Anda di halaman 1dari 13

ACARA V PEMECAHAN DORMANSI DAN ZAT PENGHAMBAT PERKECAMBAHAN BIJI

I.

TUJUAN

1. Mengetahui penyebab terjadinya dormansi biji. 2. Mengetahui pengaruh perlakuan mekanis dan khemis terhadap perkecambahan biji berkulit keras. II. TINJAUAN PUSTAKA

Istilah dormansi merujuk pada aplikasi luas dalam fisiologi tanaman yang mengacu pada ketidakadaan pertumbuhan di dalam bagian tanaman yang dipengaruhi faktor internal dan eksternal. Dormansi pada biji merupakan salah satu penyebab kegagalan perkecambahan walaupun biji dapat menyerap air dan berada pada temperatur dan tingkat oksigen baik. Jika biji dapat berkecambah segera setelah menyerap air tanpa adanya penghalang dalam proses perkecambahan, embrio dikatakan tidak dorman (Hartmann et al., 2001). Menurut Harjadi (1988), perlu dilakukan pemecahan dormansi biji dan penciptaan lingkungan yang kondusif untuk memulai suatu proses perkecambahan pada beberapa spesies tanaman. Perlakuan pemecahan dormansi tergantung pada tipe dormansi yang terlibat (dormansi fisik, dormansi fisiologi, dormansi ganda). Perlakuan tersebut mencakup skarifikasi, stratifikasi, biakan embrio, dan berbagai kombinasi dari perlakuan tersebut dengan memperhatikan kondisi lingkungan. Coumarin merupakan zat penghambat kuat dalam proses perkecambahan biji. Coumarin mempengaruhi bentuk dan fungsi akar, menurunkan respirasi dan fotosintesis, serta mempengaruhi pengikatan nitrogen dan metabolisme. Hal tersebut di lain pihak memberi keuntungan dalam produksi spesies tanaman dengan mengurangi kompetisi di lingkungan sekitarnya dan/atau dengan menunda perkecambahan biji pada kondisi yang kurang baik (Abenavoli et al., 2006). Hilangnya dormansi tergantung pada keseimbangan antara penghambat dan pemacu pertumbuhan. Di antara senyawa penghambat pertumbuhan tersebut, beberapa ditemukan di kulit buah atau biji. Penaggalan kulit biji dan sebagian dari penutup tambahan di luarnya ternyata dapat merangsang perkecambahan biji. Hal tersebut mendukung anggapan bahwa ada bagian dari biji dan jaringan sekitarnya yang merupakan salah satu sumber penghambat perkecambahan (Hidayat, 1995). Dormansi benih saga dapat dipecahkan dengan perlakuan skarifikasi (pengikisan kulit benih). Dengan perlakuan tersebut, daya berkecambah benih dapat mencapai 97% dibanding

kontrol yang hanya 6%. Pengecambahan dilakukan dengan menggunakan media kertas merang (Hasanah et al., 1993 cit. Hasanah dan Rusmin, 2006). Saga (Abrus precatorius) termasuk jenis tumbuhan perdu dengan pokok batang berukuran kecil dan merambat pada inang. Daunnya majemuk, berbentuk bulat telur, dan berukuran kecil. Daun saga berbentuk mirip daun Tamarindus indica dengan bersirip ganjil dan rasa agak manis. Saga memiliki buah polong berisi biji-biji berwarna merah dengan titik hitam mengilat dan licin (Anonim, 2004).

III.

METODE PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Praktikum Dasar-Dasar Agronomi Acara V yang berjudul Pemecahan Dormansi dan Zat Penghambat Perkecambahan Biji dilaksanakan pada hari Selasa, 11 Maret 2013 di Laboratorium Manajemen dan Produksi Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Bahan yang digunakan adalah biji saga (Abrus precatorius), H2SO4 pekat, kertas filter, dan aquades. Alat-alat yang digunakan antara lain beaker glass, corong penyaring, pengaduk kaca, petridish dan amplas. Pada praktikum ini, terdapat dua cara kerja, yang pertama adalah perlakuan khemis dan yang kedua adalah perlakuan mekanis. Cara kerja pada perlakuan khemis untuk biji saga adalah 30 biji saga diambil dan direndam dalam H2SO4 50 % selama 3 menit, 6 menit, dan 9 menit dan dalam air sebagai kontrol. Biji saga yang telah direndam dengan H2SO4 dicuci dengan aquadest menetralisasi asam sulfat. Biji saga yang telah dicuci dikecambahkan pada petridish yang telah diberi alas kertas filter basah sesuai label perlakuan masing-masing. Biji yang telah berkecambah diamati dan dihitung setiap hari selama 7 hari dan biji yang sudah berkecambah atau berjamur dapat dibuang. Jika perlu media perkecambahan dapat diganti. Gaya berkecambah dan indeks vigor dihitung serta dibuat grafik pada berbagai hari pengamatan. Cara kerja untuk perlakuan mekanis pada biji saga yang pertama adalah 10 biji saga diambil dan bagian tepinya diamplas. Biji-biji tersebut kemudian dikecambahkan pada pertridish yang telah di alasi sehelai kertas filter basah. Biji-biji yang tidak diperlakukan juga dikecambahkan dalam jumlah yang sama sebagai kontrol. Biji yang berkecambah diamati dan dihitung setiap hari selama 7 hari. Biji yang berjamur dapat dibuang. Jika perlu media dapat diganti. Gaya berkecamabah dan indeks vigor dihitung dan dibuat grafik pada bebagai hari pengamatan. Rumus gaya berkecambah dan indeks vigor :

IV. A. Hasil Pengamatan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 4.1 Indeks Vigor Biji Saga Perlakuan Mekanis dan Kontrol (Air) Hari ke 1 2 3 4 5 6 7 Perlakuan Mekanis Kontrol (Air) 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.75 0.00 0.60 0.20 0.50 0.33 0.14 0.14

Tabel 4.2 Indeks Vigor Biji Saga Perlakuan Khemis dan Kontrol (Air) Hari ke 1 2 3 4 5 6 7 Perlakuan Perendaman dalam H2SO4 Pekat 3 menit 6 menit 9 menit Kontrol 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.20 0.20 0.00 0.20 0.00 0.17 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Tabel 4.3 Gaya Berkecambah Biji Saga Perlakuan Mekanis dan Kontrol (Air) Perlakuan Gaya Berkecambah Mekanis Kontrol 43% 9%

Tabel 4.4 Gaya Berkecambah Biji Saga Perlakuan Khemis dan Kontrol Perlakuan Gaya Berkecambah B. Pembahasan Dorman artinya tidur atau beristirahat. Para ahli biologi menggunakan istilah itu untuk tahapan siklus hidup, seperti biji dorman yang memiliki laju metabolisme yang sangat lambat dan sedang tidak tumbuh atau berkembang. Dormansi pada biji meningkatkan peluang bahwa perkecambahan akan terjadi pada waktu dan tempat yang paling menguntungkan bagi pertumbuhan biji. Pengakhiran periode dormansi umumnya memerlukan kondisi lingkungan Khemis (Perendaman H2SO4 pekat) 3 Menit 14% 6 Menit 23% 9 Menit 0% Kontrol 9%

tertentu. Biji tumbuhan gurun misalnya, hanya berkecambah setelah curah hujan yang memadai. Di tempat di mana kebakaran alamiah biasa terjadi, banyak biji yang memerlukan suhu sangat tinggi untuk mengakhiri dormansi (Campbell et al., 2003). Penyebab terjadinya dormansi dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu dormansi fisik dan dormansi fisiologis. a. Dormansi fisik (dormansi primer) Penyebab dormansi fisik antara lain kulit biji yang keras dan kedap air sehingga menjadi penghalang mekanis pada proses masuknya air atau gas pada berbagai jenis tanaman. Dormansi primer merupakan bentuk dormansi yang paling umum dan terdiri atas dua macam, yaitu dormansi eksogen dan dormansi endogen. Dormansi eksogen adalah kondisi dimana persyaratan penting untuk perkecambahan (air, cahaya, suhu, dan sebagainya) tidak tersedia bagi benih sehingga benih gagal berkecambah. Tipe dormansi ini berkaitan dengan sifat fisik kulit benih (seed coat), selain itu juga kondisi cahaya yang ideal dan stimulus lingkungan turut mempengaruhi. Faktor-faktor penyebab dormansi eksogen antara lain air, gas, dan hambatan mekanis. Dormansi endogen dapat dipatahkan dengan perubahan fisiologis seperti pemasakan embrio yang rudimenter, respon terhadap zat pengatur tumbuh, perubahan suhu, dan ekspos ke cahaya. Yang termasuk dormansi fisik adalah : Impermeabilitas kulit biji terhadap air

Benih-benih yang menunjukkan tipe dormansi ini disebut benih keras, contohnya seperti pada famili Leguminoceae. Pengambilan air oleh biji terhalang kulit biji yang mempunyai struktur terdiri dari lapisan sel- sel berupa palisade yang berdinding tebal, terutama di permukaan paling luar dan bagian dalamnya mempunyai lapisan lilin. Di alam, selain pergantian suhu tinggi dan rendah dapat menyebabkan benih retak akibat pengembangan dan pengerutan juga kegiatan dari bakteri dapat membantu

memperpendek masa dormansi benih. Resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio

Pada tipe dormansi ini, beberapa jenis benih tetap berada dalam keadaan dorman disebabkan kulit biji yang cukup kuat untuk menghalangi pertumbuhan embrio. Jika kulit biji tersebut dihilangkan maka embrio akan segera tumbuh. Tipe dormansi ini umumnya dijumpai pada beberapa genus tropis seperti Pterocarpus, Terminalia, Eucalyptus, dan sebagainya. Pada tipe dormansi ini juga didapati tipe kulit biji yang biasa dilalui oleh air dan oksigen, tetapi perkembangan embrio terhalang oleh kekuatan mekanis dari kulit biji tersebut. Hambatan mekanis terhadap pertumbuhan embrio dapat diatasi dengan dua cara mengekstrasi benih dari pericarpus atau kulit biji. Adanya zat penghambat

Beberapa jenis tanaman mengandung zat-zat penghambat dalam buah atau benih yang mencegah perkecambahan bijinya. Zat penghambat yang paling sering dijumpai ditemukan dalam daging buah. Untuk itu benih tersebut harus diekstrasi dan dicuci untuk menghilangkan zat-zat penghambat. Kebanyakan jenis dari famili Leguminosae menunjukkan dormansi fisik yang disebabkan oleh struktur morfologis dari kulit biji yang rumit. Bebagai macam metode telah dikembangkan untuk mengatasi tipe dormansi fisik. Semua metode menggunakan prinsip yang sama, yakni bagaimana caranya agar air dapat masuk dan penyerapan dapat berlangsung pada benih. Teknik skarifikasi pada berbagai jenis benih harus disesuaikan dengan tingkat dormansi fisik. Berbagai teknik untuk mematahkan dormansi fisik antara lain sebagai berikut : 1. Mekanisme perlakuan (skarifikasi) Perlakuan mekanis (skarifikasi) pada kulit biji dilakukan dengan cara penusukan, pengoresan, pemecahan, pengikiran atau pembakaran dengan bantuan pisau, jarum, kikir, kertas gosok, atau alat lainnya. Usaha ini merupakan cara yang efektif untuk mengatasi dormansi fisik. Pada dasarnya semua benih dibuat permeable dengan resiko kerusakan yang kecil asalkan daerah radikula tidak rusak. 2. Air panas Air panas mematahkan dormansi fisik pada Leguminosae melalui tegangan yang menyebabkan pecahnya lapisan makrosklereid. Metode ini paling efektif bila benih direndam dengan air panas. Pencelupan sesaat juga lebih baik untuk mencegah kerusakan pada embrio karena bila perendaman terlalu lama, panas yang diteruskan ke dalam embrio sehingga dapat menyebabkan kerusakan. Suhu tinggi dapat merusak benih dengan kulit tipis. Kepekaan terhadap suhu bervariasi untuk setiap jenis. 3. Perlakuan kimia Perlakuan kimia dengan bahan-bahan kimia sering dilakukan untuk memecahkan dormansi pada benih. Tujuan utamanya adalah menjadikan agar kulit biji lebih mudah dimasuki oleh air pada proses imbibisi. Larutan asam kuat seperti asam sulfat dengan konsentrasi pekat membuat kulit biji menjadi lunak sehingga dapat dilalui air dengan mudah. Metode ini tidak sesuai untuk benih yang mudah sekali menjadi permeable karena asam akan merusak embrio. Lamanya perlakuan larutan asam harus memperhatikan dua hal, yaitu : kulit biji atau perikarpus yang dapat diretakkan untuk memungkinkan imbibisi. larutan asam tidak mengenai embrio.

4. Perlakuan temperature (stratifikasi)

Rendah (stratifikasi). Pemberian suhu rendah selama waktu tertentu (berbeda untuk setiap jenis tanaman) dapat menghilangkan penghambat pertumbuhan.

Rendah dan tinggi. Temperatur tinggi hanya radikulanya diikuti temperature rendah untuk epikotilnya. Perbedaan suhu tidak boleh lebih dari 10-20o C.

5. Perlakuan cahaya Jumlah cahaya, intensitas, dan panjang hari juga dapat memepengaruhi laju perkecambahan. Selain meningkatkan persentase perkecambahan, juga dapat

meningkatkan laju perkecambahan. b. Dormansi Fisiologis (dormansi sekunder) Penyebab dormansi fisiologis adalah embrio yang belum sempurna pertumbuhannya atau belum matang. Benih-benih yang demikian memerlukan jangka waktu tertentu agar dapat berkecambah. Jangka waktu penyimpanan ini berbeda-beda dari kurun waktu beberapa hari sampai beberapa tahun tergantung jenis benih. Benih-benih tersebut biasanya ditempatkan pada kondisi temperatur dan kelembaban tertentu agar viabilitasnya tetap terjaga sampai embrio terbentuk sempurna dan dapat berkecambah. Benih non dorman dapat mengalami kondisi yang menyebabkannya menjadi dormansi. Penyebabnya kemungkinan benih terekspos kondisi yang ideal untuk terjadinya perkecambahan kecuali satu yang tidak terpenuhi. Dormansi sekunder dapat diinduksi oleh: (1) suhu, dikenal sebagai thermodormancy; (2) cahaya, dikenal sebagai photodormancy; (3) kegelapan, dikenal sebagai skotodormancy; meskipun penyebab lain seperti kelebihan air, bahan kimia, dan gas bisa juga terlibat. Mekanisme dormansi sekunder diduga terjadi karena : 1. Terkena hambatan pada titik-titik krusial dalam sekuen metabolik menuju perkecambahan. 2. Ketidakseimbangan zat pemacu pertumbuhan terhadap zat penghambat pertumbuhan. Dormansi karena hambatan metabolisme pada embrio terjadi karena adanya zat-zat penghambat perkecambahan dalam embrio, misalnya amonia, asam benzoat, etilen, alkaloid, coumarin. Berikut ini adalah grafik hasil pengamatan praktikum :

Indeks Vigor
0.8 0.7 0.6 Indeks vigor 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 1 2 3 4 Hari ke5 6 7 Perlakuan Mekanis Perlakuan Kontrol (Air)

Gambar 4.1 Grafik indeks vigor biji saga perlakuan mekanis dan kontrol

Grafik di atas merupakan grafik indeks vigor biji saga perlakuan mekanis dan perlakuan kontrol (air). Dari grafik tersebut, dapat diketahui bahwa indeks vigor biji saga perlakuan mekanis lebih besar dari indeks vigor biji saga kontrol (perendaman sebentar dalam air). Biji saga mekanis mulai berkecambah pada hari keempat dengan nilai indeks vigor sebesar 0,75. Pada hari kelima, nilai indeks vigornya turun menjadi sebesar 0,6. Pada hari keenam, indeks vigornya sebesar 0,5. Pada hari terakhir pengamatan (hari ketujuh), indeks vigornya sebesar 0,142857. Nilai indeks vigor menunjukkan nilai keserempakkan biji untuk berkecambah. Semakin besar nilai indeks vigor pada hari ke-n, semakin banyak pula jumlah biji yang berkecambah pada hari tersebut. Biji saga kontrol mulai berkecambah pada hari kelima. Nilai indeks vigornya sebesar 0,2. Biji terus berkecambah sampai hari terakhir pengamatan. Indeks vigornya lebih kecil dari indeks vigor biji perlakuan mekanis. Pada hari terakhir, biji saga dari dua jenis perlakuan tersebut memiliki nilai indeks vigor yang sama, yaitu sebesar 0,142857. Artinya jumlah biji yang berkecambah pada hari ketujuh sama. Indeks vigor biji saga perlakuan mekanis yang lebih besar dari indeks vigor biji saga kontrol menunjukkan bahwa biji saga perlakuan mekanis lebih mudah berkecambah. Hasil yang diperoleh telah sesuai dengan teori. Biji saga diberi perlakuan mekanis berupa

pengikisan/pembuangan sebagian kulit biji, biji saga lebih cepat berkecambah daripada biji saga yang hanya direndam air. Sebagian kulit biji yang dihilangkan melalui usaha skarifikasi akan memudahkan proses imbibisi air oleh biji. Dari hasil pengamatan, dapat dianggap bahwa kulit biji merupakan salah satu faktor penghambat perkecambahan biji saga sehingga usaha mekanis (skarifikasi) akan membuat biji lebih cepat berkecambah.

Indeks Vigor
0.35 0.3 Indeks vigor 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0 1 2 3 4 Hari ke5 6 7 3 menit 6 menit 9 menit Kontrol

Gambar 4.2 Grafik indeks vigor biji saga perlakuan mekanis (perendaman dengan H2SO4 pekat) dan kontrol (air)

Grafik di atas merupakan grafik yang menunjukkan besarnya indeks vigor setiap variasi perlakuan khemis dan kontrol per harinya. Dari grafik tersebut, dapat diketahui pada perlakuan khemis, indeks vigor terbesarnya ada pada perlakuan 6 menit, setelah itu disusul oleh indeks vigor perlakuan 3 menit, dan indeks vigor terkecil yaitu perlakuan 9 menit. Dari variasi lama perendaman tersebut, hasil yang diperoleh telah sesuai dengan teori. Perendaman selama 3 menit ke dalam larutan H2SO4 pekat belum cukup untuk memecah faktor dormansi biji saga. Hal tersebut terlihat pada nilai indeks vigornya. Biji dengan perlakuan perendaman selama 3 menit hanya berkecambah pada hari kelima dengan indeks vigor sebesar 0,2. Nilai tersebut cukup kecil jika dibandingkan dengan nilai indeks vigor biji saga perlakuan perendaman 6 menit. Perendaman biji saha selama 9 menit ke dalam larutan H2SO4 pekat terlalu lama sehingga menyebabkan embrio biji saga rusak. Hal tersebut dapat disimpulkan dari besarnya nilai indeks vigor perkecambahan biji saga. Indeks vigornya nol. Tidak ada biji yang berkecambah selama tujuh hari pengamatan. Perendaman biji saga ke dalam larutan H2SO4 pekat selama 6 menit merupakan waktu perendaman yang ideal. Kulit biji yang keras menjadi lebih lunak sehingga air dapat menembus kulit biji tanpa merusak embrio biji dan perkecambahan pun dapat berlangsung. Hal tersebut dapat disimpulkan dari nilai indeks vigornya yang terbaik. Pada perlakuan tersebut, banyak biji saga yang berhasil berkecambah. Dengan kata lain, faktor penyebab dormansi biji saga telah mampu dipecahkan dengan perlakuan khemis. Pada grafik tersebut juga terlihat adanya kejanggalan. Indeks vigor biji saga dengan perlakuan kontrol (perendaman dalam air) menunjukkan hasil lebih besar dari perlakuan khemis.

Hal tersebut tidak sesuai teori. Biji saga kontrol tidak mendapat perlakuan pemecahan dormansi, tetapi indeks vigornya lebih tinggi dari biji yang diberi perlakuan pemecahan dormansi.

Gaya Berkecambah
25% Gaya berkecambah 20% 15% 10% 5% 0% 3 Menit 6 Menit 9 Menit Kontrol Perlakuan

Gambar 4.3 Gaya berkecambah biji saga perlakuan khemis (perendaman dengan H2SO4 pekat) dan kontrol (air)

Dari histogram di atas, dapat diketahui gaya berkecambah terbesar hari terakhir pada biji saga perlakuan khemis dimiliki oleh perlakuan perendaman 6 menit. Pada akhir pengamatan, jumlah biji berkecambah terbanyak ada pada perlakuan perendaman 6 menit sehingga gaya berkecambahnya terbesar. Nilai gaya berkecambah menunjukkan besarnya kesuksesan suatu benih untuk berkecambah. Besarnya GB berbanding lurus dengan banyaknya biji yang berkecambah. Pada perlakuan perendaman 6 menit, faktor penghambat perkecambahan telah berhasil dihilangkan sehingga biji-biji saga mampu berkecambah. Pada perlakuan perendaman 3 menit, biji yang berkecambah tidak sebanyak biji yang direndam selama 6 menit. Hal ini dikarenakan proses pemecahan dormansi biji saga tidak sempurna. Pada perlakuan perendaman 9 menit, gaya berkecambahnya 0%, menunjukkan bahwa proses pemecahan dormansi gagal/tidak berhasil.

Gaya Berkecambah
Gaya berkecambah 50% 40% 30% 20% 10% 0% Mekanis Perlakuan Kontrol

Gambar 4.4 Gaya berkecambah biji saga perlakuan mekanis dan kontrol (air)

Pada histogram di atas, dapat diamati perbandingan gaya berkecambah antara biji saga yang diberi perlakuan mekanis dengan biji saga kontrol. Terdapat perbedaan yang sangat menyolok. Pada perlakuan mekanis 43% biji berkecambah sedangkan pada kontrol hanya 9% biji yang berkecambah. Hal tersebut dapat terjadi karena pada kontrol, biji saga tidak mendapat perlakuan pemecahan dormansi biji sehingga biji-biji tersebut sukar berkecambah. Lain halnya dengan biji saga yang diberi perlakuan mekanis. Bagian tepi biji yang diamplas memudahkan proses imbibisi air oleh biji. Ketika air dapat diserap biji, perkecambahan dapat segera berlangsung.

V.

KESIMPULAN

1. Dormansi biji disebabkan oleh banyak faktor, di antaranya impermeabilitas kulit biji, embrio yang rudimenter, embrio yang dorman, kulit biji yang keras, dan keberadaan zat penghambat. 2. Perlakuan mekanis dan khemis merupakan upaya pemecahan dormansi biji saga. Ketika biji saga diamplas atau direndam dalam H2SO4, faktor penghambat perkecambahannya hilang sehingga biji saga dapat mulai berkecambah.

DAFTAR PUSTAKA Abenavoli, M. R., G. Cacco, A. Sorgana, R. Marabottini, A. R. Paolacci, M. Ciaffi, and M. Badini. 2006. The inhibitory effects of coumarin on the germination of durum wheat (Triticum turgidum ssp. durum, CV. Simeto) seeds. Journal of Chemical Ecology 32 : 489-506. Anonim. 2004. Tanaman Obat. <http://www.iptek.net.id/ind/pd_tanobat/view.php?id=20>. Diakses tanggal 24 Maret 2013. Campbell, N. A., J. B. Reece, and L. G. Mitchell. 2003. Biologi Jilid 2 (Biology, alih bahasa : W. Manalu). Edisi ke-2. Erlangga, Jakarta. Harjadi, M. M. S. S. 1988. Pengantar Agronomi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Hartmann, H. T., D. E. Kester, F. E. Davies, and R. Geneve. 2001. Plant Propagation : Principles and Practices. 7th edition. Prentice-Hall Inc., New Jersey. Hasanah, M. dan D. Rusmin. 2006. Teknologi pengelolaan benih beberapa tanaman obat di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 25 : 68-73. Hidayat, E. B. 1995. Anatomi Tumbuhan Berbiji. Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Anda mungkin juga menyukai