Anda di halaman 1dari 22

Makalah Teknologi Benih Lanjutan

Kelas : 01 (Rabu/10.00-11.40)
Asisten : 1. Ulfa Mahera
2. Utary Mayang Vagita

INVIGORASI BENIH
Oleh :
NAMA : Jilan Vida Rana Nasution
NIM : 1705101050005
Kelompok : 04

LABORATORIUM ILMU DAN TEKNOLOGI BENIH


JURUSAN AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM-BANDA ACEH
2020
BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Keberhasilan produksi tanaman salah satunya yaitu dengan adanya benih bermutu
atau benih unggul. Benih unggul akan mendukungi proses pertumbuhan dan
perkembangan tanamna yang optimal. Penanganan yang baik selama penyimpanan akan
mempertahankan daya simpan benih dengan baik, namun demikian proses deteriorasi atau
kemunduran merupakan proses yang pasti terjadi sehingga viabilitas benih menurun. Salah
satu cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan kembali vigor benih tanaman saat
akan ditanam adalah dengan perlakuan invigorasi.
Invigorasi yaitu perlakuan fisik, fisiologis, dan biokimia untuk mengoptimalkan
viabilitas benih sehingga benih mampu tumbuh cepat dan serempak pada kondisi yang
seragam (Basu dan Rudrapal, 1982). Invigorasi didefinisikan sebagai suatu perlakuan
pendahuluan pada benih melalui pengontrolan imbibisi air oleh potensial air yang rendah
dari media imbibisi. Selama invigorasi terjadi perbaikan fisiologi dan biokimia yang
berhubungan dengan peningkatan kecepatan tumbuh, peningkatan keserempakan
perkecambahan, dan peningkatan potensial perkecambahan (Khan, 1992). Salah satu cara
untuk memperbaiki kondisi benih yang telah mundur (deteorated) adalah dengan metode
invigorasi yang dapat memperbaiki kondisi benih yang telah menurun viabilitasnya.
Prinsip dasar perlakuan invigorasi adalah mempertahankan benih dalam keadaan
hidrasi sebagian selama periode tertentu sehingga perkecambahan seluruhnya tertunda.
Selama proses invigorasi proses imbibisi air diatur oleh potensial osmotik larutan, sehingga
mencegah munculnya radikula. Invigorasi diharapkan dapat memperbaiki perkecambahan
dan pertumbuhan kecambah saat tanam. Metode invigorasi meliputi hidrasi-dehidrasi,
osmoconditioning, dan matriconditioning (Nurmauli dan Nurmiaty, 2010). Priming ialah
teknik invigorasi benih yang merupakan suatu proses yang mengontrol proses hidrasi
dehidrasi benih untuk berlangsungnya proses-proses metabolik menjelang perkecambahan
(Haris et al., 2004).
Murray dan Wilson (1987) melaporkan kemunduran benih dapat dikendalikan
dengan cara "invigorasi" melalui proses hidrasi-dehidrasi. Menurut Khan (1992) perlakuan
pada benih adalah untuk memobilisasi sumber-sumber energi yang ada dalam benih untuk
bekerja sama dengan sumber-sumber energi yang ada di luar atau di lingkungan tumbuh
untuk menghasilkan pertanaman dan hasil yang maksimal.
Perlakuan benih yang telah dikenal antara lain presoaking dan conditioning.
Menurut Khan (1992) presoaking adalah perendaman benih dalam sejumlah air pada suhu
rendah sampai sedang, sedangkan conditioning adalah peningkatan mutu fisiologi dan
biokimia (berhubungan dengan kecepatan dan perkecambahan, perbaikan serta
peningkatan potensial perkecambahan) dalam benih oleh media imbibisi potensial air yang
rendah (larutan atau media padatan lembab) dengan mengatur hidrasi dan penghentian
perkecambahan. Conditioning dimulai saat benih mengimbibisi pada media imbibisi yang
berpotensial air rendah. Setelah keseimbangan air tercapai selanjutnya kandungan air
dalam benih dipertahankan. Conditioning dapat meningkatkan potensial perkecambahan,
kemampuan tumbuh dan produksi di lapang.
Perlakuan conditioning ada dua macam yaitu osmoconditioning dan
matriconditioning. Osmoconditioning yaitu penambahan air secara terkontrol dengan
menggunakan larutan garam yang memiliki potensial osmotik rendah dan potensial matrik
yang dapat diabaikan. Sedangkan perlakuan matriconditionig yaitu penambahan air secara
teratur selama penghambatan perkecambahan pada media padatan yang memiliki potensial
matrik rendah dan potensial osmotik yang dapat diabaikan (Khan, 1992). Khan et
al.,  (1992) menyatakan bahwa perlakuan invigorasi  benih dapat memperbaiki sel-sel vital
benih terutama benih yang mempunyai vigor rendah dan sedang.

1.2. Tujuan Praktikum


Adapun tujuan dari makalah tentang invigorasi benih ini yaitu:
1. Untuk mengetahui apa itu invigorasi benih serta metode yang terdapat pada invigorasi
benih.
2. Untuk mengetahui apa prinsip dasar dari invigorasi benih.
3. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan metode dari invigorasi pada benih tertentu.
4. Untuk mengetahui seberapa efektif metode invigorasi benih.
BAB II. ISI

Upaya peningkatan produktivitas tanaman memerlukan dukungan suplai benih


unggul secara genetik, fisik, dan fisiologis serta mempunyai daya adaptasi yang tinggi pada
lingkungan tumbuh yang beragam. Rendahnya produktivitas tanaman terutama disebabkan
oleh rendahnya mutu benih yang digunakan dan daya adaptasi pada lingkungan yang
rendah terutama pada kondisi lingkungan suboptimal.
Pada kenyataannya benih yang dihasilkan oleh sumber benih tidak semuanya
bermutu bagus, ada sebagian benih yang dihasilkan bermutu kurang bagus atau rendah.
Untuk mengatasi masalah benih-benih yang bermutu rendah perlu dilakukan suatu
perlakuan khusus. Invigorasi merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi mutu benih
yang rendah dengan cara memperlakukan benih sebelum ditanam. Invigorasi didefinisikan
sebagai salah satu perlakuan fisik, fisiologik dan biokimia untuk mengoptimalkan
viabilitas benih, sehingga benih mampu tumbuh cepat, dan serempak pada kondisi yang
beragam (Basu dan Rudrapal, 1982).
Salah satu periode kritis dalam siklus kehidupan tanaman ialah waktu antara benih
mulai ditanam dengan munculnya kecambah, karena pada saat tersebut benih dihadapkan
pada beragam kondisi lingkungan tumbuh yang berpengaruh terhadap munculnya
kecambah serta vigor kecambah. Invigorasi benih ialah perlakuan yang diberikan terhadap
benih sebelum penanaman dengan tujuan memperbaiki perkecambahan dan pertumbuhan
kecambah. Beberapa perlakuan invigorasi benih juga digunakan untuk menyeragamkan
pertumbuhan kecambah dan meningkatkan laju pertumbuhan kecambah. Invigorasi benih
dapat dilakukan dengan cara perendaman benih dalam air (Rudrapal and Nakamura, 1988),
priming dengan berbagai macam larutan (Heydecker et al., 1973), dan penggunaan
matriconditioning (Khan et al., 1992).
Invigorasi adalah proses yang dilakukan untuk meningkatkan vigor benih yang
telah mengalami deteriorasi atau kemunduran. Invigorasi yang diberikan pada benih
sebelum tanam akan meningkatkan viabilitas benih dengan membantu memperbaiki
perkecambahan melalui imbibisi air secara terkontrol. Air berperan penting dalam proses
fisiologis perkecambahan. Air berperan untuk reaktivasi enzim, melunakkan kulit benih,
transport metabolit, dan memungkinkan masuknya oksigen (Agustina, 2016). Invigorasi
benih merupakan perlakuan yang diberikan terhadap benih sebelum penanaman dengan
tujuan memperbaiki perkecambahan dan pertumbuhan kecambah. Invigorasi benih dapat
dilakukan dengan cara perendaman benih dalam air, priming dengan berbagai macam
larutan dan penggunaan matrikonditioning. Menurut Sadjad (1994) Hasil proses invigorasi
dapat ditunjukkan oleh indikasi fisiologi maupun biokimiawi. Perlakuan invigorasi untuk
meningkatkan performansi benih dan dapat dilakukan antara lain dengan cara perendaman,
pembasahan-pengeringan dan conditioning atau priming.
Invigorasi merupakan upaya memperlakukan benih sebelum tanam dengan
menyeimbangkan potensial air benih untuk merangsang kegiatan metabolisme di dalam
benih sehingga benih siap berkecambah, tetapi struktur penting embrio (radikula) belum
muncul. Salah satu perlakuan invigorasi benih yang telah terbukti efektif adalah
matriconditioning dan matriconditioning plus. Matriconditioning adalah perlakuan hidrasi
benih terkontrol dengan media padatan lembab yang didominasi oleh kekuatan matriks
untuk memperbaiki pertumbuhan bibit (Khan et al. 1990).
Invigorasi benih melalui proses priming berpengaruh positif terhadap pertumbuhan
awal tanaman, pertumbuhan kecambah, dan kecepatan tumbuh berkecambah pada tanaman
jagung dan gandum. Keberhasilan perlakuan priming pada benih dipengaruhi oleh interaksi
yang kompleks dari berbagai faktor, seperti spesies tanaman, potensial air dari bahan
priming, lama waktu priming, suhu udara dan suhu media tanam serta vigor benih.
Priming ialah teknik invigorasi benih yang merupakan suatu proses yang
mengontrol proses hidrasi-dehidrasi benih untuk berlangsungnya proses-proses metabolik
menjelang perkecambahan. Tekonologi ini sangat sederhana dan mudah diterapkan di
tingkat petani, terutama pada wilayah tadah hujan atau lingkungan yang tidak mempunyai
fasilitas irigasi yang memadai. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan
priming pada benih dapat meningkatkan resistensi terhadap penyakit pada beberapa
tanaman, dan pada tanaman lainnya dapat mengatasi defisiensi beberapa unsur hara mikro
(Harris et al., 2004).
Priming adalah suatu perlakuan pendahuluan pada benih dengan larutan osmotikum
(osmotik-priming atau osmotik-kondisioning), atau dengan bahan padatan lembab
(matriks-priming atau matrikskondisioning). Teknik tersebut merupakan suatu cara
meningkatkan perkecambahan dan performansi/vigor dalam spektrum yang luas dan juga
efektif untuk kondisi tercekam. seperti cekaman air dan kadar garam. Peningkatan
perkecambahan nampak pada laju perkecambahan yang tinggi, keserempakan, performansi
dan vigor bibit yang tinggi, ditambah meningkatnya tanggapan tanaman di lahan tercekam
(Purwono, 2008).
Priming adalah suatu perlakuan pendahuluan pada benih dengan larutan osmotikum
(disebut osmotik-priming atau osmotik-kondisioning), atau dengan bahan padatan lembab
(disebut matriks-priming atau matrikskondisioning). Teknik tersebut merupakan suatu cara
meningkatkan perkecambahan dan performansi/vigor dalam spektrum yang luas yang juga
efektif untuk kondisi tercekam. Priming membuat perkecambahan lebih dari sekedar
imbibisi, yakni sedekat mungkin pada fase ketiga yakni fase pemanjangan akar pada
perkecambahan. Selama priming, keragaman dalam tingkat penyerapan awal dapat diatasi.
Faktor yang mempengaruhi keberhasilan priming, antara lain: jenis benih baik umur
maupun spesiesnya (Ali et al., 2011).
Perlakuan priming yang terbaik menurut Basra et al. (2003) ialah hydropriming
selama 24 jam yang diikuti dengan matrikonditioning dengan karung goni selama 24 jam.
Pendekatan lain dalam mengontrol proses hidrasi benih ialah menggunakan bahan matriks
padatan dengan potensial matriks rendah (Kubik et al., 1989). Priming dengan kombinasi
bahan padatan, benih, dan air untuk mengatur air, oksigen, dan suhu, berpengaruh terhadap
proses perkecambahan. Pada perlakuan priming, peristiwa fisiologis dan biokimia pada
benih berperan saat suspense perkecambahan oleh potensial osmotik yang rendah dan
potensial matriks yang sesuai dari media yang terimbibisi. Biasanya bahanbahan berupa
larutan garam (osmoconditioning) atau campuran bahan organik padatan dan air
(matriconditioning) digunakan untuk memperoleh keseimbangan potensial air antara benih
dan media osmotik yang diperlukan untuk conditioning (Khan, 1992).
Selain merendam dalam air, perlakuan priming juga dapat dilakukan dengan
melakukan perendaman benih dalam larutan yang mengandung zat pengatur tumbuh,
seperti IAA, atonik, dan lain lain. Hasil penelitian Kulkarni dan Eshanna (1988)
menunjukkan bahwa pemberian IAA 10 ppm memperbaiki panjang akar, laju pertumbuhan
kecambah dan vigor kecambah, terutama priming yang dilakukan pada lot benih yang
telah mengalami penurunan vigor dalam penyimpanan.
Keberhasilan perlakuan priming pada benih dipengaruhi oleh interaksi yang
kompleks dari berbagai faktor, seperti spesies tanaman, potensial air dari bahan priming,
lama waktu priming, suhu udara dan suhu media tanam serta vigor benih (Parera and
Cantliffe, 1994).
Perlakuan benih secara fisiologis untuk memperbaiki perkecambahan benih melalui
imbibisi air secara terkontrol telah menjadi dasar dalam invigorasi benih. Saat ini
perlakuan invigorasi merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk
mengatasi mutu benih yang rendah yaitu dengan cara memperlakukan benih sebelum
tanam untuk mengaktifkan kegiatan metabolisme benih sehingga benih siap memasuki fase
perkecambahan. Selama proses invigorasi, terjadi peningkatan kecepatan dan
keserempakan perkecambahan serta mengurangi tekanan lingkungan yang kurang
menguntungkan. Invigorasi dimulai saat benih berhidrasi pada medium imbibisi yang
berpotensial air rendah. Biasanya dilakukan pada suhu 15-200C Setelah keseimbangan air
tercapai selanjutnya kandungan air dalam benih dipertahankan (Khan, 1992).
Berbagai cara dapat dilakukan sehubungan dengan perlakuan invigorasi benih
sebelum tanam yaitu osmoconditioning, priming, moisturizing, hardening, humidification,
solid matrix priming, matriconditioning dan hydropriming. Namun demikian cara yang
umum digunakan adalah osmoconditioning (conditioning yang menggunakan larutan
osmotik seperti PEG, KNO, NaCl, dan manitol) dan matriconditioning (conditioning
dengan menggunakan media padat lembab, seperti Micro-Cel E, Vermikulit, juga telah
dipelajari beberapa media alternatif antara lain abu gosok dan serbuk gergaji). Perlakuan
invigorasi benih telah banyak diteliti dan telah umum diketahui memberikan pengaruh
positif pada berbagai perubahan fisiologis dan biokimia di dalam benih. Beberapa hasil
penelitian antara lain: menunjukkan bahwa perlakuan invigorasi dapat mengurangi luka
imbibisi pada benih buncis yang menua sebagai akibat dari peningkatan integritas
membran (Ptasznik dan Khan, 1993); meningkatkan viabilitas dan vigor benih cabai
(Yunitasari dan Ilyas, 1994); kacang panjang (Shalahuddin dan Ilyas, 1994; Ilyas dan
Suartini, 1997); mempercepat perkecambahan dan keserempakan tumbuh benih cabai dan
meningkatkan vigor benih yang bermutu rendah (Ilyas, 1996; Ilyas et al., 2002)).
Osmoconditioning merupakan perbaikan fisiologis dan biokimia dalam benih
selama penundaan perkecambahan oleh potensial osmotik rendah dan potensial matrik
yang diabaikan dari media imbibisi. Perbaikan ini berhubungan dengan kecepatan dan
keserempakan perkecambahan serta perbaikan dan peningkatan potensial perkecambahan
(Bradford, 1984). Osmoconditioning dimulai pada saat benih diimbibisi dalam suatu
pelarut dengan potensial air rendah dan kandungan air ini dapat ditahan setelah mencapai
keseimbangan. Khan et al. (1992) melaporkan bahwa osmoconditioning akan berlangsung
sekitar 2 – 21 hari, pada suhu 15 - 20°C dengan kisaran potensial –0.8 – 1,6 Mpa,
tergantung pada jenis tanaman. Keberhasilan osmoconditioning ditentukan oleh jumlah air
yang masuk ke dalam benih, potensial osmotik dan jenis larutan yang digunakan
(Bradford, 1984). Larutan yang biasa digunakan adalah PEG, KNO3, K3PO4, MgSO4,
NaCl, gliserol dan manitol (Khan et al., 1992). Matriconditioning merupakan invigorasi
yang dilakukan dengan menggunakan media padat yang dilembabkan.
Bahan-bahan yang digunakan untuk matriconditioning diantaranya adalah serbuk
kayu hasil gergajian, abu gosok, zeolit, vermikulit dan micro-Cel E. Berbagai macam
perlakuan invigorasi banyak dilaporkan dapat meningkatkan viabilitas benih bahkan
produksi dari beberapa komoditas tanaman terutama untuk tanaman pangan dan sayuran
(padi, kedelai, wortel) dan tanaman rempah (adas, kayu manis) dan tanaman perkebunan
seperti makadamia.
Perlakuan peningkatan mutu benih seperti priming, solid priming,
matriconditioning dapat diintegrasikan dengan hormon untuk meningkatkan
perkecambahan. Selain itu, dapat digunakan pestisida, biopestisida, dan mikroba yang
menguntungkan untuk melawan penyakit benih dan bibit selama awal penanaman, atau
untuk memperbaiki status unsur hara, pertumbuhan, dan hasil tanaman (Ilyas, 2012).
Hasil penelitian Ilyas et al. (2003) menunjukkan bahwa penggunaan
matriconditiong plus inokulan Bradyrhizobium japonicum dan Azospirillum lipoferum
pada benih kedelai selama 12 jam terbukti mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman
dan hasil kedelai serta menghemat penggunaan pupuk N. Ilyas et al. (2000; 2002; dan Ilyas
2006) juga melaporkan bahwa perlakuan matriconditioning menggunakan serbuk gergaji
dapat meningkatkan mutu benih cabai dan kacang panjang. Menurut Andreoli dan Khan
(1999), benih cabai dan tomat yang diberi kombinasi perlakuan matriconditioning dan
giberelic acid (GA) mampu berkecambah tiga kali lebih cepat dibandingkan dengan benih
yang tidak diberi perlakuan.
Penelitian Shalahuddin dan Ilyas (1994) menunjukkan bahwa matriconditioning
dengan menggunakan serbuk gergaji mampu memperbaiki perkecambahan benih kacang
panjang yang ditunjukkan dengan peningkatan nilai pemunculan kecambah, daya
berkecambah, keserempakan tumbuh dan kecepatan tumbuh serta penurunan waktu yang
dibutuhkan untuk 50% total perkecambahan.
Selain melakukan invigorasi menggunakan larutan kimia, invigorasi dapat
dilakukan dengan menggunakan Mikroorganisme Lokal (MOL). MOL memiliki kelebihan
dibandingkan dengan menggunakan bahan kimia sintetik. MOL memiliki unsur hara yang
lengkap, mengandung zat pengatur tumbuh, bahan-bahan yang diperlukan sepenuhnya
tersedia di lingkungan setempat, mudah cara membuatnya karena dapat dilakukan oleh
petani, serta bersifat lebih ramah lingkungan, mampu memberikan perlindungan pada
benih terhadap patogen tular benih, ditinjau dari segi pelestarian produktivitas alami lahan,
yang pada gilirannya akan menghemat biaya budidaya tanaman/usahataninya, khususnya
untuk jangka panjang.
Pengaruh perlakuan benih dengan teknik invigorasi yang diintegrasikan dengan
agen hayati (B. polymixa bg25, P.fluorescens pg01 dan S. liquefaciens sg0) terhadap mutu
patologis benih kedelai menunjukkan bahwa teknik invigorasi benih yang diintegrasikan
dengan agens hayati secara nyata mampu meningkatkan mutu fisiologis dan patologis
benih kedelai dibandingkan dengan kontrol. Serta penggunaan agens hayati sebagai
perlakuan benih mampu memperbaiki/meningkatkan mutu benih tanaman.
Contoh penelitian dengan perlakuan invigorasi benih:
1. INVIGORASI UNTUK MENINGKATKAN VIGOR BENIH, PERTUMBUHAN
TANAMAN DAN HASIL BENIH KEDELAI
Hasil penelitian menunjukkan bahwa benih yang telah mengalami deteriorasi dapat
ditingkatkan performanya melalui invigorasi. Penelitian bertujuan untuk mengetahui
pengaruh beberapa teknik invigorasi benih terhadap viabilitas dan vigor benih,
pertumbuhan tanaman, dan hasil kedelai.
Invigorasi merupakan upaya memperlakukan benih sebelum tanam dengan
menyeimbangkan potensial air benih untuk merangsang kegiatan metabolisme di dalam
benih sehingga benih siap berkecambah, tetapi struktur penting embrio (radikula) belum
muncul. Salah satu perlakuan invigorasi benih yang telah terbukti efektif adalah
matriconditioning dan matriconditioning plus. Matriconditioning adalah perlakuan hidrasi
benih terkontrol dengan media padatan lembab yang didominasi oleh kekuatan matriks
untuk memperbaiki pertumbuhan bibit (Khan et al. 1990). Hasil penelitian Ilyas et al.
(2003) menunjukkan bahwa penggunaan matriconditiong plus inokulan Bradyrhizobium
japonicum dan Azospirillum lipoferum pada benih kedelai selama 12 jam terbukti mampu
meningkatkan pertumbuhan tanaman dan hasil kedelai serta menghemat penggunaan
pupuk N. Ilyas et al. (2000; 2002; dan Ilyas 2006) juga melaporkan bahwa perlakuan
Matriconditioning menggunakan serbuk gergaji dapat meningkatkan mutu benih cabai dan
kacang panjang. Menurut Andreoli dan Khan (1999), benih cabai dan tomat yang diberi
kombinasi perlakuan matriconditioning dan giberelic acid (GA) mampu berkecambah tiga
kali lebih cepat dibandingkan dengan benih yang tidak diberi perlakuan.
Penelitian ini secara keseluruhan terdiri atas tiga bagian, yaitu 1) pengaruh
perlakuan invigorasi terhadap viabilitas dan vigor benih kedelai, 2) pengaruh perlakuan
invigorasi terhadap pertumbuhan tanaman dan hasil benih kedelai, dan 3) pengaruh
perlakuan invigorasi terhadap mutu benih kedelai yang dihasilkan.
Percobaan terdiri atas dua faktor, yaitu varietas dan perlakuan invigorasi. Varietas
kedelai yang digunakan adalah Wilis (V1) dan Grobogan (V2). Perlakuan invigorasi terdiri
atas lima taraf, yaitu 1) kontrol (M1), 2) inokulasi menggunakan tanah bekas pertanaman
kedelai dengan perbandingan 10:1:1 (b/b) benih, tanah dan air (M2), 3) inokulasi
menggunakan inokulan komersial (M3), 4) matriconditioning menggunakan serbuk arang
sekam dengan perbandingan 9 : 6 : 7 (b/b) benih, serbuk arang sekam dan air kemudian
diinkubasi selama 12 jam pada suhu kamar (M4), dan 5) matriconditioning plus inokulan
komersial, menggunakan serbuk arang sekam dengan perbandingan 9 : 6 : 7 (b/b) benih,
serbuk arang sekam dan air ditambah dengan inokulan komersial lalu diinkubasi selama 12
jam pada suhu kamar (M5). Dari kedua faktor tersebut didapat 10 kombinasi perlakuan,
setiap kombinasi perlakuan diulang empat kali.
Percobaan 1 dan 3 dilakukan di rumah kaca dan laboratorium benih menggunakan
rancangan acak lengkap. Pengujian viabilitas dan vigor menggunakan substrat pasir
dengan 100 butir benih tiap satuan percobaan. Percobaan 2 dilaksanakan di lapangan
menggunakan rancangan acak kelompok lengkap. Petak percobaan berukuran 3 m x 3m
jarak tanam 30 cm x 30 cm, dua biji per lubang tanam.
Viabilitas dan Vigor Benih Kedelai
Analisis ragam terhadap variabel viabilitas dan vigor benih (daya berkecambah,
indeks vigor dan kecepatan tumbuh) menunjukkan adanya pengaruh yang sangat nyata
yang disebabkan oleh varietas dan perlakuan benih secara tunggal.
Pengaruh perlakuan invigorasi terhadap daya berkecambah, indeks vigor, dan
kecepatan tumbuh disajikan pada Tabel 1. Varietas Grobogan pada perlakuan kontrol
memiliki daya berkecambah 63%, sedangkan varietas Wilis 77%. Daya berkecambah
benih dari kedua varietas pada perlakuan kontrol lebih rendah dibandingkan mutu awal
sebelum disimpan. Hal ini menunjukkan adanya penurunan mutu benih selama
penyimpanan. Benih varietas Wilis dan Grobogan sebelum disimpan masing-masing
memiliki daya berkecambah 91% dan 88% dengan kadar air 10,7% dan 8,9%.
Penyimpanan menggunakan plastic tebal pada suhu kamar tanpa pendingin ruangan selama
4 bulan menurunkan daya berkecambah benih 30,8% (Wilis) dan 12,5% (Grobogan).
Penurunan daya berkecambah varietas Wilis lebih besar dibanding Grobogan. Hal ini
disebabkan karena kadar air awal varietas Wilis lebih tinggi. Hasil penelitian Astriani dan
Dinarto (2008) menunjukkan benih kedelai varietas Wilis dengan kadar air awal 9% dan
daya berkecambah 98% mengalami peningkatan kadar air dan penurunan daya
berkecambah setelah disimpan selama 3 bulan pada suhu kamar menggunakan plastik
kedap, masing-masing menjadi 10,2% dan 80,4%.

Perlakuan invigorasi menggunakan matriconditioning (M4) dan matriconditioning


plus inokulan (M5) mampu meningkatkan daya berkecambah 15% lebih tinggi disbanding
kontrol (M1). Hal ini juga menunjukkan perlakuan matriconditioning (M4) dan
matriconditioning plus inokulan (M5) mampu meningkatkan jumlah kecambah normal
disbanding kontrol (M1). Perlakuan benih menggunakan inokulan tanah (M2) tidak
berbeda nyata dengan kontrol namun cenderung menurunkan daya berkecambah 11,1%.
Hal ini diduga disebabkan oleh air yang digunakan untuk melembabkan berimbibisi ke
dalam benih secara tidak terkontrol sehingga terjadi imbibitional injury dan menurunkan
daya berkecambah.
Varietas Grobogan (64,6%) memiliki indeks vigor lebih tinggi 21% dibandingkan
varietas Wilis (53,4%). Indeks vigor pada perlakuan matriconditioning plus inokulan
(72%) berbeda nyata dengan perlakuan benih menggunakan inokulan tanah (46,5%).
Indeks vigor pada perlakuan benih menggunakan matriconditioning plus inokulan (M5)
tidak berbeda nyata dengan kontrol (M1), perlakuan benih dengan inokulan (M3), dan
perlakuan benih dengan matriconditioning (M4), namun cenderung lebih tinggi. Hal
senada juga dilaporkan oleh Suhartiningsih (2003) dimana perlakuan benih dengan
matriconditioning plus inokulan pada suhu kamar mampu meningkatkan daya
berkecambah dan indeks vigor benih kedelai.
Kecepatan tumbuh varietas Grobogan lebih tinggi dibandingkan dengan varietas
Wilis. Kecepatan tumbuh tertinggi dijumpai pada perlakuan benih dengan
matriconditioning plus inokulan (M5), disusul oleh perlakuan benih dengan
matriconditioning (M4), berturut-turut sebesar 18,7%/etmal dan 17,2%/etmal. Kecepatan
tumbuh pada perlakuan benih dengan matriconditioning (M4) dan matriconditioning plus
inokulan (M5) secara statistik belum mampu meningkatkan kecepatan tumbuh
dibandingkan dengan kontrol (M1) tetapi cenderung meningkat. Perlakuan benih
menggunakan inokulan tanah (M2) menghasilkan kecepatan tumbuh yang cenderung lebih
rendah dibanding kontrol (M1).
Pertumbuhan Tanaman dan Hasil Benih Kedelai
Analisis ragam menunjukkan adanya perbedaan nyata pada variabel tinggi tanaman
pada umur 2 minggu setelah tanam (MST) dan jumlah daun padaumur 4 MST yang
disebabkan oleh perlakuan benih secara tunggal. Perbedaan yang sangat nyata dijumpai
pada daya tumbuh dan tinggi tanaman pada umur 4 MST. Jumlah daun pada umur 2 MST
tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.
Tingginya curah hujan pada bulan pertama mencapai 168 mm dengan 13 hari
hujan, membuat lahan sangat basah dan jenuh air sehingga menyebabkan rendahnya daya
tumbuh. Daya tumbuh dua varietas yang diuji tergolong rendah, 48,7–67,7% (Tabel 2).
Rata-rata daya tumbuh varietas Wilis dan Grobogan berturut-turut 55,6% dan 60,7%.
Perbedaan nyata dijumpai pada variabel daya tumbuh yang disebabkan oleh perlakuan
benih secara tunggal, tetapi tidak oleh varietas dan interaksinya.
Perlakuan invigorasi berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman umur 2 MST dan
jumlah daun umur 4 MST, sangat nyata pada variabel tinggi tanaman pada umur 4 MST
tetapi tidak nyata pada variabel jumlah daun pada umur 2 MST (Tabel 3).
Tanaman pada umur 2 MST pada perlakuan invigorasi dengan matriconditoning
plus inokulan (12,1 cm) lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (11,3 cm). Tinggi
tanaman pada umur 2 MST pada perlakuan invigorasi dengan matriconditioning (M4)
tidak berbeda nyata dengan kontrol tetapi cenderung lebih tinggi. Sadjad et al. (1999)
menyatakan bahwa benih yang vigor mampu tumbuh normal walaupun dalam kondisi
suboptimal.
Perlakuan invigorasi dengan matriconditioning plus inokulan (M5) mampu
meningkatkanvigor benih dilihat dari tanaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan
kontrol (M1). Halini sejalan dengan penelitian Suhartiningsih (2003), Ilyas (2003), dan
Faisal (2005) dimana invigorasi benih kedelai dengan matriconditioning plus inokulan
mikroba mampumeningkatkan vigor benih dan pertumbuhan tanaman kedelai.

Hal yang berbeda ditunjukkan pada jumlah daun pada umur 2 MST, dimana tidak
ada pengaruh yang nyata yang disebabkan oleh varietas dan perlakuan invigorasi, baik
secara tunggal maupun interaksinya. Rata-rata jumlah daun varietas Wilis dan Grobogan
pada umur 2 MST masing-masing 1,9 daun/tanaman. Pengamatan terhadap variabel tinggi
tanaman dan jumlah daun pada umur 4 MST menunjukkan adanya pengaruh nyata yang
disebabkan oleh perlakuan invigorasi. Tanaman tertinggi dihasilkan oleh benih dengan
perlakuan matricondioning plus inokulan (17,37 cm), lebih tinggi dibanding kontrol (16,1
cm). Hal yang sama juga ditunjukkan oleh jumlah daun pada umur 4 MST. Perlakuan
invigorasi dengan matricondioning plus inokulan (4,9) menghasilkan tanaman dengan
jumlah daun umur 4 MST lebih banyak dibanding kontrol (4,2).
Hasil analisis ragam terhadap variabel komponen hasil menunjukkan adanya
pengaruh yang sangat nyata yang disebabkan oleh varietas pada seluruh variabel yang
diamati. Pengaruh nyata yang disebabkan oleh perlakuan invigorasi dijumpai pada jumlah
polong isi, bobot biji per tanaman, dan potensi hasil. Sementara itu, perlakuan invigorasi
tidak menyebabkan pengaruh nyata terhadap bobot 1.000 butir. Pengaruh perlakuan
invigorasi terhadap bobot biji per tanaman, bobot biji per petak, bobot 1.000 butir, dan
potensi hasil disajikan pada Tabel 4.
Bobot biji per tanaman varietas Grobogan (4,39 g) lebih tinggi dibanding varietas
Wilis (3,16 g). Perlakuan benih dengan matriconditioning plus inokulan (M5) mampu
meningkatkan bobot biji per tanaman dibandingkan dengan kontrol (M1), perlakuan benih
dengan inokulan tanah (M2), dan perlakuan benih dengan matriconditioning (M4) masing-
masing 14,1%, 15,0% dan 14,6%. Varietas Grobogan memiliki bobot biji per petak lebih
tinggi dibanding varietas Wilis. Hal ini sesuai dengan deskripsi kedua varietas, dimana
varietas Grobogan memiliki potensi hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas
Wilis. Pada Tabel 4 terlihat perlakuan invigorasi menggunakan matriconditioning plus
(M5) mampu meningkatkan bobot biji per petak 32,0% lebih tinggi dibandingkan kontrol
(M1) dan 34,4% dibanding dengan perlakuan invigorasi menggunakan inokulan tanah
(M2). Bobot biji per petak pada perlakuan invigorasi dengan matriconditioning plus
inokulan (M5) adalah 373,6 g, tidak berbeda nyata dengan perlakuan benih menggunakan
inokulan komersial (M3) dan perlakuan benih menggunakan matriconditioning (M4),
namun cenderung lebih tinggi. Bobot biji per petak ditentukan oleh bobot biji per tanaman,
daya tumbuh tanaman dan populasi tanaman per petak. Analisis menunjukkan adanya
korelasi yang nyata antara bobot per petak dengan bobot per tanaman dan daya tumbuh
tanaman dengan koefisien korelasi masing-masing 0,333 dan 0,496.
Rata-rata potensi hasil varietas Grobogan dan Wilis pada penelitian masing-masing
1,41 t dan 1,01 ton/ha. Kondisi curah hujan yang tinggi, tanah yang lembab, dan gulma
yang sulit dikendalikan diduga menjadi salah satu penyebab pertanaman kedelai tidak
mampu berproduksi optimal. Perlakuan invigorasi dengan matriconditioning plus inokulan
(M5) mampu meningkatkan hasil biji kedelai 16,2% atau meningkat 0,19 t/ha dibanding
kontrol.
Mutu Benih Kedelai yang Dihasilkan
Benih kedelai hasil panen dikeringkan di bawah sinar matahari hingga mencapai
kadar air ±11%. Analisis terhadap viabilitas dan vigor benih menunjukkan tidak adanya
pengaruh yang nyata terhadap semua variabel mutu benih yang disebabkan oleh perlakuan
invigorasi sebelumnya, varietas, maupun interaksinya. Hal ini menunjukkan perlakuan
invigorasi dan varietas hanya berpengaruh terhadap viabilitas dan vigor benih,
pertumbuhan tanaman, dan hasil, tetapi tidak berpengaruh terhadap mutu benih. Hal serupa
dilaporkan oleh Ilyas et al. (2003) dimana perlakuan benih awal tidak mempengaruhi
mutu benih yang dihasilkan. Berbeda dengan hasil penelitian Faisal (2005) dimana
matriconditioning plus Bradyrhizobium lipoferum dan Azotobacter japonicum
meningkatkan daya berkecambah dan indeks vigor benih berturut-turut 2,8% dan 9,5%
disbanding kontrol.
Perlakuan invigorasi sebelumnya tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap
daya berkecambah, indeks vigor, dan kecepatan tumbuh benih. Daya berkecambah benih
berkisar antara 84–90% dengan rata-rata untuk varietas Wilis dan Grobogan 86,2% (Tabel
5). Tingginya curah hujan selama periode panen menyebabkan benih sulit dikeringkan dan
membutuhkan waktu yang relatif lebih lama sehingga mempengaruhi mutu benih. Indeks
vigor benih pada varietas Wilis dan Grobogan masing-masing 75% dan 74%. Nilai indeks
vigor benih selalu lebih rendah dibandingkan daya berkecambah benih tetapi cenderung
mendekati pertumbuhan bibit di lapang. Miguel dan Filho (2002) melaporkan bahwa pada
benih jagung perhitungan pertama pada pengujian perkecambahan dapat menunjukkan
keragaan pertumbuhan bibit di lapang (seedling emergence).
Berdasarkan kesimpulan bahwa:
1. Perlakuan invigorasi menggunakan matriconditioning dan matriconditioning plus
inokulan dapat meningkatkan viabilitas dan vigor benih yang ditunjukkan oleh nilai daya
berkecambah, indeks vigor, kecepatan tumbuh dan daya tumbuh.
2. Perlakuan invigorasi terbaik dijumpai pada matriconditioning plus inokulan karena
dapat meningkatkan viabilitas dan vigor benih sekaligus meningkatkan pertumbuhan
tanaman dan hasil benih kedelai.
3. Penggunaan tanah sebagai inokulan yang diintegrasikan sebagai perlakuan invigorasi
dapat menurunkan viabilitas dan vigor benih
4. Perlakuan invigorasi tidak mempengaruhi mutu hasil benih.
BAB III. KESIMPULAN

3.1. Simpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari makalah invigorasi benih ini yaitu:
1. Invigorasi merupakan proses yang dilakukan untuk meningkatkan vigor benih yang telah
mengalami deteriorasi atau kemunduran.
2. Invigorasi benih dapat dilakukan dengan cara perendaman benih dalam air, priming
dengan berbagai macam larutan dan penggunaan matrikonditioning.
3. Salah satu perlakuan invigorasi benih yang telah terbukti efektif adalah
matriconditioning dan matriconditioning plus.
4. Keberhasilan perlakuan priming pada benih dipengaruhi oleh interaksi yang kompleks
dari berbagai faktor, seperti spesies tanaman, potensial air dari bahan priming, lama waktu
priming, suhu udara dan suhu media tanam serta vigor benih.
5. Selain melakukan invigorasi menggunakan larutan kimia, invigorasi dapat dilakukan
dengan menggunakan Mikroorganisme Lokal (MOL).
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Rina. 2016. Invigorasi dan tingkat populasi untuk peningkatan produksi dan
mutu benih kacang bambara(Vigna subterrranea L. Verdc.) aksesi Sumedang dan
Tasikmalaya. Skripsi. Departemen Agronomi Dan Hortikultura Fakultas Pertanian
Intstitut Pertanian Bogor, Bogor.

Ali, H. H., et all. 2011. Methods to Break Seed Dormancy of Rhynchosia Capitata, a
Summer Annual Weed Agricultural Research, 71(3): 483-487.

Andreoli C, Khan AA. 1999. Matriconditioning integrated with giberelic acid to hasten
seed germination and improve stand establishment of pepper and tomato. Pesq.
Agropec. Bras., Brasilia. 34(10): 1953−1958.

Astriani D, Dinanto W. 2008. Kualitas benih kedelai pada penyimpanan selama tiga bulan
dalam berbagai kadar air dan wadah. Di dalam : Prosiding Seminar Nasional dan
Workshop Perbenihan dan Kelembagaan;Yogyakarta, 10–11 November 2008.
Yogyakarta : Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Yogyakarta. Hlm. III-81 – III-90.

Basra, S.M.A., M. Farooq and A. Khaliq, 2003. Comparative study of presowing seed
enhancement treatments in indica rice (Oryza sativa L.). Pakistan Journal of Life
Soc. Sci., 1: 5–9.

Basu, R.N. and A.B. Rudrapal, 1982. Post harvest seed physiology and seed invigoration
treatments. Proccedings of the Indian Statistical Institute Golden Jubilee Interna-
tional Conference on Frontiers of Research in Agriculture. Calcuta, India.

Bradford K.J. 1984. Seed priming: techniques to speed seed germination. Proc. Oregon
Hort. Soc. 25: 227 - 233.

Faisal. 2005. Perlakuan benih menggunakan matriconditioning plus inokulan mikroba


untuk meningkatkan efisiensi pemupukan nitrogen, pertumbuhan tanaman dan hasil
tanaman kedelai. [tesis]. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Harris, D., A. Rashid, P.A. Hollington, L. Jasi, and C. Riches. 2004. Prospects of
improving maize yields with "on-farm seed priming". p. 180–185. In N.P.
Rajbhandari, J.J. Ranson, K. Adhikari, and A.F.E. Palmer (ed.) Sustainable maize
production systems for Nepal. NARC and CIMMYT, Kathmandu, Nepal.

Heydecker, W., J. Higgins, and R.L. Gulliver. 1973. Accelerated germination by osmotic
seed treatment. Nature. 246: 42–46.
Ilyas S, Hasan A, Siregar UJ and Sudarsono. 2000. Matriconditioning improve yard-long
bean seed quality. Third International Crop Science Congress, Hamburg, 17–22
August 2000.

Ilyas S, Surahman M, Saraswati R, Gunarto L dan Aisarwanto T. 2003. Peningkatan mutu


benih dan produktivitas kedelai dengan teknik invigorasi benih menggunakan
matriconditioning dan inokulan mikroba. Laporan Hasil Penelitian. LPPM IPB -
PAATP. Bogor. 61 hal.

Ilyas S, Sutariati GA, Suwarno FC and Sudarsono. 2002. Matriconditioning improve hot
pepper seed quality. Seed Technology. 24 (1) : 65–75.

Ilyas S. 2006. Seed treatment using matriconditioning to improve vegetable seed quality.
Bul. Agron. 34 (2): 124–132.

Ilyas, S. 1994. Matriconditioning benih cabai (Capsicum annuum L.) untuk memperbaiki


performansi benih. Keluarga benih 5(1): 59-67.

Ilyas, S. 1996.  Perubahan fisiologis dan biokemis dalam proses “Seed Conditioning”.


Keluarga Benih 6(2): 70-79.

Ilyas, S. 2012. Ilmu dan Teknologi Benih: Teori dan Hasil-hasil Penelitian. IPB Press.
Bogor. 138 hal.

Ilyas, S. and W. Suartini. 1997.  Improving seed quality, seedling growth, and yield of
yard-long bean (Vigna unguiculata (L.) Walp.) by seed conditioning and giberelic
acid treatment. P. 292-301. In: A.G. Taylor and Xue-Lin Huang (eds) Progress in
Seed Research: Proceeding of The Second International Conference on Seed
Science and Technology, Guangzhou, China, 1997.

Khan AA, Miura H, Prusinski J and Ilyas S. 1990. Matriconditioning of seed to improve
emergence. Proceedings of The Symposium on Stand Establishment of
Horticultutal Crop. Minneapolis, 4–6 April 1990. Minneapolis, USA.

Khan, A.A., 1992. Preplant physiological seed conditioning. Hort. Rev. 14: 131-181.

Khan, A.A., J.D. Maguire, G.S. Abawi dan S. Illas, 1992. Matriconditioning of vegetable
seed to improve stand establishment in early field planting. J. Amer. Soc. Hort. Sci.
117: 41–7.

Kubik, K.K., J.A. Eastin, J.D. Eastin and K.M. Eskridge, 1989. Solid matrix priming of
tomato and pepper. Proc. Intl. Conf. Stand Establishment for Hort. Crops, p. 86.
Kulkarni, G.N., and M.R. Eshanna. 1988. Effect of pre-soaking of corn seed on seed
quality. Seed Res. 16:37–40.

Miguel MVC, Filho JM. 2002. Potassium leakage and maize seed physiological potential.
Scientia Agricola 59(2): 315-319.

Murray, A.G, and D.O. Wilson Jr. 1987. Priming on Seed for Improved Vigor. Bull.Agric.
Exp. Station. University of Idaho:677: 55 – 77.

Nurmauli N. dan Nurmiaty Y. 2010. Pengaruh hidrasi dehidrasi dan dosis NPK pada
viabilitas benih kedelai. J. Agritropika 15(1): 1-8.

Parera, C.A., and D.J. Cantliffe. 1994. Presowing seed priming. Hortic. Rev. 16: 109–141.

Ptasznik, W and A.A. Khan. 1993. Retaining the benefits of matriconditioning by


controlled drying of snap bean seeds. Hort. Sci. 28 (10): 1027-1030.

Purwono, Purnamawati H. 2008. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul. Penebar


Swadaya. Jakarta.

Rudrapal, D., and S. Nakamura, 1988. The effect of hydration- dehydration pretreatment
on egg plant and radish seed viability and vigour. Seed Sci. Technol. 16: 123–30.

Sadjad, S. 1994. Kuantifikasi Metabolisme Benih. Gramedia Widiasarana Indonesia,


Jakarta.

Shalahuddin, A dan S. Ilyas. 1994. Studi conditioning pada benih kacang panjang (Vigna
sinensis (L.) Savi ex Hask). Keluarga Benih. (2): 1-8.

Suhartiningsih, 2003. Peningkatan mutu benih dan pertumbuhan tanaman kedelai kedelai
(Glycine max (L.) Merr) dengan matriconditioning yang diintergrasikan dengan
inokulan mikroba. [tesis]. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

 
SOAL RESPON:
1. Sebutkan judul dan tujuan praktikum hari ini!
Jawab: Invigorasi Benih

2. Tuliskan alat dan bahan praktikum!


Jawab: Alat: Toples plastic, aerator, desikator, gelas ukur, timbangan analitik, germinator,
botol kaca atau plastic.
Bahan: Benih jagung kadaluarsa (Zea mays), KNO3, PEG, Kertas buram atau stensil,
Plastik, Karet gelang, Air.

3. Tuliskan rumus tekanan osmotik larutan menurut boyle dan keenan et al. beserta
keterangannya!
Jawab:

(m/BM ) RT
P=
V
Keterangan:
P = Tekanan osmotik larutan (Bar)
m = Massa KNO3 (g)
BM = Berat molekul KNO3 (g mol-1)
R = 0,0821 (konstanta)
T = Suhu mutlak (oK = Kelvin)
V = Volume (V)

4. Sebutkan larutan apa saja yang bisa digunakan untuk teknik invigorasi benih!
Jawab: Larutan KNO3 dan PEG

5. Tuliskan 6 parameter pengamatan!


Jawab: Potensi Tumbuh (PT), Daya Berkecambah (DB), Indeks Vigor (IV),
Keserempakan Tumbuh (KST), Kecepatan Tumbuh (KCT), T50.

Anda mungkin juga menyukai