(AGH350)
Kelompok 6
Joko Setiawan A24150042
Dosen Praktikum
Candra Budiman, SP. M.Si
Ahmad Zamzami, SP. M.Si
Asisten Praktikum
Kirana Nugrahayu L, SP. M.Si
Okti Syah Isyani P, SP. M.Si
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan laporan akhir mata
kuliah produksi dan pengolahan benih ini dengan baik meskipun masih banyak
kekurangan di dalamnya. Laporan praktikum ini kami buat berdasarkan percobaan
dan pengamatan yang kami lakukan serta informasi dari beberapa sumber yang
kami analisis kemudian kami rangkum sedemikian rupa sehingga menghasilkan
laporan ini.
Kami sangat berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca serta
menambah wawasan mengenai teknik produksi dan pengolahan benih. Kami
menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak terdapat kekurangan serta kesalahan
yang terdapat dalam laporan ini. Oleh karena itu, kami berharap adanya kritik dan
saran yang membangun dari pembaca demi perbaikan laporan kami di masa yang
akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Penyusun
ii
Daftar Isi
iii
DAFTAR TABEL
iv
PEMILAHAN DAN PEMBERSIHAN BENIH MENGGUNAKAN
AIR SCREEN CLEANER (ASC)-DELTA SUPER
Kelompok 6
Joko Setiawan A24150042
Dosen Praktikum
Candra Budiman, SP. M.Si
Ahmad Zamzami, SP. M.Si
Asisten Praktikum
Kirana Nugrahayu L, SP. M.Si
Okti Syah Isyani P, SP. M.Si
2
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Padi merupakan tanaman pangan yang penting karena menjadi makanan
pokok bagi masyarakat Indonesia. Padi diolah menjadi beras kemudian
dikonsumsi sebagai sumber karbohidrat. Indonesia sebagai negara dengan jumlah
penduduk yang besar, hal ini meyababkan tingginya permintaan pasar terhadap
beras setiap tahunnya. Permintaan ini dapat dipenuhi dengan adanya inovasi
teknologi dengan perbanyakan atau produksi benih bermutu guna memenuhi
kebutuhan benih secara optimal baik kuantitatif maupun kualitatifnya.
Benih bermutu tinggi merupakan faktor utama suksesnya produksi. Salah
satu faktor yang menentukan mutu benih adalah proses pengolahan benih.
Pengolahan benih merupakan upaya sangat strategis dalam rangka mendukung
peningkatan produksi benih padi. Kontribusi penanganan pasca panen terhadap
peningkatan produksi padi dapat tercermin dari penurunan kehilangan hasil dan
tercapainya mutu benih sesuai persyaratan mutu (Nuno et al., 2017). Proses
pengolahan benih padi terdiri dari perontokan, pembersihan,
pemisahan/pemilahan, perawatan, perlakuan/pengujian, pengemasan, hingga
penyimpanan. Pengolahan benih melibatkan proses pembersihan dengan cara
campuran-campuran yang ada dalam suatu lot benih dikeluarkan agar didapatkan
lot benih yang memenuhi standar kebersihan benih. Saat benih dipanen dilapang,
kemdian dirontokkan, benih tercampur dengan berbagai macam kotoran benih
seperti kerikil, tanah, tangkai, ranting. Sebelum dipasarkan benih harus
dibersihkan terlebih dahulu dari kotoran-kotoran ini.
Tujuan
Mempelajari cara kerja dan cara mengoperasikan mesin pembersih benih
Air Screen Cleaner Delta Super.
3
METODOLOGI
Metode
1. Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan
2. Membersihkan alat (Elevator 1-4 dan silo 1-2, delta super, bagging
scals dan bagian screen)
3. Memilih screen(scalper, top screen dan bottom screen) yang sesuai
dengan benih
4. Menyiapkan karung pada setiap pintu
5. Menimbang benih yang akan diolah
6. Menghidupkan elevator 1 dan memasukkan benih apdi melalui hopper
bawah
7. Menghidupkan mesin pemberih Delta Super
8. Benih yang melewati pintu satu merupakan benih yang bagus, benih
ini disalurkan ke bagging scale melalui elevator 2
9. Hidupkan elevator 2 dalam keadaan tertutup, saat sudah menyala buka
sepertiga penutup elevator 2
10. Setelah material habis di elevator 1, pintu elevator 1 ditutup kemudian
dimatikan
11. Setelah seluruh material dalam alat ASC habis, mesin dimatikan
12. Setelah selesai, screen scalper, top screen dan bottom screen
dibersihkan dan benih padi hasil pembersihan ditimbang
4
Gambar 1. Tahap pembersihan benih menggunakan Air Screen Cleaner
Keterangan :
E1 = Elevator 1 S3 = Silo 3
E2 = Elevator 2 DS = Delta Super
E3 = Elevator 3 CS = Cylinder separator
E4 = Elevator 4 BS = Bagging scale
S1 = Silo 1 GS = Gravity separator
S2 = Silo 2
5
TINJAUAN PUSTAKA
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Tabel 1. Bobot kotoran dari masing-masing pintu
Pintuke- (kg)
Ulangan Total (kg)
2 3 4 5 6 7
2 32.2 32.2 32.4 32.2 32.4 32.4 32.4 32.2 32.4 32.2 323.2
Rata-rata (kg) 35.1 34.6 34.1 33.6 34.4 36.4 38.6 79.4 36.2 37.7 360.5
Pembahasan
7
Kelebihan dari alat ini adalah memiliki kapasitas yang besar, dapat
membersihkan kotoran dan melakukan sortasi sekaligus, yaitu memisahkan benih
dari benih kecil, benih varietas lain, benih gulma dan benih berviabilitas rendah
(benih kecil, benih pecah, dan benih tidak seragam karena adanya mekanisme
kombinasi antara ayakan atau saringan dan hembusan udara yang berfungsi untuk
memisahkan antara benih-benih yang tidak seragam ukurannya dan benih hampa
serta pemisah dari kotoran-kotoran. Selain itu benih yang sudah diolah dapat
langsung dipacking menggunakan karung sesuai ukuran yang diinginkan.
Kelemahan alat ini adalah sulitnya melakukan perawatan alat misalnya
pembersihan alat karena ukurannya yang sangat besar, serta dibutuhkan
pengawasan yang cukup ketat, karena jika ada bagian mesin yang tiba-tiba
berhenti (misalnya elevator) dapat terjadi kebakaran.
KESIMPULAN
Air screen cleaner memiliki kapasitas yang besar dengan waktu yang
singkat untuk melakukan pembersihan benih. Alat ini dapat digunakan sebagai
alat pembersih benih, sorting dan packaging sekaligus. Diperlukan pengontrolan
yang ketat dalam pengoerasiannya mulai dari elevator 1, elevator 2, delta super
(pintu 1,-8) hingga bagging scale.
8
DAFTAR PUSTAKA
9
PENGERINGAN BENIH KACANG TANAH (Arachis hypogaea
L.) MENGGUNAKAN OVEN HISAP
Kelompok 6
Joko Setiawan A24150042
Dosen Praktikum
Candra Budiman, SP. M.Si
Ahmad Zamzami, SP. M.Si
Asisten Praktikum
Kirana Nugrahayu L, SP. M.Si
Okti Syah Isyani P, SP. M.Si
10
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
11
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditas
pangan yang masih banyak dibutuhkan dan dikonsumsi oleh masyarakat
Indonesia. Rendahnya produktivitas kacang tanah dalam negeri menyebabkan
seringkali kacang tanah di impor dari luar. Rendahnya produktivitas ini
disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain teknik budidaya, serangan hama dan
penyakit, mutu benih rendah, dan penggunaan varietas lokal yang berdaya tumbuh
rendah (Bustami, 2011).
Penanganan pasca panen untuk setiap komoditas adalah faktor yang
penting dalam produksi. Selain penting untuk mempertahankan mutu dari benih,
juga penting untuk meningkatkan kualitas fisik benih. Benih yang baik berasal
dari perawatan yang baik mulai dari hulu ke hilir. Penanganan pasca panen pada
kacang tanah ditujukan untuk mengurangi resiko terinfeksinya benih oleh
cendawan yang terbawa dari dalam tanah ketika di panen.
Pasca panen dapat berupa pengeringan benih. Pengeringan ditujukan
untuk mengurangi kadar air yang ada dalam benih sehingga kelembaban benih
terjaga dan penyakit atau bakteri yang dapat tumbuh dalam kondisi kelembaban
tinggi dapat diantisipasi. Pengeringan dapat dilakukan secara konvensional
dengan memanfaatkan lantai jemur dan cahaya matahari atau dapat juga dilakukan
secara mekanis menggunakan mesin. Apapun metode yang digunakan harus
mampu mengurangi kadar air (KA) yang tinggi ketika panen sehingga setelah
dikeringkan, benih dapat aman disimpan dalam keadaan KA rendah. Benih
kacang tanah memiliki kadar air ketika panen berkisar antara 35-50% sehingga
perlu diturunkan hingga KA aman sebesar ≤10% (Wanita dan Perwaningsih,
2014).
Tujuan
Praktikum pengeringan benih kacang tanah bertujuan agar mahasiswa
mampu melakukan pengeringan benih kacang tanah, memahami alur penanganan
benih setelah panen, dan mampu mengukur kadar air benih.
12
METODOLOGI
Metode Pelaksanaan
Pengeringan Benih
Polong benih kacang tanah yang telah dipanen dan dipisah dari
berangkasan dicuci hingga bersih dari tanah yang menempel kemudian ditiriskan.
Polong yang telah bersih ditimbang masing-masing 2 kg untuk di keringkan
dalam oven hisap. Suhu awal oven di ukur dan benih dimasukkan kedalam oven.
Setiap 30 menit suhu oven diukur. Pengambilan sampel untuk uji KA diambil
secara berkala setiap 1 jam. Oven A dilakukan penukaran antara rak atas dan
bawah setiap 2 jam sedangkan oven B tidak ada penukaran rak. Pengambilan data
dengan ketentuan waktu tersebut dilakukan selama 12 jam.
13
TINJAUAN PUSTAKA
14
kadar air yang ada dalam benih sehingga kelembaban benih terjaga dan penyakit
atau bakteri yang dapat tumbuh dalam kondisi kelembaban tinggi dapat
diantisipasi. Pengeringan dapat dilakukan secara konvensional dengan
memanfaatkan lantai jemur dan cahaya matahari atau dapat juga dilakukan secara
mekanis menggunakan mesin.
Pengeringan polong oleh petani maju atau penebas pada musim kemarau
biasanya menggunakan lantai jemur dari semen. Pada kondisi terik, penjemuran
selama 5–6 hari telah cukup untuk mencapai kadar air biji 10–15% bb. Pada saat
panen kadar air kacang tanah polong mencapai 35–50% basis basah (bb).
Tingginya kadar air biji kacang tanah merangsang tumbuhnya jamur pada biji
sehingga dapat menurunkan mutu. Untuk mencegah tumbuhnya jamur, kadar air
biji hendaknya diturunkan sampai 8% agar dapat disimpan lama. Pengeringan
lanjutan biasanya dilakukan untuk mencegah kontaminasi aflatoksin yang
disebabkan oleh jamur Aspergillus flavus (Tastra et.al., 2015).
Pada musim hujan, pengeringan kacang tanah tidak dapat dilakukan
semaksimal musim kemarau. Untuk lahan dengan luasan yang cukup luas akan
membutuhkan mesin untuk mengeringkan hasil panen. Suhu pada mesin tidak
boleh terlalu tinggi karena akan merusak kulit polong yang nantinya dapat
menjadi celah masuk serangga. Namun penggunaan suhu terlalu rendah dengan
diperpanjangnya waktu tidak akan bagus untuk pengeringan, karena sama seperti
memberi kesempatan jamur untuk tumbuh didalam biji. Diperlukan pengetahuan
tentang karakteristik pengeringan kacang tanah dalam bentuk polong untuk
menentukan waktu pengeringan yang sesuai (Tastra et.al., 2015).
Proses pengeringan polong kacang tanah cara petani (diladang)
menghasilkan kadar air tinggi. Hal ini karena kacang tanah dibiarkan terbuka
tanpa alas dan pelindung yang menyebabkan penurunan kadar air berjalan lambat.
Dengan demikian, kacang tanah rentan ditumbuhi jamur A. flavus, meskipun
pengeringan dilanjutkan di bawah sinar matahari selama 6 jam. Pengeringan
merupakan faktor kritis yang mempengaruhi besar kecilnya cemaran aflatoxin.
Semakin rendah kadar air setelah pengeringan semakin kecil kemungkinan kacang
tanah tercemar aflatoxin. Pada pengeringan cara introduksi menggunakan para-
para, kadar air polong kacang tanah lebih rendah, sehingga kontaminasi oleh
jamur A. flavus juga rendah (Wanita dan Perwaningsih, 2014).
15
HASIL DAN PEMBAHASAN
Beberapa faktor yang berpengaruh pada kadar air adalah KA awal ketika
panen dan faktor pengeringan, seperti suhu, waktu, dan kecepatan angin. Menurut
Tastra et.al. (2015), pemanenan kacang tanah dilakukan ketika hari cerah atau
tanah dalam keadaan kering untuk memudahkan pencabutan dan mengantisipasi
banyaknya polong yang tertinggal. Kadar air ketika panen berkisar 35-40%.
Setelah pemanenan, polong dirontokkan dan dijemur. Pengeringan pada kacang
tanah diharapkan mampu menurunkan kadar air dari 35-40% menjadi 8-10%.
Proses pengeringan yang dilakukan ketika praktikum adalah mencuci
terlebih dahulu polong benih yang akan di masukkan kedalam oven pengering dan
hanya di tiriskan tidak sampai kering angin. Pencucian dapat menjadi salah satu
faktor yang meningkatkan kadar air melihat dari sifat kacang tanah yang
higroskopis. Diduga pencucian menyebabkan peningkatan kadar air dimana pada
hasil percobaan menunjukan bahwa kadar air kacang tanah di oven A mencapai
48.37% dan di oven B 47.29% (dapat dilihat pada tabel 2). Hal ini bahkan
melebihi kadar air saat panen. Benih yang telah dikeringkan belum layak
16
dikatakan sebagai benih untuk disimpan. Akan beresiko besar menyimpan benih
dalam kondisi kadar air yang masih tinggi.
KESIMPULAN
17
DAFTAR PUSTAKA
Bustami, M.U. 2011. Penggunaan 2,4-D untuk induksi kalus kacang tanah. Media
Litbang Sulteng. 4(2):137-141.
Purnomo, J., D. Harnowo. 2015. Teknologi produksi benih sumber kacang tanah.
Dalam A. Kasno, A. A. Rahmianna, I.M.J. Mejaya, D. Harnowo, A.
Purnomo (Eds.). Kacang Tanah Inovasi Tenologi dan Pengembangan
Produk. Monograf Balitkabi. 13:407-426.
Sittiphong, N., P. Thrdtoon, W. Klongpanich, T. Siratanapanta. 1987. Drying
characteristic of soybean and peanut. p.137–146 In Proc. of the 10th
ASEAN Technical Seminar on Grain Postharvest Technology. Bangkok,
Thailand.
Tastra, I.K., E. Ginting, D. Harnowo. 2015. Teknologi pascapanen primer kacang
tanah. Dalam A. Kasno, A. A. Rahmianna, I.M.J. Mejaya, D. Harnowo, A.
Purnomo (Eds.). Kacang Tanah Inovasi Tenologi dan Pengembangan
Produk. Monograf Balitkabi. 13:348-375.
Trustinah. 2015. Morfologi dan pertumbuhan kacang tanah. Dalam A. Kasno, A.
A. Rahmianna, I.M.J. Mejaya, D. Harnowo, A. Purnomo (Eds.). Kacang
Tanah Inovasi Tenologi dan Pengembangan Produk. Monograf Balitkabi.
13:40-59.
Wanita, Y.P., Purwaningsih. 2014. Mutu fisik kacang tanah dengan cara
pengeringan dan musim panen berbeda. Prosiding Seminar Hasil
Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi. Yogyakarta 5 Juni 2014.
18
PRODUKSI BENIH BUNCIS (Phaseolus vulgaris L.)
Oleh
Kelompok 6
Nama Dosen
Candra Budiman, SP. MSi
Ahmad Zamzami, SP. MSi
Asisten
Kirana Nugrahayu Lizansari, SP. Msi
Okti Syah Isyani, SP, M.Si
19
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu
tanaman sayuran yang penting karena memiliki kandungan gizi yang cukup
tinggi. Menurut Rukmana (1994), kacang buncis merupakan salah satu sumber
protein nabati yang murah dan mudah dikembangkan. Potensi nilai ekonomi-
sosialnya cukup tinggi bagi peningkatan nilai ekonomi rumah tangga, penyediaan
pangan bergizi dan berdaya guna untuk mempertahankan kesuburan tanah serta
berpotensi sebagai komoditas ekspor. Buncis bukan tanaman asli Indonesia, tetapi
berasal dari meksiko selatan dan Amerika Tengah. Buncis yang dibudidayakan
oleh masyarakat di Indonesia memiliki banyak jenis. Dari ragam varietas tersebut,
tanaman buncis secara garis besar dibagi dalam dua tipe, yaitu buncis tipe
membelit atau merambat dan buncis tipe tegak atau tidak merambat.
Dilihat dari cara bagian yang dikonsumsi, buncis dibedakan
menjadi jenis polong dan biji. Buncis polong dikonsumsi polong mudanya.
Polong buncis masih dibedakan menjadi polong biasa (panjang 12 cm), dan baby
buncis (panjang 7 cm). Baby buncis dipetik ketika ukurannya Buncis biji
dibiarkan sampai tua dikeringkan dan diambil bijinya untuk dikonsumsi. Selain
dikonsumsi dalam negeri, ternyata buncis juga telah diekspor. Bentuk-bentuk
yang diekspor bermacam-macam ada yang berbentuk polong segar, didinginkan
atau dibekukan dan ada pula yang berbentuk biji kering.
Meningkatkan produksi baik kualitas maupun kuantitas ditentukan oleh
kualitas benih dari tanaman buncis tersebut. Oleh karena itu dibutuhkan produksi
dan pengolahan benih buncis yang baik untuk mendapatkan benih bermutu dan
berproduktivitas tinggi. Pengolahan lahan, pemeliharaan berupa pemupukan,
pengendalian gulma dan proses panen hingga pengangkutan harus dilakukan
secara tepat.
Tujuan
Kegiatan ini bertujuan untuk mempelajari cara memproduksi benih buncis
dan dapat menghasilkan benih buncis berkualitas.
20
METODOLOGI
Metode Pelaksanaan
Lahan yang akan digunakan diolah maximum tillage. Penanaman buncis
dilakukan dengan cara tugal dengan jarak tanam 20 x 50 cm. Benih buncis
dimasukkan ke dalam lubang tanam sebanyak 1-2 butir/lubang. Sebelum ditutup,
furadan dimasukkan ke lubang tanam yang telah berisi benih. Lubang tanam
ditutup. Jika tidak terjadi hujan, lahan disiram dengan menggunakan gembor.
Seminggu setelah penanaman, dilakukan penyulaman untuk benih yang
tidak tumbuh. Tanaman yang tumbuh lebih dari satu dalam satu lubang dapat
dijadikan sebagai bahan sulam. Selain itu, dilakukan penyiangan dan pemupukan.
Gulma-gulma yang tumbuh di sekitar tanaman dicabut lalu dibuang. Penyiangan
dilakukan setiap minggu. Pemupukan dilakukan dengan cara alur. Pupuk yang
digunakan yaitu Urea, KCl, dan SP-36. Alur dibuat di dekat barisan tanaman.
Pupuk ditaburkan dalam alur dan segera ditutup dengan tanah supaya tidak
menguap. Dilakukan juga pengendalian hama dan penyakit dengan
menyemprotkan fungisida dan insektisida. Hal ini dilakukan secara kondisional.
Pemanenan benih buncis dilakukan selama dua kali yaitu pada 9 MST dan
10 MST pada saat sudah melewati masak fisiologis. Buncis yang siap panen
memiliki ciri-ciri polong sudah menguning dan ruang polong sudah menjadi satu
(tidak memiliki skat). Bobot tanaman hasil panen dihitung. Setelah itu benih
diekstraksi (mengeluarkan benih dari polong). Sebagian biji buncis diambil untuk
melakukan uji kadar air benih, uji daya berkecambah.
21
TINJAUAN PUSTAKA
22
HASIL DAN PEMBAHASAN
23
pengeringan buncis tahap awal selama 4 jam dan pemanenan buncis tahap akhir
selama 2 jam. Jumlah benih rata-rata 30/5 polong atau 6 benih/polong. Bobot 1
benih rata-rata 0.22 gram. Jumlah panen tahap awal sebanyak 179 polong per 5
bedeng dan panen tahap akhir sebanyak 91 polong per 5 bedeng.
Rata-rata 19.38
Berdasarkan uji KA benih buncis panen tahap awal yang dioven selama 4
jam didapatkan rata-rata kadar air sebesar 19.38%. Sehingga masih belum
memenuhi kadar air benih yang ideal yaitu 17%.
Rata-rata 16.83
Berdasarkan uji KA benih buncis panen tahap akhir yang dioven selama 2
jam didapatkan rata-rata kadar air sebesar 16.38%. Sehingga, dapat dikatakan
benih yang dipanen tahap akhir telah memenuhi standar kadar air benih.
Berdasarkan hasil produksi dalam satu musim dapat mencapai 270 polong
dalam 75 m2 yang setara dengan 1,620 butir benih dalam satu musim. Dengan
bobot 1 benih 0.22 g, dalam satu musim menghasilkan 356.4 g. Sehingga, bobot
1000 butir seberat 220 g.
24
KESIMPULAN
25
DAFTAR PUSTAKA
[AVRDC] Asian Vegetable Research and Development Center. 2012. Penen dan
Penyimpanan Benih Sayur-sayuran. www.avrdc.org [22 Mei 2018]
ISTA. 2010. International Rules for Seed Testing. Edition 2010. International
Seed Testing Association. Zurich. Switzerland.
Rukmana, R. 1994. Bertanam Buncis. Yogyakarta : Kanisisus
Rubatzky, V.E., M. Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia : Prinsip, Produksi dan
Gizi. Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Sastrapradja, S.D. 2012. Perjalanan Panjang Tanaman Indonesia. Yayasan
Pustaka Obor Indonesia, Jakarta.
Setianingsih, T., Khaerodin. 2002. Pembudidayaan Buncis Tipe Tegak dan
Merambat. Penebar Swadaya, Jakarta.
26
PROSES EKSTRASI BENIH TOMAT
Oleh
Kelompok 6
Nama Dosen
Candra Budiman, SP. MSi
Ahmad Zamzami, SP. MSi
Asisten
Kirana Nugrahayu Lizansari, SP. Msi
Okti Syah Isyani, SP, M.Si
Latar Belakang
Tujuan
28
METODOLOGI
Metode Pelaksanaan
Ekstraksi Tomat
Tomat dimasukkan kedalam mesin ekstraktor sebanyak 5 buah untuk
setiap ulangan. Hasil ekstraksi dimasukan kedalam plastik bening dan diberi
perlakuan. Perlakuan yang diberikan diantaranya penambahan air sebanyak 0, 15,
25, 50, 75, dan 100 % dari volume cairan tomat yang terekstraksi. Plastik diikat
dan diberi label sesuai perlakuan.
Fermentasi 0% 15 % 25 % 50 % 75 % 100 %
29
24 jam 0-24 15-24 25-24 50-24 75-24 100-24
Pengecambahan
Diantara semua benih yang ada, pilih 25 benih dari setiap perlakuannya
untuk dikecambahkan. Pengecambahan dilakukan diatas cawan petri beralaskan 3
lapis kertas buram yang di lembabkan sebagai media pengecambahan. Cawan
petri di beri label dan dimasukkan kedalam lemari germinasi. Setiap 2 hari sekali
dilakukan pengecekan kelembaban media karena cawan petri tidak diberi penutup.
Bila media kering dapat di lembabkan dengan menyemprotkan air.
Satu minggu setelah penyimpanan dalam lemari germinasi, benih dihitung
daya berkecambahnya. Dihitung pula jumlah kecambah normal, abnormal, dan
mati. Benih yang belum tumbuh dibiarkan tetap dalam cawan petri. Satu minggu
kemudian dihitung kembali apakah benih yang belum tumbuh sudah berkecambah
atau tidak berkecambah. Perhitungan daya berkecambah yang dilakukan dua kali
diambil perhitungan final pada pengamatan kedua dimana akan mendapat data
total benih berkecambah normal, abnormal, dan mati.
30
31
TINJAUAN PUSTAKA
Ekstraksi benih
Ekstraksi benih merupakan kegiatan untuk memisahkan biji calon benih
dari buah sehingga diperoleh benih dalam keadaan yang bersih (Stubsgoard dan
Moestrup, 1994). Teknik ekstraksi pada benih tomat dapat dilakukan dengan
berbagai cara seperti menggunakan air, larutan asam (HCl), dan larutan basa
(larutan kapur) (Saisawat, 1998). Penggunaan HCl pada ekstraksi benih jeruk
dilaporkan memberikan hasil terbaik, karena asam yang digunakan selain
membersihkan lendir yang menempel pada benih juga meningkatkan
permeabilitas kulit benih (Sadjad, 1980).
Benih yang dihasilkan dari penerapan teknik ekstraksi termasuk benih
tomat tidak semua langsung dipakai/ditanam, sering sebagian atau seluruh benih
mengalami proses penyimpanan baik jangka pendek maupun jangka panjang
(Raka et al., 2012). Daya kecambah benih selama penyimpanan sangat
dipengaruhi oleh kadar air benih, suhu, dan kelembaban nisbi ruangan, dan
viabilitas awal benih sebelum disimpan (Justice dan Bass, 1994).
Kadar air benih sangat dominan peranannya terhadap daya kecambah
benih selama penyimpanan. Delouche (1971) menyatakan bahwa tingkat vigor
awal benih tidak dapat dipertahankan, dan benih yang disimpan selalu mengalami
proses kemunduran mutunya secara kronologis selama penyimpanan. Sifat
kemunduran ini tidak dapat dicegah dan tidak dapat balik atau diperbaiki secara
sempurna. Laju kemunduran mutu benih hanya dapat diperkecil dengan
melakukan pengolahan dan penyimpanan secara baik. Berapa lama benih dapat
32
disimpan sangat bergantung pada kondisi benih terutama kadar air benih dan
lingkungan tempatnya menyimpan
Fermentasi
Fermentasi adalah kegiatan saat benih yang telah dipisahkan dari daging
buah selanjutnya dimasukkan ke dalam wadah dan apabila perlu ditambah dengan
sedikit air dan disimpan di tempat kedap udara selama waktu tertentu.
Metode fermentasi memerlukan waktu yang relatif lama terutama bila
dilakukan di negara yang beriklim dingin/sedang sehingga akan berdampak pada
kualitas benih. Kuswanto (2003) menyatakan bahwa untuk mempersingkat waktu
fermentasi dapat digunakan zat kimia HCl 35% dengan doasis 5 liter HCl 35 %
dicampur dengan 100 liter air, kemudian larutan tersebut digunakan untuk
merendam pulp selama 30 menit.
Viabilitas
Viabilitas berasal dari kata viable (dalam bahasa Perancis Le vita =
kehidupan). Viabilitas diartikan sebagai ditakdirkan untuk hidup atau mampu
untuk hidup sebagai mahluk yang normal atau memiliki kemampuan untuk
tumbuh dan berkembang. Benih yang viabel adalah benih yang bila dihadapkan
pada kondisi atau keadaan yang memungkinkan untuk perkecambahan, maka
benih tersebut dapat tumbuh, mampu berkembang menjadi bibit dan menjadi
tanaman normal. Dengan kata lain, viabilitas benih dapat didefinisikan sebagai
kemampuan benih untuk berkecambah dan berkembang menjadi bibit yang baik
meskipun pada kondisi lapangan produksi yang kurang menguntungkan. Selain
itu, merupakan tingkatan benih yang metabolik aktif, memiliki enzim yang
mampu mengkatalisa reaksi metabolik yang dibutuhkan untuk perkecambahan
dan pertumbuhan bibit (Tim Pengampu, 2011).
Indikasi viabilitas benih terdiri dari indikasi langsung apabila yang
diamati gejala pertumbuhan seperti pada pengujian daya berkecambah, dan
indikasi tidak langsung apabila viabilitas benih ditunjukkan melalui gejala
metabolisme seperti pada uji tetrazolium (Widajati et al., 2013). Pengujian
viabilitas benih dengan parameter daya berkecambah yang dilakukan pada kondisi
optimum seringkali belum berkorelasi dengan kemampuan tumbuhnya di
lapangan. Hal ini disebabkan adanya informasi mutu fisiologi yang selalu dirujuk
terhadap suatu standar perwujudan kecambah. Guna melengkapi informasi mutu
benih, maka uji vigor benih perlu dilakukan untuk mengetahui kemampuan benih
di lapangan yang kondisinya sub optimum (Sadjad, 1993).
33
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bobot Level
Kadar Jumlah Jumlah Kebersihan Keretakan DB 1 DB 2
Perlakuan Awal Warna
Air (%) Buah Benih/Buah Benih (%) (%) (%) (%)
(gram) Benih
Kontrol 6 429 72 1 99,06 0,04 72 84 96
Retak 1 0 16
0 5 581 71 3 95,76 4,23 4,24 4 64
15 6 609 58 3 94 4,57 1,430 4 80
25 6 637 92 3 98 1,81 0,18 0 88
17 Jam
50 6 640 83 3 81,89 11,08 9,26 0 72
75 6 647 101 3 91,29 5,09 3,61 16 88
100 6 628 67 3 93,25 5,25 1,5 16 76
0 6 643 76 1 99,33 0,06 0,6 60 92
15 6 657 73 3 98,39 0,02 1,37 52 96
25 6 585 49 3 85,71 8,8 5,4 52 96
21 Jam
50 6 625 103 1 99,03 0 0,97 8 68
75 6 689 97 3 80,78 18,52 0,69 56 100
100 6 613 51 2 94,07 4,9 0,98 0 60
0 6 592 80 2 94,54 3,14 2,3 8 100
25 Jam 15 6 625 83 1 95,96 0,04 3,620 72 100
25 6 582 97 1 94,15 0,06 5,15 28 92
34
50 6 630 116 2 91,97 2,8 5,15 64 96
75 6 617 107 1 97,34 0 2,65 0 92
100 6 622 44 2 83,94 4,19 11,83 0 88
0 6 635 73 2 99,77 0 0,228 24 96
15 7 660 102 1 98,18 0 1,816 44 100
25 6 564 94 3 95,03 2,65 2,3 0 92
29 Jam
50 6 589 118 4 91,26 7,88 0,84 48 96
75 6 637 90 2 94,26 3,69 2,033 4 76
100 6 651 68 3 91,21 1,46 7,317 0 60
Keterangan: Data kelompok 3 dan 6. Mutu fisik meliputi kecerahan/warna benih, kebersihan benih, dan keretakan pada benih. Untuk level warna benih yaitu nomor 1
untuk kuning, nomor 2 cokelat, nomor 3 abu-abu, dan nomor 4 adalah warna hitam. Uji daya berkecambah (DB) dilakukan 2 kali pengamatan.
35
Tabel 8. Data ekstraksi tomat gabungan
36
100 6 609.00 62.00 3.00 98.00 0.00 2.00 0.00 2.68 0.00 96.00
0 7 640.00 67.00 2.00 96.80 0.00 3.20 0.00 3.36 60.00 0.00
15 6 639.00 63.00 3.00 90.4 0.00 0.00 0.00 5.06 52.00 0.00
25 6 618.00 62.00 3.00 0.00 0.00 0.00 6.10 2.90 24.00 0.00
19 Jam
50 6 639.00 89.00 3.00 99.00 0.00 1.00 0.00 5.00 80.00 0.00
75 6 644.00 92.00 3.00 100.00 0.00 0.00 0.00 9.00 68.00 0.00
100 6 624.00 63.00 4.00 92.80 0.00 7.20 0.00 7.90 92.00 0.00
0 6 629.00 54.00 3.00 0.00 94.00 6.00 0.00 2.10 0.00 100.00
15 6 596.00 85.00 3.00 0.00 99.60 0.39 0.00 2.90 0.00 100.00
25 6 621.00 126.00 3.00 60.00 35.00 5.00 0.00 4.21 0.00 96.00
20 Jam
50 6 639.00 72.00 3.00 90.97 0.00 9.03 0.00 1.60 48.00 100.00
75 6 642.00 61.00 3.00 0.00 97.83 2.10 0.00 3.20 76.00 80.00
100 6 637.00 52.00 2.00 14.30 32.90 48.50 4.10 4.15 56.00 76.00
0 6 643.00 76.00 1.00 0.00 99.33 0.06 0.00 0.60 60.00 92.00
15 6 657.00 73.00 3.00 0.00 98.39 0.02 0.00 1.37 52.00 96.00
25 6 585.00 49.00 3.00 0.00 85.71 8.80 0.00 5.40 52.00 96.00
21 Jam
50 6 625.00 103.00 1.00 0.00 99.03 0.00 0.00 0.97 8.00 68.00
75 6 689.00 97.00 3.00 0.00 80.78 18.52 0.00 0.69 56.00 100.00
100 6 613.00 51.00 2.00 0.00 94.07 4.90 0.00 0.98 0.00 60.00
0 6 600.00 59.66 3.00 97.8 0.00 2.2 0.00 3.35 0.00 89.00
15 6 650.00 76.00 3.00 86.84 0.00 13.16 0.00 9.2 0.00 92.00
22 jam 25 6 590.00 68.00 3.00 94.11 0.00 5.89 0.00 1.47 0.00 96.00
50 6 626.00 21.6 2.00 76.92 23.08 0.00 10.77 0.00 68.00
75 6 616.00 64.00 3.00 82.81 0.00 17.19 0.00 6.00 0.00 40.00
37
100 6 617.00 58.33 3.00 0.00 80.00 15.00 5.00 10.00 0.00 100.00
0 6 597.00 37.00 2.00 90.54 0.00 9.46 0.00 5.40 92.00 0.00
15 6 644.00 104.00 2.00 89.00 0.00 11.00 0.00 9.54 88.00 0.00
25 6 644.00 48.00 3.00 0.00 86.00 8.00 5.00 1.00 80.00 0.00
23 Jam
50 6 629.00 76.00 3.00 0.00 98.00 1.00 1.00 0.21 88.00 0.00
75 6 640.00 125.00 3.00 0.00 75.30 18.86 5.84 3.00 96.00 0.00
100 6 608.00 48.00 4.00 0.00 84.32 0.00 15.68 4.87 68.00 0.00
0 6 650.00 60.00 1.00 98.00 0.00 2.00 0.00 3.30 0.00 92.00
15 6 637.00 75.00 3.00 98.40 1.60 0.00 1.98 0.00 100.00
25 6 615.00 92.00 3.00 14.80 77.07 3.79 1.62 2.34 48.00 92.00
24 Jam
50 6 537.00 36.00 3.00 0.00 95.00 5.00 0.00 0.00 16.00 100.00
75 6 601.00 70.00 3.00 0.00 92.80 7.20 0.00 3.57 92.00 92.00
100 6 638.00 80.00 3.00 42.20 21.80 8.10 6.20 4.80 0.00 84.00
0 6 592.00 80.00 2.00 0.00 94.54 3.14 0.00 2.30 8.00 100.00
15 6 625.00 83.00 1.00 0.00 95.96 0.04 0.00 3.62 72.00 100.00
25 6 582.00 97.00 1.00 0.00 94.15 0.06 0.00 5.15 28.00 92.00
25 Jam
50 6 630.00 116.00 2.00 0.00 91.97 2.80 0.00 5.15 64.00 96.00
75 6 617.00 107.00 1.00 0.00 97.34 0.00 0.00 2.65 0.00 92.00
100 6 622.00 44.00 2.00 0.00 83.94 4.19 0.00 11.83 0.00 88.00
0 6 609.00 48.33 3.00 86.55 0.00 0.00 13.45 1.37 0.00 88.00
15 6 617.00 52.83 3.00 100.00 0.00 0.00 0.00 9.15 0.00 100.00
26 jam 25 6 619.00 78.33 3.00 100.00 0.00 0.00 0.00 8.94 0.00 84.00
50 6 601.00 26.50 2.00 0.00 98.11 0.00 1.89 2.51 0.00 48.00
75 6 626.00 52.50 2.00 0.00 66.35 5.20 28.45 2.54 0.00 33.00
38
100 6 620.00 89.16 3.00 89.34 0.00 10.66 0.00 1.86 0.00 100.00
0 7 643.00 66.00 1.00 88.00 7.50 4.50 0.00 7.50 88.00 0.00
15 6 615.00 48.00 1.00 0.00 96.20 3.80 0.00 15.50 100.00 0.00
25 7 646.00 49.00 3.00 0.00 96.24 3.76 0.00 4.79 92.00 0.00
27 Jam
50 6 623.00 28.00 3.00 0.00 81.90 18.10 0.00 7.60 76.00 0.00
75 7 632.00 76.00 3.00 0.00 81.29 9.36 9.36 2.60 96.00 0.00
100 6 631.00 71.00 4.00 0.00 80.82 13.19 6.00 3.04 88.00 0.00
0 6 585.00 80.00 1.00 0.00 99.10 0.90 0.00 0.40 0.00 100.00
15 6 588.00 69.00 1.00 0.00 98.17 1.83 0.00 1.04 68.00 96.00
25 6 595.00 90.00 3.00 90.80 5.70 1.50 1.90 1.53 56.00 84.00
28 Jam
50 6 561.00 88.00 3.00 0.00 97.00 3.00 0.00 1.30 0.00 80.00
75 6 559.00 70.00 3.00 43.50 27.70 2.70 0.00 5.50 60.00 92.00
100 6 638.00 95.00 3.00 0.00 95.00 5.00 0.00 3.40 76.00 92.00
0 6 635.00 73.00 2.00 0.00 99.77 0.00 0.00 0.23 24.00 96.00
15 7 660.00 102.00 1.00 0.00 98.18 0.00 0.00 1.81 44.00 100.00
25 6 564.00 94.00 3.00 0.00 95.03 2.65 0.00 2.30 0.00 92.00
29 Jam
50 6 589.00 118.00 4.00 0.00 91.26 7.88 0.00 0.84 48.00 96.00
75 6 637.00 90.00 2.00 0.00 94.26 3.69 0.00 2.03 4.00 76.00
100 6 651.00 68.00 3.00 0.00 91.21 1.46 0.00 7.31 0.00 60.00
0 6 620.00 46.00 2.00 0.00 99.63 0.37 0.00 2.17 0.00 96.00
15 6 590.00 69.67 3.00 0.00 98.00 2.00 0.00 3.83 0.00 87.50
30 jam 25 6 598.00 43.33 2.00 0.00 98.46 1.54 0.00 1.92 0.00 90.00
50 6 623.00 60.66 2.00 0.00 98.90 1.10 0.00 2.74 0.00 92.00
75 6 636.00 92.13 3.00 0.00 86.86 13.14 0.00 6.31 0.00 92.00
39
100 6 590.00 101.00 3.00 87.12 0.00 12.88 0.00 2.97 0.00 96.00
0 6 598.00 72.00 3.00 97.69 0.00 2.31 0.00 6.00 56.00 0.00
15 6 639.00 84.00 3.00 97.83 0.00 2.17 0.00 2.94 68.00 0.00
25 6 618.00 58.00 2.00 28.70 70.60 0.50 0.00 3.10 36.00 0.00
31 Jam
50 6 643.00 83.00 3.00 1.00 79.20 0.90 10.00 0.50 48.00 0.00
75 7 650.00 63.57 3.00 0.00 71.50 28.50 0.00 4.26 60.00 0.00
100 6 626.00 76.00 3.00 0.00 85.00 15.00 0.00 3.52 88.00 0.00
0 6 591.00 102.00 3.00 0.00 98.00 2.00 0.00 1.00 0.00 88.00
15 6 593.00 65.00 3.00 95.00 5.00 0.00 0.00 5.00 0.00 80.00
25 6 630.00 87.00 2.00 89.00 0.00 11.00 0.00 2.00 0.00 92.00
32 Jam
50 6 605.00 65.00 2.00 0.00 90.57 9.43 0.00 3.00 12.00 64.00
75 6 564.00 54.00 1.00 0.00 87.00 13.00 0.00 3.00 32.00 79.00
100 6 584.00 54.00 3.00 0.00 94.94 5.06 0.00 3.28 0.00 40.00
Keterangan: Data kelompok 1-8. Mutu fisik meliputi kecerahan/warna benih, kebersihan benih, dan keretakan pada benih. Untuk level warna benih yaitu nomor 1
untuk kuning, nomor 2 cokelat, nomor 3 abu-abu, dan nomor 4 adalah warna hitam. Uji daya berkecambah (DB) dilakukan 2 kali pengamatan.
40
DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2017. Konsumsi Buah dan Sayur Susenas 2016.
http://gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2017/01/Paparan-BPS-Ko
nsumsi-Buah-Dan-Sayur.pdf. [21 Mei 2018].
Delouche, J.C. 1971. Determinants of Seed Quality. Seed Technology Laboratory
Mississippi State University, Mississippi State. Mississippi.
Gunarta, I.W., I.G.N. Raka dan A.A.M. Astiningsih. 2014. Uji efektifitas
beberapa teknik ekstraksi dan dry heat treatment terhadap viabilitas benih
tomat . Jurnal Agroteknologi Tropika (3)3: 128-136.
Iriani, Y.F., N. Kendarini, S. L. Purmaningsih. 2017. Uji efektivitas beberapa
teknik ekstraksi terhadap mutu dua varietas tomat (Solanum
lycopersicum L.). Jurnal Produksi Tanaman 5(1): 8-14.
Justice, O.L., L.N. Bass. 1994. Prinsip Praktek Penyimpanan Benih.
Diterjemahkan oleh R. Roesli. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Kartasapoetra, A.G. 2003. Teknologi Benih: Pengolahan Benih dan Tuntunan
Praktikum. Rineka Cipta. Jakarta
[Kementan] Kementerian Pertanian. 2016. Produksi Tomat Menurut Provinsi,
2012-2016. http://www.pertanian.go.id/Data5tahun/HortiATAP2016/Pro
duksi%20Tomat.pdf. [21 Mei 2018].
Raganatha, I. N., I. G. N. Raka, I. K. Siadi. 2014. Daya simpan benih tomat
(Lycopersicum esculentum Mill.) hasil beberapa teknik ekstraksi. E-
Jurnal Agroekoteknologi Tropika 3(3): 183-190.
Raka, G.N., M. Astiningsih, D.N Nyana,dan K. Siadi. 2012. Pengaruh dry heat
treatment terhadap daya simpan benih cabai rawit (Capsicum frutescens
L.). Journal Agric. Sci. and Biotechnol 1(1): 1-10.
Sadjad, S. 1980. Teknologi Benih dalam Masalah Vigor. Dasar-dasar Teknologi
Benih. Departemen Agronomi Faperta, IPB. Bogor.
Sadjad, S. 1993. Dari Benih Kepada Benih. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
Jakarta
Saisawat, P. 1980. Final Report on Technical Assistant’s Services. Laboratorium
Ilmu dan Teknologi Benih IPB. Bogor.
Stubsgoard, Moestrup. 1994. Seed Processing, Training Course and Seed
Procurement in Association with Danagro Adviset A/S. PT. Ardes
Perdana and Danida Forest Seed Center. Bogor.
Tim Pengampu. 2011. Bahan Ajar Ilmu dan Teknologi Benih, Program Hibah
Penulisan Buku Ajar. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Wiguna, G. 2013. Perbaikan viabilitas dan kualitas fisik benih tomat melalui
pengaturan lama fermentasi dan penggunaan NaOCl pada saat pencucian
benih. Mediagro. 2(2):68-76.
41
42