Anda di halaman 1dari 6

AKLIMATISASI PLANLET HASIL PERBANYAKAN

SECARA KULTUR JARINGAN

Nama Anggota:
Yofa Isfadilah (A24190077)
Adella Nurlita (A24190115)
Ahmad Nur Fauzan (A24190121)
Winda Saskia Sijabat (A24190122)
Alif Rizky Hemanta (A24190125)

Kelompok 3
Paralel 3
Dasar Bioteknologi Tanaman (AGH330)

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2021/2022
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam sebuah perbanyakan tanaman secara in vitro dengan kultur jaringan, akan
diperoleh tanaman yang tentunya tidak dalam kondisinya yang optimal, dalam kata
lain, tanaman tesebut dapat bertahan dalam kondisi in vitro namun belum mampu
hidup pada lingkungan luar. Hal ini banyak dipengaruhi oleh beberapa kondisi, antara
lain, kondisi media tanam yang dipenuhi nutrisi, sehingga tanaman tidak
berfotosintesis karena dapat mengambil nutrisi langsung dari media tumbuh, hal ini
pun berpengaruh juga terhadap morfologi tanaman lainnya seperti tidak
berkembangnya sel penjaga stomata, tidak berkembangnya pembuluh pengangkut,
serta trikoma dan lapisan lilin tidak muncul. Atas dasar inilah, maka bibit tanaman
hasil perbanyakan in vitro secara kultur jaringan harus melalui suatu proses terlebih
dahulu sebelum di tanam pada lingkungan in vivo. Proses tersebut adalah aklimatisasi.
Aklimatisasi adalah proses dan tahap dalam teknik kultur jaringan guna membantu
planlet untuk beradaptasi di lingkungan non steril (Parnidi dan Budi, 2012). Proses
aklimatisasi dikatakan sebagai proses adaptasi bibit dari lingkungan steril menuju
lingkungan non steril karena bibit, sebelumnya ditanam dalam botol yang steril dan
selanjutnya akan ditanam pada kondisi lingkungan yang tidak steril dan banyak
kontaminan. Dalam pengertian lain, aklimatisasi adalah proses mengadaptasikan
planlet dari media kultur in vitro ke media tanah pada ruangan terbuka (Pardal et al.
2005). Dalam proses aklimatisasi, penanaman bibit dilakukan pada media yang
berbeda dari penanaman kultur jaringan, yakni tidak lagi pada media agar bernutrisi,
melainkan pada media tanah dan sekam yang telah di sterilisasi.
1.2 Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mempelajari proses aklimatisasi planlet hasil
perbanyakan secara kultur jaringan sebelum dilepas ke lingkungan in vivo.
1.3 Alat dan Bahan
1. Bibit porang yang telah berumur 12 minggu sejak dikulturkan
2. Aquades steril atau air steril
3. Bakterisida Dithane M-45 2 g/l
4. Fungisida Agrept 2 g/l
5. Paclobutrazol 5 mg/l
6. Media tanah dan arang sekam: 1:1 (V/V)
7. Gelas plastik transparan
8. Autoclave
1.4 Metode
1. Media tanah dan arang sekam: 1:1 (V/V) disterilkan dengan autoclave selama
30 menit.
2. Media yang sudah steril dibasahi hingga jenuh air dengan menggunakan air
steril.
3. Planlet dikeluarkan dari botol dengan hati-hati agar tidak putus dan pastikan
bibit tersebut telah berakar.
4. Cuci bersih planlet dengan air steril secara perlahan dan pastikan semua agar-
agar sudah tidak ada pada akar planlet.
5. Rendam bibit yang sudah bersih pada larutan Dithane M-45 2 g/l + Agrept 2 g/l
selama 10 menit.
6. Tanam planlet di dalam gelas plastik transparan dengan jarak yang tidak terlalu
rapat (2x2 cm) guna mencegah bibit membusuk.
7. Semprot eksplan dengan larutan Paclobutrazol 5 mg/l.
8. Tutup gelas plastik steril, dengan plastik wrap untuk try plastik yang telah
ditanami planlet selanjutnya disimpan di ruang kultur.
9. Planlet disiram dengan cara dispray setiap 2-3 hari sekali untuk menjaga
kelembaban.
10. Planlet yang sudah berumur 1 minggu selanjutnya dikeluarkan ke tempat teduh
untuk mengadaptasinya dengan lingkungan in vivo selama 1-2 minggu. Pada
saat ini planlet dapat disiram dengan pupuk daun dengan konsentrasi ¼.
11. Ex vitro cutting dilakukan pada 1 MST dengan memotong pucuk planlet dengan
2 buku dan ditanam di media yang sama.

2. PEMBAHASAN
Aklimatisasi sangat perlu dilakukan bagi planlet yang ditanam dengan cara
kultur jaringan yang steril dan heterotrof. Planlet yang ditanam dengan cara kultur
jaringan menyebabkan perkembangan sel-sel penjaga terhambat. Hal tersebut
berpengaruh pada lapisan lilin (kutikula) yang tidak tumbuh dengan baik, lignin pada
dinding sel batang kurang, sel-sel palisade sedikit, jaringan pembuluh dari akar ke
pucuk kurang berkembang dan stomata tidak berfungsi dengan baik, sehingga tidak
dapat mencegah transpirasi yang tinggi. Daun planlet tipis dan kecil, belum dapat
dapat berfotosintesis secara aktif sehingga sulit beradaptasi pada lingkungan in vivo,
serta tidak tahan terhadap serangan cendawan dan bakteri. Maka dari itu perlu
dilakukan aklimatisasi atau adaptasi planlet dari lingkungan yang steril dan heterotrof
ke kondisi yang non steril dan autotrof. Hal tersebut agar planlet dapat tumbuh dan
berkembang dengan baik saat dilepaskan ke lingkungan di lahan pertanian.
Proses aklimatisasi tanaman yang sebelumnya berkembang pada kondisi in vitro
harus diperhatikan dengan baik. Tanaman yang tumbuh masih bersifat heterotrof dan
harus diaklimatisasi agar menjadi autotrof. Planlet yang ditanam secara in vitro
memiliki stomata yang besar dengan bentuk dan struktur yang berubah. Sel penjaga
memiliki dinding sel yang lebih tipis dan mengandung lebih banyak pati dan
kloroplas. Inisiasi klorofil diperlukan agar klorofil pada tanaman dapat digunakan
dalam proses berfotosintesis. Jika tanaman langsung dipindahkan ke bawah sinar
matahari langsung maka akan menyebabkan fotoinhibisi dan klorofil akan semakin
inaktif. Hal yang harus diperhatikan dalam proses aklimatisasi yaitu konsentrasi
karbohidrat (gula). Konsentrasi karbohidrat mempengaruhi proses aklimatisasi karena
planlet beralih dari pertumbuhan heterotrofik ke autotrofik dan setiap perlakuan
sebelum dan sesudah transfer planlet meningkatkan laju fotosintesis tanaman yang
dapat meningkatkan laju pertumbuhan tanaman. Pengurangan konsentrasi gula pada
media tanam bertujuan agar menurunkan perkembangan organisme yang dapat
mengontaminasi tanaman melalui wadah sehingga persentase kematian tanaman
dalam proses aklimatisasi dapat semakin rendah (Rai el al. 2015). Penggunaan
paclobutrazol pada planlet berfungsi mengurangi jumlah lubang stomata,
meningkatkan lilin epikutikular, menyebabkan batang memendek dan akar menebal.
Selain itu juga menyebabkan berkurangnya kelayuan setelah dipindahkan media
tanam setelah aklimatisasi. Penggunaan senyawa tersebut juga meningkatkan
konsentrasi klorofil per satuan luas daun. Paclobutrazol efektif dalam menghambat
pertumbuhan tunas dan mengatur berbagai proses metabolisme pada planlet (Chandra
et al. 2010).
Media tanam yang tepat menjadi salah satu faktor keberhasilan aklimatisasi
tanaman sehingga dapat dilakukan penanaman di lapang. Media tanam yang umum
digunakan dalam aklimatisasi planlet adalah sekam bakar, cocopeat, akar pakis,
sphagnum moss (Sandra 2013). Media ini banyak dipilih dikarenakan memiliki aerasi
dan drainase yang baik, perkembangan penyakit minim, dapat memegang air dengan
baik serta teksturnya yang cukup halus. Namun, tiap tanaman memiliki kombinasi
media tanam yang berbeda satu sama lainnya.
Dalam penelitian Ababil et al. (2021) yang melibatkan aklimatisasi planlet
pisang cavendish, kombinasi media tanam yang digunakan ada empat macam, (1)
pasir : tanah, (2) tanah : pupuk kascing, (3) pasir : pupuk kascing dan (4) tanah : pasir
: pupuk kascing. Persentase tumbuh pada media tanam 2, 3, 4 sebesar 100% dan
sebesar 77,78% . Media tanam 2, 3, 4 menghasilkan persentase tumbuh tertinggi
dikarenakan adanya pupuk kascing yang menyediakan unsur hara bagi planlet serta
dapat menyimpan air. Pada aklimatisasi tembesu yang dilakukan Purmadewi et al.
(2019), media tanam yang digunakan adalah (1) pasir, (2) cocopeat dan sekam, (3)
pasir dan cocopeat, (4) pasir dan sekam serta (5) pasir, cocopeat dan sekam.
Persentase paling tinggi berada pada media tanam (1) sebesar 42% dan paling rendah
adalah media tanam (4) sebesar 16%. Tingginya persentase pada media tanam (1)
kemungkinan disebabkan medianya yang menghambat perkembangan penyakit.
Adapun penelitian yang dilakukan Erfa et al. (2019) melibatkan anggrek bulan
(Phalaenopsis). Media tanam yang digunakan ketika aklimatisasi adalah (1) bata +
moss, (2) bata + pakis, (3) bata + sabut kelapa, (4) arang + moss, (5) arang + pakis dan
(6) arang + sabut kelapa. Persentase tumbuh planlet mecapai 100% pada media tanam
1, 2, 4, 5 dan sebesar 85% pada media tanam 3 serta 91,6% pada media tanam 6.
Tidak tercapainya 100% persentase planlet hidup pada media tanam 3 dan 6
dikarenakan adanya sabut kelapa yang kurang dalam mempertahankan air. Planlet
anggrek dapat tumbuh dengan baik apabila kelembaban sekitar mencukupi dan hal ini
kurang terpenuhi pada media tanam 3 dan 6.

3. SIMPULAN
Aklimatisasi adalah proses dan tahap dalam teknik kultur jaringan guna
membantu planlet untuk beradaptasi di lingkungan non steril. Planlet yang ditanam
dengan cara kultur jaringan menyebabkan perkembangan sel-sel penjaga terhambat,
lapisan lilin (kutikula) yang tidak tumbuh dengan baik, lignin pada dinding sel
batang kurang, sel-sel palisade sedikit, dan jaringan pembuluh dari akar ke pucuk
kurang berkembang dan stomata tidak berfungsi dengan baik. Dalam proses
aklimatisasi yaitu konsentrasi karbohidrat (gula) perlu diperhatikan karena
pengurangan konsentrasi gula pada media tanam dapat menurunkan perkembangan
organisme yang dapat mengontaminasi tanaman melalui wadah sehingga persentase
kematian tanaman dalam proses aklimatisasi dapat semakin rendah. Penggunaan
paclobutrazol pada planlet berfungsi mengurangi jumlah lubang stomata,
meningkatkan lilin epikutikular, menyebabkan batang memendek dan akar menebal.

4. DAFTAR PUSTAKA
Ababil MA, Budiman, Azmi TKK. 2021. Aklimatisasi planlet pisang cavendish dengan
beberapa kombinasi media tanam. Jurnal Pertanian Presisi. 5 (1): 57-70.

Chandra S., Randopadhyay R., Kumar V., Chandra R. 2010. Acclimatization of tissue
culture planlets: from laboratory to land. Biotechnol Lett. 32: 1199-1205.

Erfa L, Maulida D, Sesanti RN, Yuriansyah. 2019. Keberhasilan aklimatisasi dan


pembesaran bibit kompot anggrek bulan (Phalaenopsis) pada beberapa
kombinasi media tanam. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan. 19 (2): 121-126

Parnidi dan Budi US. 2012. Keragaan klon klon ABACA (Musa textilis Nee) hasil
kultur in-vitro pada fase aklimatisasi. Seminar Nasional Pendidikan dan Saintek
2016 (ISSN: 2557-533X). Malang (ID); Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan
Serat.

Purmadewi GC, Wulandari AS, Damayanti RU. 2019. Pengaruh metode pengakaran
dan media aklimatisasi terhadap keberhasilan aklimatisasi tembesu (Fagraea
fragrans (Roxb.) Miq.). Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan. 7 (1): 1-12.

Rai SP., Wiendi NMA., Krisantini. Optimasi produksi bibit tanaman kentang (Solanum
tuberosum) kultivar Granola dengan teknik fotoautrotofik. Bul. Agrohorti. 3(1):
28-38.

Sandra E. 2013. Cara Mudah Memahami dan Menguasai Kultur Jaringan Skala Rumah
Tangga. Bogor (ID): IPB Press.

Slamet. 2011. Perkembangan teknik aklimatisasi tanaman kedelai hasil regenerasi


kultur in vitro. Jurnal Litbang Pertanian, 30(2);48-54.

Anda mungkin juga menyukai