Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM VI

BIOTEKNOLOGI TANAMAN

AKLIMATISASI

LAPORAN PRAKTIKUM

Disusun Oleh :

Kelompok 2A

NAMA NIM

Miftahul Jannah 1607025047


Zulfika Rahmawati 1707025041

LABORATORIUM KULTUR JARINGAN


JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati yang berlimpah
yang meliputi flora dan fauna, namun berbagai faktor mengakibatkan flora
mengalami kepunahan. Salah satunya adalah tanaman anggrek, untuk
mendapatkan bibit anggrek yang cepat dibutuhkan metode, salah satunya adalah
kultur jaringan. Kultur jaringan merupakan bidang dalam biologi yang
menjelaskan tentang penanaman tanaman dengan cara in vitro, sehingga
memerlukan media yang penuh nutrisi didalam botol kultur, setelah penanaman
didalam botol berhasil , proses selanjutnya adalah proses pemindahan
penanaman media yang dikenal dengan sebutan aklimatisasi.
Aklimatisasi dilakukan untuk mengadaptasikan tanaman hasil kultur jaringan
terhadap lingkungan baru sebelum ditanam dan dijadikan tanaman induk untuk
produksi dan untuk mengetahui kemampuan adaptasi tanaman dalam lingkungan
tumbuh yang kurang aseptik. Aklimatisasi juga merupakan kegiatan akhir teknik
kultur jaringan. Aklimatisasi adalah proses pemindahan planlet dari lingkungan
yang terkontrol (aseptik dan heterotrof) ke kondisi lingkungan tak terkendali, baik
suhu, cahaya, dan kelembaban, serta tanaman harus dapat hidup dalam kondisi
autotrof, sehingga jika tanaman (planlet) tidak diaklimatisasi terlebih dahulu
tanaman (planlet) tersebut tidak akan dapat bertahan dikondisi lapang (Torres,
2002).
Aklimatisasi bertujuan untuk mengadaptasikan tanaman hasil kultur terhadap
lingkungan baru sebelum kemudian ditanam di lahan yang sesungguhnya.
Aklimatisasi adalah suatu proses dimana suatu tanaman beradaptasi sengan
perubahan lingkungan, dengan begitu diperlukan adanya pengetahuan tentang
bagaimana memberikan pengalaman tentang tata cara aklimatisasi planlet hasil
kultur jaringan, serta mengadaptasikan tanaman hasil kultur jaringan terhadap
lingkungan baru sebelum ditanam di lapangan dan untuk mengetahui kemampuan
adaptasi tanaman dalam lingkungan tumbuh yang kurang aseptik (Torres, 2002).
Oleh karena itu, pada pratikum kali ini kita dapat mengetahui bagaimana tata
cara aklimatisasi planlet hasil kultur jaringan dan kita dapat mengadaptasikan
tanaman hasil kultur jaringan terhadap lingkungan baru sebelum ditanam di
lapang.

1.2 Tujuan Praktikum


Dalam praktikum ini bertujuan adalah sebagai berikut :
- Untuk mengetahui kondisi tanaman T1 sampai T10 pada minggu ke-1
- Untuk mengetahui kondisi tanaman T1 sampai T10 pada minggu ke-2
- Untuk mengetahui kondisi tanaman T1 sampai T10 pada minggu ke-3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Aklimatisasi


Suatu tahapan yang sangat penting dalam teknik kultur jaringan adalah
aklimatisasi planlet yang ditanam secara in vitro kedalam rumah kaca atau
langsung ke lapang. Aklimatisasi merupakan kegiatan akhir teknik kultur
jaringan. Aklimatisasi adalah proses pemindahan planlet dari lingkungan yang
terkontrol (aseptik dan heterotrof) ke kondisi lingkungan tak terkendali, baik suhu,
cahaya, dan kelembaban, serta tanaman harus dapat hidup dalam kondisi autotrof,
sehingga jika tanaman (planlet) tidak diaklimatisasi terlebih dahulu tanaman
(planlet) tersebut tidak akan dapat bertahan dikondisi lapang. Aklimatisasi
dilakukan untuk mengadaptasikan tanaman hasil kultur jaringan terhadap
lingkungan baru sebelum ditanam dan dijadikan tanaman induk untuk produksi
dan untuk mengetahui kemampuan adaptasi tanaman dalam lingkungan tumbuh
yang kurang aseptik. Aklimatisasi bertujuan untuk mengadaptasikan tanaman
hasil kultur terhadap lingkungan baru sebelum kemudian ditanam di lahan yang
sesungguhnya (Torres, 2002).
Aklimatisasi merupakan kegiatan akhir teknik kultur jaringan. Aklimatisasi
adalah proses pemindahan planlet dari lingkungan yang terkontrol (aseptik dan
heterotrof) ke kondisi lingkungan tidak terkendali, baik suhu, cahaya, dan
kelembaban, serta tanaman harus dapat hidup dalam kondisi autotrof, sehingga
jika tanaman (planlet) tidak diaklimatisasi terlebih dahulu tanaman (planlet)
tersebut tidak akan dapat bertahan dikondisi lapang. Aklimatisasi dilakukan untuk
mengadaptasikan tanaman hasil kultur jaringan terhadap lingkungan baru sebelum
ditanam dan dijadikan tanaman induk untuk produksi dan untuk mengetahui
kemampuan adaptasi tanaman dalam lingkungan tumbuh yang kurang aseptik.
Aklimatisasi adalah suatu proses dimana suatu tanaman beradaptasi sengan
perubahan lingkungan (Torres, 2002).
Aklimatisasi merupakan proses penyesuaian peralihan lingkungan dari
kondisi heterotrof ke lingkungan autotrof pada planlet tanaman yang diperoleh
melalui teknik in vitro. Selain itu, faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
planlet selama tahap aklimatisasi adalah media tanam, intensitas cahaya,
kelembapan dan suhu ruang. Syarat-syarat media aklimatisasi antara lain
kemampuan menahan air yang tinggi, aerasi yang baik untuk memudahkan
pertumbuha akar dan tidak mudah ditumbuhi oleh jamur (Febrianto, 2015).
Pada tahap ini (aklimatisasi) diperlukan ketelitian karena tahap ini
merupakan tahap kritis dan seringkali menyebabkan kematian planlet. Kondisi
mikro planlet ketika dalam botol kultur adalah dengan kelembaban 90-100 %.
Beberapa sumber menuliskan penjelasan yang berkaitan dengan hal tersebut.Bibit
yang ditumbuhkan secara in vitro mempunyai kutikula yang tipis dan jaringan
pembuluh yang belum sempurna (Torres, 2002).
Kutikula yang tipis menyebabkan tanaman lebih cepat kehilangan air
dibanding dengan tanaman yang normal dan ini menyebabkan tanaman tersebut
sangat lemah daya bertahannya. Walaupun potensialnya lebih tinggi, tanaman
akantetap menjadi layu karena kehilangan air yang tidak terbatas . Kondisi
tersebut menyebabkan tanaman tidak dapat langsung ditanam dirumah kaca
(Marzuki, 2009).
Mengacu pada penjelasan tersebut di atas maka planlet terlebih dahulu
harus ditanam didalam lingkungan yang memadai untuk pertumbuhannya
kemudian secara perlahan dilatih untuk terus dapat beradaptasi dengan lingkungan
sebenarnya di lapang. Lingkungan yang tersebut secara umum dapat diperoleh
dengan cara memindahkan planlet kedalam plastik atau boks kecil yang terang
dengan terus menurunkan kelembaban udaranya. Planlet-planlet tersebut
kemudian diaklimatisasi secara bertahap mengurangi kelembaban relatif
lingkungannya, yaitu dengan cara membuka penutup wadah plastik atau boks
secara bertahap pula (Marzuki, 2009).
Selain itu, tanaman juga memerlukan akar agar dapat menyerap hara agar
dapat tumbuh dengan baik sehingga dalam tahap aklimatisasi ini diperlukan suatu
media yang dapat mempermudah pertumbuhan akar dan dapat menyediakan hara
yang cukup bagi tanaman (planlet) yang diaklimatisasi tersebut. Media yang
remah akan memudahkan pertumbuhan pada akar dan melancarkan aliran air,
mudah mengikat air dan hara, tidak mengandung toksin atau racun, kandungan
unsur haranya tinggi, tahan lapuk dalam waktu yang cukup lama. Media
aklimatisasi bibit kultur jaringan krisan dan kentang di Indonesia saat ini adalah
media arang sekam atau media campuran arang sekam dan pupuk kandang
(Marzuki, 2009).
Menurut Marzuki (2019), arang sekam merupakan salah satu media
hidroponik yang baik untuk pertumbuhan tanaman karena memiliki beberapa
keunggulan sebagai diantaranya sebagai berikut :
 mampu menahan air dalam waktu yang relatif lama
 termasuk media organik sehingga ramah lingkungan
 lebih steril dari bakteri dan jamur karena telah dibakar terlebih dahulu
 hemat karena bisa digunakan hingga beberapa kali

2.2 Teknik Cara Menanam dengan Aklimatisasi


Media tumbuh dan teknik penanaman merupakan faktor penting dalam
proses aklimatisasi. Diperlukan adanya media yang mempermudah pertumbuhan
akar dan menyediakan hara yang cukup bagi planlet. Teknik penanaman secara
compot (community pot) yaitu dalam satu pot ditanami banyak tanaman anggrek
dipercaya dapat mengurangi resiko kematian tanaman anggrek yang sedang
diaklimatisasi tetapi, kemungkinan terjadi persaingan dalam mendapatkan unsur
hara antara tanaman satu dengan yang lainnya (Adi, 2014).
Perbanyakan tanaman secara konvensional yang sulit dapat diatasi dengan
teknik perbanyakan anggrek melalui kultur jaringan (in vitro) . teknik kultur
jaringan sudah sangat terkenal sebagai salah satu cara dalam perbanyakan
tanaman untuk memperoleh bibit tanaman yang langka dan tanaman yang relatif
sulit untuk dikembangbiakan dengan cara konvensional (Adi, 2014).
Aklimatisasi merupakan suatu tahapan penyesuaian diri. Tanaman hasil
kultur jaringan terhadap lingkungan sekitar. Aklimatisasi dapat disebut sebagai
tahapan penyesuaian diri, sebelum pada akhirnya tanaman mampu hidup
dilapangan, tahapan ini sering diabaikan oleh banyak karena senantiasa lebih
terfokus pada perawatan tanaman in vitronya. Tahapan aklimatisasi merupakan
satu tahapan kritis karena tahapan ini adalah tahapan peralihan dari keadaan yang
selama ini kondisi dengan baik didalam ruang kultur, menuju kekondisi yang
alam, suhu, iklim, temperature dan lainnya dapat berubah (Harahap, 2011).
Berikut ini menurut Harahap (2011), teknik cara menanam dengan
aklimatisasi adalah sebagai berikut.
- Sebelum digunakan media tumbuh harus dijenuhi dengan air, hal ini
dikarenakan tanaman berikut media tumbuh (biasanya ditanam dengan pot
gelas aqua),harus disungkup selama 1-2 hari, sehinga diperlukan
kelembapan.
- Pemakaian tray untuk tempat aklimatisasi juga dapat digunakan, tetapi
harus menggunakan sungkup plastic selama beberapa hari sebelum
sungkup dibuka.
- Tanaman diletakkan pada ruang kultur selama 1-2 hari, setelah itu baru
dipindahkan ke luar ruangan, penutup/sungkup dibuka sedikit demi sedikit
agar tanaman secara perlahan-lahan mampu kondisi alam luar.
- Tanaman tidak langsung ditanam di lapang, tetapi masih memerlukan
naungan untuk beberapa hari sampai tanaman tersebut benar-benar kuat
untuk ditanam dilapang.
- Untuk tanaman anggrek memerlukan naungan 30-50 % sesuai habitat
aslinya, khusus (Harahap, 2011).

2.3 Anggrek Tebu (Grammatophyllum speciosum)


Anggrek merupakan tanaman hias yang mempunyai nilai estetik tinggi,
bentuk dan warna bunga serta karateristik yang unik menjadi daya tarik tersendiri
dari tanaman anggrek. Anggrek merupakan salah satu jenis tanaman yang pada
saat ini sangat digemari oleh masyarakat. Contohnya adalah spesies dari
Dendrobium termasuk anggrek yang bersifat epifit anggrek ini tumbuhnya
menempel pada pohon lain baik yang bersifat epifit yaitu anggrek yang tumbuh
di pohon lain yang masih hidup atau pun yang sudah mati atau benda lain
tanaman merugikan tanaman inangnya (Yosepa, 2013).
Salah satu anggrek yang terkenal adalah anggrek tebu (Grammatophyllum
speciosum) merupakan anggrek terbesar, paling besar dan paling berat diantara
jenis-jenis anggrek lainnya. Keunikan dan langkanya tanaman anggrek terbesar
dan terberat ini membuat anggrek tebu menjadi salah satu anggrek yang
dilindungi di Indonesia, hal ini sesuai peraturan pemerintah republik Indonesia
nomor 7 tahun 1999 mengenai jenis-jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi
menetapkan bahwa anggrek tebu adalah yang dilindungi, salah satu bentuk
konservasi tumbuhan dengan penyimpanan dalam pertumbuhan minimal.
Pertumbuhan minimal dapat dilakukan dengan menambahkan ke dalam medium
tumbuh untuk menghambat pertumbuhan pada kultur in vitro (Habibah, 2013).
Anggrek tebu (Grammatophyllum speciosum) merupakan anggrek yang
diyakni merupakan anggrek terbesar yang pernah ada. Anggrek ini tersebar
tersebar dari Myanmar, Thailand, Laos, Vietnam, Malaysia, Indonesia, sampai
New Guinea. Sementara di Indonesia tanaman ini menyebar mulai dari pulau
Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Maluku hingga Papua . Tanaman ini
tumbuh secara epifit pada pohon-pohon di hutan-hutan yang agak terbuka.
Anggrek tebu termasuk jenis anggrek dengan pertumbuhan monopodial, yaitu
anggrek yang ujung-ujung batangnya memiliki pertumbuhan tidak terbatas dengan
pertumbuhan satu arah ke atas. Ciri utama anggrek tebu adalah ukurannya yang
besar. Panjang malai dapat tumbuh mencapai 2,5 – 3 meter dengan diameter
sekitar 1,5-2 cm. Setiap malai memiliki puluhan, bahkan mencapai seratus
kuntum bunga yang masing-masing bunga berdiameter sekitar 10 cm. Penduduk
lokal sering menjulukinya dengan sebutan anggrek macan berdasarkan corak
bunganya, akan tetapi sebutan ini sering rancu dengan kerabatnya, G. scriptum
yang memiliki corak serupa. Oleh sebab itu, anggrek ini populer juga dengan
sebutan sebagai anggrek tebu, karena bentuk batang tanamannya yang menyerupai
batang pohon tebu (Habibah, 2013).

2.4 Klasifikasi Anggrek tebu


Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Orchidales
Famili : Orchidaceae
Genus : Grammatophyllum
Spesies : Grammatophyllum speciosum.
(Plantamor, 2019).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Waktu dan Tempat


Percobaan mengenai “Aklimatisasi” ini dilaksanakan pada hari Senin, 21
Oktober 2019 pukul 07.15-09.00 WITA dan dilakukan pengamatan dari tanggal
28 Oktober sampai 11 November 2019 Bertempat di Laboratorium Kultur
Jaringan, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Mulawarman, Samarinda.

3.2 Alat dan Bahan Praktikum


3.2.1 Alat
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah pinset, penggaris,
kamera, wadah, gunting, pinset, beaker glass dan alat tulis
3.2.2 Bahan
Adapun Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah planlet
anggrek Tebu (Grammatophyllum speciosum), karet gelang, air, plastik, polybag,
bakterisida, fungisida, aquades, tisu, gandasil dan arang sekam

3.3 Cara Kerja


3.3.1 Persiapan Bahan
Dalam praktikum ini menggunakan bahan yaitu anggrek tebu, dikeluarkan
planlet dari botol dengan hati-hati agar tidak putus dan pastikan bibit tersebut
yang telah berakar. kemudian, planlet yang sudah dikeluarkan dari media kultur,
dibersihkan dan dipotong bagian planlet yang lalu, dipilih bagian planlet yang
bagus kemudian dibilas dengan aquades untuk menghilangkan gel-gel nya. Lalu,
direndam menggunakan bakterisida dan fungisida selama 15 menit. Kemudian,
direndam menggunakan aquades kembali dan tiriskan menggunakan wadah yang
telah diberi tissu.
3.3.2 Persiapan Media
Setelah itu ditanam menggunakan metode aklimatisasi dengan cara
sebagai berikut yaitu disiapkan media arang dan sekam padi yang telah disemprot
dengan larutan gandasil kemudian planlet yang telah disiapkan kemudian ditanam
menggunakan polybag kemudian dibungkus dengan plastik yang telah diberi air
secukupnya., kemudian dilakukan pengukuran tinggi tanaman tiap minggu selama
satu bulan dan dicatat kondisi tanaman.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


Dalam praktikum ini didapatkan hasil sebagai berikut yaitu
Tabel 6.1 Aklimatisasi Anggerk Tebu (Grammatophyllum speciosum).
No Pengamatan ke- Tanaman Panjang Keterangan
Daun hijau
T1 2 cm
segar
Daun hijau
T2 2,8 cm
segar
Daun hijau
T3 3 cm
mulai layu
Daun hijau
T4 5,5 cm
segar
Daun hijau
T5 3,3 cm
segar
1. Minggu ke-1
Daun hijau
T6 5,5 cm
segar
Daun hijau
T7 6,8 cm
segar
Daun hijau
T8 1,7 cm
segar
Daun hijau
T9 3 cm
segar
Daun hijau
T10 3,2 cm
segar
Daun hijau
T1 2,8 cm
segar
Daun hijau
T2 3 cm
segar
Daun
T3 3,5 cm
kuning layu
T4 5,9 cm Daun hijau
Daun hijau
T5 3,5 cm
mulai layu
2. Minggu ke-2 Daun hijau
T6 5,7 cm
segar
Daun hijau
T7 7 cm
segar
Daun hijau
T8 2 cm
mulai layu
Daun hijau
T9 3,1 cm
segar
Daun hijau
T10 3,5 cm
segar
T1 4,8 cm Daun hijau
T2 2,7 cm Daun hijau
T3 mati Mati
T4 5,8 cm Daun hijau
Hijau
T5 4,5 cm
kecoklatan
3. Minggu ke-3 Daun hijau
T6 6,5 cm
kekuningan
Hijau
T7 7,2 cm
kekuningan
T8 Mati Mati
Daun hijau
T9 2 cm
berjamur
T10 3,1 cm Daun hijau
T1 4 cm Daun hijau
T2 2,5 cm Daun hijau
T3 mati Mati
T4 6,9 cm Daun hijau
Kuning
T5 Mati
kecoklatan
4. Minggu ke-4 Daun hijau
T6 8 cm
kekuningan
Daun hijau
T7 8,5 cm
kekuningan
T8 Mati Mati
T9 Mati Mati
T10 3,9 cm Daun hijau
Berdasarkan Tabel 6.1 bahwa pertumbuhan aklimatisasi anggrek tebu
mengalami perkembangan dan pertumbuhan yang berbeda-beda tiap minggu,
pada minggu ke-0 tanaman T1 sampai T10 mempunyai panjang yang berbeda-beda
yaitu T7 dengan tinggi tanaman terpanjang adalah 6,8 cm, T8 dengan tinggi
tanaman terpendek adalah 1,7 cm dan dalam keadaan daun hijau segar, pada
minggu ke-2 tanaman T1 sampai T10 masih dalam keadaan segar, T7 dengan tinggi
tanaman terpanjang adalah 7 cm, T8 dengan tinggi tanaman terpendek adalah 2 cm
dan berwarna hijau daunnya, pada minggu ke-3 tanaman T1 sampai T10
mengalami penurunan pertumbuhan yaitu T3 dan T8 mengalami mati kemudian T7
dengan tinggi tanaman terpanjang adalah 7,2 cm, T9 dengan tinggi tanaman
terpendek adalah 2 cm dan pada minggu ke-4 tanaman T1 sampai T10 mengalami
penurunan yaitu pada T3 mengalami mati, T8 dan T9 mengalami kematian untuk
tinggi tanaman terpanjang adalah T7 = 7 cm, T2 dengan tinggi tanaman terpendek
adalah 2,5 cm (Yasmin, 2018).

4.2 Pembahasan
Aklimatisasi merupakan suatu proses yaitu tahap akhir kegiatan budidaya
tanaman secara kultur jaringan, contohnya adalah kultur jaringan pada anggrek.
Tanaman anggrek yang diperbanyak secara in vitro didalam media botol
kemudian bibit hasil perbanyakan in vitro tersebut memerlukan suatu tahap
penyesuaian terhadap cekaman lingkungan yang baru yang disebut sebagai proses
aklimatisasi (Yasmin, 2018).
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu aklimatisasi adalah
sebagai berikut kondisi planlet yaitu ukuran bibit dan perakaran, kondisi
lingkungan yaitu ketepatan media tumbuh yang digunakan dan kelembapan udara,
ketepatan perlakuan pra dan pasca transplantasi dari media in vitro ke media tanah
dan sanitasi lingkungan dari infeksi penyakit (Slamet, 2011)
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan bahwa pada minggu ke-1 T1
sampai T10 dalam keadaan daun hijau segar dan mempunyai tinggi tanaman yang
berbeda-beda, pada minggu ke-2 tanaman T1 sampai T10 mulai terjadi perubahan
T3,T5 dan T8 dan daun hijau mulai layu, sedangkan yang lain daun hijau segar,
pada minggu ke-3 tanaman T1 sampai T10 mengalami perubahan yang signifikan
yaitu T3, T8 mati, sedangkan T5 hijau kecoklatan, T6 dan T7 daun hijau
kekuningan dan T9 daun hijau berjamur. Pada minggu ke-4 tanaman T1 sampai T10
yaitu T3, T8 dan T9 mati, T5 daun kuning kecoklatan,dan T6,T7 daun hijau
kekuningan. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi suatu keberhasilan dari proses aklimatisasi adalah kondisi
lingkungan, suhu yang terdapat pada media kultur dan keadaan nutrisi sangat
berbeda dengan keadaan diluar, sehingga mengakibatkan tanaman yang
sebelumnya segar dan daun hijau kemudian dipindahkan ke dalam media yang
suhunya lebih ektrim perlahan-lahan akan mati yang ditandai dengan perubahan
warna daun demi sedikit (Slamet, 2011).
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut :
- Kondisi pada minggu ke-1 tanaman T1 sampai T10 dalam keadaan daun hijau
segar dan mempunyai tinggi tanaman yang berbeda-beda.
- Kondisi pada minggu ke-2 tanaman T1 sampai T10 mulai terjadi perubahan
T3,T5 dan T8 dalam keadaan daun hijau mulai layu, sedangkan tanaman yang
lainnya dalam keadaan daun hijau segar
- Kondisi pada minggu ke-3 tanaman T1 sampai T10 mengalami perubahan
yang signifikan yaitu T3, T8 dalam keadaan mati, sedangkan T5 dalam
keadaan hijau kecoklatan, T6 dan T7 dalam keadaan daun hijau kekuningan
dan T9 daun hijau berjamur.

5.2 Saran
Dalam Praktikum selanjutnya dapat menggunakan tanaman anggrek hitam
(Coelogyne pandurata) agar dapat dibandingkan dengan hasil dari proses
aklimatisasi pada saat praktikum.
DAFTAR PUSTAKA

Adi, N. K. A. P., Astarini, I. A., & Astiti, N. P. A. (2014). Aklimatisasi Anggrek


Hitam (Coelogyne Pandurata Lindl.) Hasil Perbanyakan In Vitro Pada
Media Berbeda. Simbiosis, 2(2) ;1-2.
Febrianto, R., Suwirmen, S., & Syamsuardi, S. (2015). Aklimatisasi Planlet
Kantong Semar (Nepenthes gracilis Korth.) pada berbagai Campuran
Media Tanam Tanah Ultisol. Jurnal Biologi Universitas Andalas. 4(2);1-3.
Habibah, N. A. (2013). Konservasi Tanaman Anggrek Gramatophyllum Secara in
Vitro Melalui Pertumbuhan Minimal Menggunakan Paclobutrazol. Jurnal
Mipa. 36(1);120-123.
Harahap, F. (2011). Kultur Jaringan Tanaman. Yogyakarta : Universitas Gadjah
Mada.
Plantamor. 2019. http://plantamor.com/species/info/grammatophyllum/speciosum.
(Diakses pada tanggal 19 November 2019 15.33 WITA).
Marzuki, A. 2009.Pengaruh lama penyimpanan, konsentrasi sukrosa dan cahaya
penyimpanan terhadap vigor planlet kentang (Solanum tuberosum
L.).Jurnal Pertanian. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian.
IPB. Bogor. (Diakses pada tanggal 15 November 2019 10.00 Wita).
Slamet, S. 2011. Perkembangan Teknik Aklimatisasi Tanaman Kedelai Hasil
Regenerasi Kultur In Vitro. Jurnal Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. 30(2) : 48-54.
Torres, K. C. 2002. Tissue Culture Techniques for Horticultural Crops.Chapman
and Hall. New York. London.
Yasmin, Z. F., Aisyah, S. I., & Sukma, D. (2018). Pembibitan (Kultur Jaringan
hingga Pembesaran) Anggrek Phalaenopsis di Hasanudin Orchids, Jawa
Timur. Buletin Agrohorti. 6(3), 430-439.
Yosepa, T., Siregar, C., & Gusmayanti, E. (2013). Pengaruh Penggunaan Jenis
Media Terhadap Aklimatisasi Anggrek Dendrobium Sp (Hibrida). Jurnal
Sains Mahasiswa Pertanian. 2(2);1-5.
LAMPIRAN

6.1 Laporan Sementara


6.2 Cara Kerja

Gambar 6.1 Planlet yang sudah Gambar 6.2 Direndam menggunakan


dikeluarkan dari media kultur kemudian Bakterisida dan Fungisida selama 15
dibilas dengan aquades untuk menit.
menghilangkan gel-gel nya.

Gambar 6.3 Setelah itu direndam Gambar 6.4 Ditiriskan dengan


menggunakan aquades kembali. menggunakan tisu yang disusun diatas
wadah seperti ini.

Gambar 6.5 Kemudian ditanam Gambar 6.6 Dibungkus polybag yang


dimedia aklimatisasi yang telah telah berisi tanaman menggunakan
disiapkan plastik dan diberi air didalam plastik.

Gambar 6.7 Dilakukan pengukuran


tinggi tanaman tiap minggu selama satu
bulan dan dicatat kondisi tanaman.

Anda mungkin juga menyukai