Kelas : 01 (Rabu/10.00-11.40)
Asisten : 1. Ulfa Mahera
2. Utary Mayang Vagita
PEMATAHAN DORMANSI
Disusun Oleh :
Kelompok 4
NAMA : NIM :
Jilan Vida Rana Nst 1705101050005
Nabilah Balqis 1705101050020
Putri Alfarrah Dhifa 1705101050044
Noni Nirmala 1705101050057
Irla Deskya K. 1705101050077
Dormansi biji adalah status dimana suatu benih tidak dapat berkecambah walaupun pada
kondisi lingkungan yang ideal untuk proses perkecambahan. Mekanisme dormansi terjadi
pada benih baik secara fisik maupun fisiologi termasuk di dalammnya dormansi primer dan
sekunder. Dormansi primer merupakan suatu bentuk dormansi yang paling umum yaitu
dormansi eksogen dan dormansi endogen. Dormansi eksogen adalah kondisi dimana
persyaratan penting untuk perkecambahan seperti air, cahaya dan suhu tidak tersedia sehingga
benih gagal berkecambah, sedangkan dormansi sekunder merupakan perkecambahan oleh
suhu atau termodormancy (Bradbeer, 1991).
Benih yang mengalami dormansi ditandai oleh rendahnya atau tidak adanya proses
imbibisi, proses respirasi tertekan atau terhambat, rendahnya proses mobilisasi cadangan
makanan dan rendahnya proses metabolisme cadangan makanan. Kondisi dormansi mungkin
dibawa sejak benih masak secara fisiologis ketika masih berada pada tanaman induknya atau
mungkin selain benih tersebut terlepas dari tanaman induknya. dormansi benih dapat
disebabkan oleh keadaan fisik dari kulit biji dan keadaan fisiologis dari embrio atau bahkan
kombinasi dari kedua keadaan tersebut (Mugnisjah, 1990).
Dormansi benih sendiri dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain oleh struktur
benih itu sendiri misalnya kulit benih, braktea, gluma, perikarp dan membran yang
menyebabkan adanya impermeabilitas pada kulit benih terhadap air dan gas (oksigen). Selain
itu dapat pula disebabkan oleh embrio yang belum tumbuh secara sempurna, hambatan
mekanis kulit benih terhadap pertumbuhan embrio, belum terbentuknya zat pengatur tumbuh
atau karena ketidakseimbangan antara zat penghambat dengan zat-zat pengatur tumbuh di
dalam embrio. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi
klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai
proses perkecambahannya (Saleh, 2004).
Adapun faktor yang mempengaruhi perkecambahan selanjutnya adalah berat dan ukuran
benih. Benih dengaan berat dan ukuran yang besar umumnya memiliki cadangan makanan
yang banyak dalam kotiledonnya. Cadangan makanan ini digunakan embrio sebagai energi
untuk perkecambahan. Oleh karena itu kecepatan pertumbuhan kecambah dipengaruhi oleh
faktor ini. Berat benih berpengaruh terhadap kecepatan pertumbuhan karena berat benih
menentukan besarnya kecambah (Sutopo, 2002).
Benih mengkudu merupakan benih yang bermasalah perkecambahannya, karena selain
lamanya benih berkecambah persentase berkecambahnya juga rendah. Benih mengkudu
dibungkus oleh suatu lapisan atau kantong biji sehingga benih mengkudu memiliki kulit yang
keras, benih seperti ini biasanya bersifat dorman. Untuk mengatasi dormansi tersebut dapat
dilakukan dengan perlakuan mekanis (skarifikasi) pada kulit biji lebih efektif dalam mengatasi
dormansi biji. Dengan merendam benih dalam air panas sampai air mendingin dan skarifikasi
kimiawi menggunakan asam keras guna melunakkan kulit biji (Sutopo, 1993).
III. METODOLOGI PRAKTIKUM
Perlakuan Hari ke-8 Hari ke-9 Hari ke-10 Hari ke-11 Hari ke-12 Hari ke-13 Hari ke-14
(13/03) (14/03) (15/03) (16/03) (17/03) (18/03) (19/03)
I II III I II III I II III I II III I II III I II III I II III
Kontrol 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Air 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Dingin
(24 jam)
Suhu 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Ruang (24
Jam)
Air 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Mendidih
Tabel 4.1.2. Pengamatan Jumlah Kecambah Normal Benih Mengkudu
Perlakuan Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-4 Hari ke-5 Hari ke-6 Hari ke-7
(6/03) (7/03) (8/03) (9/03) (10/03) (11/03) (12/03)
I II III I II III I II III I II III I II III I II III I II III
Kontrol 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Air 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Dingin
(24 jam)
Suhu 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Ruang (24
Jam)
Air 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Mendidih
(24 jam)
Perlakuan Hari ke-8 Hari ke-9 Hari ke-10 Hari ke-11 Hari ke-12 Hari ke-13 Hari ke-14
(13/03) (14/03) (15/03) (16/03) (17/03) (18/03) (19/03)
I II III I II III I II III I II III I II III I II III I II III
Kontrol 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Air 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Dingin
(24 jam)
Air Suhu 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Ruang (24
Jam)
Air 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Mendidih
(24 jam)
Tabel 4.1.3. Rerata Jumlah Benih Mengkudu Yang Kecambah Normal
Perlakuan (Lamanya Ulangan Total Benih Rerata
Waktu) I II III Berkecambah
Kontrol 0 0 0 0 0
Air Dingin (24 jam) 0 0 0 0 0
Air Suhu Ruang (24 0 0 0 0 0
Jam)
Air Mendidih (24 0 0 0 0 0
jam)
Total 0
4.2. Pembahasan
Hasil pengataman yang di lakukan selama satu minggu menunjukkan bahwa benih
mengkudu tidak dapat di patahkan dormansinya dengan metode perbedaan suhu perendaman
dan lamanya perendaman. Terlihat bahwa tidak ada satupun benih yang memperlihatkan
keadaan berkecambah. Tampak dari beberapa parameter yang di amati seperti potensi tumbuh,
kecambah normal, indeks vigor, keserempakan tumbuh, kecepatan tumbuh, T50, dan berat
kering kecambah normal tidak menunjukkan adanya pertumbuhan . Dari semua parameter
pengamatan , interaksi perbedaan suhu rendaman dan lama perendaman air berpengaruh tidak
nyata (tn). Hal ini disebabkan karena metode fisik yaitu perbedaan suhu air perendaman dan
lama perendaman tidak cocok di lakukan untuk benih mengkudu,sehingga belum dapat
melunakkan kulit benih mengkudu yang keras sehingga kulit benih masih tetap impermeable
terhadap air dan gas, sehingga metabolisme belum dapat berjalan dengan baik dan benih tidak
berkecambah. Selain itu, hal ini mungkin disebabkan oleh faktor internal maupuk eksternal
yang biasanya mempengaruhi proses perkecambahan seperti hal nya kematangan sebagian
benih yang belum matang fisiologis, ukuran benih yang tidak seragam, faktor genetik,
kekurangan air, suhu tidak optimal, oksigen, cahaya serta media tanam yang tidak steril.
Hasil uji sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi suhu air perendaman dan
lama perendaman tidak berpengaruh terhadap semua tolok ukur yang diamati. Hal ini di
karenakan benih mengkudu merupakan salah satu contoh benih yang bermasalah
dalam perkecambahannya, karena selain lamanya benih dapat berkecambah juga
persentasenya rendah (Prosea, 1992). Benih seperti itu biasanya bersifat dorman. Benih
dikatakan dorman apabila benih tersebut sebenarnya hidup tetapi tidak berkecambah
walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum dianggap telah memenuhi
persyaratan bagi suatu perkecambahan (Sutopo, 2004). Dormansi pada benih dapat
berlangsung selama beberapa hari, semusim, bahkan sampai beberapatahun tergantung
pada jenis tanaman dan tipe daridormansinya.Pertumbuhan tidak akan terjadi selama
benihbelum melalui masa dormansi-nya, atau sebelum dikenakan suatu perlakuan
khusus terhadap benih tersebut.
Biji mengkudu dibungkus oleh suatu lapisan atau kantong biji, sehingga benih
mengkudu memiliki kulit yang keras (Djauhariya et al., 2006). pembibitan mengkudu tanpa
perlakuan membutuhkan waktu 1 – 2 bulan untuk berkecambah. Untuk merangsang dan
mempercepat perkecambahan biji dapat menggunakan kalium nitrat (KNO3) dan hormon atau
zat pengatur tumbuh. Menurut Kartasapoetra (1986), kalium nitrat dapat melunakkan kulit biji
mempermudah air masuk ke dalam biji, sehingga mempercepat proses metabolisme. KNO3
berperan untuk mengaktifkan metabolisme sel dan mempercepat perkecambahan. Sehingga
pada praktikum ini di perlukan waktu pengamatan yang lebih lama untuk melihat
perkecambahan benih mengkudu.
Berdasarkan faktor penyebabnya, dormansi terbagi menjadi dua yaitu Imposed
dormancy (quiescence) dan Innate dormancy (rest). Imposed dormancy yaitu dormansi yang
disebabkan terhalangnya pertumbuhan aktif karena keadaan lingkungan yang tidak
menguntungkan, sedangkan Innate dormancy disebabkan oleh keadaan atau kondisi di dalam
organ-organ benih itu sendiri (Anonim, 2009). Dengan melihat fisik benih maka benih
mengkudu termasuk Innate dormancy (rest) dimana dormansi ini disebabkan oleh benih
memiliki kulit yang keras dan impermeabel sehingga menghambat terjadinya imbibisi air ke
dalam benih. Benih mengkudu secara alami memiliki masa dormansi yang cukup panjang,
yakni sekitar 6 bulan (Tadjoedin dan Iswanto, 2002). Hal tersebut terutama disebabkan oleh
kulit benih yang keras dan impermeabel sehingga menghambat terjadinya imbibisi air ke
dalam benih yang menyebabkan perkecambahan membutuhkan waktu yang lama. Penyebab
dormansi benih mengkudu antara lain adalah kerasnya kulit benih dan ketidakseimbangan
senyawa perangsang dan senyawa penghambat dalam memacu aktivitas perkecambahan benih.
Disamping itu meningkatnya senyawa asam kaproat dan asam kaprilat pada buah mengkudu
yang telah matang juga diduga sebagai penghambat perkecambahan, disisi lain senyawa asam
tersebut menimbulkan bau busuk ((Lemmens dan Soetjipto, 1992).
Benih hidup tetapi tidak berkecambah dimana faktor lingkungan menjadi faktor
pembatas disebut benih mengalami enforced dormancy. Menurut Murniati dapat
dikatakan bahwa benih mengkudu mengalami enforced dormancy bila ditanam pada
media pasir maupun arang sekam. Dormansi dapat dipandang sebagai salah satu
keuntungan biologis dari benih dalam mengadaptasikansiklus pertumbuhan tana-
man terhadap keadaan lingkungannya, baik musim maupun variasi-variasi yang kebetulan
terjadi. Sehingga secara tidak langsung benih dapat menghindarkan dirinya dari
kemusnahan alam (Sutopo, 2004).
Dormansi pada benih dapat disebabkan oleh keadaan fisik dari kulit biji,
keadaan fisiologis dari embrio, atau kombinasi dari kedua keadaan tersebut. Sebagai contoh
kulit biji yang impermeabel terhadap air dan gas sering dijumpai pada benih-benih
Leguminosae. Faktor yang menyebabkan hilangnya dormansi pada benih sangat
bervariasi tergantung pada jenis tanaman dan tentu saja tipe dormansinya, antara lain
yaitu karena temperatur yang sangat rendah dimusim dingin, perubahan temperatur yang
silih berganti, menipisnya kulit biji, hilangnya kemampuan untuk menghasilkan zat-
zat peng-hambat perkecambahan, adanya kegiatan dari mikroorganisme.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil praktikum dapat di berikan saran :
1. Perlu dilakukan penelitian dengan waktu perendaman yang berbeda dan suhu yang berbeda
pula.
2. Perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan perpaduan metode pematahan dormansi
secara fisik dan kimia.
DAFTAR PUSTAKA
Bradbeer, J.W. 1989. Seed Dormancy and Germination. Champan and Hall, New York.
146-147.
Lemmens and N. Wulijarni Soetjipto. 1992. Dye and tannin-produci plants. Plant Resource
of South East Asia (PROSEA) 3. Bogor 12 (3):195.
Mugnisjah, W. 1990. Pengantar Produksi Benih. Jakarta. Rajawali Press.
Murniati E. 2006. Pengaruh Jenis Media Perkecambahan dan Perlakuan Pra Perkecambahan
terhadap Viabilitas Benih Mengkudu (Morinda citrifolia L.) dan Hubungannya dengan
Sifat Dormansi Benih. Bul. Agron. (34) (2) 119 – 123 (2006).
Saleh, E. 2004. Dasar Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. Program Studi Produksi
Ternak. Fakultas Pertanian. Medan. Universitas Sumatera Utara.
Sutopo. 2002. Teknologi Benih. Rajawali Press. Jakarta.
Sutopo. 1993. Teknologi Benih Edisi Revisi Cetakan Ketiga. Rajawali Press. Jakarta.
Sutopo L. 2004. Teknologi Benih, ED. Revisi, Cet. 6. PT. Raja Grafindo. Jakarta.
Tadjoedin, H.T. dan H. Iswanto. 2002. Mengebunkan Mengkudu Secara Intensif. Agro Media.
Bogor.
LAMPIRAN