PAPER
OLEH :
KELOMPOK 2
rahmat dan hidayahnya, penulis dapat menyelesaikan paper ini tepat pada
waktunya.
merupakan salah satu syarat untuk dapat memenuhi komponen penilaian di Mata
Mata Kuliah Pengendalian Hayati, yaitu: Prof. Dr. Dra Maryani Cyccu Tobing,
Penulis menyadari bahwa paper ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhir kata
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
PENDAHULUAN
Latar Belakang.............................................................................................1
Tujuan Penulisan..........................................................................................3
Kegunaan Penulisan.....................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA
Bacillus thuringiensis...................................................................................3
1.1............................................................................................................
Mekanisme Infeksi............................................................................3
1.2............................................................................................................
Gejala Serangan.................................................................................4
Yersinia entomophaga..................................................................................6
2.1 Mekanisme Infeksi............................................................................7
2.2. Gejala Serangan................................................................................8
Xenorhabdus dan Photorhabdus..................................................................9
3.1. Mekanisme Infeksi...........................................................................9
3.2. Gejala Serangan................................................................................11
Brevibacillus brevis .....................................................................................12
4.1. Mekanisme Infeksi...........................................................................13
4.2. Gejala Serangan................................................................................13
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu alternatif pengendalian hama yang aman bagi lingkungan dan
dapat menekan residu kimia pada produk pertanian adalah dengan pengendalian
mencapai batas populasi yang merugikan. Pengendali hayati (agens hayati) yang
yang perlu dikembangkan dewasa ini adalah penggunaan musuh alami, dan
musuh alami yang akhir-akhir ini mendapat perhatian yang cukup besar adalah
hayati berbagai jenis hama karena dianggap murah, mudah dilaksanakan dan
aman terhadap lingkungan. Lebih dari 200 spesies serangga yang tergolong dalam
tujuh ordo serangga dapat berperan sebagai inang entomopatogen dalam kondisi
patogen serangga. Berbagai mikrobia ini mempunyai cara infeksi, lokasi replikasi
kisaran serangga inang sasaran yang luas namun ada pula yang mempunyai
kisaran serangga inang sempit . Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh patogen
yang akan digunakan sebagai agen pengendali hayati antara lain : 1) Mempunyai
Mudah diproduksi dan dapat disimpan dalam waktu yang lama tanpa mengurangi
membahayakan makhluk hidup, biaya yang tidak mahal dan dapat memperoleh
hasil pertanian yang aman bagi manusia dan makhluk hidup lainnya. Mikroba-
spesies Bacillus thuringiensis merupakan salah satu agensia hayati yang paling
badan inklusi parasporal sewaktu bersporulasi. Dalam badan inklusi parasporal ini
menjadi toksin aktif. Selain itu, protease mengubah daya ikat reseptor dalam
Tujuan Penulisan
Kegunaan Penulisan
Bacillus thuringiensis
B. thuringiensis pertama kali diisolasi oleh Ishiwata pada tahun 1902 dari
Bahan aktif yang mempunyai aktivitas larvisidal ini adalah δ-endotoksin yaitu
suatu protein yang terkandung dalam inklusi parasporal. Daya kerja δ-endotoksin
ukuran panjang 3-5 mm dan lebar 1-1,2 mm. Selain itu, Bt mempunyai flagella
dan bersifat gram positif yang dapat tumbuh pada media buatan dengan suhu
untuk pertumbuhan berkisar antara 150-400C. Sekitar 95% Kristal terdiri dari asam
glutamat, asam aspartat dan arginin, sedangkan 5% terdiri dari karbohidrat yaitu
terhadap B. thuringiensis. Tipe I adalah spesies yang mati karena toksin dan
serangga mengalami general paralysis dan ada kenaikan pH darah sebesar 1.0-1,5
unit, contohnya adalah Bombyx mori, Manduca Sexta dan larva nyamuk. Tipe II,
serangga tidak mengalami general paralysis dan serangga mati tanpa adanya
ini. Tipe III, serangga tidak mengalami general paralysis dan serangga mati tidak
hanya disebabkan oleh kristal saja tetapi juga membutuhkan adanya spora,
terbentuk oleh protein Cry yang membentuk kristal yang bersifat toksin terhadap
serangga dan dapat larut dalam air serta termasuk ke dalam kelompok δ-
endotoksin bakteri. Parasporal kristal Bt yang masuk ke dalam tubuh serangga uji
akan melewati saluran pencernaan serangga. Kristal protein akan teraktivasi oleh
protoksin. Protoksin akan menjadi toksin apabila teraktivasi oleh enzim protease
serangga dan terikat secara spesifik pada reseptor di saluran pencernaan. Toksin
et al., 2017).
Toksisitas B. thuringiensis terhadap serangga dipengaruhi oleh strain
bakteri dan spesies serangga yang terinfeksi. Faktor pada bakteri yang
mempengaruhi toksisitasnya adalah struktur kristalnya, yang pada salah satu strain
mungkin mempunyai ikatan yang lebih mudah dipecah oleh enzim yang
dihasilkan serangga dan ukuran molekul protein yang menyusun kristal, serta
susunan molekul asam amino dan kandungan karbohidrat dalam kristal (Wardati
et al., 2013).
aktivitas makan dan pengolahan bahan makanan. Pada tahap awal aktivitas makan
serangga menurun, bahkan dapat terhenti. Gejala muntah (keluarnya cairan dari
mulut serangga) dan diare (faeces atau kotoran serangga tidak normal seperti
padatan) dapat diamati. Pada saluran makanan dapat terjadi paralysis. Serangga
kurang tanggap terhadap sentuhan. Pada infeksi lebih lanjut, paralysis dapat
terjadi pada seluruh tubuh dan diikuti oleh septisemi dan berakhir dengan
kematian serangga, dengan kondisi tubuh serangga lunak dan berisi lendir yang
merupakan massa bakteri. Kematian larva sudah mulai terjadi satu hari setelah
oleh Bt yakni : gerakan lamban serta nafsu makan berkurang, kemudian larva
mulai tidak aktif atau mati, Warna tubuh hijau kecoklatan. Setelah itu tubuh larva
berwarna coklat kehitaman, tubuh lunak serta mengeluarkan cairan dan berbau
jenis serangga lainnya dari ordo coleoptera, lepidoptera dan orthoptera. Penentu
Microvilli yang biasanya ditemukan pada luminal sel epitel usus juga tidak ada,
sel-sel tubuh mengelupas Pada 32 jam setelah aplikasi, membran basal sebagian
Setelah menelan bakteri ini, perubahan pada serangga terjadi dari warna
abu-abu menjadi warna krem dan kemudian coklat mengkilap dalam proses yang
disertai dengan regenerasi, diare akut, dan kemudian kematian serangga dalam 72
antara bakteri dan nematoda ini telah lama digunakan sebagai agen pengendalian
hayati untuk serangga hama yang hidup di tanah termasuk kurnbang penggerek
ekstraselular yang dikeluarkan oleh bakteri saat memasuki fase stasioner. Produk
insektisidal Photorhabdus yaitu pertama terdiri dari toksin kompleks yang aktif
secara oral terhadap larva serangga hama yang mana toksin jenis ini digunakan
kelas toksin kedua. Mcf adalah toksin yang aktif bila diinjeksikan ke larva
(PirAB), kelompok toksin ini bersifat biner karena aktif bila diberikan secara
Fungsi bakteri simbion adalah ; (1) membunuh inang dengan cepat (24-48
jam), (2) membuat suasana lingkungan yang cocok bagi perkembangan nematoda
simbionnya yang dapat mematikan serangga uji relatif lebih singkat. Tubuh
serangga uji yang terserang akan hancur dalam 3-4 hari setelah inokulasi
tersebut mampu membunuh serangga hama dengan waktu yang sangat cepat
sekitar 24-48 jam karena mengeluarkan racun (toksin). Pada umumnya gejala
serangga hama yang terserang oleh nematoda adalah adanya perubahan warna,
tubuh menjadi lembek dan bila di bedah jaringan menjadi cair tetapi tidak berbau
tubuhnya. Perubahan warna tubuh rayap dimulai dari bagian kepala hingga
menyeluruh dari bagian tubuh rayap. Kematian yang terjadi karena aktivitas
uji menjadi lunak berair dan lama-lama akan hancur (Paster et al., 2018).
bakteri gram positif dan bersifat aerob. Dalam bentuk spora sering dijumpai di
optimal pada suhu 35 –55C, membentuk spora motil dan memiliki aktivitas
katalase positif, amylase negatif, kasein negatif, gelatinase positif dan indole
Fabr
B. cereus merupakan bakteri tular tanah tanah yang gram positif, aerob
dan diameter 1.2 µm. Spora B. cereus lebih tahan pada panas kering dari pada
panas lembab dan dapat bertahan lama pada produk yang kering. Selnya
menghancurkan sel darah merah yang bersifat hymolitik dengan jenis toksin beta
hemotoksin. B. cereus adalah juga ditemukan dalam mikroflora usus invertebrata,
Tahap ini B. cereus, juga dikenal sebagai tahap Arthromitus, meliputi pelekatan
dari endospore yang dikeluarkan oleh sel B. cereus dan diikuti dengan
pertumbuhan filament serta bergerak motil pada jaringan epitel usus Arthopoda
ketika kondisi lingkungan dan inang tidak mendukung (BP2TP NTB. 2014).
daya kerja δ-endotoksin pada Bacillus sp terletak pada kristal protein. Faktor
penentu keefektifan δ-endotoksin antara lain, adalah strain bakteri, daya larut
kristal protein dalam saluran makanan, serta kepekaan serangga terhadap toksin
(Busvine, 1971).
selama sporulasi. Bahan aktif yang mempunyai aktivitas larvisidal ini adalah δ-
endotoksin. Selain itu imunitas dari larva juga mempengaruhi toksisitas bakteri.
litura dan kemampuan bakteri untuk memproduksi toksin berbeda setelah berada
KESIMPULAN
1. Pengendalian hayati merupakan teknik pengendalian organisme
agens pengendali alami untuk mengelola OPT agar tidak mencapai batas
yaitu bakteri yang tidak membentuk spora dan bakteri yang membentuk
spora
selama sporulasi
Scarabaeidae).
5. Bakteri simbion Enterobacteriaceae (Xenorhabdus spp. atau Photorhabdus
(septicemia).
DAFTAR PUSTAKA
Agaisse, H. & Lereclus, D. 1995. How does Bacillus thuringiensis produce so
much insecticidal crystal protein. Journal of Bacteriology.177 : 6027
6032.
Ahda, Y dan Lel, F. 2016. Karakterisasi Bakteri Potensial Pendegradasi Oli Bekas
Pada Tanah Bengkel di Kota Padang. Jurnal Saintek Vol 8 No 2.
Akhdiya, A., Etty, P dan Samudra. 2007. Protein Toksin Insektisidal dari Bakteri
Patogen Serangga Photorhabdus luminescens HJ. Berita Biologi Vol 8 No
6.
Landsberg, M., Sandra, Rosalba, Jason, N., Sean, D., Robert, Shaun, L., Ben, H
Dan Mark, R. 2011. 3D Structure Of The Yersinia Entomophaga Toxin
Complex And Implications For Insecticidal Activity. Proceedings of the
National Academy of Sciences Vol 108 No 51.
Mandal, S.M.A., B.K. Mishra, and P.R. Mishra. 2003. Efficacy and economics of
some biopesticides in managing Helicoverpa armigera (Hubner) on
chickpea. Annuals of Plant Protection Sciences 11: 201 - 203.
Paster, A., Indri, H dan Tris, H. 2018. Uji Patogenisitas Nematoda Patogen
Serangga (Steinernema carpocapsae) dari Tanah Gambut terhadap Rayap
Tanah (Coptotermes curvignathus). Jurnal Perkebunan Lahan Tropika Vol
8 No 2.
Rini, M.S., Rully, R., Mochammad, H dan Deni, Z. 2016. Uji Efikasi Beberapa
Isolat Bakteri Entomopatogen terhadap Kecoa (Orthoptera) Periplaneta
Americana (L.) dan Blatella Germanica (L.) dalam Skala Laboratorium.
Jurnal Biologi Vol 5 No 2.
Salaki, C.L., Langkah, S. 2009. Prospek Pemanfaatan Bakteri Entomopatogenik
sebagai Agensia Pengendali Hayati Serangga Hama. Prosiding Seminar
Nasional UNY. Yogyakarta.
Wardati, I., Dyah, N.E., Cherry, T Dan Usken, F. 2013. Patogenisitas Bakteri,
Jamur Dan Nematoda Entomopatogen Terhadap Hama Penggerek Buah
Kapas (Gossypium Hirsutum L.). Jurnal Ilmiah Inovasi Vol 13 No 1.