Anda di halaman 1dari 9

PAPER PENGELOLAAN HAYATI

PENGEMBANGAN PARASITOID SEBAGAI AGEN


PENGENDALIAN HAYATI HAMA

Oleh:

RIADATUL AMANI

CIM020116

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MATARAM

2023

1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pengendalian hayati merupakan pengendalian yang sangat dilatarbelakangi
oleh berbagai pengetahuan dasar ekologi terutama teori tentang pengaturan
populasi oleh agens pengendali alami dan keseimbangan ekosistem. Musuh alami
yang mencakup parasitoid, predator, dan patogen adalah agens pengendali alami.
Agens pengendali alami tersebut bekerja tergantung kerapatan (density
dependent) yang kemampuan penekanannya atau perkembangan populasinya
sangat tergantung pada perkembangan populasi hama.

Pengendalian hayati menjadi salah satu strategi pengendalian hama yang


saat ini banyak dikembangkan sebagai alternatif dari pengendalian secara kimiawi
yang dapat menimbulkan resistensi dan resurgensi padahama sasaran, munculnya
hama sekunder, pencemaran lingkungan dan pengaruhnya pada kesehatan hewan
dan manusia. Pengendalian hayati dalam skala luas memerlukan jumlah agens
hayati yang banyak sehingga perlu usaha pengembangan yang tepat sesuai dengan
kebutuhan. Dalam pengembangan agensia pengendalian hayati diperlukan
dukungan sumber daya yang cukup besar dalam tenaga ahli, fasilitas, dana, dan
waktu.

Salah satu jenis agensia hayati yang telah dimanfaatkan dan dikembangkan
adalah parasitoid. Parasitoid dikenal sebagai faktor pengatur dan pengendali
populasi serangga yang efktif karena sifat pengaturannya yang tergantung
kepadatan dan spesifikasi inangnya. Peningkatan populasi hama akan ditanggapi
secara numerik yaitu dengan meningkatkan jumlah parasitoid dan secara
fungsional yaitu dengan meningkatkan daya parasitasi. Peningkatan populasi
hama akan selalu diimbangi oleh tekanan yang lebih keras dari populasi parasitoid
yang mengakibatkan populasi hama menjadi turun kembali. Berdasarkan latar
belakang tersebut, pemanfaatan parasitoid perlu di kaji lebih lanjut untuk
kemudian dikembangkan.

2
1.2. Tujuan
Untuk mengetahui pengembangan parasitoid sebagai agen pengendalian
hayati hama.

3
PEMBAHASAN

Agen hayati berupa parasitoid merupakan bagian dari agroekosistem


memilik manfaat dan peranan menentukan dalam pengaturan dan pengendalian
populasi hama. Sebagai agens pengendalian hayati parasitoid sangat baik
digunakan dan selama ini yang paling sering berhasil mengendalikan hama hal ini
disebabkan oleh sifat-sifat yang dimiliki oleh parasitoid antara lain: (1). Daya
kelangsungan hidup yang baik, (2). Populasi parasitoid dapat tetap bertahan
meskipun dalam aras mangsa yang rendah, (3). Sebagian parasitoid monofag atau
oloigofag. Keberhasilan teknik pengendalian dengan parasitoid sangat ditentukan
oleh sinkronisasi antara fenologi inang dan parasitoid di lapangan.

Parasitoid sebagai parasit pada atau di dalam serangga atau artropoda


lainnya bersifat parasitik pada fase larva atau pradewasa, sedangkan pada fase
imago atau dewasa hidup bebas tidak terikat pada serangga inangnya. Parasitoid
berbeda dengan parasit karena parasitoid memiliki inang dari golongan takson
yang sama, yaitu serangga atau artropoda lainnya, sedangkan parasit memarasit
takson yang berbeda, misalnya lalat mengisap darah sapi. Ukuran parasitoid relatif
besar dibandingkan ukuran inang, dan tidak pernah pindah inang selama
perkembangannya. Parasitoid dapat menyerang setiap instar inang, meskipun
instar dewasa yang paling jarang terparasit. Sebagian besar parasitoid tergolong
dalam ordo Hymenoptera dan diptera. Ordo Hymenoptera yang terbanyak
mengandung parasitoid berasal dari famili Ichneumonidae dan Braconidae,
sedangkan pada ordo diptera, famili Tachinidae yang semua spesiesnya hidup
sebagai parasitoid. Contoh spesies parasitoid terkenal adalah Trichogramma sp.

Trichogramma sp. merupakan parasitoid yang telah banyak


dikembangkan dan dimanfaatkan untuk mengendalikan berbagai jenis hama
karena sifatnya yang generalis. Pemanfaatan parasitoid ini juga sering menjadi
pilihan karena merupakan parasitoid telur yang mengendalikan hama pada fase

4
paling awal sehingga kerusakan tanaman dapat dicegah sedini mungkin.
Parasitoid famili Trichogrammatidae mudah ditangani dan penggunaannya di
lapangan dapat digabungkan dan kompatibel dengan metode pengendalian lain.
Parasitoid Trichogrammatidae bersifat polifag, mampu memarasit 10 ordo
serangga, hama penting seperti ordo Lepidoptera. Beberapa spesies
Trichogramma juga dapat memarasit telur Coleoptera, Diptera, Heteroptera,
Hymenoptera.

Kegiatan pengembangan parasitoid dapat dilakukan dengan menyediakan


habitat yang sesuai untuk kebutuhan hidup parasitoid, pembiakan masal di
laboratorium kemudian dilepaskan ke lapangan.

Penyediaan tanaman inang pengganti bagi parasitoid dengan terlebih dahulu


adalah dengan mengidentifikasi kemudian menganalisis. Produksi Inang dapat
dilakukan di laboratorium. Corcyra merupakan inang laboratorium yang banyak
digunakan untuk pembiakan massal parasitoid telur di laboratorium. Pemilihan
Corcyra ini karena memiliki beberapa kelebihan dibanding dengan jenis serangga
gudang lainnya. Corcyra merupakan serangga gudang yang mudah didapatkan
dari berbagai jenis bahan simpanan lokal, seperti padi, beras, terigu, tepung
jagung, dedak. Serangga ini mudah dan murah dibiakkan di laboratorium.
Ukurannya telurnya cukup besar sehingga nutrisi yang dibutuhkan parasitoid
cukup untuk mendapatkan kebugaran yang tinggi. Ngengat betina memiliki
keperidian yang tinggi dengan produksi telur dapat mencapai 300-400 butir.
Media yang digunakan dalam membiakan Corcyra adalah campuran jagung giling
dan pakan ayam dengan perbadingan 1 : 1. Media tersebut selanjutnya disterilkan
dengan menggunakan oven. Media yang telah disterilkan ini dimasukkan dalam
kotak pemeliharaan (34 cm x 26 cm x 7 cm) yang bagian atasnya tertutup kain
kasa. Ketebalan media, yang dapat mempengaruhi ukuran larva, diusahakan
antara 2-2,5 cm. Media yang terlalu tebal kurang baik karena akan menyebabkan
kelembaban tinggi dan mudah diserang jamur, serta imago sulit muncul yang
berakibat persentase kemunculan ngengat rendah. Banyaknya telur Corcyra yang
akan disebarkan pada media tadi berkisar antara 15-20 butir per inch. Telur

5
corcyra kemudian dibersihkan dan di sterilkan dengan menggunakan sinar ultra
violet (UV). Sinar UV ini berfungsi untuk membunuh embrio Corcyra shingga
tidak bersaing dengan larva parasitoid telur nantinya. Telur Corcyra sebanyak
1000-2000 butir yang telah disterilkan ini dilekatkan dengan gom arab pada pias
yang terbuat dari karton manila (panjang 15 cm dan lebar 2,5 cm). Pias lalu
dimasukkan ke dalam tabung reaksi (diamater 3 cm, tinggi 25 cm). Setelah itu
dimasukkan Trichogramma spp kedalam tabung reaksi.. Telur inang yang telah
terparasit akan berubah warna menjadi hitam 3-4 hari setelah infestasi parasitoid
telur. Keturunan parasitoid ini akan muncul pada fase imago 7-9 hari sejak induk
parasitoid memarasit telur Corcyra. Untuk melakukan pelepasan di lapangan,
parasitoid telur ini dilepas pada fase pupa. Dengan demikian, pias parasitoid yang
akan diletakkan di pertanaman, umurnya diperkirankan 5-6 hari setelah terparasit.
Pemilihan umur pias 5-6 hari ini diharapkan pradewasa (larva atau pupa) tidak
terlalu lama berada di lapangan sehingga kegagalan teknik produksi massal
parasitoid telur telah banyak mengalami perkembangan.

Setelah parasitoid telur berhasil dibiakan di laboratorium, maka tahap


berikutnya adalah menentukan langkah-langka pemanfaatan atau pelepasannya di
lapangan. Ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam melepas
parasitoid yaitu tempat pelepasan harus dapat dipantau dan jangan sampai
terganggu oleh kegiatan penyemprotan pestisida. Umumnya parasitoid lebih peka
terhadap pestisida dibandingkan hama. Dengan demikian, pelepasan parasitoid
tidak dapat dilakukan bersama-sama dengan aplikasi pestisida. Agar pelepasan
parasitoid dapat berhasil dengan baik, maka pelepasan perlu disinkronkan dengan
keberadaan hama sasarannya di lapangan. Sebelum pelepasan dilakukan,
pemantauan populasi imago inang perlu dilakukan. Apabila di pertanaman telah
ditemukan telur serangga hama sasaran, maka pelepasan baru dilakukan.
Pemantauan ini bermanfaat dalam menghemat biaya pelepasan. Imago parasitoid
telur umumnya keluar dari telur inang pada pagi hari, kemudian langsung dapat
berkopulasi, dan segera meletakkan telurnya. Oleh karena itu pelepasan
parasitoid telur sebaiknya dilakukan pada pagi hari. Apabila pias Trichogramma
sp. Umur 7 hari diletakkan di lapangan pada pukul 06.00-07.00, maka imago

6
parasitoid ini akan muncul pada pukul 09.00- 10.00. Parasitoid yang muncul dari
pias seperti itu umumnya memiliki keefektifan lebih tinggi dalam memarasit
inangnya dibanding dengan pias berumur 5-6 hari.

Selain memperhatikan waktu pelepasan, dalam pelepasan parasitoid juga


perlu dipertimbangkan suhu dan faktor fisik lainnya yang dapat mempengaruhi
unjuk kerja parasitoid yang dilepas. Pelepasan sebaiknya pada suhu yang tidak
terlalu tinggi. Pelepasan sebaiknya tidak dilakukan pada saat waktu hujan, cuaca
mendung, atau saat angin kencang. Keadaan seperti itu dapat menyebabkan
aktivitas parasitoid menurun sehinggga parasitisasi yang ditimbulkan juga rendah.
Selanjutnya transportasi parasitoid dari laboratorium menuju lapangan juga perlu
diperhatikan, terutama bila jarak tempat pelepasan cukup jauh.

Peningkatan suhu yang tajam selama perjalanan dapat menyebabkan


kematian parasitoid. Teknik pelepasan parasitoid telur yang telah dikembangkan
didasarkan antara lain pada jenis tanaman, teknologi yang tersedia, penyebaran
parasitoid yang diinginkan dan perilaku parasitoid.

7
KESIMPULAN

Berdasarkan pada pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa


pengembangan parasitoid dapat dilakukan dengan melakukan produksi inang di
laboratorium dan perbanyakan masal. Setelah perbanyak masal berhasil dilakukan
selanjutnya dilakukan pelepasan dilapangan. Dalam melakukan pelepasan harus
diperhatikan waktu yang tepat agar aktivitas Parasitoid tidak menurun dan
parasitasi yang ditimbulkan tidak rendah.

8
DAFTAR PUSTAKA

Herlinda, S. (2002). Technology Of Mass Producing Egg Parasitoid And Its Use
To Control Vegetable Pests.

Meilin, A., Trisyono, YA, Martono, E., & Buchori, D. (2012). Teknik
perbanyakan parasitoid massal Anagrus nilaparvatae (Pang et Wang)
(Hymenoptera: Mymaridae) dengan kotak plastik. Jurnal Entomologi Indonesia ,
9 (1), 7-7.

Nuraeni, Y., Anggraeni, I., & Darwiati, W. (2016). Keanekaragaman serangga


parasitoid untuk pengendalian hama pada tanaman kehutanan. In Seminar
Nasional PBI 2016.

Setiawati, W., Uhan, T. S., & Udiarto, B. K. (2004). Pemanfaatan musuh alami
dalam pengendalian hayati hama pada tanaman sayuran.

Anda mungkin juga menyukai