Anda di halaman 1dari 7

pastura

pastura ❖Vol.Volume 10 N1omor


10 No. : 461- T52
ahun 2020 p-ISSN
p-ISSN 2088-818X
2088-818X e-ISSN
e-ISSN 2549-8444
2549-8444

TEKNIK AKLIMATISASI PADA TANAMAN LAMTORO (Leucaena leucocephala)


DENGAN PERBEDAAN MEDIA TANAM DAN SIFAT TUMBUH
Panca Dewi Manu Hara Karti, Indah Wijayanti, dan Sabrina Dianovi Pramadi
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
e-mail: pancadewi_fapetipb@yahoo.com
pancadewifapetipb61@gmail.com

ABSTRAK

Penyediaan bibit lamtoro (Leucaena leucocephala) yang berkualitas dan cepat dapat dilakukan melalui
pembiakkan in vitro atau kultur jaringan. Aklimatisasi merupakan tahapan akhir dari perbanyakan tanaman
pada teknik kultur jaringan. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pertumbuhan tanaman lamtoro
berakar dan tidak berakar serta mengetahui pengaruh berbagai komposisi media tanam terhadap pertumbuhan
tanaman lamtoro (Leucaena leucocephala). Rancangan yang digunakan pada penelitian ini yaitu rancangan
acak lengkap faktorial 2 × 4. Faktor pertama adalah T1 (berakar) dan T2 (tidak berakar). Faktor kedua
adalah M1(zeolit), M2 (zeolit, arang sekam, pupuk kandang), M3 (pasir, arang sekam, pupuk kandang), M4
(tanah, pasir, arang sekam, pupuk kandang). Berdasarkan hasil percobaan, sifat tumbuh tanaman berakar
dengan media tanam zeolit (T1M1) memberikan respon terbaik terhadap viabilitas, adaptasi daun, warna
daun, pertambahan tinggi tanaman, serta jumlah daun dan ranting.

Kata kunci: aklimatisasi, kultur jaringan, lamtoro, media tanam, sifat tumbuh perakaran

ACCLIMATIZATION TECHNIQUE OF LAMTORO (Leucaena leucocephala)


USING DIFFERENT PLANTING MEDIA AND ROOT GROWING CHARACTERISTIC.

ABSTRACT

The provision of high quality and expeditious lamtoro (Leucaena leucocephala) seeds can be done
through in vitro or tissue culture. Acclimatization is the final stage of plant propagation in tissue culture
techniques. This study aims to compare the growth of rooted and non-rooted lamtoro plants and to know the
effect of various composition of planting media on the growth of lamtoro (Leucaena leucocephala) plants.
The design used in this study was a factorial completely randomized design 2 × 4. The first factor such as
T1 (rooted) and T2 (rootles).The second factor such us M1 (zeolite), M2 (zeolite, husk charcoal, manure),
M3 (sand, husk charcoal, manure), M4 (soil, sand, husk charcoal, manure). The results were the growth
characteristics of rooted plants with zeolite planting media (T1M1) had the best response to viability, leaf
adaptation, leaf color, increase in plant height, and number of leaves and twigs

Keywords: acclimatization, Leucaena leucocephala, planting media, root growing characteristic, tissue
culture

PENDAHULUAN mempunyai potensi besar untuk dikembangkan.


Hal ini disebabkan karena lamtoro mudah ditanam,
Ternak ruminansia membutuhkan hijauan sebagai cepat tumbuh, memiliki produksi yang tinggi serta
sumber pakan utama. Hijauan akan dibedakan kandungan komposisi asam amino yang seimbang
menjadi graminae dan leguminosae. Salah satu jenis (Muelen et al., 1979). Tanaman lamtoro memiliki
hijauan leguminosae dengan protein tinggi adalah kandungan protein kasar sebesar 23,7 – 34% dan
lamtoro (Leucaena leucocephala) yang merupakan mempunyai palatabilitas tinggi (Yumiarty dan Suradi
tanaman pohon. Pertumbuhan tanaman ini mampu 2010).
mencapai tinggi 5 – 15 m, dengan perakaran yang Tanaman lamtoro dalam pengembangan dan
dalam serta dapat beradaptasi pada tanah yang perbanyakannya memerlukan penyediaan bibit unggul
berdrainase pada daerah dengan iklim sedang yang merupakan salah satu aspek penting dalam
dan curah hujan tahunan diatas 760 mm (Hoult keberhasilan tanaman. Permasalahan di Indonesia
dan Briant, 1974). Lamtoro merupakan tanaman adalah terbatasnya bibit unggul yang tersedia. Upaya
yang dapat digunakan untuk makanan ternak dan penyediaan bibit yang berkualitas dapat dilakukan

46
Teknik Aklimatisasi pada Tanaman Lamtoro (Leucaena leucocephala) Dengan Perbedaan Media Tanam dan Sifat Tumbuh [Panca Dewi Manu Hara Karti, dkk.]

melalui pembiakan in vitro atau kultur jaringan. Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini
Teknik kultur jaringan merupakan suatu metode yang yaitu jangka sorong CALIPER 150 mm, plastic cup,
dilakukan untuk mengisolasi bagian dari tanaman plastik, karet gelang, pinset, gelas piala, gunting, label,
dan menumbuhkannya dalam kondisi aseptik autoklaf, munsell color chart, thermohygrometer,
sehingga bagian tersebut dapat memperbanyak diri time programmer, botol semprot, bak plastik, lampu
dan beregenerasi menjadi tanaman lengkap. Kultur neon dan rak penyimpanan. Bahan yang digunakan
jaringan memiliki keunggulan dalam perbanyakannya dalam penelitian ini meliputi tanaman lamtoro hasil
karena dapat dilakukan dengan bahan tanaman yang kultur jaringan, tanah, pasir, pupuk kandang, arang
sedikit, tanaman dihasilkan dengan kondisi bebas sekam, zeolit, fungisida dithane M-45, pupuk daun
penyakit, faktor lingkungan yang dapat disesuaikan, hyponex, aquadest dan zat pengatur tumbuh IBA. Alat
dapat dilakukan sepanjang tahun tanpa dipengaruhi dan bahan yang akan digunakan disiapkan terlebih
oleh faktor iklim. Metode kultur jaringan dapat dahulu. Tanaman lamtoro hasil kultur jaringan yang
menghasilkan bibit yang banyak dalam waktu yang akan digunakan dipilih berdasarkan sifat tumbuh
cepat (Santoso dan Nursandi, 2004). perakaran.
Aklimatisasi planlet merupakan tahapan akhir dari
perbanyakan tanaman pada teknik kultur jaringan. Sterilisasi Media
Aklimatisasi dilakukan dengan memindahkan planlet Media tanam yang telah dimasukkan ke dalam
ke media aklimatisasi dengan kondisi lapang. plastik tahan panas kemudian dimasukkan kedalam
Tahapan aklimatisasi merupakan tahap yang kritis autoklaf dengan suhu 1210C dengan tekanan 1 atm.
karena kondisi iklim di rumah kaca maupun lapangan Sterilisasi dilakukan selama 25 menit, setelah suhu
sangat berbeda dengan kondisi di dalam botol kultur autoklaf turun, media dapat diambil dan disimpan
(Yusnita, 2003). Perbedaan kondisi lingkungan in dalam lemari penyimpanan. Media tanam yang sudah
vivo dengan kondisi in vitro menyebabkan terjadinya disterilisasi dimasukkan kedalam plastic cup sesuai
persentase tumbuh tanaman yang rendah jika pada dengan perlakuan yang akan diberikan dan ditandai
tahapan aklimatisasi tidak dilakukan dengan baik. dengan pemberian label perlakuan. Media diberikan
Proses aklimatisasi dapat menentukan hasil akhir aquadest dan penyemprotan pupuk daun hyponex.
keberhasilan teknik kultur jaringan. Kondisi non
aseptik dan tidak terkontrol seperti suhu, cahaya Aklimatisasi
serta kelembaban, menyebabkan tanaman harus Tanaman hasil kultur jaringan yang diperoleh dari
mampu bertahan hidup dalam kondisi autotrof. Laboratorium Bioteknologi Tumbuhan Pakan Divisi
Perlakuan yang tepat dan terkontrol pada planlet akan Ilmu dan Teknologi Tumbuhan Pakan dan Pastura,
menentukan tingkat keberhasilan saat aklimatisasi Fakultas Peternakan dipindahkan ke Laboratorium
(Handini, 2012). Tanah dan disimpan selama 7 hari agar tanaman
Selama ini belum ada penelitian terkait yang dapat beradaptasi sebelum dilakukan aklimatisasi.
membandingkan pertumbuhan tanaman lamtoro Setelah itu, berdasarkan sifat tumbuhnya, tanaman
berakar dan tidak berakar yang dikembangkan dari dikeluarkan dari botol kultur menggunakan pinset
hasil kultur jaringan. Perlu dilakukan penelitian dan dibersihkan dari media kultur di bawah air
mengenai pertumbuhan tanaman lamtoro yang yang mengalir. Tanaman kemudian direndam
dikembangkan dari hasil kultur jaringan melalui dalam larutan aquades 1 liter dengan 1 gram pupuk
teknik aklimatisasi yang disertai dengan pengaruh daun hyponex dan 1 gram fungisida dithane M-45,
media tanam yang digunakan. sementara bagi tanaman yang tidak berakar larutan
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan tersebut ditambahkan ZPT IBA sebanyak 1 ml dan
pertumbuhan tanaman lamtoro berakar dan tidak direndam selama 15 menit.
berakar yang dikembangkan dari hasil kultur Tanaman kemudian dipindahkan pada bak yang
jaringan melalui teknik aklimatisasi serta mengetahui dilapisi tissue. Tanaman berakar diukur panjang
pengaruh berbagai komposisi media tanam akarnya terlebih dahulu. Kemudian tanaman
terhadap pertumbuhan tanaman lamtoro (Leucaena dipindahkan pada media tanam yang telah diberikan
leucocephala). aquadest. Setelah itu, tanaman disiram dan disungkup
menggunakan plastik yang sudah diberikan aquadest.
MATERI DAN METODE Tanaman diletakkan di atas bak berisi air dan
kemudian dipindahkan pada rak dengan pencahayaan
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium lampu neon yang sudah diatur menggunakan time
Agrostologi, Divisi Ilmu dan Teknologi Tumbuhan programmer. Pengamatan dilakukan selama 3 hari
Pakan dan Pastura, Fakultas Peternakan, Institut sekali dan penyiraman dilakukan selama 2 hari sekali.
Pertanian Bogor.

47
pastura ❖ Volume 10 Nomor 1 Tahun 2020 p-ISSN 2088-818X e-ISSN 2549-8444

Pengamatan dan Peubah yang Diamati Analisis Data


Peubah yang diamati dalam penelitian adalah Data yang diperoleh dari hasil pengamatan akan
tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah ranting, warna dianalisis dengan menggunakan ANOVA. Apabila
tanaman, panjang akar, dan persentase kerontokan terdapat perbedaan nyata di antara perlakuan maka
daun. dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Tukey.
1. Suhu dan kelembaban Program yang digunakan ialah Minitab 18.
Pengukuran suhu dan kelembaban dilakukan
pada pukul 08.00, 13.00, 16.00 dan 18.30 WIB HASIL DAN PEMBAHASAN
menggunakan alat thermohygrometer yang
disimpan di rak penyimpanan tanaman. Suhu dan Kelembaban
Parameter suhu dan kelembaban diamati pada
2. Persentase viabilitas berbagai waktu yaitu pagi, siang, sore dan malam
Persentase viabilitas dihitung berdasarkan rumus hari. Suhu dan kelembaban diamati selama 42 HST.
berikut : Hasil pengamatan pada suhu dan kelembaban selama
∑tanaman yang hidup di awal penelitian
tahap aklimatisasi dapat dilihat pada Tabel 1.
×100%”
∑tanaman yang ditanam Tabel 1. Rataan Suhu dan Kelembaban Selama Tahap Ak-
3. Persentase kerontokan daun limatisasi
Persentase kerontokan daun dihitung berdasarkan Pagi Siang Sore Malam
rumus berikut : Suhu (°C) 28,78 ± 0.81 28,94 ± 0.70 28,65 ± 0.51 28,55 ± 0.52
RH (%) 69,94 ± 2,26 69,81 ± 2,88 71,00 ± 2,53 72,56 ± 1,71
∑ daun rontok
×100%”
∑daun bertambah + daun awal Tanaman yang dipelihara dalam keadaan steril
dengan suhu dan kelembaban optimal, memiliki sifat
4. Tinggi tanaman (mm) yang sangat rentan terhadap lingkungan eksternal.
Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dengan Tanaman yang tumbuh dalam kultur jaringan di
menggunakan jangka sorong CALIPER 150 mm, laboratorium memiliki karakteristik stomata daun
pengukuran dimulai dari tanaman yang berada yang lebih terbuka dan sering tidak memiliki lapisan
di atas permukaan tanah hingga pucuk tertinggi. lilin pada permukaan daun. Hal tersebut menyebabkan
Pengukuran dilakukan selama 3 hari sekali hingga tanaman sangat rentan terhadap kelembaban rendah.
42 HST. Berdasarkan hal tersebut, tanaman perlu mengalami
5. Jumlah daun dan ranting tahap aklimatisasi sebelum ditanam pada kondisi
Pengamatan jumlah daun dan ranting dilakukan lapang (Mariska dan Sukmadjaja, 2003).
selama 42 hari setelah tanam (HST) pengambilan Tahap aklimatisasi merupakan tahapan yang
data selama 3 hari sekali. sangat penting dan sebagai tahap kritis karena dapat
menentukan keberhasilan pada teknik kultur jaringan.
Rancangan Percobaan Kondisi non aseptik dan tidak terkontrol baik suhu,
Penelitian dilakukan dalam rancangan acak cahaya, dan kelembaban, memaksa tanaman harus
lengkap faktorial (RALF) dengan faktor pertama yaitu dapat hidup dalam kondisi autotrof.
sifat tumbuh perakaran dan faktor kedua yaitu media Perlakuan yang tepat dan terkontrol pada
tanam. Sifat tumbuh terdiri atas 2 perlakuan yaitu planlet akan menentukan tingkat keberhasilan saat
tanaman berakar dan tidak berakar. Media tanam aklimatisasi (Handini, 2012). Berdasarkan hasil
terdiri atas 4 perlakuan, yaitu pasir, kompos, dan pengamatan yang dilakukan, suhu berada pada kisaran
arang aktif. 28,55 hingga 28,94°C, hal ini sesuai dengan kondisi
Faktor sifat tumbuh perakaran : lingkungan yang cocok untuk tanaman lamtoro (L.
T1 = Berakar leucocephala) yang berada pada iklim tropis dengan
T2 = Tidak berakar suhu 25 – 30 °C (Sarwono, 1987). Sementara data
Faktor media tanam : kelembaban selama tahap aklimatisasi yaitu berkisar
M1 = Zeolit antara 69,94 hingga 72,56%. Menurut Yusnita (2010),
M2 = Zeolit : pupuk kandang : arang sekam (1:1:1) kelembaban pada kisaran 50 hingga 70% dapat
M3 = Pasir : pupuk kandang : arang sekam (1:1:1) merangsang penebalan lapisan lilin kutikula dan
M4 = Tanah : pasir : pupuk kandang : arang membuat bibit lebih kuat.
sekam (1:1:1:1) Pengamatan suhu dan kelembaban dilakukan
karena kedua faktor tersebut dapat mempengaruhi
proses fisiologis tanaman. Menurut Soedjianto (1982),

48
Teknik Aklimatisasi pada Tanaman Lamtoro (Leucaena leucocephala) Dengan Perbedaan Media Tanam dan Sifat Tumbuh [Panca Dewi Manu Hara Karti, dkk.]

suhu yang rendah dapat menyebabkan penyerapan air perbedaan sifat tumbuh perakaran dan media
dan unsur hara oleh akar tanaman sedikit. Sebaliknya tanam. Pada sifat tumbuh perakaran, nilai terendah
jika suhu tinggi tetapi masih sesuai untuk pertumbuhan didapatkan pada perlakuan tanaman tidak berakar.
tanaman maka akan meningkatkan penyerapan air Hal ini disebabkan oleh kondisi anatomi tanaman
dan unsur hara oleh akar dan meningkatkan hasil yang belum sempurna sehingga dapat menyebabkan
fotosintesis. rendahnya persentase viabilitas tumbuh tanaman
Kelembaban mempengaruhi proses transpirasi dalam keberhasilan aklimatisasi. Kecenderungan
karena berperan dalam membantu penyerapan pada sistem perakaran yang mudah rusak dan
air dan translokasi unsur hara ke seluruh bagian tidak berfungsi dengan baik akan menyebabkan
tanaman, serta mencegah terjadinya cekaman pertumbuhan tanaman pada kondisi in vivo sangat
air. Kelembaban udara yang terlalu rendah dan tertekan (Zulkarnain, 2009).
terlalu tinggi akan menghambat pertumbuhan dan
pembungaan tanaman karena dapat mempengaruhi Tabel 2. Persentase Viabilitas Tanaman Lamtoro (L. leuco-
proses fotosintesis. Tinggi rendahnya suhu memiliki cephala) pada Tahap Aklimatisasi Selama 42 HST
pengaruh terhadap tinggi rendahnya kelembaban. Sifat Media Tanam
Pada kondisi dengan suhu yang tinggi, akan terjadi Perakaran M1 M2 M3 M4
penurunan kelembaban, begitu pula pada suhu yang 42 HST
T1 86,67 % 86,67 % 26,67 % 53,34 %
rendah maka akan terjadi kenaikan pada kelembaban.
T2 66,67 % 40,00 % 20,00 % 66,67 %
Kelembaban berpengaruh terhadap pertumbuhan
56 HST
tanaman karena kelembaban udara dapat mempenga­ T1 8,07 % 6,92 % 3,75 % 3,75 %
ruhi laju transpirasi. Kelembaban yang rendah dapat T2 3,00 % 0,00 % 0,00 % 1,50 %
meningkatkan laju transpirasi sehingga penyerapan Keterangan:
air serta zat-zat mineral juga dapat meningkat. Jika T1 (berakar); T2 (tidak berakar); M1 (zeolit); M2 (zeolit:arang sekam: pupuk kandang:
1:1:1); M3 (pasir:arang sekam: pupuk kandang: 1:1:1); M4 (tanah:pasir:arang sekam:
kelembaban tinggi, maka laju transpirasi menjadi pupuk kandang: 1:1:1:1)
rendah sehingga rendahnya penyerapan zat-zat
nutrisi dapat menghambat pertumbuhan tanaman Berdasarkan penelitian yang dilakukan, media
(Sigit, 2008). Secara umum, media tanam harus tanam dengan persentase viabilitas tanaman yang
dapat menjaga kelembaban daerah sekitar akar, tinggi adalah pada media tanam dengan perlakuan
menyediakan cukup udara, dan dapat menahan zeolit (M1) dan perlakuan zeolit: arang sekam: pupuk
ketersediaan unsur hara (Ayu, 2011). kandang dengan perbandingan 1:1:1 (M2). Hal ini
dapat disebabkan karena zeolit merupakan media
Persentase Viabilitas tanam yang mampu mengikat air dan unsur hara
Kondisi lingkungan in vivo yang berbeda dengan pada tanaman. Media tanam zeolit memiliki mineral
kondisi in vitro dapat menyebabkan rendahnya dengan kapasitas tukar kation (KTK) dan daya retensi
persentase viabilitas tanaman pada tahap aklimatisasi. air yang tinggi yaitu penukar ion, absorpsi, dan
Perlakuan yang tepat dan terkontrol pada planlet akan penyaring molekul (Maharani et al., 2018). Sementara
menentukan tingkat keberhasilan saat aklimatisasi media tanam dengan persentase viabilitas terendah
(Handini, 2012). Berikut disajikan dalam Tabel 2, adalah pada perlakuan pasir:arang sekam:pupuk
tingkat viabilitas tanaman (L. leucocephala) pada kandang dengan perbandingan 1:1:1 (M3) hal ini
tahap aklimatisasi yang dilakukan selama 42 HST dikarenakan secara kimia pasir termasuk dalam media
dan 56 HST. yang tidak bereaksi. Selain porositas yang tinggi,
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, pasir memiliki kapasitas tukar kation yang rendah
perlakuan dengan persentase viabilitas tanaman sehingga pasir sangat cepat dalam melepaskan unsur
tertinggi selama tahap aklimatisasi 42 HST adalah hara. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
pada M1T1 dan M1T2 dengan nilai 86,67%, sementara oleh Hariyono (2005) pada tanaman Corynanthera
persentase viabilitas tanaman terendah adalah pada flava dengan perlakuan campuran pasir, arang
perlakuan M2T3 dengan nilai 20%. Setelah 42 HST sekam, dan kompos (1:1:1) pada proses aklimatisasi
tahap aklimatisasi, sungkup dibuka dan kemudian memiliki nilai viabilitas terendah yang disebabkan
diadaptasikan selama dua minggu sebelum tanaman oleh hilangnya fungsi stomata dan menipisnya
dipindahkan pada kondisi lapang. Selama 56 HST, kutikula daun. Penyebab kematian pada tanaman
terdapat penurunan persentase viabilitas tanaman dapat diakibatkan oleh terjadinya kemunduran fungsi
dengan nilai tertinggi pada perlakuan M1T1 yaitu organ pada planlet.
8,07% dan nilai terendah pada perlakuan M2T2 dan
M2T3.
Tingkat viabilitas tanaman dipengaruhi oleh

49
pastura ❖ Volume 10 Nomor 1 Tahun 2020 p-ISSN 2088-818X e-ISSN 2549-8444

Persentase Kerontokan Daun dengan menggunakan uji Tukey menunjukkan bahwa


Kerontokan daun disebabkan oleh adanya proses perlakuan T1M1, T1M2 dan T1M4 berpengaruh sangat
fisiologis tanaman dan model toleransi tanaman nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman dengan
terhadap lingkungan maupun media tanam selama nilai pertambahan tinggi tanaman secara berturut-
tahap aklimatisasi. Tingkat kerontokan daun tanaman turut yaitu 0,65, 0,60, dan 0,58 mm. Perlakuan T2M2,
lamtoro (L. leucocephala) selama tahap aklimatisasi T2M3 dan T2M4 secara berturut-turun menghasilkan
dapat dilihat pada Gambar 1. nilai pertambahan tinggi yang negatif yaitu -0,43, -
0,85 dan -0,28 mm, hal ini dikarenakan tidak terdapat
peningkatan tinggi tanaman, melainkan penurunan
ukuran tinggi seperti tanaman yang perlahan-lahan
merunduk maupun tanaman yang mengalami
kerontokan daun dan ranting.

Tabel 3. Pertambahan Tinggi Tanaman Lamtoro (L. leuco-


cephala) pada Tahap Aklimatisasi Selama 42 HST
Sifat Media Tanam
Gambar 1. Persentase kerontokan daun selama 42 HST pada Pera- Rataan
tahap aklimatisasi karan M1 M2 M3 M4
Keterangan: T1 (berakar); T2 (tidak berakar); M1 (zeolit); M2 (zeolit: arang T1 0,65a±0,63 0,60a±0,28 -0,43bc±0,54 0,58a±0,56 0,35a
sekam: pupuk kandang: 1:1:1); M3 (pasir: arang sekam: pupuk
T2 0,48ab±0,39 -0,43c±0,53 -0,85c±0,64 -0,33c±0,51 -0,28b
kandang: 1:1:1); M4 (tanah:pasir: arang sekam: pupuk kandang:
1:1:1:1) Rataan 0,56a 0,08b -0,64c 0,12b

Keterangan:
Berdasarkan analisis ragam, hasil menunjukkan T1 (berakar); T2 (tidak berakar); M1 (zeolit); M2 (zeolit: arang sekam: pupuk kan-
dang: 1:1:1); M3 (pasir: arang sekam: pupuk kandang:1:1:1); M4 (tanah:pasir:
bahwa sifat tumbuh perakaran dan perbedaan arang sekam: pupuk kandang: 1:1:1:1)
media tanam berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap
persentase kerontokan daun tanaman lamtoro (L. Menurut Zulkarnain (2009), sistem perakaran
leucocephala). Pengaruh paling nyata terdapat pada yang cenderung mudah rusak dan tidak berfungsi
perlakuan M2T2 dan M2T4 dengan nilai persentase dengan baik akan membuat pertumbuhan tanaman
kerontokan daun yang tinggi masing-masing pada kondisi in vivo sangat tertekan. Kondisi anatomi
adalah 59,44% dan 55,37%. Kerontokan daun atau tanaman yang belum sempurna menyebabkan
mekanisme pengguguran daun merupakan suatu rendahnya tingkat tumbuh tanaman dan keberhasilan
reaksi penyelamatan terhadap tekanan lingkungan. aklimatisasi. Dalam proses aklimatisasi, akar belum
Berbagai faktor baik sifat tumbuh perakaran maupun berfungsi secara optimal dalam proses penyerapan
perbedaan media tanam menunjukkan nilai yang unsur hara, sedangkan stomata daun dalam proses
berbeda terhadap persentase kerontokan daun. adaptasi menghindari transpirasi yang berlebihan.
Ketahanan terhadap kondisi lingkungan dapat Sementara pada faktor pengaruh media tanam,
menyebabkan respon kerontokan daun yang berbeda Ismail (2013) menyatakan bahwa media tanam pasir
sesuai dengan faktor-faktor yang mendukungnya. memiliki luas permukaan kumulatif yang relatif kecil
Ketahanan terhadap lingkungan khususnya kekeringan sehingga kemampuan menyimpan air sangat rendah
berkaitan dengan cara tanaman mempertahankan atau tanahnya lebih cepat kering. Kelebihan media
kelembaban dalam tubuh tanaman pada situasi yang zeolit dari arang sekam yaitu dapat menyimpan unsur
mengharuskannya untuk bertranspirasi (Santoso dan hara dan menyuplai unsur hara ke tanaman tersebut.
Prayudyaningsih 2006). Kerontokan daun majemuk Rendahnya nilai pertambahan tinggi tanaman pada
memiliki hubungan yang berlawanan arah dengan media M3 diduga karena pada media arang sekam
pertambahan jumlah daun majemuk. Hal tersebut bersifat mudah kering sedangkan pasir bersifat padat
menjadi indikator bahwa terdapat interaksi negatif jika terkena larutan hara sehingga tanaman tidak
yang disebabkan oleh tanaman (Manpaki, 2016). mampu menyerap unsur hara secara maksimal.

Pertambahan Tinggi Tanaman Jumlah Daun dan Ranting


Tabel 3 disajikan hasil rataan pertambahan Jumlah daun dan ranting dihitung berdasarkan
tinggi, jumlah daun dan jumlah ranting tanaman rataan daun dan ranting pada hari ke-42 HST.
lamtoro selama tahap aklimatisasi yang dilakukan Pertumbuhan daun dan ranting merupakan
selama 42 HST. Berdasarkan hasil analisis ragam, dapat menunjukkan respon tanaman pada tahap
faktor sifat perakaran dan perbedaan media tanam aklimatisasi. Hasil penelitian terhadap jumlah daun
memiliki berbeda secara signifikan terhadap dan ranting ditunjukkan pada Tabel 6 dan Tabel 7
pertambahan tinggi tanaman (P<0,05). Uji lanjut berikut.

50
Teknik Aklimatisasi pada Tanaman Lamtoro (Leucaena leucocephala) Dengan Perbedaan Media Tanam dan Sifat Tumbuh [Panca Dewi Manu Hara Karti, dkk.]

Tabel 6. Jumlah Daun Tanaman Lamtoro (L. leucocephala) tersebut ditunjukkan dari tingkat viabilitas tanaman,
pada Tahap Aklimatisasi Selama 42 HST
tingkat kerontokan daun, warna daun, pertambahan
Sifat Media Tanam tinggi tanaman serta jumlah daun dan ranting.
Rata-
Pera-
karan M1 M2 M3 M4 an Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait
T1 2,57a±0,99 2,10ab±1,23 0,89ab±0,35 2,32ab±1,03 1,97a respon fisiologis tanaman lamtoro (L. leucocephala)
T2 1,73ab±1,23 0,71b±0,00 0,71ab±0,00 1,06b±0,69 1,05b setelah tahap aklimatisasi untuk mengetahui daya
Rataan 2,15a 1,40ab 0,80b 1,70ab tahan tanaman pada kondisi lapang.

Tabel 7. Jumlah Ranting Tanaman Lamtoro (L. leuco- DAFTAR PUSTAKA


cephala) pada Tahap Aklimatisasi Selama 42 HST
Sifat Media Tanam
Rata- Ayu, D. 2011. Kajian Komposisi Bahan Dasar Dan
Pera-
karan M1 M2 M3 M4 an Kepekatan Larutan Nutrisi Organik Untuk
T1 2,23a±0,60 1,84ab±0,78 1,00b±0,00 2,16ab±0,71 1,81a Budidaya Baby Kailan (Brassica Oleraceae
T2 1,75ab±0,69 1,43ab±0,40 1,00b±0,00 1,39b±0,42 1,40b Var. Alboglabra) Dengan Sistem Hidroponik
Rataan 1,99a 1,63ab 1,00b 1,78a Substrat. [Skripsi]. Surakarta (ID) : Universitas
Keterangan: Sebelas Maret.
T1 (berakar); T2 (tidak berakar); M1 (zeolit); M2 (zeolit:arang sekam: pupuk kandang:
1:1:1); M3 (pasir:arang sekam: pupuk kandang: 1:1:1); M4 (tanah:pasir:arang sekam: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdikbud.
pupuk kandang: 1:1:1:1) 1991. Sumber Pertumbuhan Padi dan Kedelai.
Potensi dan Peluang. Jakarta: Direktorat
Berdasarkan hasil uji analisis ragam terhadap Jenderal Pendidikan Tinggi Depdikbud.
jumlah daun dan ranting, terdapat perbedaan yang Gani, A. 2006. Bagan Warna Daun. Jakarta: Balai
signifikan (P<0,05) dari pengaruh sifat perakaran Besar Penelitian Tanaman Padi.
dengan perbedaan media tanam yang diberikan. Handini, A. S. 2012. Pengaruh Paclobutrazol terhadap
Jumlah daun tertinggi terdapat pada perlakuan T1M1 Pertumbuhan Anggrek Dendrobium lasianthera
dengan nilai 2,57 dan berpengaruh sangat nyata pada Tahap Aklimatisasi. Skripsi. Fakultas
terhadap pertumbuhan jumlah daun. Sementara nilai Pertanian. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
terendah terdapat pada perlakuan T2M2 dengan nilai Hariyono, K. 2005. Effect of Calcium and Sugar
0,70. Berdasarkan faktor perbedaan media tanam, Concentration in Micropropagation of Corynan­
media M1 berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah thera Flava. Department of Enviromental Bio­
daun dengan nilai 1,99. logy. Curtin University or Technology. Perth,
Jumlah ranting tertinggi terdapat pada perlakuan Western Australia.
T1M1 dengan nilai 2,23, sementara nilai jumlah ranting Hoult, E. H. and P. P. Briant. 1974. Practise experiments
terendah terdapat pada perlakuan T1M3 dan T2M3 and demonstration. In : Whiteman, P.C., L.R.
dengan nilai 1,00. Berdasarkan faktor sifat perakaran, Humpreys and N.H. Monteith. A Course Manual
tanaman berakar berpengaruh sangat nyata sebesar in Tropical Pasture Science. Australia Vice
1,81 dibandingkan tanaman tidak berakar dengan nilai Chancerllors Committee. Brisbane
1,40. Berdasarkan faktor perbedaan media tanam, Ismail, F. 2013. Media tanam sebagai faktor eksternal
media M1 dan M4 berpengaruh sangat nyata terhadap yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman.
jumlah daun dengan masing-masing bernilai 1,99 dan Jurnal Balai Besar Perbenihan dan Proteksi
1,78, sementara perlakuan M3 merupakan perlakuan Tanaman Perkebunan Surabaya
dengan nilai terendah sebesar 1,00 dengan standar Maharani. A., Suwirmen, dan Zozy, A. N. 2018.
deviasi 0,00, hal ini menunjukkan bahwa tidak Pengaruh konsentrasi Giberelin (GA3) terhadap
terdapat ranting yang tersisa hingga pengamatan pertumbuhan Kailan (Brassica oleracea L.
ke-42 HST. Var alboglabra) pada berbagai media tanam
dengan Hidroponik Wick System. Jurnal Biologi
SIMPULAN DAN SAAN Universitas Andalas. 6(2) : 63-70.
Manpaki, S. J. 2016. Respon Pertumbuhan Eksplan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, tanaman Tanaman Lamtoro (Leucaena leucocephala
lamtoro (L. leucocephala) hasil kultur jaringan pada cv. Teramba) Terhadap Cekaman Kemasaman
tahap aklimatisasi memberikan respon adaptasi yang Media dengan Level Pemberian Aluminium
baik pada sifat tumbuh tanaman berakar (T1) dan Melalui Kultur Jaringan. Skripsi. Bogor (ID) :
pada media tanam zeolit (M1). Sementara respon yang Departemen Ilmu Nutrisi Dan Teknologi Pakan,
kurang baik ditunjukkan pada tanaman tidak berakar Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
(T2) dengan media tanam pasir: arang sekam: pupuk Mariska, I., dan Sukmadjaja, D., 2003. Perbanyakan
kandang dengan perbandingan 1:1:1 (M3). Respon Bibit Abaka Melalui Kultur Jaringan.Balai

51
pastura ❖ Volume 10 Nomor 1 Tahun 2020 p-ISSN 2088-818X e-ISSN 2549-8444

Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Soedjianto. 1982. Bercocok Tanam Jilid III. Yasagura
Genetik Pertanian. Bogor : Jakarta.
Santoso, B. dan Prayudyaningsih, R. Tingkat Yumiarty, H. dan Suradi, K. 2010. Utilization of
kerontokan dan produksi daun beberapa jenis lamtoro leaf in diet on pet production and the
Murbei (Morus multicaulis Perr., Morus nigra lose of hair rabbit’s pelt. Jurnal ilmu ternak.7(1):
Linn., dan Morus indica S-54) di daerah berlahan 73-77.
kering. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Yusnita. 2003. Kultur Jaringan: Cara Memperbanyak
Alam. 3(2) : 119 – 126. Tanaman Secara Efisien. Jakarta (ID): Agro
Santoso, U. dan Nursandi, F. 2004. Kultur Jaringan Media Pustaka.
Tanaman. Malang (ID) : UMM Pres. Yusnita. 2010. Perbanyakan In Vitro Tanaman
Sarwono, B. 1987. Pengelompokan Hijauan Makanan Anggrek. Penerbit Universittas Lampung. Bandar
Ternak, Trubus, Jakarta. Lampung. 55, 81, dan 91 hlm.
Sigit, Y. 2008. Kajian elongasi dan aklimatisasi pada Zulkarnain. 2009. Kultur Jaringan Tanaman Solusi
kultu In Vitro Aquilaria beccariana van Tiegh. Perbanyakan Tanaman Budi Daya. Jaka
Skripsi. Bogor (ID) : Departemen Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

52

Anda mungkin juga menyukai