Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN

Oleh :

Nama : Reza Nofrianti

No.BP : 1610252044

Kelas : Prot C

Dosen Penjab : 1. Dr. Yulmira Yanti. S.si., MP

2. Ir. Reflin. MP

Asisten : Muhammad Dahyan (1510212067)

PROGRAM STUDI PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2018
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehidupan manusia sangat bergantung pada tumbuhan, begitu pula pada


makhluk lain yang tidak berhijau daun. Sedangkan tumbuhan dalam kehidupannya
sering dihadapkan pada berbagai gangguan, salah satunya adalah serangan dari
penyakit tumbuhan yang akan sangat berpengaruh terhadap hasil produksi. Adanya
penyakit tumbuhan sudah diketahui lama sebelum masehi, bahkan dilaporkan
bahwa penyakit telah ada sebelum manusia membudidayakan tanaman (Sinaga,
2003).
Analisis mengenai tingkat keparahan penyakit tumbuhan serta keberadaan
sangan dibutuhkan dalam mempelajari kehilangan hasil, peramalan tingkat
penyakit, dan sistem pengendalian yang harus dilakukan untuk meminimalisasi
kerugian yang disebabkan oleh serangan penyakit. Berat atau ringannya penyakit
dapat diklasifikasikan dalam tiga kriterium utama, yaitu insidensi penyakit
(diseases insident), intensitas penyakit (diseases severity), dan kehilangan hasil
(crop loss) (Sastrahidayat,2011).
Penilaian penyakit ini penting dilakukan untuk menentukan tingkat kepentingan
suatu penyakit, peramalan dan pengambilan keputusan untuk pengendalian yang
akan dilakukan, evaluasi cara pengendalian, dan meprwdiksi tingkat kehilangan
hasil.
Epidemiologi adalah pengetahuan tentang penyakit dalam tingakat populasi
(Van der plank, 1963). Hal ini dikarenakan penyakit dapat menimbulkan wabah
apabila terdapat dalam tingkat populasi. Dengan kata lain epidemiologi merupakan
ilmu yang mempelajari populasi penyakit dalam populasi tanaman inang dalam
ruang dan waktu yang sama. Proses terjadinya epidemi penyakit pada populasi
inang memerlukan jangka waktu tertentu. Oleh karena itu dalam jangka waktu
tersebut terjadi interaksi antara patogen dan tanaman inang. Interaksi selama itu
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang dapat mendukung maupun menghambat proses
terjadinya epidemi, diantaranya disebabkan oleh faktor ketahanan tanaman inang,
virulensi patogen, dan lingkungan baik makro maupun mikro. Faktor ketahanan
inang diperoleh dari jenis varietas tanaman maupun umur tanaman, sedangkan
virulensi patogen dipengaruhi oleh jenis atau ras patogen. Disamping itu kondisi
lingkungan seperti kelembaban udara, intensitas matahari, shuhu dan curah hujan
dapat memicu terjadinya epidemi.

Interaksi yang menyebakan tinggi rendahnya laju infeksi dapat


digambarkan oleh segitiga penyakit. Dalam epidemiologi interaksi tersebut tampak
dari definisi epidemiologi bahwa studi kuantitatif tentang perkembangan penyakit
dalam ruang dan dalam jangka waktu tertentu sebagai akibat interaksi antara
populasi inang-patogen yang dipengaruhi oleh faktor-faktor fisik, biotik dan
manusia.

Ilmu yang mempelajari penyakit tanaman dinamakan phytopathology yang


berasal dari kata phyto yang berarti tanaman, patho penyakit, serta logos berarti
ilmu pengetahuan. Dunia pernah mengalami tragedi yang sangat bersejarah dalam
perkembangan ilmu penyakit tanaman. Tragedi berawal pada tahun 1845 di akhir
bulan juni terjadi wabah penyakit hawar daun yang disebabkan oleh janur
Phytophthora infestans pada tanaman kentang di negara Belgia. Pada awal bulan
Juli 1845 wabah tersebut telah menyebar kepertanaman kentang di negara Irlandia.
Kentang merupakan makanan pokok bagi masyarakat Irlandia. Pada tahun 1946
wabah penyakit hawar daun telah menyebar ke pertanaman kentang di negara
Ingrris dengan kecepatan 80 km/jam yang mengikuti aliran angin. Peristiwa
tersebut menyebabkan 6 juta orang meninggal dunia dan 10 juta melakukan
emigrasi besar-besaran ke wilayah Amerika.

Sejak saat itu muncul perhatian yang sangat besar terhadap phytopathology
dengan kajian kuantitatif terhadap perkembangan dan penyebaran penyakit
tanaman. Kajian tersebut dikenal dengan epidemiologi penyakit tanaman. Epi yang
artinya pada.dan demos yang berarti manusia atau epipytotic berasal dari kata epi
yang berari pada dan phyto berarti tanaman.

Proses epidemi yang terjadi pada suatu luasan dapat diukur


denganmenggunakan laju infeksi. Laju infeksi merupakan percepatan infeksi yang
diukurdari perbedaan luas infeksi pada saat pengamatan awal dengan infeksi pada
saat akhirpengamatan per satuan rentang waktu pengamatan. Laju infeksi dapat
cepat dengansemakin rentan tanaman inang terinfeksi penyakit yang ditunjukkan
dengan tingkatserangan (disease severity) atau besar terjadinya penyakit
(disease incidence).Disamping itu semakin virulen patogen pada suatu jenis inang,
semakin besar lajuinfeksi. Laju infeksi dapat pula dipengaruhi oleh faktor-faktor
lingkungan. Interaksiyang menyebabkan tinggi rendahnya laju infeksi dapat
digambarkan oleh segitigapenyakit. Dalam epidemiologi interaksi tersebut tampak
dari definisi epidemiologibahwa studi kuantitatif tentang perkembangan
penyakit dalam ruang dan dalamjangka waktu tertentu sebagai akibat interaksi
antara populasi inang-patogen yangdipengaruhi oleh faktor-faktor fisik, biotik dan
manusia.

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui tanda dan gejala pada
tanaman yang terserang penyakit ( virus ), serta tingkat insidensi dan severitas
dari tanaman tersebut.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kata epidemi berasal dari bahasa Yunani, tersusun atas dua kata dasar yaitu
“ epos ” yang artinya diantara, pada, atau mengenai dan “ demos ” yang artinya
rakyat, banyak, atau populasi. Dengan menggunakan pengertian analogi maka,
epidemiologi penyakit tanaman berarti ilmu yang mempelajari penyakit yang
banyak berkembang pada populasi tanaman atau mempelajari penyakit tanaman
yang (mungkin) berkembang menjadi mewabah. Petani mengusahakan tanaman
sebagai pertanaman, atau kelompok (populasi) tanaman, sehingga kerugian yang
diderita oleh petani terjadi pada aras (level) populasi. Oleh karena itu, epidemiologi
selalu mempertimbangkan penyakit dalam populasi tanaman.

Epidemik berarti terjadinya peningkatan insiden penyakit (disease


incidence) atau terjadi perkembangan penyakit dalam suatu populasi tanaman per
satuan waktu per satuan luas (van der Plank, 1963). Kranz (1973) menambahkan
adanya faktor pengaruh lingkungan dan perilaku manusia di dalamnya, kemudian
dilengkapi oleh Zadock & Schein (1979) mengemukakan bahwa epidemik sebagai
pertambahan penyakit dalam suatu populasi tanaman per satuan waktu per satuan
luas yang mempunyai saat awal, optimal dan akhir, sehingga populasi patogen
merupakan fungsi dari waktu ( X = ft ). Pengertian epidemik tersebut digunakan
untuk menunjukkan dinamika penyakit dalam populasi tanaman tanpa
mempertimbangkan keganasannya. Epidemi terjadi pada jangka waktu tertentu,
atau tidak selalu terjadi pada setiap waktu. Epidemi terjadi pada tempat, ruang,
wilayah tertentu, atau tidak merata di setiap tempat.

Menurut Oka (1993) epidemiologi adalah studi kuantitatif tentang


perkembangan penyakit dalam ruang dan dalam jangka waktu tertentu sebagai
akibat interaksi antara populasi inang dengan populasi patogen yang dipengaruhi
oleh faktor-faktor fisik, biotik dan manusia. Pengertian lengkap tentang
epidemiologi penyakit tanaman merupakan cabang ilmu penyakit tanaman yang
membahas tentang fenomena populasi tanaman inang dan populasi patogen dengan
memperhatikan interaksinya yang dipengaruhi oleh faktor-faktor fisik, biotik dan
manusia yang terjadi dalam areal dan waktu tertentu yang berakibat merugikan
tanaman yang dianalisis secara kuantitatif tentang bagaimana pewabahannya.
Beberapa istilah yang berhubungan dengan epidemi sering saling dipahami
berbeda. Istilah yang lebih tepat untuk „pewabahan penyakit tanaman‟ yaitu
epifitotik (epos = diantara, pada, mengenai phyton = pohon = tanaman), tetapi
istilah ini kurang mendapat perhatian, sehingga sampai sekarang dalam ilmu
penyakit tanaman, pewabahannya tetap digunakan istilah „epidemi‟ sebagai kata
benda dan “epidemik” sebagai kata sifat yang sudah sangat luas dan dikenal
masyarakat.

Suatu penyakit yang terdapat merata, terjadi terus menerus di setiap musim
dan berasal dari daerah yang bersangkutan, tidak dianggap sebagai penyakit
epidemik, tetapi penyakit endemik. Penyakit exotik terdapat merata tetapi berasal
dari daerah lain. Suatu penyakit yang merata di seluruh benua atau dunia disebut
pandemik, tetapi jika penyakit hanya terdapat di sana-sini dengan selang waktu
yang tidak tertentu dan tidak meningkat disebut sporadik.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan Epidemiologi Tumbuhan


dalam garis besarnya dapat dibagi menjadi dua (Little, 1971) yaitu:

1. Faktor dalam adalah faktor yang berada dalam tubuh orgnisme seperti organ
tubuh dan keadaan fisiologisnya.

2. Faktor luar adalah faktor yang berada di luar tubuh organisme yang
mempengaruhinya langsung dan tidak langsung yaitu faktor fisik, biotik dan
makanan.

Kedua kelompok tersebut bekerjasama membentuk corak lingkungan hidup


yang berbeda yang bersifat menekan atau merangsang perkembangan Epidemiologi
Tumbuhan. kelompok faktor luar dapat dibedakan lagi menjadi faktor fisik, biotik
dan faktor makanan.

Faktor fisik dapat dibedakan menjadi unsur cuaca dan topografi suatu
daerah merupakan faktor penghambat atau sekurang-kurangnya mempengaruhi
penyebaran Epidemiologi Tumbuhan. Hal ini disebabkan oleh perbedaan topografi
yang menyebabkan terjadinya perbedaan faktor iklim dan secara tidak langsung
menimbulkan perbedaan tumbuhan yang tumbuh.
Faktor biotik adalah semua faktor yang pada dasarnya bersifat hidup dan
berperan dalam keseimbangan populasi Epidemiologi Tumbuhan. Termasuk dalam
faktor biotik adalah parasit, predator, kompetisi dan resistensi tanaman.Faktor
makanan adalah unsur utama yang menentukan perkembangan OPT. tersedianya
inang(tanaman dan hewan) yang menjadi sumber makanan merupakan faktor
pembatas dalam menentukan taraf kejenuhan populasi (carryng Capacity)
lingkungan atas Epidemiologi Tumbuhan.

Faktor cuaca mempunyai peranan penting dalam siklus kehidupan serangga.


Dalam batas yang luas, cuaca mempengaruhi penyebarannya, kelimpahanya, dan
sebagai salah satu faktor utama penyebab timbulnya serangan hama. Kelimpahan
serangga berhubungan erat dengan perbandingan antara kelahiran dan kematian
pada suatu waktu tertentu. Kelahiran dipengaruhi antara lain oleh cuaca, makanan
dan taraf kepadatannya. Kematian terutama dipengaruhi oleh cuaca dan musuh
alami. Kepadatan dapat mengakibatkan emigrasi yang dapat berarti sebagai
kurangnya individu di suatu lokasi yang dianggap suatu kematian. Cuaca
berpengaruh langsung terhadap tingkat kelahiran dan kematian, secara tidak
langsung cuaca mempengaruhi hama melalui pengaruhnya terhadap kelimpahan
organisme lain termasuk musuh alaminya.

Organisme, khususnya serangga mempunyai daya menahan pengaruh faktor


lingkungan fisik sehingga menjadi kebal. Organisme serangga dapat mengatasi
keadaan yang ekstrem berupa adaptasi yang berhubungan dengan faktor genetis
atau penyesuain yang sifatnya fisiologis. Serangga sesuai dengan sifatnya
mempunyai kemampuan meyesuaikan diri dengan lingkungan tetapi karena
serangga juga mempunyai sayap, serangga dapat pindah menghindari tempat yang
ekstrim mencari tempat yang lebih sesuai.

Faktor cuaca dapat mempengaruhi segala sesuatu dalam sistem komunitas


serangga anatara lain fisiologi, perilaku, dan ciri-ciri biologis lainnya baik langsung
maupun tidak langsung. Faktor cuaca dapat dipisahkan menjadi unsur-unsur cuaca
yaitu : suhu, kelembaban, cahaya dan pergerakan udara/angin.

1. Suhu
Pengaruh suhu terhadap kehidupan serangga banyak dipelajari di
negara beriklim dingin/sedang, dimana suhu selalu berubah menurut
musim. Di negara tropika seperti Indonesia keadaanya berbeda, iklimnya
hampir sama sehingga variasi suhu relatif kecil. Perbedaan suhu yang nyata
adalah karena ketinggian. Serangga adalah organisme yang sifatnya
poikilotermal sehingga suhu badan serangga banyak dipengaruhi dan
mengikuti perubahan suhu udara.
Beberapa aktifitas serangga dipengaruhi oleh suhu dan kisaran suhu
optimal bagi serangga bervariasi menurut spesiesnya. Secara garis besar
suhu berpengaruh pada kesuburan/produksi telur, laju pertumbuhan dan
migrasi atau penyebarannya.
Mengukur kecepatan pertumbuhan serangga dalam hubungannya
dengan suhu dapat dilakukan sengan thermal constant. Hal tersebut
berdasarkan asumsi bahwa terdapat hubungan antara perkembangan
serangga dengan jumlah thermal constant biasanya dinyatakan dengan hari
derajat (day degree accumulation). Walaupun kurang tepat namun sering
digunakan untuk perkiraan perkembangan serangga.
Kematian serangga dalam hubungannya dengan suhu terutama
berkaitan dengan pengaruh batas-batas ekstrim dan kisaran yang masih
dapat ditahanserangga (suhu cardinal). Suhu yang sangat tinggi mempunyai
pengaruh langsung terhadap denaturasi/ merusak sifat protein yang
mengakibatkan serangga mati. Pada suhu rendah kematian serangga terjadi
karena terbentukknya kristal es dalam sel.
2. Kelembaban
Serangga seperti juga hewan yang lain harus memperhatikan
kandungan air dalam tubuhnya, akan mati bila kandungan airnya turun
melewati batas toleransinya. Berkurangnya kandungan air tersebut
berakibat kerdilnya pertumbuhan dan rendahnya laju metabolisme.
Kandungan air dalam tubuh serangga bervariasi dengan jenis serangga, pada
umumnya berkisar antara 50-90% dari berat tubuhnya. Pada serangga
berkulit tubuh tebal kandungan airnya lebih rendah.
Agar dapat mempertahankan hidupnya serangga harus selaluu
berusaha agar terdapat keseimbangan air yang tepat. Beberapa serangga
harus dilingkungan udara yang jenuh dengan uap air sedang yang lainnya
mampu menyesuaikan diri pada keadaan kering bahkan mampu menahan
lapar untuk beberapa hari. Kelembaban juga mempengaruhi sifat-sifat,
kemampuan bertelur dan pertumbuhan serangga.
3. Cahaya
Cahaya mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan,
perkembangannya dan tahan kehidupannya serangga baik secara langsung
maupun tidak langsung. Cahaya mempengaruhi aktifitas serangga, cahaya
membantu untuk mendapatkan makanan, tempat yang lebih sesuai.
Setiap jenis serangga membutuhkan intensitas cahaya yang berbeda
untuk aktifitasnya. Berdasarkan hasl di atas serangga dapat digolongkan
menjadi :
o Serangga diurnal yaitu serangga yang membutuhkan intensitas cahaya
tinggi aktif pada siang hari
o Serangga krepskular adala serangga yang membutuhkan intensitas cahaya
sedang aktif pada senja hari.
o Serangga nokturnal adalah serangga yang membutuhkan intensitas cahaya
rendah aktif pada malam hari.
4. Pergerakan udara

Pergerakan udara merupakan salah satu faktor yang penting dalam


penyebaran kehidupan serangga. Penyebaran arah serangga kadang
mengikuti arah angin. Faktor fisik dapat dibedakan menjadi unsur cuaca dan
topografi suatu daerah merupakan faktor penghambat atau sekurang-
kurangnya mempengaruhi penyebaran OPT. Hal ini disebabkan oleh
perbedaan topografi yang menyebabkan terjadinya perbedaan faktor iklim
dan secara tidak langsung menimbulkan perbedaan tumbuhan yang tumbuh.
BAB III. BAHAN DAN METODE

A. Waktu dan Tempat


Praktikum Epidemiologi Tumbuhan kali ini dilakuakn mulai dari bulan
Maret-April 2019, yang bertempat dilaboratorium Mikrobiologi Fakultas Pertanian
dan Di Kebun Petani Simpang Pasia, Kecamatan Pauh , Padang

B. Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang digunakan selama pratikum yaitu; Kamera HP,
buku, pena, kertas label dan lain – lain.

C. Cara Kerja
Pertama meminta izin kepada pemilik kebun/tanaman sebelum masuk ke
kebun. Periksa pertanaman yang ada dan cari kemungkinan permasalahan tanaman
yang sedang dihadapi petani. Konsultasi kepada petani agar petani mau
mengemukakan masalah yang dihadapi, dan catat pendapatnya. Diamati dan dicatat
komponen-komponen tanda penyakit tanaman serta gejala dan tanda serangan
untuk hama tanaman. Disusun deskripsi permasalahan dengan mengisi formulir
yang dibawa serta ke lapangan (tentang lapangan, sejarah pertanaman, praktik yang
telah dilakukan petani seperti : pengolahan tanah, pola tanam, waktu tanam, varietas
yang ditanam, pemupukan, pengairan, pengendalian hama dan penyakit yang
dilakukan, dan lain - lain). Diambil sejumlah sampel tanaman untuk pengamatan
yang dapat mewakili keadaan di lapangan. Diperiksa tanaman individual secara
detail, catat gejala dan tanda. Jangan lupa diperiksa juga kondisi tanaman bagian
bawah (dekat tanah dan perakaran).
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Tabel hasil insidensi penyakit Gemini virus pada tanaman terong

Bedengan Kelompok 3 Gambar

Jumlah tanaman Jumlah


yang bergejala keseluruhan
tanaman
1 5 34
2 8 35
3 3 30
Insidensi penyakit 16/99 x 100% = 16,16%

Severitas penyakit oleh virus pada tanaman terong.


No Jumlah daun terserang Jumlah seluruh daun Severitas %
1. 4 104 1,15
2. 5 120 1
3. 3 138 0,86
4. 3 78 1,53
5. 17 86 41,28
6. 5 109 1,10
7. 24 24 5
8. 5 54 2,22
9. 3 52 2,30
10. 2 60 2
11. 20 47 2,55
12. 4 30 4
13. 6 76 1,57
14. 11 64 25
15. 4 63 1,90
16. 3 40 3
B. Pembahasan
Pengukuran penyakit seringkali masih bersifat subjektif sehingga dalam
mengkuantitatifkan penyakit perlu dibuat standard diagram yang spesifik untuk
masing-masing jenis tanaman, patogen, penyakit, lokasi, dan bagian tanaman yang
terserang, misalnya daun muda, daun tua, atau keseluruhan daun. Diseases severity
(DS) atau intensitas penyakit adalah proporsi area tanaman yang rusak atau dikenai
gejala penyakit karena serangan patogen dalam satu tanaman. Intensitas penyakit
merupakan ukuran berat-ringannya tingkat kerusakan tanaman oleh suatu penyakit,
baikk pada populasi atau individu tanaman.

Sangat penting bagi kita untuk mengetahui seberapa parah intensitas


penyakit yang ada pada suatu area tanam dan menentukan tingkat serangan
pertanaman dalam populasi. Oleh karena itu terdapat beberapa metode untuk
menghitung tingkat intensitas atau keparahan penyakit. Dua diantaranya adalah
metode kelas serangan (skoring) dan metode proporsi langsung. Kedua metode ini
cocok digunakan untuk penyakit-penyakit yang menunjukkan gejala parsial (tidak
sistemik), contohnya bercak daun.

Adapun kegiatan pratikum lapangan yang telah dilakukan didapatkan hasil


bahwa insidensi penyakit pada tanaman terong di simpang pasir bahwa presentase
severitas daun terserang penyakit yaitu dengan nilai terendah 14,70 % sedangkan
untuk presentase tertinggi dengan nilai 22,85 %. Data tersebut menunjukan bahwa
insidensi penyakit masih di bawah ambang ekonomi dikarenakan insidensi penyakit
untuk rata-rata belum mencapai 30 %, oleh sebab itu tanaman terong bisa
dinyatakan belum ada pengaruh yang signifikan.
BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari data yang tercantum diatas dapat disimpulkan bahwa kejadian


penyakit dan keparahan penyakit merupakan dua hal yang berbeda. Suatu
tanaman yang memiliki tingkat kejadian tinggi belum tentu memiliki tingkat
keparahan tinggi. Hal ini disebabkan pada setiap penilaian severitas bersifat
subjektif, jadi mungkin setiap orang memiliki penilaian yang berbeda pada
setiap penilaian severitas penyakit. Kejadian penyakit dan keparahan penyakit
juga sangat berpengaruh terhdap suatu produktivitas suatu komoditas, dengan
kata lain tingginya kejadian dan keparahan penyakit pada tanaman akan
berimbas pada tingginya kehilangan hasil yang akan terjadi pada tanaman
tersebut.

B. Saran

Asisten lebih mengontrol pada saat praktikum agar semua praktikan


melakukan praktikum, karena masih ada praktikan yang hanya melihat saja.
DAFTAR PUSTAKA

Agrios, G.N. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan (Terjemahan Munzir Busnia). Gadjah
Mada University Press.

Ardiansyah. 2011. Ilmu Penyakit Tumbuhan. http://buletinagraris.blogspot.com


2011/12/ilmu-penyakit-tumbuhan.html. Diakses pada 17 April 2013

Ferdian. 2011. Epidemiologi Pertanian. http://planthospital.blogspot.com.2011/11/


epidemiologi-pertanian.html

Pracaya. 1992. Hama Penyakit Tanaman, Penebar Swadaya, Jakarta.

Sarina. 2012. Terjadinya Epidemiologi. http://sharenaa.blogspot.com.2012/01


terjadinya-epidemiologi.html
LAMPIRAN

A. Dokumentasi
Gambar Keterangan

Lahan perkebunan terung

Tanaman terung yang


terserang Gemini virus

B. Perhitungan
𝒏
Insidensi Penyakit = 𝑵 x 100%

Ket: n= jumlah tanaman sakit


N= jumlah seluruh tanaman yang diamati
Kelompok 1: n= 3, N= 32
𝑛
Insidensi Penyakit = 𝑁 x 100%
3
= 32 x 100 %

= 9,37 %
Kelompok 2: n= 18, N= 35
𝑛
Insidensi Penyakit = 𝑁 x 100%
18
= 35 x 100 %
= 51,42 %
Kelompok 3: n= 16, N= 29
𝑛
Insidensi Penyakit = 𝑁 x 100%
16
= 29 x 100 %

= 55,17 %

Severitas Penyakit = Σn x v x 100%


NxV
Ket: n= skor gejala serangan pada daun
V= skor tertinggi
Z= angka pada skor tertinggi
N= jumlah daun seluruh tanaman yang diamati
Skor Skala Kerusakan
0 0%(Tidak bergejala)
1 (1-5)%
2 (6-10)%
3 (11-15)%
4 (16-20)%
5 (21-25)%
6 (26- ~)%

Anda mungkin juga menyukai