Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGENDALIAN HAYATI

ACARA 3
EKSPLORASI ENTOMOPATOGEN

OLEH :
Nama : Leonardo Vigorous Silalahi
NPM : E1J018072
Shift : Kamis, 10:00 – 11:40 WIB
Dosen : Dr. Ir. Bilman Wilman S, M.P

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BENGKULU
2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang :
Bidang pertanian yang mengembangkan tanaman budidaya pada suatu tahap tentu
ada kalanya menemui beberapa kendala, antara lain timbulnya penyakit yang dapat
disebabkan oleh serangan jamur, virus, bakteri ataupun nematoda. Dalam praktikum
sebelumnya kita telah mempelajari tentang hama serta segala aspek tentang hama, dan untuk
praktikum kali ini yang dipelajari dan dibahas serta dikaji mengenai penyakit tanaman.
Ilmu tentang penyakit tanaman, sangat penting karena suatu tanaman akan mengalami
hambatan dalam proses perkembangan dan pertumbuhannya jika terjadi serangan penyakit
pada tanaman itu yang akhirnya menjurus pada kerugian secara kualitas, kuantitas maupun
ekonomis. Sehingga itu perlunya akan mempelajarin akan penyakit tanaman. Serta kita wajib
mengetahui baik dari tanda awal gejela hingga cara mengatasinnya. Serta paham akan konsep
Ekosistem pertanian (agroekosistem).
Mikroorganisme entomoatogen diperoleh baik dari tanah maupun serangga hama yang
sakit. Dari sample tanah maupun hama sakit tersebut kemudian diisolasi sampai mendapatkan
biakan murni. Isolate-isolat bakteri maupun jamur entomopatogen yang telah ditemukan
belum diketahui keefektivannya dalam mengendalikan hama tanaman. Hal inilah yang
menyebabkan mengapa aplikasi mikroorganisme entomopatogen di lapang mengalami
kegagalan.
Penggunaan patogen untuk mengendalikan hama tanaman relatif masih baru dan
pelaksanaannya belum meluas di Indonesia. Beberapa tahun terakhir penelitian mengenai
eksplorasi mikroba entomopatogen mulai banyak dilakukan dan dikembangkan. Dari
eksplorasi yang dilakukan diperoleh berbagai jenis mikroorganisme entomopatogen baik dari
golongan jamur, bakteri, nematode maupun virus.
Sebelum mikroorganisme entomopatogen dilepas sebagai insektisida hayati, perlu
dilakukan beberapa pengujian salah satunya yaitu uji patogenisitas mikroorganisme
entomopatogen. Pengujian patogenesitas mikroorganisme entomopatogen dilakukan guna
mengetahui kemampuan mikroorganisme entomopatogen dalam menginfeksi hama atau tidak
dan juga mengetahuin akan dosis dan cara penggunaan baktri itu. Pengujian ini mutlak
dilakukan untuk menjamin suatu mikroorganisme entomopatogen yang diaplikasikan di
lapangan evektif dalam mengendalikan hama.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
 Untuk mendapatkan patogen serangga dari beberapa lokasi sehingga bisa digunakan
sebagai agen pengendalian hayati.
BAB II
LANDASAN TEORI
Pengendalian hayati adalah pengendalian serangga hama dengan cara biologi, yaitu
dengan memanfaatkan musuh-musuh alaminya (agen pengendali biologi), seperti predator,
parasit dan patogen. Pengendalian hayati adalah suatu teknik pengelolaan hama dengan
sengaja dengan memanfaatkan/memanipulasikan musuh alami untuk kepentingan
pengendalian, biasanya pengendalian hayati akan dilakukan perbanyakan musuh alami yang
dilakukan dilaboratorium. Sedangkan Pengendalian alami merupakan Proses pengendalian
yang berjalan sendiri tanpa campur tangan manusia, tidak ada proses perbanyakan musuh
alami (Effendi, 2014).

Bioinsektisida adalah mikroorganisme yang dapat digunakan sebagai agen


pengendalian serangga hama. Pemanfaatan bioinsektisida sebagai agen hayati pada
pengendalian hama merupakan salah satu komponen pengendalian hama terpadu (PHT).
Terdapat enam kelompok mikroorganisme yang dapat dimanfaatkan sebagai bioinsektisida,
yaitu jamur, bakteri, virus, nematoda, protozoa, dan ricketsia (Herdatiarni et al., 2014).
Menurut Trizelia et al. (2015) kelompok entomopatogen yang paling banyak digunakan
sebagai agens hayati adalah jamur entomopatogen.
Jamur entomopatogen merupakan jamur yang mampu menginfeksi serangga dengan
cara masuk ke tubuh serangga inang melalui kulit, saluran pencernaan, spirakel dan lubang
lainnya (Untung, 2016). Inokulum jamur yang menempel pada tubuh serangga inang akan
berkecambah dan berkembang membentuk tabung kecambah, kemudian masuk menembus
kulit tubuh. Penembusan dilakukan secara mekanis dan atau kimiawi dengan mengeluarkan
enzim atau toksin. Jamur akan berkembang dalam tubuh inang dan menyerang seluruh
jaringan tubuh, sehingga serangga mati. Miselia jamur menembus ke luar tubuh inang,
tumbuh menutupi tubuh inang dan memproduksi konidia (Herdatiarni et al., 2014).
Menurut Rayati et al., (1996) dalam Sanjaya et al., (2010), bila dibandingkan dengan

insektisida sintetik, jamur entomopatogen memberikan keuntungankeuntungan sebagai

berikut:

1. Dapat menyerang berbagai stadia tahap perkembangan serangga (telur, larva, dan

dewasa) pada kondisi yang sesuai.


2. Tidak bersifat toksik atau mempengaruhi serangga-serangga lain yang bermanfaat

(spesifik).

3. Kemungkinan menimbulkan resistensi sangat kecil.

4. Relatif mudah dan murah untuk diproduksi.

5. Penggunaan jamur entomopatogen cenderung bervariasi.

6. Relatif aman terhadap manusia dan lingkungan


BAB III

METODE PELAKSANAAN

3.1. Tempat dan Waktu

Adapun tempat dan waktu pelaksaan praktikum diakukan dilokasi tempat yaitu di area
perkebunan rumah saya di Desa Tirta Kencana, Air Rami Mukomuko. Dan waktu
pelaksanaannya dilakukan pada tanggal 23 November 2020 sampai 03 Desember 2020 pada
pukul 15:00-18:00 WIB

3.2. Bahan dan Alat

Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum acara ini adalah sebagai
berikut :Kamera handphone, satu kelompok telur atau larva, tissue atau kapas dan botol.

3.3. Pelaksanaan Praktikum

A. Tata cara utama

Adapun cara kerja yang dilakukan pada praktikum acara ini adalah sebagai berikut :

1. Mendatangi kebun di sekitar tempat tinggal anda. Koleksi serangga mati terinfeksi
penyakit kalau tidak ada ambil tanah dengan kedalaman 5-10 cm sebanyak 300 g per
titik sampel, kemudian
2. masing-masing sampel tanah selanjutnya dikomposit menjadi satu dalam kantong
plastik berukuran 1,5 kg. Tanah yang diambil tidak terlalu kering dan tidak terlalu
lembab.
3. Memasukan ke dalam nampan plastik, kemudian 20 ekor ulat hongkong dimasukkan
ke dalam nampan tersebut, diatur kelembaban dengan melakukan penyiraman,
selanjutnya ditutup kain kasa. Selanjutnya diinkubasi selama 10 hari dalam kondisi
gelap. Dan diamati perubahan yang terjadi satu kali dua hari.
4. Ulat hongkong yang ditumbuhi oleh miselia/hifa menunjukkan ulat terserang
cendawan, dan ulat hongkong yang lembab diamati dibawah mikroskop, dan
diidentifikasi penyebabnya.Dokumentasikan setiap kegiatan

B. Aplikasi entomopatogen :
1. menyemprotkan ke ulat hongkong tersebut. Kalau itu berupa cendawan, bisa saja ulat
terinfeksi ditambah sedikit air kemudian diaduk dan disemprotkan ke ulat hongkong •
Ulatnya tetap kita kasi makan
2.Mengmati sampai 10 hari, jika ulat hongkong mati dan menimbulkan adanya tanda
cendawan di permukaan tubuhnya sama seperti sebelumnya, itu berarti anda sudah berhasil
mendapatkan entomopatogen
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Adapun hasil pengamatan yang saya dapatin di lapangan sebagai berikut;
No Hari Gambar Keterangan
1 Hari pertama dan kedua ( 23-24 Gerakan : aktif
Desember 2020) Warna : kuning
kecoklatan
Mortalitas : -
2 Hari ke 3 dan ke 4 ( 25- 26 Masih sama di hari
Desember 2020) ke 1 dan 2 tapi
sedikit agak mulai
perubahan
3 Hari ke 5 dan 6 ( 27-28 Desember Gerakan : aktif
2020) Warna : kuning
kecoklatan
Mortalitas : -
4 Hari 7 dan 8 ( 29-30 Desember Gerakan : aktif
2020) melambat
Warna : kuning
kecoklatan
Mortalitas : -
5 Hari 9 dan 10 ( 1-2 Desember 2020) Gerakan : melambat
Warna : kuning
kecoklatan
Mortalitas : -

B. Pembahasan
Menurut Trizelia et al., (2005) patogenesitas adalah kemampuan penyakit yang
dihasilkan oleh suatu mikroorganisme, dalam hal ini adalah kemampuan suatu organisme
untuk menyerang dan menyebabkan luka pada inang, yang berhubungan dengan
kesanggupan suatu mikroorganisme untuk mengatasi mekanisme pertahanan inang. Sehingga
itu patogenesitas perlu dikarenakan Mikroorganisme entomopatogen sebelum dilepas sebagai
bioinsektisida karena supaya kita dapat mengetahui kemampuan mikroorganisme
entomopatogen dalam menginfeksi serangga hama.
Mikroorganisme patogen mungkin bersifat sangat virulen sebab rendahnya ketahanan
atau tingginya kerentanan dari inang, dan sebaliknya patogen dapat mempunyai virulen yang
rendah sebab tingginya ketahanan atau rendahnya kerentanan dari inang. Purnomo (2010)
menambahkan semakin tinggi patogenisitas mikroorganisme entomopatogen menunjukkan
semakin efektif mikroorganisme tersebut dalam mengendalikan serangan hama.
Patogen serangga merupakan mikroorganisme infeksius yang membuat luka atau
membunuh inangnya karena menyebabkan penyakit pada serangga. Patogen masuk ke dalam
tubuh serangga melalui dua jalan:
1) ketika inang menelan patogen selama proses makan, dan
2) ketika patogen masuk melalui penetrasi langsung ke kutikula serangga.

Perpindahan patogen serangga dapat terjadi dari serangga yang sakit ke serangga yang sehat
(Prayogo, 2006). Di bidang patologi serangga terdapat beberapa golongan penyakit, yaitu
(Pinnock, 1994):
1. Penyakit nutrisi, merupakan penyakit pada serangga karena kekurangan atau
kelebihan nutrisi.
2. Penyakit mekanis, adalah penyakit pada serangga akibat gangguan mekanis
sehingga merusak bagian tubuhnya.
3. Penyakit fisiologis, adalah penyakit yang disebabkan oleh gangguan fisiologis.
4. Penyakit infeksi, merupakan penyakit pada serangga akibat infeksi oleh
mikroorganisme/pathogen.
Dari hasil pratikum yang saya kerjakan di lapangan, saya hanya bisa dapat
mendokumentasikan berupa foto dan video. Karena untuk hal detail dalam mengamatin
bakteri nya saya jujur masih kurang Nampak apakah punya saya ini apakah terserang atau
tidak akan tetapi saya yakin kemungkinan besar ini dari foto saya ada.

pada ulat hongkong dengan jumlah 20. Pengamatan hari pertama dan kedua yaitu
menunjukkan bahwa gerakan ulat masih aktif, warna kuning kecoklatan atau tidak berubah
dan belum ada yang mati. Lalu pengamatan hari ketiga dan keempat Nampak seperti acara
jalan awalnya. Saat ke 5 dan 6 menunjukan bahwa gerakan ulat masih aktif, dengan warna
tetap dan mortalitas tidak ada. Pengamatan hari 7 dan 8 bahwa gerakan ulat aktif namun
melambat dari sebelumnya dengan jumlah mortalitas tidak ada. Pengamatan hari terakhir
( hari 9 dan 10)bahwa gerakan ulat melambat, warna masih tetap kuning kecoklatan dan tidak
ada yang mati.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan sesudah melaksanakan pretikum mengenai Eksplorasi Entomopatogen


saya mendapatkan banyak ilmu untuk para pratikan. Yang dimana dari sini pratikan dapat
mengembangkan patogen serangga dari beberapa lokasi sehingga bisa digunakan sebagai
agen pengendalian hayati untuk dalam pengendalian hama tanaman

B. Saran

Saran saya yaitu semoga corona cepat selesai dan juga untuk bapak pembimbing saya
berharap di pratikum kedepannya setiap acara jangan di buat system kami di kebut dalam 1
minggu lain. Karena di shift lain seperti ibu Nandra dan Pak eko mereka sistemnya diamatin
selama 2 minggu lebih. Mungkin izin sarannya perubahannya bapak. Karena disini juga saya
seperti kesusahan pak apalagi pada acara ke 2 nanti pak sekian pak terima kasih. Dan kiranya
kami berharap semester depan bisa harus lebih baik karena jikalau korona selesai mungkin
bisa saja ebih secara langsung kita mengamatin si mahkluk kecil penggangu hama ini
(Parasitoid)
DAFTAR PUSTAKA

Effendi., dan S. Baehaki. 2014. Strategi Pengendalian Hama Terpadu TanamanPadi Dalam
Perspektif Praktek Pertanian yang baik (Good Agricultural Practices). Pengembangan
novasi Pertanian. 2(1): 68-78.
Sanjaya, Y., Nurhaeni, H. dan Halima, M. 2010. Isolasi, Identifikasi, dan Karakterisasi Jamur
Entomopatogen dari Larva Spodoptera litura (Fabricius). Bionatura-Jurnal Ilmu-ilmu
Hayati dan Fisik Vol. 12 (3): 136 – 141.
Trizelia.2015. Cendawan Entomopatogen Beauveria bassiana (Bals) Vuill.
(Deuteromycotina: Hyphomycetes): Keragaman Genetik, Karakteristik Visiologi, dan
Virulensinya Terhadap Croccidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Pyralidae),
Disertasi. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian, Program studi Hama
dan Penyakit Tumbuhan.
Sumartini, Y. Prayogo, S. W. Indiati & S. Hardaningsih. 2001. Pemanfaatan jamur
Metarhizium anisopliae untuk pengendalian pengisap polong (Riptortus linearis) pada
kedelai. Hlm:54-157. Dalam: Baehaki, S.E., E. Santosa, Hendarsih, T. Suryana, N.
Widiarta, dan Sukirno (Editor). Prosiding Simposium Pengendalian Hayati Serangga.
Balitpa Sukamandi. Sukamandi, 14-15 Maret 2001.
Suryadi, Y. dan Triny S Kadir. 2007. Pengamatan infeksi jamur patogen serangga
Metarhizium anisopliae (Metsch. Sorokin) pada wereng coklat. Berita Biologi 8(6) :
505.
Trizelia, 2005. Cendawan Entomopatogen Beauveria bassiana (Bals) Vuill.
(Deuteromycotina: Hyphomycetes): Keragaman Genetik, Karakteristik Visiologi, dan
Virulensinya Terhadap Croccidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Pyralidae),
Disertasi. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian, Program studi Hama
dan Penyakit Tumbuhan.
Trizelia, Neldi Armon dan Hetrys Jailani. 2015. Keanekaragaman jamur entomopatogen pada
rizosfer berbagai tanaman sayuran. Pros. Semnas Masyarakat Biodiversity Indonesia.
Vol. 1 (5).
Trizelia. 2005. Jamur Entomopatogen Beauveria bassiana: Keragaman Genetik,
Karakterisasi Fisiologi dan Virulensinya Terhadap Crocidolomia pavonana. Disertasi.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Trizelia. 2008. Patogenisitas jamur entomopatogen Nomuraea rileyi (Farl.) Sams. Terhadap
hama Spodoptera exigua Hubner (Lepidoptera:Noctuidae). Jurnal Entomologi
Indonesia 5(2):108-115.
Untung, K. 2016. Pengantar pengelolaan hama terpadu. Edisi ke dua. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.

Untung, K. 2016. Pengantar pengelolaan hama terpadu. Edisi ke dua. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai