L.. 2014. “Teknik Pematahan Dormansi Benih Melinjo (Gnetum gnemon
L.,) Berdasarkan Analisis Perubahan Biokimia pada Fase Perkecambahan”.
Skripsi. Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas
Jember.
Rahardjo. 2002. Beberapa Cara yang Perlu dalam Perkecambahan Kopi. Sub
Penelitian Budidaya Perkebunan Kopi, Bogor.
Ramadhani, S., Haryati, dan Jonatan, G.. 2015. “Pengaruh Perlakuan Pematahan
Dormansi secara Kimia terhadap Viabilitas Benih Delima (Punica
granatum L,.)”. Jurnal Online Agoekoteknologi. 3 (2) : 590-594.
Ridlo, I.F. 2017. “Pengaruh Lama Perendaman dan Konsentrasi Asam Nitrat
terhadap Perkecambahan Benih dan Pertumbuhan Bibit Sawo Manila”.
Thesis. Universitas Mercu Buana Yogyakarta.
Romdyah, N.L., Indriyanto, dan Duryat. 2017. Skarifikasi dengan perendaman air
panas dan air kelapa muda terhadap perkecambahan benih saga
(Adenanthera pavonina L.). Jurnal Sylva Lestari. 5(3) : 58-65.
Sandi, A.L.I, Indriyanto dan Duryat, 2014. Ukuran benih dan skarifikasi dengan
air panas terhadap perkecambahan benih pohon kuku (Pericopsis
mooniana), jurusan kehutanan fakultas pertanian universitas lampung.
Jurnal Sylva Lestari. 2(3): 83- 92.
Suita, E. dan Dida S.. 2015. “Peningkatan Daya dan Kecepatan Berkecambah
Benih Malapari (Pongamia pinnata)”. Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan.
3 (1) : 49-59.
Sujarwati, Fathonah S., Johani E., Herlina. 2011. Penggunaan Air Kelapa untuk
Meningkatkan Perkecambahan dan Pertumbuhan Palem Putri (Veitchia
merillii). Jurnal Sagu. 1:24-28.
Sujarwati, Fathonah S., Johani E., Herlina. 2011. Penggunaan Air Kelapa untuk
Meningkatkan Perkecambahan dan Pertumbuhan Palem Putri (Veitchia
merillii). Jurnal Sagu. 1:24-28.
Sulassih, Yohanes, A.P., Sobir, Naekman, N., Siaga, Y.P., dan Nurmalia. 2018.
“Viabilitas Benih Bawang Putih Varietas Tawang Mangu setelah
Penyimpanan pada Berbagai Suhu”. Horticulturae Journal. 2 (3) : 43-47.
Sumanto, Hatta. 2011. Budidaya Melinjo dan Usaha Produksi Emping. Kanisius.
Yogyakarta.
Sunanto, Hatta. 1991. Budaya Melinjo dan Usaha Produksi Emping. Kanisius.
Yogyakarta.
Sutopo, 2010. Teknologi Benih. Bharata. Jakarta.
Tiwery, R. R. 2014. Pengaruh Penggunaan Air Kelapa Terhadap Pertumbuhan
Tanaman Sawi. Jurnal Biopendix. 1(1): 83-91.
Widhityarini, D., Mw. Suyadi, dan A. Purwantoro. 2013. Pematahan dormansi
benih tanjung (Mimusops elengi L.) dengan skarifikasi dan perendaman
kalium nitrat. Vegetalika. 2(1) : 22-33.
Yuniarti, N., Dida, S., dan Aam A.. 2013. “Dampak Perubahan Fisiologi dan
Biokimia Benih Eboni (Diospyros celebica Bakh) selama Penyimpanan.
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman. 10 (2) : 65-71.