PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI
Acara II
(Teknik Aseptik)
Oleh
Winda Dwi Astuti
NIM. 110210153015
Program Studi Pendidikan Biologi
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada dasarnya bahwa banyak kita ketahui bahwa dalam setiap
laboratorium terdapat banyak sekali kontaminasi yang terjadi.
Hal ini
alat sterilisasi
untuk
mensterilkan alat dan bahan serta medium yang telah dibuat beserta Laminar Air
Flow (LAF) yang selalu digunakan untuk menjaga kesterilan ruang kerja dalam
proses menanam. Praktikum kultur jaringan yang beracarakan teknik aseptic ini
dilaksanakan yang salah satunya guna mengetahui beberapa proses sterilisasi yaitu
sterilisasi ruang kerja dengan prinsip kerja Laminar Air Flow (LAF), sterilisasi
alat dan media dengan prinsip kerja Autoclave yang sering dipergunakan dalam
setiap praktikum dan sterilisasi bahan tanam yang akan digunakan sebagai eksplan
sebelum ditanam pada medium. Oleh karena itu dilakukan pengamatan dengan
parameter berapa jumlah kontaminan yang terjadi dan jenis kontaminan yang
disebabkan kemungkinan oleh bakteri ataupun jamur.
1.2 Tujuan
1. Mempelajari cara melakukan teknik aseptik yang baik dan benar
2. Mengetahui alat yang digunakan dalam teknik aseptik pada Kultur
jaringan, misalnya Laminar Air Flow (LAF) dan Autoclave
3. Mengetahui jenis dan penyebab terjadinya kontaminasi pada media kultur
perkembangan
teknologi
yang
disertai
dengan
semakin
yang sangat menjanjikan untuk pemenuhan kebutuhan bibit tanaman yang akan
dieksploitasi secara besar-besaran (Mariska, 2009).
Namun ada beberapa faktor tertentu yang harus diperhatikan, yaitu
penyimpangan genetic yang dapat terjadi karena metode invitro yang salah
satunya sangat berpengaruh pada lingkungannya. Oleh karena itu teknik aseptic
sangat diperlukan dalam hal menentukan keberhasilannya (Mariska, 2009).
Teknik perbanyakan mikro yang menjadi salah satu bentuk aplikasi dari
teknik kultur jaringan bertujuan untuk memperbanyak tanaman yang telah
dibuktikan berhasil untuk dilakukan perbanyakan. Untuk memanfaatkan secara
optimal teknik ini yaitu diperlukan adanya penguasaan kondisi yang tepat untuk
pertumbuhan dan perkembangan secara in vitro. Sangat diperlukan proses
sterilisasi yang tepat untuk mematikan mikroorganisme yang terdapat pada
eksplan sehingga tidak mengganggu pertumbuhan tanaman. Keberhasilan
sterilisasi dipengaruhi oleh bahan tanam (eksplan), seperti tanaman herbal atau
berkayu, dan kondisi lingkungan (Lili, 2013).
Penggunaan media kultur dengan komponen-komponen yang tepat dapat
merangsang usaha untuk perbanyakan dan juga tumbuhnya tunas. Media menjadi
faktor yang paling utama dalam perbanyakan dengan teknik kultur jaringan.
Keberhasilan dari teknik ini sangat bergantung dengan jenis media yang
digunakan. Hal ini dikarenakan pengaruh media tumbuh pada kultur sangat besar
adanya terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan serta bibit yang
dihasilkan (Tuhuteru, 2012).
Beberapa kelebihan yang diberikan dalam teknik kultur jaringan
dibandingkan dengan cara konvensional yaitu diperoleh perbanyakan tanaman
yang tidak tergantung pada musim karena lingkungan tumbuh in vitro terkendali.
Bahan tanaman yang digunakan juga sangat sedikit sehingga tidak merusak pohon
induk. Tanaman yang dihasilkan bebas dari penyakit meskipun dari induk yang
mengandung pathogen internal. Selain itu dalam teknik ini tidak membutuhkan
tempat yang sangat luas untuk menghasilkan tanaman dalam jumlah yang banyak.
Hasil yang berupa eksplan (bahan tanaman yang ditanam secara kultur jaringan)
sudah berhasil dibiakkan dalam botol maka untuk selanjutnya bibit dapat
diproduksi secara besar-besaran (Deden, 2003).
Namun biasanya masalah lain atau kendala teknis yang sering muncul
adalah tanaman hasil kultur jaringan sering berbeda dengan tanaman induknya
atau mengalami mutasi. Mutasi dapat disebabkan metode perbanyakan, jenis dan
konsentrasi zat pengatur tumbuh yang digunakan, penggunaan kumpulan sel
somatik yang memang berbeda secara genetis pada tanaman induknya, frekuensi
pemindahan biakan pada media baru, dan tipe jaringan yang digunakan (Mayta,
2009). Hal ini dapat terjadi karena penggunaan metode perbanyakan yang sering
tidak sesuai, seperti frekuensi subkultur yang terlalu tinggi, perbanyakan melalui
organogenesis yang tidak langsung (melalui fase kalus) atau konsentrasi zat
pengatur tumbuh yang digunakan terlalu tinggi. Selain itu aklimatisasi yang
berupa adaptasi tanaman hasil kultur jaringan pada lingkungan yang baru diluar
botol secara in vivo sering mengalami kegagalan. Sterilisasi bahan tanam yang
digunakan dan kontaminasi yang terjadi pada biakan karena lingkungan yang
kurang memadai (Mariska et al., 1992 dalam buku yang dikarang oleh Deden,
2003).
Karena secara umum, produksi bibit melalui metode kultur jaringan
memerlukan beberapa tahap, yaitu penyediaan bahan tanaman (eksplan) dari
induk terpilih, proses sterilisasi eksplan yang akan ditanam pada media yang akan
d inisiasi, penanaman pada media untuk penggandaan atau multiplikasi tunas,
penanaman pada media untuk perakaran atau pembentukan planlet, dan
aklimatisasi (Murashige, 1974; George dan Sherrington, 1984 dalam Yazid,
2010). Pada salah satu metode perbanyakan tanaman yang umumnya tidak
dilakukan tahap multiplikasi tunas dan perakaran tetapi diganti menjadi tahap
induksi tunas dan elongasi, sedangkan tahap perakaran dilakukan pada saat
aklimatisasi. Metode ini cukup sederhana dan mirip dengan cara perbanyakan
dengan stek secara konvensional. Oleh karena itu, metode perbanyakan ini sering
disebut secara stek mikro. Keuntungan penggunaan metode ini adalah tanaman
yang dihasilkan stabil secara genetic (Nur Ajijah, 2010).
Persiapan Bahan Tanaman menjadi salah satu kunci keberhasilan untuk
mendapatkan bahan tanaman yang responsif dan dapat diperbanyak secara kultur
in vitro adalah bahan tanaman yang masih muda. Untuk tanaman kehutanan atau
tanaman tahunan lainnya daya tumbuh bahan yang akan ditanam sangat
disterilisasi menggunakan oven atau autoclave. Bahan atau alat yang lain adalah
tutup botol plastik, peralatan gelas, peralatan diseksi, pipet, air murni, dan media
kultur untuk mendapatkan perlakuan sesuai dengan jenis alatnya. Semua peralatan
diseksi dibungkus dengan menggunakan kertas coklat atau kertas merang dan juga
Koran sebelum diautoklav. Aluminium foil tidak direkomendasikan untuk
membungkusnya
dikarena
uapnya
tidak
dapat
menembus
pembungkus.
serta media dan juga eksplan yang akan digunakan harus dalam keadaan yang
steril sehingga harus dilakukan proses sterilisasi untuk semua komponen dalam
kultur jaringan. Hal penting yang lain yaitu menjaga udara, permukaan lantai
bebas dan bersih dari debu. Sehingga semua pengerjaan dari praktikum kultur
harus dilakukan dalam Laminar Air Flow Cabinet yang steril (Chawla dalam
Anoop, 2009).
Untuk itu pada dasarnya teknik aseptik yang dilakukan dalam kultur
jaringan sangat perlu digunakan untuk dapat mendukung kondisi yang dibutukan
eksplan yang ditanam dalam media mengalami proses pertumbuhan dan
perkembangan. Teknik aseptic dapat terlaksana dengan baik apabila juga disertai
dilakukannya proses sterilisasi terutama pada eksplan yang harus bebas dari
kontaminan sebelum dilakukan proses penkulturan. Berbagai proses sterilisasi
yang disertai dengan agen sterilisasi digunakan untuk mencegah adanya
kontaminasi pada jaringan dalam eksplan. Agen sterilisasi contohnya yaitu Clorox
atau bayclin ditujukan karena bayclin memiliki kandungan yang dapat
membersihkan eksplan dari berbagai macam kontaminan baik berupa jamur, virus,
bakteri, maupun kontaminan yang lain (Hariyadi, 2010). Hal ini dikarenakan
kedua bahan tersebut merupakan racun untuk tanaman oleh karena itu dalam
penggunaanya diperlukan dosis atau ukuran yang sesuai agar tidak melukai
ataupun mematikan jaringan dalam eksplan.
3.2.2 Bahan
1. Medium padat kultur jaringan yang telah dibuat pada praktikum
sebelumnya
2. Pestisida/ Fungisida
3. Aquades
4. Alkohol 70%
3.3 Prosedur Kerja
Sterilisasi Peralatan
1.
2.
3.
Sterilisasi Media
1. Menggunakan media tanam yang steril
2. Mensterilkan menggunakan autoclave untuk menghindari kontaminasi
3. Memasukkan media yang telah jadi ke dalam botol kultur dan menutupnya
dengan aluminium foil
4. Melakukan sterilisasi pada temperature 121oC dengan tekanan 17,5 Psi
selama 20-30 menit
Sterilisasi Bahan Tanam (Menyesuaikan dengan praktikum kultur organ)
1. Mencuci bersih bahan tanam dengan menggunakan air mengalir
2. Mengojog bahan tanam dengan menggunakan pestisida atau fungisida
3. Merendam bahan tanam dengan bahan kimia tertentu atau antiseptic di
Laminar Air Flow (LAF)
4. Membilas bahan tanam dengan menggunakan air steril dan kemudian
menanamnya
3.4 Parameter Pengamatan
Mengamati kontaminasi media pada hari ke-7 dan ke-14 berdasarkan parameter:
1. Jenis mikroorganisme dan ciri-ciri yang menyebabkan kontaminasi
2. Prosentase keberhasilan dari teknik aeptik yang di lakukan
Tabel 1. Jumlah kultur yang terkontaminasi dan jenis kontaminan
Bahan Tanam Tembakau
Zat Pengatur
Tumbuh
Hari ke-7
Hari ke-14
K
MS = 0
NAA 0,25
= Jumlah kontaminasi
= Jenis kontaminasi
J,B
= Jamur, Bakteri
dst
dst
Hari ke-7
Hari ke-14
MS = 0
NAA 0,25
ppm dan
BAP 1 ppm
NAA 1 ppm
dan BAP 0,25
ppm
BAP 0,5 ppm
Keterangan :
= Jumlah kontaminasi
= Jenis kontaminasi
J, B
= Jamur, Bakteri
4.2 Pembahasan
Pada praktikum kultur jaringan dengan acara teknik aseptik yang bertujuan
untuk mengetahui pelaksanaan teknik septik yang baik dan benar dalam kultur
jaringan serta mengetahui alat yang serig digunakan dalam setiap teknik aseptic.
Tujuan yang terakhir yaitu mengetahui jenis kontaminan yang terjadi karena
beberapa factor. Sebelum memulai praktikum ini maka praktikan harus
mempersiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan. Alat yang digunakan dalam
praktikum ini yaitu, Laminar Air Flow (LAF), Botol semprot yang berisi alkohol
70%, Pinset, Pisau, Seal wrap (segel), Kertas label, Alat tulis, Bunsen dan Petri
dish. Sedangkan bahan yang harus disediakan yaitu medium padat kultur jaringan
yang telah dibuat pada praktikum sebelumnya, Pestisida/ Fungisida, Aquades serta
Alkohol 70%.
Setelah alat dan bahan sudah lengkap tersedia, maka praktikan dapat
memulai praktikum acara teknik aseptik dengan prosedur yang sudah terdapat
dalam modul. Prosedur kerja dalam praktikum ini dibagi menjadi 3 prosedur yaitu
prosedur kerja dalam sterilisasi peralatan, prosedur kerja dalam sterilisasi media,
dan yang terakhir prosedur kerja sterilisasi bahan tanam yanga akan digunakan.
Prosedur kerja yang pertama yaitu proses sterilisasi peralatan yang dimulai
dengan mencuci dengan detergen dan membilasnya sampai bersih dengan
menggunakan aquades, kemudian meniriskannya hingga kering. Mensterilkan
dengan autoclave dan menyimpannya dalam oven untuk menjaga peralatan agar
tidak kontaminasi. Setelah proses sterilisasi, dapat menggunakan semua peralatan
dengan menekan kontaminasi.
Prosedur kerja kedua yaitu proses sterilisasi media yang diawali dengan
menggunakan media tanam yang steril. Mensterilkan menggunakan autoclave
untuk menghindari kontaminasi. Memasukkan media yang telah jadi ke dalam
botol kultur dan menutupnya dengan aluminium foil. Setelah selesai semuanya
lalu melakukan sterilisasi pada temperature 121oC dengan tekanan 17,5 Psi selama
20-30 menit. Prosedur kerja yang terakhir yaitu proses sterilisasi bahan tanam atau
eksplan yang akan digunakan dengan mencuci bersih bahan tanam dengan
menggunakan air mengalir. Hal yang perlu diperhatikan adalah pada saat
pembilasan air yang digunakan harus dengan air yang mengalir agar semua
kontaminan dapat di singkirkan dan agar eksplan tidak mudah terkontaminasi
dengan air bekas bilasan yang telah digunakan apabila menggunakan air yang
tidak mengalir.
fungisida. Merendam bahan tanam dengan bahan kimia tertentu atau antiseptic di
Laminar Air Flow (LAF) dan yang terakhir membilas bahan tanam dengan
menggunakan air steril dan kemudian menanamnya.
Setelah praktikum selesai dilakukan maka dilakukanlah pengamatan pada
hari ke-7 dan hari ke-14. Namun yang dapat diperoleh hanya pada hari ke-7.
Parameter yang digunakan untuk mengamatinya adalah mengetahui jumlah dan
jenis kontaminan yang terjadi pada media dan berapa prosentase keberhasilan
teknik aseptik yang telah dilakukan. Berdasarkan tabel hasil pengamatan dapat
diperoleh bahwasanya pada hari ke-7 dengan bahan tanam tembakau, media yang
telah ditanami dengan perlakuan MS=0 menunjukkan bahwa tidak ada
kontaminan yang terjadi dalam media tanamnya. Pada perlakuan MS dengan ZPT
NAA 0,25ppm dan BAP 1ppm diperoleh hasil bahwa tidak ada aktivitas
kontaminasi yang terjadi, sehingga tidak adanya kontaminan dalam media
tanamnya. Pada perlakuan selanjutnya dengan menggunakan media MS yang di
tambahi dengan ZPT NAA 1ppm dan BAP 0,25ppm menunjukkan hal yang sama
bahwa tidak adanya aktivitas kontaminan yang dibuktikan dengan tidak adanya
kontaminasi yang terjadi.
Pada perlakuan ke-4 dengan media MS menggunakan ZPT BAP 0,5ppm
menunjukkan tidak adanya kontaminasi baik dari jamur ataupun bakteri.
Perlakuan yang terakhir dengan media MS yang ditambahi dengan 2,4 D 0,5 ppm
tidak terjadi adanya kontaminan yang disebabkan oleh aktivitas jamur ataupun
bakteri. Sehingga dapat disimpulkan berdasarkan hasil pengamatan hari ke-7
dapat diketahui prosentase keberhasilan teknik aseptic yang telah dilakukan
mencapai 100%. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya kontaminan baik yang
berasal dari jamur ataupun bakteri.
proses kultur yang terdiri dari suhu atau temperatur, kelembaban relative serta
waktu yang diperlukan untuk proses pertumbuhan dan perkembangannya selama
proses kultur in vitro. Kondisi pertama yang membawa keberhasilan dalam proses
kultur adalah aseptik. Teknik untuk mempertahankan aseptic disebut teknik
aseptic yang berarti bebas dari semua jenis mikroorganisme atau kondisi yang
steril dan layak untuk melakukan proses kultur in vitro. Untuk menjaga
lingkungan yang aseptik maka harus semua komponen kultur baik alat dan bahan
serta media dan juga eksplan yang akan digunakan harus dalam keadaan yang
steril sehingga harus dilakukan proses sterilisasi untuk semua komponen dalam
kultur jaringan. Hal penting yang lain yaitu menjaga udara, permukaan lantai
bebas dan bersih dari debu. Sehingga semua pengerjaan dari praktikum kultur
harus dilakukan dalam Laminar Air Flow Cabinet yang steril (Chawla dalam
Anoop, 2009).
Untuk itu pada dasarnya teknik aseptik yang dilakukan dalam kultur
jaringan sangat perlu digunakan untuk dapat mendukung kondisi yang dibutukan
eksplan yang ditanam dalam media mengalami proses pertumbuhan dan
perkembangan. Teknik aseptic dapat terlaksana dengan baik apabila juga disertai
dilakukannya proses sterilisasi terutama pada eksplan yang harus bebas dari
kontaminan sebelum dilakukan proses penkulturan. Berbagai proses sterilisasi
yang disertai dengan bahan sterilisasi digunakan untuk mencegah adanya
kontaminasi pada jaringan dalam eksplan. Bahan sterilisasi contohnya yaitu
Clorox atau bayclin ditujukan karena bayclin memiliki kandungan yang dapat
membersihkan eksplan dari berbagai macam kontaminan baik berupa jamur, virus,
bakteri, maupun kontaminan yang lain (Hariyadi, 2010). Hal ini dikarenakan
kedua bahan tersebut merupakan racun untuk tanaman oleh karena itu dalam
penggunaanya diperlukan dosis atau ukuran yang sesuai agar tidak melukai
ataupun mematikan jaringan dalam eksplan (Yazid, 2010).
Pentingnya teknik aseptik dalam kultur jaringan tepatnya pada saat
penanaman eksplan harus selalu dalam keadaan yang steril, maka harus dilakukan
sterilisasi. Setiap bahan yang akan kita gunakan harus dalam kondisi yang steril.
Termasuk juga praktikan yang hendak menanam eksplan pada media tanam harus
steril dimulai dari penggunaan jas lab, sarung tangan dan masker. Selain itu
sebelum praktikan memulai melakukan penanaman eksplan di dalam Laminar air
Flow Cabinet, harus menyemprotkan alcohol ke tangan walaupun sudah memakai
sarung tangan lateks. Begitu juga dengan peralatan yang akan digunakan sebelum
memasuki Laminar Air Flow Cabinet seperti pinset dan scalpel, harus direndam
dengan alcohol yang disediakan dalam beaker glass kecil apabila alat tersebut
tidak digunakan. Namun apabila akan digunakan kembali harus di panaskan
terlebih dahulu di atas nyala api Bunsen.
Proses sterilisasi yang merupakan langkah penting dalam teknik aseptik
dilakukan dengan tujuan agar semua proses penanaman yang dilakukan dengan
alat dan bahan yang steril karena penanaman eksplan ini sangat mudah terjadi
kontaminan yang dapat mempengaruhi keberhasilam penanaman eksplan. Oleh
karena itu teknik aseptik sangat penting untuk dilakukan untuk memperoleh
keberhasilan pada proses penanaman dalam kultur jaringan.
DAFTAR PUSTAKA
Anoop, Badoni and J. S. Chauhan. 2009. In Vitro Sterilization Protocol for
Micropropagation of Solanum tuberosum. Academia Arena, 2009;
1(5):5-8]. ISSN 1553-992X.
Deden, Sukmadjaja dan Mariska, Ika. 2003. Perbanyakan Bibit Jati melalui
Kultur Jaringan ISBN 979-95627-8-3. Bogor: Balai Penelitian
Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian.
Hariyadi, Purwiyatno. 2010. Sterilisasi UHT dan Pengemasan Aseptik.
Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia
Lili Herawati Siregar, Luthfi A. M Siregar, Lollie A. P. Putri. 2013.
PENGARUH - BENZIL AMINO PURINA DAN - ASAM ASETAT
NAFTALENA TERHADAP PERTUMBUHAN AKAR Boesenbergia
flava SECARA IN-VITRO. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1,
No.3, Juni 2013
Mariska, Ika. 2009.Perkembangan Penelitian Kultur In Vitro pada Tanaman
Industri, Pangan, dan Hortikultura. Buletin AgroBio 5(2):45-50 VOL 5,
NO. 2
Mariska, Ika dan Deden S. 2003. Perbanyakan Bibit Abaka melalui Kultur
Jaringan ISBN 979-95627-9-1. Bogor: Balai Penelitian Bioteknologi
dan Sumberdaya Genetik Pertanian.
Mayta Novaliza Isda dan Irfan Sulianyah. 2009. INDUKSI KALUS Centella
asiatica MELALUI APLIKASI AUKSIN DAN SITOKININ (The Role
of Auxin and Cytikinin in Callus Induction of Indian Pennywort
(Centella asiatica). Jerami Volume 2 No. 3, September - Desember
2009 ISSN 1979-0228
M. Yazid, Aris Bastianudin. 2010. PENGARUH STIMULAN ASAM
ASETAT TERHADAP EFISIENSI PENGIKATAN URANIUM
DALAM BIOREMEDIASI LINGKUNGAN MENGGUNAKAN
Bacillus sp. dan Pseudomonas sp. Prosiding PPI - PDIPTN 2010
Pustek Akselerator dan Proses Bahan BATAN ISSN 0216 3128.