ABSTRAK
Penyediaan bibit lamtoro (Leucaena leucocephala) yang berkualitas dan cepat dapat dilakukan melalui
pembiakkan in vitro atau kultur jaringan. Aklimatisasi merupakan tahapan akhir dari perbanyakan tanaman
pada teknik kultur jaringan. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pertumbuhan tanaman lamtoro
berakar dan tidak berakar serta mengetahui pengaruh berbagai komposisi media tanam terhadap pertumbuhan
tanaman lamtoro (Leucaena leucocephala). Rancangan yang digunakan pada penelitian ini yaitu rancangan
acak lengkap faktorial 2 × 4. Faktor pertama adalah T1 (berakar) dan T2 (tidak berakar). Faktor kedua
adalah M1(zeolit), M2 (zeolit, arang sekam, pupuk kandang), M3 (pasir, arang sekam, pupuk kandang), M4
(tanah, pasir, arang sekam, pupuk kandang). Berdasarkan hasil percobaan, sifat tumbuh tanaman berakar
dengan media tanam zeolit (T1M1) memberikan respon terbaik terhadap viabilitas, adaptasi daun, warna
daun, pertambahan tinggi tanaman, serta jumlah daun dan ranting.
Kata kunci: aklimatisasi, kultur jaringan, lamtoro, media tanam, sifat tumbuh perakaran
ABSTRACT
The provision of high quality and expeditious lamtoro (Leucaena leucocephala) seeds can be done
through in vitro or tissue culture. Acclimatization is the final stage of plant propagation in tissue culture
techniques. This study aims to compare the growth of rooted and non-rooted lamtoro plants and to know the
effect of various composition of planting media on the growth of lamtoro (Leucaena leucocephala) plants.
The design used in this study was a factorial completely randomized design 2 × 4. The first factor such as
T1 (rooted) and T2 (rootles).The second factor such us M1 (zeolite), M2 (zeolite, husk charcoal, manure),
M3 (sand, husk charcoal, manure), M4 (soil, sand, husk charcoal, manure). The results were the growth
characteristics of rooted plants with zeolite planting media (T1M1) had the best response to viability, leaf
adaptation, leaf color, increase in plant height, and number of leaves and twigs
Keywords: acclimatization, Leucaena leucocephala, planting media, root growing characteristic, tissue
culture
46
Teknik Aklimatisasi pada Tanaman Lamtoro (Leucaena leucocephala) Dengan Perbedaan Media Tanam dan Sifat Tumbuh [Panca Dewi Manu Hara Karti, dkk.]
melalui pembiakan in vitro atau kultur jaringan. Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini
Teknik kultur jaringan merupakan suatu metode yang yaitu jangka sorong CALIPER 150 mm, plastic cup,
dilakukan untuk mengisolasi bagian dari tanaman plastik, karet gelang, pinset, gelas piala, gunting, label,
dan menumbuhkannya dalam kondisi aseptik autoklaf, munsell color chart, thermohygrometer,
sehingga bagian tersebut dapat memperbanyak diri time programmer, botol semprot, bak plastik, lampu
dan beregenerasi menjadi tanaman lengkap. Kultur neon dan rak penyimpanan. Bahan yang digunakan
jaringan memiliki keunggulan dalam perbanyakannya dalam penelitian ini meliputi tanaman lamtoro hasil
karena dapat dilakukan dengan bahan tanaman yang kultur jaringan, tanah, pasir, pupuk kandang, arang
sedikit, tanaman dihasilkan dengan kondisi bebas sekam, zeolit, fungisida dithane M-45, pupuk daun
penyakit, faktor lingkungan yang dapat disesuaikan, hyponex, aquadest dan zat pengatur tumbuh IBA. Alat
dapat dilakukan sepanjang tahun tanpa dipengaruhi dan bahan yang akan digunakan disiapkan terlebih
oleh faktor iklim. Metode kultur jaringan dapat dahulu. Tanaman lamtoro hasil kultur jaringan yang
menghasilkan bibit yang banyak dalam waktu yang akan digunakan dipilih berdasarkan sifat tumbuh
cepat (Santoso dan Nursandi, 2004). perakaran.
Aklimatisasi planlet merupakan tahapan akhir dari
perbanyakan tanaman pada teknik kultur jaringan. Sterilisasi Media
Aklimatisasi dilakukan dengan memindahkan planlet Media tanam yang telah dimasukkan ke dalam
ke media aklimatisasi dengan kondisi lapang. plastik tahan panas kemudian dimasukkan kedalam
Tahapan aklimatisasi merupakan tahap yang kritis autoklaf dengan suhu 1210C dengan tekanan 1 atm.
karena kondisi iklim di rumah kaca maupun lapangan Sterilisasi dilakukan selama 25 menit, setelah suhu
sangat berbeda dengan kondisi di dalam botol kultur autoklaf turun, media dapat diambil dan disimpan
(Yusnita, 2003). Perbedaan kondisi lingkungan in dalam lemari penyimpanan. Media tanam yang sudah
vivo dengan kondisi in vitro menyebabkan terjadinya disterilisasi dimasukkan kedalam plastic cup sesuai
persentase tumbuh tanaman yang rendah jika pada dengan perlakuan yang akan diberikan dan ditandai
tahapan aklimatisasi tidak dilakukan dengan baik. dengan pemberian label perlakuan. Media diberikan
Proses aklimatisasi dapat menentukan hasil akhir aquadest dan penyemprotan pupuk daun hyponex.
keberhasilan teknik kultur jaringan. Kondisi non
aseptik dan tidak terkontrol seperti suhu, cahaya Aklimatisasi
serta kelembaban, menyebabkan tanaman harus Tanaman hasil kultur jaringan yang diperoleh dari
mampu bertahan hidup dalam kondisi autotrof. Laboratorium Bioteknologi Tumbuhan Pakan Divisi
Perlakuan yang tepat dan terkontrol pada planlet akan Ilmu dan Teknologi Tumbuhan Pakan dan Pastura,
menentukan tingkat keberhasilan saat aklimatisasi Fakultas Peternakan dipindahkan ke Laboratorium
(Handini, 2012). Tanah dan disimpan selama 7 hari agar tanaman
Selama ini belum ada penelitian terkait yang dapat beradaptasi sebelum dilakukan aklimatisasi.
membandingkan pertumbuhan tanaman lamtoro Setelah itu, berdasarkan sifat tumbuhnya, tanaman
berakar dan tidak berakar yang dikembangkan dari dikeluarkan dari botol kultur menggunakan pinset
hasil kultur jaringan. Perlu dilakukan penelitian dan dibersihkan dari media kultur di bawah air
mengenai pertumbuhan tanaman lamtoro yang yang mengalir. Tanaman kemudian direndam
dikembangkan dari hasil kultur jaringan melalui dalam larutan aquades 1 liter dengan 1 gram pupuk
teknik aklimatisasi yang disertai dengan pengaruh daun hyponex dan 1 gram fungisida dithane M-45,
media tanam yang digunakan. sementara bagi tanaman yang tidak berakar larutan
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan tersebut ditambahkan ZPT IBA sebanyak 1 ml dan
pertumbuhan tanaman lamtoro berakar dan tidak direndam selama 15 menit.
berakar yang dikembangkan dari hasil kultur Tanaman kemudian dipindahkan pada bak yang
jaringan melalui teknik aklimatisasi serta mengetahui dilapisi tissue. Tanaman berakar diukur panjang
pengaruh berbagai komposisi media tanam akarnya terlebih dahulu. Kemudian tanaman
terhadap pertumbuhan tanaman lamtoro (Leucaena dipindahkan pada media tanam yang telah diberikan
leucocephala). aquadest. Setelah itu, tanaman disiram dan disungkup
menggunakan plastik yang sudah diberikan aquadest.
MATERI DAN METODE Tanaman diletakkan di atas bak berisi air dan
kemudian dipindahkan pada rak dengan pencahayaan
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium lampu neon yang sudah diatur menggunakan time
Agrostologi, Divisi Ilmu dan Teknologi Tumbuhan programmer. Pengamatan dilakukan selama 3 hari
Pakan dan Pastura, Fakultas Peternakan, Institut sekali dan penyiraman dilakukan selama 2 hari sekali.
Pertanian Bogor.
47
pastura ❖ Volume 10 Nomor 1 Tahun 2020 p-ISSN 2088-818X e-ISSN 2549-8444
48
Teknik Aklimatisasi pada Tanaman Lamtoro (Leucaena leucocephala) Dengan Perbedaan Media Tanam dan Sifat Tumbuh [Panca Dewi Manu Hara Karti, dkk.]
suhu yang rendah dapat menyebabkan penyerapan air perbedaan sifat tumbuh perakaran dan media
dan unsur hara oleh akar tanaman sedikit. Sebaliknya tanam. Pada sifat tumbuh perakaran, nilai terendah
jika suhu tinggi tetapi masih sesuai untuk pertumbuhan didapatkan pada perlakuan tanaman tidak berakar.
tanaman maka akan meningkatkan penyerapan air Hal ini disebabkan oleh kondisi anatomi tanaman
dan unsur hara oleh akar dan meningkatkan hasil yang belum sempurna sehingga dapat menyebabkan
fotosintesis. rendahnya persentase viabilitas tumbuh tanaman
Kelembaban mempengaruhi proses transpirasi dalam keberhasilan aklimatisasi. Kecenderungan
karena berperan dalam membantu penyerapan pada sistem perakaran yang mudah rusak dan
air dan translokasi unsur hara ke seluruh bagian tidak berfungsi dengan baik akan menyebabkan
tanaman, serta mencegah terjadinya cekaman pertumbuhan tanaman pada kondisi in vivo sangat
air. Kelembaban udara yang terlalu rendah dan tertekan (Zulkarnain, 2009).
terlalu tinggi akan menghambat pertumbuhan dan
pembungaan tanaman karena dapat mempengaruhi Tabel 2. Persentase Viabilitas Tanaman Lamtoro (L. leuco-
proses fotosintesis. Tinggi rendahnya suhu memiliki cephala) pada Tahap Aklimatisasi Selama 42 HST
pengaruh terhadap tinggi rendahnya kelembaban. Sifat Media Tanam
Pada kondisi dengan suhu yang tinggi, akan terjadi Perakaran M1 M2 M3 M4
penurunan kelembaban, begitu pula pada suhu yang 42 HST
T1 86,67 % 86,67 % 26,67 % 53,34 %
rendah maka akan terjadi kenaikan pada kelembaban.
T2 66,67 % 40,00 % 20,00 % 66,67 %
Kelembaban berpengaruh terhadap pertumbuhan
56 HST
tanaman karena kelembaban udara dapat mempenga T1 8,07 % 6,92 % 3,75 % 3,75 %
ruhi laju transpirasi. Kelembaban yang rendah dapat T2 3,00 % 0,00 % 0,00 % 1,50 %
meningkatkan laju transpirasi sehingga penyerapan Keterangan:
air serta zat-zat mineral juga dapat meningkat. Jika T1 (berakar); T2 (tidak berakar); M1 (zeolit); M2 (zeolit:arang sekam: pupuk kandang:
1:1:1); M3 (pasir:arang sekam: pupuk kandang: 1:1:1); M4 (tanah:pasir:arang sekam:
kelembaban tinggi, maka laju transpirasi menjadi pupuk kandang: 1:1:1:1)
rendah sehingga rendahnya penyerapan zat-zat
nutrisi dapat menghambat pertumbuhan tanaman Berdasarkan penelitian yang dilakukan, media
(Sigit, 2008). Secara umum, media tanam harus tanam dengan persentase viabilitas tanaman yang
dapat menjaga kelembaban daerah sekitar akar, tinggi adalah pada media tanam dengan perlakuan
menyediakan cukup udara, dan dapat menahan zeolit (M1) dan perlakuan zeolit: arang sekam: pupuk
ketersediaan unsur hara (Ayu, 2011). kandang dengan perbandingan 1:1:1 (M2). Hal ini
dapat disebabkan karena zeolit merupakan media
Persentase Viabilitas tanam yang mampu mengikat air dan unsur hara
Kondisi lingkungan in vivo yang berbeda dengan pada tanaman. Media tanam zeolit memiliki mineral
kondisi in vitro dapat menyebabkan rendahnya dengan kapasitas tukar kation (KTK) dan daya retensi
persentase viabilitas tanaman pada tahap aklimatisasi. air yang tinggi yaitu penukar ion, absorpsi, dan
Perlakuan yang tepat dan terkontrol pada planlet akan penyaring molekul (Maharani et al., 2018). Sementara
menentukan tingkat keberhasilan saat aklimatisasi media tanam dengan persentase viabilitas terendah
(Handini, 2012). Berikut disajikan dalam Tabel 2, adalah pada perlakuan pasir:arang sekam:pupuk
tingkat viabilitas tanaman (L. leucocephala) pada kandang dengan perbandingan 1:1:1 (M3) hal ini
tahap aklimatisasi yang dilakukan selama 42 HST dikarenakan secara kimia pasir termasuk dalam media
dan 56 HST. yang tidak bereaksi. Selain porositas yang tinggi,
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, pasir memiliki kapasitas tukar kation yang rendah
perlakuan dengan persentase viabilitas tanaman sehingga pasir sangat cepat dalam melepaskan unsur
tertinggi selama tahap aklimatisasi 42 HST adalah hara. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
pada M1T1 dan M1T2 dengan nilai 86,67%, sementara oleh Hariyono (2005) pada tanaman Corynanthera
persentase viabilitas tanaman terendah adalah pada flava dengan perlakuan campuran pasir, arang
perlakuan M2T3 dengan nilai 20%. Setelah 42 HST sekam, dan kompos (1:1:1) pada proses aklimatisasi
tahap aklimatisasi, sungkup dibuka dan kemudian memiliki nilai viabilitas terendah yang disebabkan
diadaptasikan selama dua minggu sebelum tanaman oleh hilangnya fungsi stomata dan menipisnya
dipindahkan pada kondisi lapang. Selama 56 HST, kutikula daun. Penyebab kematian pada tanaman
terdapat penurunan persentase viabilitas tanaman dapat diakibatkan oleh terjadinya kemunduran fungsi
dengan nilai tertinggi pada perlakuan M1T1 yaitu organ pada planlet.
8,07% dan nilai terendah pada perlakuan M2T2 dan
M2T3.
Tingkat viabilitas tanaman dipengaruhi oleh
49
pastura ❖ Volume 10 Nomor 1 Tahun 2020 p-ISSN 2088-818X e-ISSN 2549-8444
Keterangan:
Berdasarkan analisis ragam, hasil menunjukkan T1 (berakar); T2 (tidak berakar); M1 (zeolit); M2 (zeolit: arang sekam: pupuk kan-
dang: 1:1:1); M3 (pasir: arang sekam: pupuk kandang:1:1:1); M4 (tanah:pasir:
bahwa sifat tumbuh perakaran dan perbedaan arang sekam: pupuk kandang: 1:1:1:1)
media tanam berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap
persentase kerontokan daun tanaman lamtoro (L. Menurut Zulkarnain (2009), sistem perakaran
leucocephala). Pengaruh paling nyata terdapat pada yang cenderung mudah rusak dan tidak berfungsi
perlakuan M2T2 dan M2T4 dengan nilai persentase dengan baik akan membuat pertumbuhan tanaman
kerontokan daun yang tinggi masing-masing pada kondisi in vivo sangat tertekan. Kondisi anatomi
adalah 59,44% dan 55,37%. Kerontokan daun atau tanaman yang belum sempurna menyebabkan
mekanisme pengguguran daun merupakan suatu rendahnya tingkat tumbuh tanaman dan keberhasilan
reaksi penyelamatan terhadap tekanan lingkungan. aklimatisasi. Dalam proses aklimatisasi, akar belum
Berbagai faktor baik sifat tumbuh perakaran maupun berfungsi secara optimal dalam proses penyerapan
perbedaan media tanam menunjukkan nilai yang unsur hara, sedangkan stomata daun dalam proses
berbeda terhadap persentase kerontokan daun. adaptasi menghindari transpirasi yang berlebihan.
Ketahanan terhadap kondisi lingkungan dapat Sementara pada faktor pengaruh media tanam,
menyebabkan respon kerontokan daun yang berbeda Ismail (2013) menyatakan bahwa media tanam pasir
sesuai dengan faktor-faktor yang mendukungnya. memiliki luas permukaan kumulatif yang relatif kecil
Ketahanan terhadap lingkungan khususnya kekeringan sehingga kemampuan menyimpan air sangat rendah
berkaitan dengan cara tanaman mempertahankan atau tanahnya lebih cepat kering. Kelebihan media
kelembaban dalam tubuh tanaman pada situasi yang zeolit dari arang sekam yaitu dapat menyimpan unsur
mengharuskannya untuk bertranspirasi (Santoso dan hara dan menyuplai unsur hara ke tanaman tersebut.
Prayudyaningsih 2006). Kerontokan daun majemuk Rendahnya nilai pertambahan tinggi tanaman pada
memiliki hubungan yang berlawanan arah dengan media M3 diduga karena pada media arang sekam
pertambahan jumlah daun majemuk. Hal tersebut bersifat mudah kering sedangkan pasir bersifat padat
menjadi indikator bahwa terdapat interaksi negatif jika terkena larutan hara sehingga tanaman tidak
yang disebabkan oleh tanaman (Manpaki, 2016). mampu menyerap unsur hara secara maksimal.
50
Teknik Aklimatisasi pada Tanaman Lamtoro (Leucaena leucocephala) Dengan Perbedaan Media Tanam dan Sifat Tumbuh [Panca Dewi Manu Hara Karti, dkk.]
Tabel 6. Jumlah Daun Tanaman Lamtoro (L. leucocephala) tersebut ditunjukkan dari tingkat viabilitas tanaman,
pada Tahap Aklimatisasi Selama 42 HST
tingkat kerontokan daun, warna daun, pertambahan
Sifat Media Tanam tinggi tanaman serta jumlah daun dan ranting.
Rata-
Pera-
karan M1 M2 M3 M4 an Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait
T1 2,57a±0,99 2,10ab±1,23 0,89ab±0,35 2,32ab±1,03 1,97a respon fisiologis tanaman lamtoro (L. leucocephala)
T2 1,73ab±1,23 0,71b±0,00 0,71ab±0,00 1,06b±0,69 1,05b setelah tahap aklimatisasi untuk mengetahui daya
Rataan 2,15a 1,40ab 0,80b 1,70ab tahan tanaman pada kondisi lapang.
51
pastura ❖ Volume 10 Nomor 1 Tahun 2020 p-ISSN 2088-818X e-ISSN 2549-8444
Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Soedjianto. 1982. Bercocok Tanam Jilid III. Yasagura
Genetik Pertanian. Bogor : Jakarta.
Santoso, B. dan Prayudyaningsih, R. Tingkat Yumiarty, H. dan Suradi, K. 2010. Utilization of
kerontokan dan produksi daun beberapa jenis lamtoro leaf in diet on pet production and the
Murbei (Morus multicaulis Perr., Morus nigra lose of hair rabbit’s pelt. Jurnal ilmu ternak.7(1):
Linn., dan Morus indica S-54) di daerah berlahan 73-77.
kering. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Yusnita. 2003. Kultur Jaringan: Cara Memperbanyak
Alam. 3(2) : 119 – 126. Tanaman Secara Efisien. Jakarta (ID): Agro
Santoso, U. dan Nursandi, F. 2004. Kultur Jaringan Media Pustaka.
Tanaman. Malang (ID) : UMM Pres. Yusnita. 2010. Perbanyakan In Vitro Tanaman
Sarwono, B. 1987. Pengelompokan Hijauan Makanan Anggrek. Penerbit Universittas Lampung. Bandar
Ternak, Trubus, Jakarta. Lampung. 55, 81, dan 91 hlm.
Sigit, Y. 2008. Kajian elongasi dan aklimatisasi pada Zulkarnain. 2009. Kultur Jaringan Tanaman Solusi
kultu In Vitro Aquilaria beccariana van Tiegh. Perbanyakan Tanaman Budi Daya. Jaka
Skripsi. Bogor (ID) : Departemen Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
52