Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PRODUKSI AGENS HAYATI


PERBANYAKAN PARASITOID

Nama

: Rafida Mahmudah

NIM

: 135040101111256

Kelompok

: C2/ Kamis, 8.45 10.25

Asisten

: Dewi Anggraeni

JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN


PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Upaya peningkatan produksi khususnya padi, kini terus diupayakan petani
bersama pemerintah, guna memenuhi kebutuhan pangan masyarakat serta
ketahanan pangan nasional. Namun ada beberapa kendala yang terjadi di lapangan
yaitu adanya gangguan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT), diantaranya
penggerek batang padi.
Penggerek Batang Padi merupakan salah satu Organisme Pengganggu
Tumbuhan (OPT) Utama pada tanaman padi. Beberapa musim yang lalu luas serta
intensitas serangan OPT tersebut selalu menunjukan angka tertinggi dibanding
dengan OPT utama lainnya.
Upaya pengendalian menggunakan pestisida sering dilakukan, namun tidak
dapat menyelesaikan dengan tuntas, bahkan sering terjadi masalah baru seperti
kerusakan ekosistem, matinya jasad bukan sasaran, terjadinya resistensi dan
resurgensi.
Dalam sistem pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)
pemerintah telah mengeluarkan Inpres Nomor 3 Tahun 1985 tentang Pengendalian
Hama Terpadu (PHT) serta Undang-undang no 12 Tahun 1992. Tentang budidaya
tanaman yang menetapkan bahwa dalam pelaksanaan pengendalian OPT dilakukan
dengan sistem PHT.
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) adalah suatu cara pengendalian yang
memadukan berbagai cara pengendalian yang diarahkan pada pendekatan yang
mengandalkan

peran

agroekosistem.

Dengan

konsep

berdasarkan

pada

pertimbangan ekologi dan efesiensi dalam pengelolaan agro-ekosistem yang


berwawasan

lingkungan

dan

berkelanjutan.

Sasarannya

bukan

hanya

mengupayakan agar populasi atau serangan organisme pengganggu tumbuhan


terkendali dan produktifitas meningkat, tetapi juga mengupayakan peningkatan
penghasilan dan kesejahteraan petani serta mengurangi resiko pencemaran
lingkungan akibat penggunaan pestisida.
Parasitoid merupakan musuh alami hama dan dapat di gunakan sebagai agen
pengendalian secara biologis. Dalam siklus hidupnya parasitoid dapat menyerang
inang baik pada stadia telur, larva, nimfa, kepompong atau inang dewasa. Dari hasil
penelitiannya yang dilakukan di lima daerah utama pertanaman padi filiphina
melaporkan bahwa terjadi tingkat parasitasi yang cukup berarti terhadap spesies

penggerek padi. Parasitoid tersebut akan bermanfaat bila digunakan sebagai agen
pengendalian biologis (Kamras dan Raros, 1968 ).
Trichogramma sp merupakan salah satu parasitoid telur penggerek batang padi,
keberadaan di lapangan selalu tersedia dan dapat berkembang sendiri, tetapi
perkembangannya sering terganggu oleh pemakaian pestisida, sehingga dalam
pemanfaatan parasitoid tersebut untuk keperluan pengendalian penggerek batang di
lapangan diperlukan campur tangan manusia (Reisig,1986).
Parasitoid ini termasuk Hymenoptera. Di Malaysia parasitoid ini telah berhasil
diperbanyak dengan menggunakan telur Sitotroga sp. Dan telah berhasil dilepas ke
lapangan untuk mengendaliakan hama Chilo dan Tryporyza. Tingkat parasitasi
parasitoid Trichogramma sp tehadap telur Chilo 5-9 kali lebih besar di bandingkan
dengan perlakuan control berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, pelepasan
parasitoid tersebut menyebabkan tangkapan ngengat menurun dari 45% hingga
34% ( Vreden dan Achmadzabidi, 1986 ).
Persentase parasitasi Trichogramma sp terhadap telur penggerek batang padi
biasanya di bawah 10% dan jarang mencapai 30% (Vreden dan Achmad zabidi,
1986). Pada umumnya telur penggerek batang padi di jalur pantura yang diambil dari
lapangan terparasit oleh Trichogramma sp sekitar 20% (Baehaki, 1992). Melaporkan
bahwa parasitasi kelompok telur penggerek batang padi meningkat sejalan dengan
meningkatnya populasi penggerek batang padi. Parasitasi telur penggerek batang
padi generasi awal menunjukkan relatif tinggi yaitu di atas 10%, namun parasitasi
pada generasi ke tiga umumnya sangat rendah yaitu di bawah 5%. Melaporkan
bahwa tingkat parasitasi Trichogramma sp terhadap telur penggerek batang padi
kuning berkisar antara 7.1-14,0% (Mahrub, 1993).
Hasil pendahuluan, menunjukkan bahwa parasitoid telur penggerek batang padi
Trichogramma sp, mampu pula memparasitasi telur C. cephalonica. Mengingat
peranan parasitoid cukup penting dalam menekan perkembangan penggerek batang
padi, maka perlu di lakukan studi intensif mengenai teknik perbanyakan pada telur
C. cephalonica.

1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatna laporan praktikum teknologi produksi agen hayati ini
adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui hasil perbanyakan inang alternatif dari Trichogramma sp

b. Untuk mengetahui hasil perbanyakan Trichogramma sp


1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari pembuatan laporan praktikum teknologi produksi agen
hayati ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk penulis, laporan ini digunakan sebagai salah syarat dalam menempuh
Ujian Akhir Praktikum Teknologi Produksi Agen Hayati
b. Sebagai tambahan informasi bagi penelitian sejenis
c. Sebagai sumbangan pengetahuan dalam bidang pengendalian hayati.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Pengertian Parasitoid dan Inang Alternatif
2.1.1 Pengertian Parasitoid
Parasitoid adalah serangga yang bersifat sebagai parasit pada serangga
atau binatang Arthropoda yang lain. Parasitoid bersifat parasitic pada fase
pradewasanya (larva) sedangkan pada fase dewasanya mereka hidup bebas
dan tidak terikat pada inangnya. Umumnya parasitoid akhirnya dapat
membunuh inangnya meskipun ada inang yang mampu melengjapi siklus
hidupnya meskipun ada inang yang mampu melengkapi siklus hidupnya
sebelum mati. Parasitoid dapt menyerang inang pada setiap instar serangga,
meskipun instar dewasa yang paling jarang terparasit. Fase inang yang
diserang umumnya adalah telur dan larva, beberapa parasitoid menyerang pupa
dan sangat jarang menyerang imago (serangga dewasa). (Hidayat et al., 2006)
Parasitoid ialah organisme yang menghabiskan sebagian besar riwayat
hidupnya dengan bergantung pada atas di organisme inang tunggal yang
akhirnya membunuh (dan sering mengambil makanan) dalam proses itu.
Kemudian parasitoid mirip dengan parasit khusus kecuali dalam nasib inang
tertentu. (Haratta, 2010).
Parasitoids are a species which lives on or in a another species, the host,
feeding upon it, but usually not killing it. A parasite often needs only one or part
of one host to reach maturity.
Parasitoids are insects that feed on the body of another insect or
arthropod during the larval stage of the their life cycle. The host organism will die
as a result. When the parasitoid completes its life cycle, it becomes a free-living
insect, no longer dependent on the host. (Hadley, 2007).
2.1.2 Pengertian Inang Alternatif
Alternative hosts alternative hosts of the main host (Departemen
Pertanian, 1986). Inang alternatif adalah inang penggati

dari inang utama.

Alternative host an additional habitat for parasitoids (Departemen Pertanian,


1986).
Inang alternatif adalah tempat dan nutrisi makanan jika tidak ada inang
primer

dan

sekunder,

dimana

pathogen

dimasing-masing

inang

bisa

menyelesaikan siklusnya (Catur, 2008). Sedangkan menurut Akin (2007), inang


alternatif adalah organisme lain selain inang utama yang juga bisa menjadi
inang hama atau penyakit yang menyerang tanaman utama.

2.2 Contoh Parasitoid dan Inang Alternatif


Dalam web ditjenbun (2013), salah satu contoh parasitoid jenis idiobiont adalah
Trichogramma sp, jenis Koinobiont contohnya Diadegma eucerophaga dan lalat
jatiroto yang merupakan parasitoid larva penggerek batang tebu. Contoh lain dari
jenis Koinobiont adalah Plutella xylostella.
Contoh inang alternatif dalam Wahyono (2003) adalah D. piperis yang
merupakan inang alternatif dari O. Malayensis. Contoh lainnya adalah ngengat beras
(Corcyra caephalonica) yang merupakan inang alternative dari Trichogramma sp.
2.3 Teknis Perbanyakan parasitoid
Perbanyakan parasitoid bertujuan untuk memperbanyakan parasitoid sebagai
pengendali terhadap hama suatu tanaman. Perbanyakan parasitoid ini sangat
berperan dalam proses augmentasi. Augmentasi adalah melepaskan dalam jumlah
besar musuh alami yang telah diproduksi massal dengan tujuan untuk meningkatkan
populasi musuh alami di habitat pelepasan atau membanjiri (inundasi) populasi
hama dengan musuh alami.
Perbanyakan parasitoid diawali dengan pencarian dan pembiakan inang bagi
parasitoid. Misalnya pada perbanyakan Trichogramma sp, inang yang dibiakan
adalah C. cephalonica. Setelah inang dibiakan dalam media tertentu, kemudian
diambil telur C. cephalonica sebagai media tumbuh Trichogramma sp. Proses
selanjutnya adalah perbanyakan parasitoid. Pada perbanyakan Trichogramma sp,
Satu pias berisi stater parasitoid dan 5 pias berisi telur C. cephalonica yang sudah
steril dimasukkan ke dalam satu tabung reaksi. Setelah 4 hari sudah ada
penampakan telur yang terparasit berwarna kehitam-hitaman. Pias berisi telur C.
cephalonica yang telah terparasit siap digunakan langsung di lapang. Atau disimpan
dalam lemari pendingin (kulkas) selama 3-4 hari.

BAB III METODE PRAKTIKUM


3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Perbanyakan Inang Alternatif

a. Alat
1. Kuas
: Untuk mengambil telur Corcyra chepalonica
2. Cawan Petri
: Sebagai wadah telur C. chepalonica
3. Timbangan
: Untuk menimbang dedak dan beras jagung
4. Oven
: Untuk mensterilkan pakan
5. Freezer
: Untuk menyimpan telur C. chepalonica
6. Toples plastik
: Sebagai wadah perbanyakan C. chepalonica
7. Kain kassa
: Untuk menutup toples plastic
8. Wrapping
: Untuk membungkus cawan petri
b. Bahan
1. Dedak
: Sebagai pakan tambahan C. chepalonica
2. Beras Jagung
: Sebagai pakan C. chepalonica
3. Serangga C. Cephalonica : Sebagai serangga yang diperbanyak
3.1.2 Pembuatan sangkar Perkawinan
a. Alat

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Pensil
Penggaris
Gunting
Pisau
Staples besar
Cawan petri
Fial film

: Untuk menggambar pola


: Untuk mengukur kertas karton
: Untuk memotong kertas karton
: Untuk memotong kertas karton
: Untuk merekatkan kertas karton
: Sebagai cetakan dalam membuat pola melingkar
: Untuk menutup lubang tempat memasukkan C.
chepalonica pada sangkar perkawinan

b. Bahan:
1. Kertas karton

: Sebagai bahan pembuatan sangkar


perkawinan
2. Kain kasa 30 x 30 cm : Untuk menutup alas sangkar perkawinan
yang nantinya sebagai tempat C.
chepalonica meletakkan telur
3. Jaring kawat
: Sebagai penutup bagian atas dari sangkar
3.1.3 Perkawinan Perbanyakan Parasitoid
a. Alat
1. Kuas
: Untuk mengambil telur C. chepalonica
2. Gunting
: Untuk memotong kertas karton
3. Autoklaf
: Untuk mensterilkan telur C. chepalonica
b. Bahan
1. Kertas karton
: Untuk membuat kertas pias
2. Lem kertas
: Untuk menempelkan telur C. chepalonica pada
kertas pias

3. Tabung reaksi

: Sebagai wadah meletakkan kertas pias yang

telah
ditaburi telur C.chepalonica
4. Kain perca
: Untuk menutup tabung reaksi
5. Kertas label
: Untuk memberi label pada kertas pias
6. Telur C. cephalonica yang sudah steril : Sebagai spesimen
pengamatan

3.2 Cara Kerja


3.2.1 Perbanyakan Inang Alternatif

Persiapan pakan, pakan adalah campuran dedak : beras jagung (3:1)

Pakan disterilkan 70 0C 2 jam

Masukkan pakan yang telah steril ke toples plastik,

Masukkan telur C. cephalonica yang akan di perbanyak ke dalam toples, dan amati hingga
menjadi imago C. cephalonica

Larva yang telah menjadi imago dimasukkan ke sangkar perkawinan

Telur C. cephalonica yang ada pada kain kasa di alas dan atas tabung disapu menggunakan
kuas dan ditampung ke bagian bawah (cawan Petri) alas tabung.
Telur yang telah ditampung di cawan Petri, dipisah yang bersih dan kotor, telur yang bersih
akan dipakai untuk perbanyakan C. cephalonica, sedangkan yang kotor dikembalikan ke
toples perbanyakan imago (imago bertelur 1 x 24 jam)

Telur yang bersih dimasukkan ke dalam cawan Petri dan diwrapping.

Masukkan ke freezer 30 menit, dan siap dipakai untuk perbanyakan Trichogramma


spp.

Penulisan hari dan tanggal telur dipanen.

3.2.2

Pembuatan Sangkar Perkawinan

Siapkan alat dan bahan,


Kertas karton digunting dengan ukuran 50 x 30 cm dan dibentuk tabung
dengan diameter 10 cm.
Sisi pada tinggi tabung di buat lubang untuk memasukkan imago
C.cephalonica
Karton yang telah dibentuk tabung, di tutup dengan kain kasa pada kedua alas
tabung, yang nantinya sebagai tempat imago corsira meletakkan telurnya.

Lubang yang dibentuk di sisi tinggi tabung ditutup dengan fial film.

Sangkar perkawinan untuk imago C.cephalonica telah selesai.

3.2.3

Perbanyakan Parasitoid
Gunting kertas karton dengan ukuran 1,5 x 7 cm.

Mengoleskan lem perekat kebagian tepi karton seluas 1,5 x 4 cm.


Menaburkan telur yang sudah steril keatas karton yang sudah diberi lem
perekat.
Karton diberi keterangan tanggal pembuatan
Memasukkan karton yang sudah berisi telur dan starter indukan
Trichogramma sp. kedalam tabung reaksi lalu ditutup dengan kain perca.
Tunggu 3-4 hari sampai telur C. cephalonica berubah warna menjadi warna
hitam.
Karton diberi keterangan tanggal pembuatan.

3.3 Analisa Perlakuan

3.3.1

Perbanyakan Inang Alternatif


Pakan dipersiapkan terlebih dahulu. Komposisi pakan adalah

campuran dedak dan beras jagung dengan perbandingan 3 : 1 kemudian


pakan tersebut disterilkan di bawah suhu 70o C selama kurang lebih 2 jam.
Pakan yang telah steril tersebut dimasukkan ke dalam toples plastik
kemudian telur C. cephalonica yang akan diperbanyak juga dimasukkan ke
dalam toples tersebut dan lakukan pengamatan hingga C. cephalonica
menjadi imago. Setelah dilakukan pengamatan, larva yang telah menjadi
imago dimasukkan ke dalam sangkar perkawinan.Telur C. cephalonica yang
ada pada kain kasa dalam sangkar perkawinan disapu menggunakan kuas
dan ditampung di atas cawan petri. Ambil telur telur yang bersih yang akan
dipakai untuk perbanyakan C. cephalonica dan letakkan di dalam cawan petri
kemudia wrapping cawan tersebut. Masukkan telur telur ke dalam freezer
selama kurang lebih 30 menit.Telur telur siap dipakai untuk perbanyakan
Trichogramma spp.
3.3.2 Pembuatan Sangkar Perkawinan
Dalam membuat sangkar inang alternatif, gunting kertas karton
dengan ukuran 50 x 30 cm dengan diameter 10 cm, setelah itu sisi pada
tinggi tabung di buat lubang untuk memasukkan imago C. Cephalonica.
Karton yang telah dibentuk tabung, ditutup dengan kain kasa pada kedua
alas tabung, yang nantinya sebagai tempat imago C. cephalonica meletakkan
telurnya serta lubang di sisi tinggi tabung tersebut ditutup menggunakan fial
film.
3.3.3

Perbanyakan Parasitoid
Untuk perbanyakan parasitoid dipersiapkan kertas manila berukuran

1,5 x 7 cm. Lalu oleskan lem perekat kebagian tepi karton seluas 1,5 x 4 cm
lalu taburkan telur C. cephalonica yang sudah diberi lem perekat secara
merata di atasnya. Masukkan pada tabung reaksi sebanyak kurang lebih 5
pias dengan 1 pias yang sudah terparasit Trichogramma spp. setelah 3 4
hari telur inang terparasit akan berubah warna menjadi hitam kelabu. Apabila
telur C. cephalonica tidak terparasit akan menetas dan sebaiknya larva yang
baru menetas ddikeluarkan agar tidak memakan telur yang terparasit dan
kemudian pias siap disebarkan di lapangan.

3.3.4

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Perbanyakan Inang Alternatif


3.3.5

3.3.6

Gambar 1. Telur C. Corcyra cephalonica


3.3.7

3.3.8

Inang yang digunakan dalam percobaan ini adalah telur Corcyra

cephalonica. C. cephalonica atau yang sering disebut dengan ulat beras digunakan
sebagai inang pengganti (alternatif) untuk perbanyakan massal Trichograma spp.
Karena mudah dikembangbiakkan menggunakan media yang mudah didapat yaitu
beras. Menurut Herlinda (2002) mengatakan bahwa inang pengganti harus
memenuhi syarat, yaitu mudah dipelihara dan disediakan di laboratorium. Selain itu,
pembiakan inang pengganti harus relatif lebih cepat dan murah dibanding dengan
pembiakan inang alami.
3.3.9
Inang pengganti di lapangan tidak diserang oleh parasitoid. Inang
pengganti yang umum digunakan untuk produksi masal parasitoid telur adalah
serangga yang hidup di gudang, seperti ulat beras, Corcyra chepalonica (Stainton)
(Lepidoptera: Pyralidae) (Alba, 1990; Herlinda, dkk. 1997; Djuwarso & Wikardi, 1999;
Herlinda, 1999; Herlinda, dkk. 1999).
3.3.10
Di Indonesia banyak penelitian menggunakan perbanyakan inang
alternative sebagai objek penelitiannya, salah satu yang paling sering digunakan
adalah C. cephalonica. Salah satu spesies serangga hama yang dapat digunakan
sebagai inang alternatif dan telah banyak digunakan di Indonesia adalah C.
cephalonica (Strong et a1.,1968 dalam Alba, 1989).
3.3.11
Hasil yang diperoleh pada praktikum C2 menghasilkan kurang lebih
100-150 telur C. cephalonica perhari nya. Sebagai inang pengganti, C. cephalonica
memiliki beberapa kelebihan dibanding dengan spesies serangga gudang lainnya,
seperti mudah didapatkan dari berbagai macam bahan simpanan lokal, seperti padi,
beras, terigu, tepung jagung, dan dedak. Serangga ini mudah dan murah dibiakkan
di laboratorium. Ukurannya telurnya cukup besar sehingga nutrisi yang dibutuhkan

parasitoid cukup untuk mendapatkan kebugaran cukup tinggi. Ngengat betina


memiliki keperidian yang tinggi dengan produksi telur dapat mencapai 300- 400 butir
per betina (Alba, 1988; Alba, 1990).
3.3.12
Pada praktikum ini perbanyakan inang C. cephalonica dikatakan
berhasil dan dapat tumbuh dengan baik karena terlihat butiran-butiran pada media
yang berubah menjadi gumpalan-gumpalan kecil dan sedikit lengket.
4.2 Hasil Perbanyakan Parasitoid
3.3.13

3.3.14
3.3.15

3.3.17
Trichogramma

Gambar 2. Hasil telur Trichogramma yang terparasit

3.3.16
Hasil dari perbanyakan yang telah dilakukan oleh kelompok C2
sp.

termasuk

famili

Trichogrammatidae,

ordo

Hymenoptera.

(Kalshoven 1981). Diketahui tidak kurang dari 100 spesies parasitoid termasuk famili
Tricogrammatidae. Umumnya berupa serangga dengan ukuran tubuh sangat kecil
(0,4-0,69 mm) dan hidup sebagai parasitoid telur khususnya serangga dari ordo
Lepidoptera (Nishida dan Torii 1970).
3.3.18
Pengendalian Hama

Terpadu

(PHT)

sangat

mengutamakan

berfungsinya mekanisme pengendalian alami yang merupakan pengendalian hama


yang ramah lingkungan. Trichogramma sp merupakan agensia hayati untuk
pengendalian hama utama jagung yaitu penggerek batang (Ostrinia furnacalis) dan
penggerek tongkol (Helicoverpa armigera). Adapun menurut Surikanti (2003)
menjelaskan bahwa alasan mengapa perbanyakan parasitoid Trichogramma sp
banyak dilakukan, diantaranya yaitu:
a. Trichograma mudah dibiakan di laboratorium dengan menggunakan telur
corcyra sebagai inang pengganti.

b. Trichograma dapat memarasit telur-telur penggerek batang dan penggerek


tongkol di laboratorium maupun di lapang, sedangkan untuk penggerek tongkol
di lapang belum diperoleh data
c. Selain itu penggunaan agen hayati trichograma sangat aman terhadap
lingkungan sehingga layak untuk dikembangkan dan dimasyarakatkan.
3.3.19
Ukuran tubuh imago betina lebih besar daripada imago jantan. Imago
jantan lebih dahulu keluar daripada imago betina dan segera berkopulasi dalam
beberapa detik. Telur diletakkan kira-kira 24-28 jam setelah imago muncul. Daur
hidup Trichogramma antara 7-9 hari (Peterson, 1930). Rauf dan Hidayat (1999)
mengemukakan bahwa larva Trichogramma sp.terdiri dari 3 instar, kemudian larva
berkembang menjadi pupa, setelah 7-8 hari pupa akan menjadi imago dan keluar
dari telur inang dengan membuat lubang pada kulit telur.
3.3.20
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh kelompok C2, daur
hidup Trichogramma sp. mulai dari telur menjadi larva, kemudian berubah menjadi
kepompong. Seperti dijelaskan oleh Direktorat Perlindungan Perkebunan, Direktorat
Jenderal Bina Produksi Perkebunan (2002) bahwa Trichogramma dewasa
meletakkan 1 sampai 5 butir telur ke dalam telur serangga lain. Telur Trichogramma
menetas, kemudian larva Trichogramma memakan telur inangnya dari dalam.
Kemudian menjadi kepompong, masih di dalam telur inangnya. Selanjutnya dewasa
keluar dari telur sebagai tawon kecil. Dewasa kawin, dan betina meletakkan telurnya
di dalam telur serangga lain.

3.3.21 BAB V PENUTUP


5.1 Kesimpulan
3.3.22
3.3.23
Berdasarkan

praktikum

teknologi

produksi

agen

hayati

pada

perbanyakan inang parasitoid inang yang digunakan dalam percobaan ini adalah
telur Corcyra cephalonica. C. cephalonica atau yang sering disebut dengan ulat
beras/ulat

gudang

digunakan

sebagai

inang

pengganti

(alternatif)

untuk

perbanyakan massal Trichograma spp. Pada praktikum perbanyakan inang alternatif


C. cephalonica dikatakan berhasil dan dapat tumbuh dengan baik karena terlihat
butiran-butiran pada media yang berubah menjadi gumpalan-gumpalan kecil dan
sedikit lengket dan perbanyakan parasitoid didapatkan hasil berupa daur hidup pada
Trichogramma sp. mulai dari telur menjadi larva, kemudian berubah menjadi
kepompong.
5.2 Saran
3.3.24

Mohon ketersediaan alat praktikum semakin diperlengkap agar

pelaksanaan praktikum dapat jelas dan materi yang disampaikan harus lebih
diperjelas. Semoga praktikum TPAH untuk kedepannya
semakin baik.

dapat

terus menjadi

3.3.25 DAFTAR PUSTAKA


3.3.26 Akin, Hasriadi. 2007. Virologi Tumbuhan. Yogyakarta: Kanisius
3.3.27 Alba, M.C. 1988. Trichogrammatids in the Philippines. Philipines Entomol.
7(3): 252-271.
3.3.28 Alba, M.C. 1989. Use of natural enemies for controlling sugarcane pests in
the Philippine. Paper presented at the FFTC-NARC International Seminar on
the Used of Parasitoids and Predators to Control Agricultural Pest. National
Agricultural Research Center, Tsukuba, Japan. 24 hal.
3.3.29 Alba, MC. 1990. Use of Natural Enemies to Control Sugarcane Pests in the
Philippines. Book Series 40:124-134.
3.3.30 Direktorat Perlindungan Perkebunan, Direktorat Jenderal Bina Produksi
Perkebunan 2002. Proyek Pengendalian Hama Terpadu Perkebunan Rakyat.
Jakarta
3.3.31 Ditjenbun. 2013. Apasih Parasitoid itu?. http://ditjenbun.pertanian.go.id/
bbpptp surabaya/berita-405-apa-sih-parasitoid-itu-.html. Diakses pada 25 Mei
2016
3.3.32 Djuwarso, T dan EA Wikardi. 1999. Teknik perbanyakan Trichogramma spp.
Di laboratorium dan kemungkinan penggunaannya. Jurnal Litbang Pertanian
18:111119.
3.3.33 Godfray, H. C. J. 1994. Parasitoids: Behavioral and Evolutionary Ecology.
New Jersey : Princeton University Press
3.3.34 Harrata,
Aqwy.
2010.

Parasitoid.

http://aqwy

harrata.blogspot.co.id/2010/05/parasitoid.html Diakses pada tanggal 24 Mei


2015.
3.3.35 Herlinda, S. 2002. Teknologi Produksi Masal dan Pemanfaatan Parasitoid
Telur Hama Sayuran.

Hal.17.1-8.

Dalam

Agribisnis dan Agroindustri

Unggulan dan Andalan Daerah di Era Otonomi. Prosiding Seminar Nasional,


Palembang 7 Oktober 2002.
3.3.36 Herlinda, S. 1999. Pemanfaatan agens hayati, Trichogramma chilonis dan
Trichogrammatoidea

bactrae

bactrae

yang

ramah

lingkungan

mengendalikan hama penting kedelai. Hal. 46.1-7. Dalam

untuk

Peran Ilmu

Pengetahuan dan Teknologi dalam Menciptakan Masyarakat yang Maju dan


Mandiri.

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Universitas Sriwijaya,

Inderalaya, 31 Maret 1999.


3.3.37 Herlinda, S; A Rauf; U Kartosuwondo; dan Budihardjo. 1997. Biologi dan
Potensi Parasitoid Telur, Trichogrammatoidea bactrae bactrae Nagaraja

(Hymenoptera ; Trichogrammatidae), untuk Pengendalian Penggerek Polong


Kedelai. Bul. HPT. 9:1925
3.3.38 Kalshoven,L.G.E. 1981. Pest of in Indonesia. Resived and translated by P.A.
van der Laan, University of Amsterdam. PT Ichtiar Baru, van Hoeve, Jakarta.
701 hal.
3.3.39 Nishida,T. dan T. Torii. 1970. A hand book of field methods for research on
rice stemborers and other natural enemies. IBP Hand book No. 14. Blackwell
Scientific Publications Oxford. 132 hal.
3.3.40 Peterson, A. 1930. A biological study of Trichogramma minutum Ril. As an
egg parasite of the oriental fruit moth. Tech. Bull. 215. p. 1-21.
3.3.41 Purnomo, Hari. 2010. Pengantar Pengendalian Hayati. Jakarta: Penerbit Andi
3.3.42 Surtikanti. 2006. Hama Utama dan Perkembangan Tanaman pada Varietas
Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt.). Sementara dalam proses Jurnal
di Unhas. 6 hal.
3.3.43 Visser, Johann (1981). South African parasitic flowering plants. Cape Town:
Juta
3.3.44 Wahyono, Tri Eko. 2003. Teknik Perbanyakan O. Malayensis Pada Inang
Alternatif di Labratorium. Buletin Teknik Pertanian. Volume 8 nomor 1
3.3.45
3.3.46

3.3.47 LAMPIRAN
3.3.48 Dokumentasi Cara Kerja dan Hasil Praktikum

3.3.49

3.3.50

3.3.51

Anda mungkin juga menyukai