Anda di halaman 1dari 12

Skip to content

MIFTACHUROHMAN
Known as Mifta Chu
Facebook Linkedin Instagram YouTube Pinterest
Menu
Search for:

Dasar-Dasar Agronomi, Laporan Praktikum

Laporan Praktikum Dasar-Dasar


Agronomi Acara V: Pemecahan
Dormansi dan Zat Penghambat
Perkecambahan Biji
May 12, 2017 | by miftachurohman

ACARA V
PEMECAHAN DORMANSI DAN ZAT PENGHAMBAT PERKECAMBAHAN
BIJI

TUJUAN

1. Mengetahui penyebab terjadinya dormansi biji.


2. Mengetahui pengaruh perlakuan mekanis dan khemis terhadap perkecambahan biji
berkulit keras.

TINJAUAN PUSTAKA

Benih merupakan komponen teknolologi kimiawi biologis pada setiap musim tanam
untuk komoditas tanaman pangan. Benih dari segi teknologi diartikan sebagai
organisme mini hidup dalam keadaan “istirahat” atau dorman yang tersimpan dalam
wahana tertentu yang digunakan sebagai penerus generasi. Benih dikatakan dorman
apabila benih tersebut sebenarnya hidup tapi tidak berkecambah walaupun diletakkan
pada keadaan yang secara umum telah memenuhi persyaratan bagi suatu
perkecambahan (Sutopo,2002).
Perkecambahan pada dasarnya adalah pertumbuhan embrio atau bibit tanaman,
sebelum berkecambah tanaman relatif kecil dan dorman. Perkecambahan ditandai
dengan munculnya radicle dan plumule. Biasanya radicle keluar dari kulit benih, terus
ke bawah dan membentuk sistem akar. Plumule muncul ke atas dan membentuk sistem
tajuk. Pada tahap ini proses respirasi mulai terjadi. (Edmond et al., 1957).

Biji yang dorman biasanya mempunyai kondisi fisiologis tertentu yaitu aktivitas
metabolisme dalam tingkat minimal, mengalami dehidrasi sebagian dan tidak
melakukan sintesis. Perkecambahan biji dapat dihambat dengan ketidakhadiran dari
beberapa faktor eksternal yang sangat dibutuhkan seperti ketidakhadiran air, suhu,
komposisi udara yang tepat. Meskipun demikian banyak pula biji yang telah
ditempatkan pada kondisi lingkungan yang sesuai untuk perkecambahan namun tidak
berkecambah. Hal ini lebih disebabkan faktor internal. Hal ini dapat karena embrio biji
yang belum masak, kulit biji yang impermeable terhadap air dan gas, penghambat
pertumbuhan embrio karena mekanik, membutuhkan persyaratan khusus seperti suhu
dan cahaya atau karena adanya substansi atau zat penghambat perkecambahan
(Bagyoastuti, 2004).

Variasi umur benih suatu tanaman sangatlah beragam, namun juga bukan berarti
bahwa benih yang telah masak akan hidup selamanya seperti kondisi penyimpanan
selalu mempengaruhi daya hidup benih. Meningkatnya kelembaban biasanya
mempercepat hilangnya daya hidup. Walaupun beberapa biji dapat hidup lebih lama
dalam air. Penyimpanan dalam botol atau di udara terbuka pada suhu sedang sampai
tinggi menyebabkan biji kehilangan air dan sel akan pecah bilabiji diberi air. Pecahnya
sel melukai embrio dan melepaskan hara yang merupakan bahan yang baik bagi
pertumbuhan pathogen penyakit. Tingkat oksigen normal umumnya mempengaruhi
dan merugikan masa hidup biji. Kehilagan daya hidup terbesar bila benih disimpan
dalam udara lembab dengan suhu 3500  atau lebih (Dwijoseputro,1985).

Dormansi perimer merupakan bentuk dormansi yang paling umum dan terdiri atas dua
macam yaitu dormansi eksogen dan endogen. Dormansi eksogen adalah kondisi dimana
kondisi persyaratan penting untuk perkecambahan (air, cahaya,suhu) tidak tersedia
bagi benih sehingga gagal berkecambah. Tipe dormansi ini biasanya berkaitan dengan
sifat fisik kulit benih (seed coat). Tetapi kondisi cahaya ideal dan stimulus lingkungan
lainnya untuk berkecambah mungkin tidak tersedia. Faktor-faktor penyebab dormansi
eksogen adalah air, gas, dan hambatan mekanis. Benih yang impermeabel terhadap air
dikenal dengan benih keras (hard seed). Metode pematahan dormansi eksogen yaitu :
(1) skarifikasi mekanis untuk menipiskan testa, pemanasan, pendinginan (chilling),
perendaman dalam air mendidih, pergantian suhu drastis, namun temperatur tinggi
jarang digunakan untuk memecahkan dormansi benih, karena biasanya temperatur
tinggi malah meningkatkan dormansi benih daripada memperbaiki perkecambahannya
(Leopold et al.,1975),(2) skarifikasi kimia untuk mendegradasi testa, yaitu asam sulfat.
Untuk testa yang mengandung senyawa tidak larut air yang menghalangi masuknya air
ke benih, maka pelarut organik tersebut (alkohol dan aseton) dapat digunakan untuk
melarutkan dan memindahkan senyawa tersebut sehingga benih dapat berkecambah
(Soejadidan,2002).
Menurut Bradbeer (1989), mekanisme dormansi dapat dibedakan pada dua lokasi yang
berbeda yaitu penutup embrio dan embrio. Dormansi yang disebabkan penutup embrio
diantaranya pertukaran gas terhambat, penyerapan air terhambat, penghambatan
mekanis, inhibitir di dalam penutup embrio dan kegagaan dalam memobilisasi
cadangan makanan dari endosperm. Sementara dormansi embrio di antaranya embrio
belum berkembang dan berdiferensiasi pemblokiran sintesa asam nukleat dan protein
kegagalan dalam memobilisasi cadangan makanan dari embrio defisiensi zat pengatur
tumbuh adanya inhibitor.

Benih non dorman dapat mengalami kondisi yang menyebabkan menjadi dorman.
Penyebabnya kemungkinan benih terekspos kondisi yang ideal untuk terjadinya
perkecambahan satu yang tidak terpenuhi, misalnya saja perubahan fisik yang terjadi
pada kulit biji yang mengakibatkan kekeringan yang berlebih sehingga pertukaran gas-
gas pada saat imbibisi menjadi lebih terbatas (Nutile et al.,2006).

METODE PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Praktikum Dasar-dasar Agronomi acara V yang berjudul “Pemecahan Dormansi dan Zat
Penghambat Perkecambahan Biji” dilaksanakan pada tanggal 9 Mei 2013 di
Laboratorium Manajemen dan Produksi Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian,
Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Bahan yang digunakan
adalah biji saga (Abrus precatorius), H2SO4 pekat, kertas filter, dan aquades. Alat yang
digunakan adalah cawan petridish, pinset, amplas, dan pipet tetes.

Percobaan ini dibagi atas tiga perlakuan yaitu kimiawi, mekanis, dan kontrol. Pada
perlakuan kimiawi, biji saga dimasukkan ke larutan H2SO4 pekat selama 3 menit, 6
menit, dan 9 menit, setiap perlakuan terdiri atas 10 biji saga. Sembari ditunggu, cawan
petridish disiapkan dengan diberi tanda dan kertas saring yang dibasahi dengan air.
Setelah biji saga direndam, lalu biji saga direndam dalam air selama 1 menit, kemudian
ditata di petridish tersebut. Pada perlakuan mekanis, biji saga diamplas sisi tepinya lalu
ditata pada cawan petridish yang telah diberi dengan kertas saring, lalu dibasahi dengan
air. Pada perlakuan kontrol, biji saga tanpa perlakuan apa-apa diletakkan di cawan
petridish yang telah diberi kertas saring dan dibasahi dengan air. Pengamatan biji tang
berkecambah dilakukan selama 2 minggu. Kemudian dihitung gaya berkecambah dan
indeks vigornya dengan rumus:

GB = Σ biji yang berkecambah sampai hari ke- n  x 100%

Σ biji yang dikecambahkan

IV = Σ biji yang berkecambah pada  hari ke- n hari pengamatan

kemudian dibuat histogram dari gaya berkecambah dan grafik dari indeks vigor.
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
HASIL PENGAMATAN

Tabel 1. Gaya Berkecambah Saga (Abrus precatorius)

Perlakuan Gaya berkecambah

H2SO4 3  menit 40%

H2SO4 6  menit 25%

H2SO4 9  menit 38%

Kontrol 15%

Amplas 65%

Tabel 2. Indeks Vigor Saga (Abrus precatorius)

Perla-kuan Hari Pengamatan

  1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

H2SO4 3  menit 0 0 0 0,05 0 0,03 0,05 0,07 0,13 0,08 0 0,05 0,12 0,07

H2SO4 6  menit 0 0 0 0 0,04 0,07 0,03 0,02 0,06 0,06 0,24 0,02 0,03 0,03

H2SO4 9  menit 0 0,17 0,17 0 0,00 0,43 0,20 0,05 0,06 0,04 0,07 0,05 0,06 0,09

Kontrol 0 0 0 0 0,33 0 0 0 0,04 0 0 0 0,02 0

Amplas 0 0 0 0 0,23 0,72 0,55 0,32 0,15 0,34 0,34 0,15 0,13 0,13
PEMBAHASAN

Dormansi adalah suatu penundaan pertumbuhan selama periode tertentu, keadaan ini
ditemukan pada biji, tunas, umbi, atau rizom. Bagian tanaman tersebut tetap variable,
terjadi reduksi aktivitas metabolisme dan hal ini sangat erat hubungannya dengan
factor luar yang sangat berpengaruh untuk terjadi dormansi. Benih dikatakan dorman
bila dia tidak mampu berkecambah meskipun dalam kondisi lingkungan yang optimum
bagi perkecambahan. Penyebab dormansi suatu benih pada umumnya terkait dengan
sifat morfologi dan fisiologi benih tersebut. Faktor dalam yang mempengaruhi dormansi
antara lain adalah senyawa-senyawa tertentu yang bersifat sebagai penghambat. Zat
penghambat adalah suatu zat yang menyebabkan suatu biji menjadi dorman, dalam hal
ini termasuk asam sianida, amoniak, kafein, etilen, coumarin, dan lain-lain. Faktor lain
yang mempengaruhi perkecambahan biji yaitu kulit biji yang keras, kulit biji yang
imperbeabel, impermeabel terhadap air dan oksigen, embrio yang tidak sempurna dan
dan belum dewasa.

Suatu biji dikatakan dorman apabila biji itu tidak berkecambah meskipun keadaan
dalam dan luar biji memungkinkan untuk berlangsungnya suatu perkecambahan.
Adanya dormansi ternyata tidak hanya memberikan pengaruh negatif terhadap
perkembangan suatu biji namun juga memberikan pengaruh positif. Pengaruh positif
adanya dormansi adalah kemampuan mempertahankan daya hidup biji dalam usaha
penyebaran tumbuhan. Sedangkan pengaruh negatifnya yaitu waktu yang lama dalam
perkecambahan. Jadi pematahan dormansi berguna untuk mempercepat proses
perkecambahan suatu biji.  

Pengaruh zat penghambat dapat dihilangkan dengan mencuci atau merendam biji
dalam air, memperlakukan biji dengan bermacam-macam suhu pada interval yang agak
luas, pemberian khemikalia, dan hilang sendiri akibat penebaran di dalam tanah dan
juga penetralan oleh zat-zat kimia yang ada di dalam tanah. Berikut adalah cara-cara
pemecahan dormansi biji:

1. Dengan perlakuan mekanis. Diantaranya yaitu dengan Skarifikasi.


Skarifikasi mencakup cara-cara seperti mengkikir/menggosok kulit biji dengan kertas
amplas, melubangi kulit biji dengan pisau, memecah kulit biji maupun dengan
perlakuan goncangan untuk benih-benih yang memiliki sumbat gabus. Tujuan dari
perlakuan mekanis ini adalah untuk melemahkan kulit biji yang keras sehingga lebih
permeabel terhadap air atau gas.
2. Dengan perlakuan kimia.
Tujuan dari perlakuan kimia adalah menjadikan agar kulit biji lebih mudah dimasuki air
pada waktu proses imbibisi. Larutan asam kuat seperti asam sulfat, asam nitrat dengan
konsentrasi pekat membuat kulit biji menjadi lebih lunak sehingga dapat dilalui oleh air
dengan mudah. Sebagai contoh perendaman benih ubi jalar dalam asam sulfat pekat
selama 20 menit sebelum tanam.
1. Perendaman benih padi dalam HNO3 pekat selama 30 menit.
2. Pemberian Gibberelin pada benih terong dengan dosis 100 – 200 PPM.Bahan
kimia lain yang sering digunakan adalah potassium hidroxide, asam hidrochlorit,
potassium nitrat dan Thiourea. Selain itu dapat juga digunakan hormon tumbuh
antara lain: Cytokinin, Gibberelin dan iuxil (IAA).
3. Perlakuan perendaman dengan air.
Perlakuan perendaman di dalam air panas dengan tujuan memudahkan penyerapan air
oleh benih. Caranya yaitu : dengan memasukkan benih ke dalam air panas pada suhu 60
– 70 0C dan dibiarkan sampai air menjadi dingin, selama beberapa waktu. Untuk benih
apel, direndam dalam air yang sedang mendidih, dibiarkan selama 2 menit lalu diangkat
keluar untuk dikecambahkan.
4. Perlakuan dengan suhu.
Cara yang sering dipakai adalah dengan memberi temperatur rendah pada keadaan
lembab (Stratifikasi). Selama stratifikasi terjadi sejumlah perubahan dalam benih yang
berakibat menghilangkan bahan-bahan penghambat perkecambahan atau terjadi
pembentukan bahan-bahan yang merangsang pertumbuhan. Kebutuhan stratifikasi
berbeda untuk setiap jenis tanaman, bahkan antar varietas dalam satu famili.
5. Perlakuan dengan cahaya.
Cahaya berpengaruh terhadap prosentase perkecambahan benih dan laju
perkecambahan. Pengaruh cahaya pada benih bukan saja dalam jumlah cahaya yang
diterima tetapi juga intensitas cahaya dan panjang hari.

Metode untuk mematahkan dormansi dalam praktikum ini adalah dengan perlakuan
mekanis, khemis (dengan H2SO4), dan pengaruh cairan daging buah (coumarin).
Perlakuan mekanis dengan cara mengamplas tepi biji, hal ini dilakukan  untuk
melemahan kulit biji sehingga terbentuklah celah atau lubang untuk memudahkan air
dan udara melakukan aliran yang mendorong perkecambahan dan sebagai tempat
keluar embrio untuk melakukan pertumbuhan.

Pada perlakuan khemis yaitu dengan perendaman biji dalam larutan H2SO4, perlakuan
khemis lebih efisien bila dibandingkan dengan perlakuan mekanis yang memakan
waktu dan tenaga terutama pada perkecambahan secara besar-besaran. Namun sisi
buruk pada perlakuan khemis yaitu bila dosisnya berlebihan dan dalam menjalankan
metode pelaksanaan tidak cermat, maka akan menghambat proses perkecambahannya.
Kulit biji sangat peka terhadap pengaruh luar, sehingga hambatan proses
perkecambahan disebakan oleh bahan kimia tersebut yang keras.

Gaya berkecambah suatu biji adalah banyaknya biji yang berkecambah dari sejumlah
biji yang dikecambahkan, dinyatakan dalam persen dalam waktu tertentu. Waktu
tersebut berbeda untuk masing-masing jenis biji. Biji disebut murni apabila biji-biji
tersebut berasal dari varietas serta memiliki bentuk, warna, ukuran yang sama. Gaya
berkecambah merupakan salah satu tolok ukur untuk mengetahui apakah biji masih
mampu berkecambah atau tidak. Sedangkan kecepatn berkecambah suatu biji ialah
banyaknya biji yang berkecambah dari sejumlah biji murni yang dikecambahkan dalam
waktu yang lebih pendek daripada untuk penentuan gaya berkecambah.
Ga
mbar 1. Grafik Indeks Vigor Biji Saga (Abrus precatorius)

Berdasarkan grafik tersebut, indeks vigor terendah ada pada perlakuan kontrol.
Diatasnya ada perlakuan H2SO4 9  menit , lalu H2SO4 3  menit, kemudian  H2SO4 6
menit. Indeks vigor tertinggi ada pada perlakuan biji saga yang diamplas. Hal ini sudah
terlihat dari hari pengamatan kedua. Pada perlakuan pengamplasan biji pada hari
kedua, indeks vigornya paling tinggi namun setelah itu turun drastis. Perlakuan ini
efektif dalam mempercepat perkecambahan. Perlakuan khemis dipandang lebih efektif
dan efisien karena dapat dilakukan dalam jumlah besar dan dalam waktu yang cukup
singkat. Namun dalam perlakuan ini perlu diperhatikan konsentrasi/dosis bahan kimia
yang digunakan karena sifat bahan kimia yang keras, juga karena kulit biji yang sangat
peka terhadap pengaruh dari luar. Perlakuan khemis dengan H2SO4 dapat
menghentikan dormansi biji saga, namun apabila kondisi biji saga yang kurang baik,
maka H2SO4 dapat masuk ke biji saga dan dapat menyebabkan rusaknya embrionya.
Penggunaan amplas memang aman dan dapat menghentikan masa dormansi biji saga,
namun membutuhkan waktu lama dalam proses pengamplasan.
Ga
mbar 2. Gaya Berkecambah Saga (Abrus precatorius)

Berdasarkan histogram di atas, gaya berkecambah paling tinggi ada pada perlakuan
amplas, sedangkan yang terendah pada perlakuan kontrol. Hal tersebut terjadi karena
air sulit masuk ke dalam biji saga dengan kulit yang keras dan permeabel. Sedangkan
pada perlakuan amplas, iar dapat lebih mudah masuk ke dalam biji saga untuk
membantu mengakhiri dormansi biji. Kulit biji saga yang keras sudah dihilangkan
beberapa bagian, sehingga air memperoleh jalan untuk masuk ke dalam biji. Untuk
perlakuan khemis, gaya berkecambah tertinggi pada perlakuan perendaman 3 menit.
Hal tersebut terjadi karena  H2SO4 yang sangat kuat, sehingga tidak membutuhkan
waktu lama untuk merusak kulit biji saga yang keras. Namun bila perendaman terlalu
lama, dapat berakibat merusak embrio biji saga.

KESIMPULAN
Dari percobaan tersebut dapat disimpulkan :

1. Penyebab dormansi biji yaitu karena adanya kulit biji bersifat impermeable terhadap air
dan O2 serta keberadaan cairan buah yang menghambat perkecambahan. Zat
Penghambat yang terdapat dalam cairan buah bersifat reversible, yaitu pada kadar
rendah memacu perkecambahan dan pada kadar tinggi menghambat perkecambahan.
2. Perlakuan mekanis, misalnya pengamplasan pada kulit biji berfungsi untuk mengurangi
sifat impermeable kulit biji, sehingga proses imbibisi dapat belangsung lancar dan biji
dapat berkecambah. Perlakuan khemis pada biji dapat mengatasi masalah dormansi biji,
dalam praktikum ini yaitu dengan perendaman dengan H2SO4 pada dosis yang tepat
agar membuka jalan untuk masuknya air ke dalam biji dan agar tidak merusak embrio
dalam biji.

DAFTAR PUSTAKA

Bradbeer J.W.1989.SeedDormancy and Germination.Champman and Hall,New York.

Bagyoastuti,D.S.2004.Pengaruh berbagai zat pengatur tumbuh terhadap waktu


dormansi dan perkecambahan biji. Agromedia 22: 23-30.

Dwijoseputro.1985.Pengantar Fisiologi Lingkungan Tanaman.Gadjah Mada University


Press,Yogyakarta.

Edmond,J.B.,T.L. Senn dan F. S. Andrews.1957.Fundamentals of Horticulture.Mc


Grown – Hill Book Company.New York.476p.

Leopold,A.C. and P.E.Kriedemann.1975.Planth Growth and Develompment.Mc-Graw


Hill Book Co.Ltd,New Delhi.

Nutile,G.E.andWoodstock,L.W.2006.The influence of dormancy-inducing dessication


treatments on the respiration and germinationon of Sorghum.Physiologia Plantarum
20:554-561.

Soejadidan,U.S.Nugraha.2002.Pengaruh Perlakuan Pematahan Dormansi Terhadap


Gaya Berkecambah.Industri Benih,Jakarta.

Ulfa,Syarifah Widya.2010.Dormansi Biji.<


http://biologimaterial.blogspot.com/2010/09/dormansi-penuaan-dan-
mati.html>.Diakses 26 Mei 2013 pukul 11.50.

 acar v, dasar-dasar agronomi, dormansi, Laporan praktikum, perkecambahan, zat pengatur


tumbuh

Post navigation
PreviousLaporan Praktikum Dasar-Dasar Agronomi Acara II: Media Tanam
NextKOMUNIKASI DALAM ORGANISASI
Author: miftachurohman
Hi! I am Mifta Chu a.k.a Miftachurohman. I am a student and designer currently living in
Yogyakarta, Indonesia. My interests range from design to entrepreneurship. I am also interested
in gardening, cooking, and arts. If you’d like to get in touch, feel free to say hello through email
to miftachurohman@mail.ugm.ac.idView all posts by miftachurohman

Leave a Reply
Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment
Name: *
Email *
Website

 Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Categories

 Agendas

 Agriculture

 Aktivitas Laboratorium

 Dasar-Dasar Agronomi

 Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan

 Dasar-Dasar Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian

 Epidemiologi Penyakit Tumbuhan

 Identifikasi Hama Tanaman

 Laporan Praktikum

 Makalah

 Mikologi Pertanian
 Nematologi Pertanian

 Paper

 Patogen Tumbuhan

 Pemuliaan Tanaman

 Student Hack

 Tugas Kuliah

 Uncategorized

Search
Search for:

Recent Posts

 A Slice Story from Committee: University Consortium Executive Board Meeting


 Reuni Akbar HPT Faperta UGM 2018
 laporan Praktikum Identifikasi Hama Tanaman: Hama Pada Tanaman Hortikultura dan
Palawija
 Cara Membuat Potato Dextrose Agar (PDA)
 Laporan Praktikum Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman Acara II: Pengamatan Polen dan
Kantung Embrio

Search for:

 Home

 Blog

 Works

 Store

 About
 

 Contact

Proudly powered by WordPress | Theme: ajaira by rakib.


We use cookies to ensure that we give you the best experience on our website. If you continue to use this
site we will assume that you are happy with it. Accept

Anda mungkin juga menyukai