Anda di halaman 1dari 45

PENGENDALIAN HAMA TERPADU

PHT adalah suatu cara pendekatan atau cara berpikir tentang pengendalian
OPT yang didasarkan pada pertimbangan ekologi dan ekonomi melalui
pengelolaam agroekosistem yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan
Sasaran PHT adalah produktivitas pertanian mantap, penghasilan dan
kesejahteraan petani meningkat, populasi OPT dan kerusakan tanaman tetap
berada pada aras yang secara ekonomis tidak merugikan dan pengurangan resiko
pencemaran lingkungan akibat penggunaan pestisida
Tehnik atau metode yang dapat digunakan dalam Pengendalian Hama
Terpadu adalah sebagai berikut :
a. Pemamfaatan pengendalian alami dengan mengurangi tindakan – tindakan
yang dapat merugikan atau mematikan musuh alami.
b. Pengelolaan ekosistem melalui usaha bercocok tanam, bertujuan untuk
membuat lingkungan tanaman menjadi kurang sesuai bagi perkembangan
OPT. Beberapa tehnik bercocok tanam antara lain :
 Penanaman varietas tahan
 Penanaman benig sehat dan bermutu
 Penrgiliran varietas
 Sanitasi lingkungan
 Pengaturan waktu tanam
 Tanam serempak
 Pemamfaatan musuh alami
 Pengaturan jarak tanam
 Tumpang sari
 Pengelolaan tanah dan air
 Pemupukan berimbang (sesuai dengan kebutuhan tanaman)
c. Pengendalian fisik dan mekanik, tujuannya adalah mengurangi populasi OPT,
memanipulasi lingkungan fisik sehingga kurang sesuai bagi perkembangan
OPT

1
d. Pengunaan pestisida secara bijaksana dengan melaksanakan prinsip tepat
jenis, mutu, cara, sasaran, dosis dan konsentrasi

2
HAMA

A. Tikus Sawah
Bioekologi
Kepadatan populasi tikus berkaitan dengan fase pertumbuhan tanaman
padi. Serangan tikus terjadi dari persemaian sampai pasca panen.
dipersemaian sampai tanaman fase vegetatif, populasi tikus umumnya masih
rendah dan meningkat pada fase generatif
Pada tanaman fase vegetatif kebutuhan gizi tikus jantan belum terpenuhi
untuk membuahi tikus betina. Perkembangbiakannya mulai terjadi pada saat
primordia dan terus berlangsung pada fase generatif. Tikus jantan siap kawin
pada umur 60 hari, sedangkan tikus betina siap kawin pada umur 28 hari. Masa
bunting berlangsung 19 – 23 hari. Dua hari setelah kawin tikus betina mampu
kawin lagi. Jumlah anak berkisar 2 – 18 ekor/induk/kelahiran dengan rincian :
 Kelahiran I : 6 – 18 ekor/induk
 Kelahiran II s/d VI : 6 – 8 ekor/induk
 Kelahiran VII dst : 2 – 6 ekor/induk
1 pasang tikus dapat menjadi ± 2.000 ekor dalam 1 tahun. Pada awal masa
perkembangbiakan, tikus hidup secara sendiri – sendiri tetapi pada masa
perkembangbiakan tikus hidup berpasangan dan hidup dalam satu liang.
Luas wilayah jelajah tikus pada saat tanaman pada fase generatif (makanan
melimpah) jelajahannya pendek (15 – 125 m), dan pada fase pengolahan tanah
sampai akhir vegetatif jelajah harian tikus panjang (100 – 200 m). migrasi tikus
bisa mencapai 1 – 2 Km, tetapi bila daya dukung lahan menjamin tikus tidak
akan bermigrasi
Pengendalian
Pengendalian tikus sebaiknya mulai dilakukan pada saat dipersemaian. Cara
yang biasa dilakukan adalah :
 Tanam serempak
 Minimalisasi ukuran pematang & tanggul

3
Pematang yang sempit (ukurannya) akan mengurangi kesempatan tikus
untuk membuat liang. Semakin lebar pematang akan semakin banyak
dijumpai liang tikus
 Sanitasi lingkungan
Lingkungan yang rimbun semak dan rerumputan dapat menjadi tempat
persembunyian tikus. Pada saat panen hindari terjadinya penumpukan
jerami karena tumpukan tersebut akan menjadi tempat persembunyian dan
liang tikus. Berdasarkan pengamatan dilapangan puncak populasi tikus
terjadi pada saat 2 – 5 minggu setelah panen
 Pemamfaatan musuh alami
Tindakan yang dilakukan dengan menjaga kelestarian jenis – jenis musuh
alami seperti : kucing, anjing, ular sawah, burung elang dan burung hantu.
 Cara fisik dan mekanik
- Penggenangan lahan
Pengenangan lahan bertujuan agar liang – liang aktif tikus terndam
sehingga anak – anak tikus yang ada didalamnya mati
- Goproyokan
Goproyokan akan lebih efektif bila dilakukan secara berkelompok
dengan bantuan anjing. Agar tidak merusak pertanaman sebaiknya
dilakukan pada saat sebelum pertanaman
- Pemasangan perangkap
Bambu dapat digunakan sebagai perangkap, sesuai dengan sifat tikus
yang suka bersembunyi maka tikus akan masuk kedalam perangkap
 Fumigasi /pengemposan dengan asap beracun
Dilakukan dengan cara menghembuskan asap beracun kedalam liang dan
menutupi liang tersebut sehingga tikus yang berada didalamnya akan
mati. Pengemposan paling efektif pada saat stadia keluar malai dan
pemasakan karena pada saat itu tikus sedang dalam masa berkembang
biak dan lebih banyak tinggal didalam lubang dari pada diluar liang
 Pengumpanan beracun

4
Pengumpanan dilakukan dengan mencampur umpan dan racun, sesuai
dengan sifat tikus yang sangat sensitif atau peka sebaiknya saat
memberikan umpan memakai kaos tangan, karean tikus sangat sensitif
dengan aroma manusia.

B. Penggerek Batang Padi


Di Indonesia dikenal 6 jenis penggerek batang padi, jenis – jenis penggerak ini
memiliki sifat atau ciri yang berbeda dalam penyebaran dan bioekologi, namun
hampir sama dalam cara menyerang atau menggerak tanaman serta
kerusakan yang ditimbulkannya
1. Penggerek batang padi kuning
Bioekologi
 Telur
 Jumlah telur 50 – 150 butir/kelompok
 Ditutupi rambut halus berwarna coklat kekuningan
 Diletakkan malam (pukul 19.00 – 22.00) selama 3 – 5 malam sejak
malam pertama
 Keperidian 100 – 600 butir tiap betina
 Stadium telur 6 – 7 hari
 Larva
 Putih kekuningan sampai kehijauan
 Panjang maksimum 25 mm
 Stadium larva 28 – 35 hari
 Terdiri atas 5 -7 instar
 Pupa
 Kekuning – kuningan atau agak putih
 Kokon berupa selaput benang, berwarna putih
 Panjang 12 – 15 mm
 Stadium pupa 6 – 23 hari
 Imago/ngengat

5
 Ngengat jantan mempunyai bintik – bintik gelap pada sayap depan
 Ngengat betina berwarna kuning bintik hitam dibagian tengah sayap
depan
 Panjang ngengat jantan 14 mm dan betina 17 mm
 Ngengat aktif pada malam hari dan tertarik cahaya
 Jangkauan terbang dapat mencapai 6 – 10 Km
 Lama hidup ngengat 5 – 10 hari dengan siklus hidup 39 – 58 hari
Larva keluar melalui 2 – 3 lubang yang dibuat pada bagian bawah telur
menembus permukaan daun. Larva yang baru muncul (instar 1) biasanya
menuju ujung daun dan menggantung dengan menggunakan benang halus
atau membuat tabung kecil, terayun oleh angin dan kemudian jatuh pada
bagian tanaman lain atau diatas permukaan air. Larva kemudian menggerek
tanaman melalui celah antara pelepah dan batang atau pelepah
Selama hidup larva dapat berpindah dari satu ke tunas yang lain,
dengan cara membuat gulungan ujung daun, menjatuhkan diri
kepermukaan air dan memencar kerumpun lain.
Larva instar akhir tinggal didalam batang sampai stadium pupa. Sebelum
menjadi pupa larva membuat lubang keluar pada pangkal batang dekat
permukaan air atau tanah, yang ditutupi membrane tipis untuk jalan keluar
setelah menjadi imago
Penggerek batang padi kuning mempunyai Karakteristik atau ciri untuk
membedakannya dengan Penggerek batang padi yang lain:
a. Kelompok telur diletakkan pada ujung daun
b. Hanya seekor larva dalam satu tunas
c. Pupa berada didalam pangkal tunas dibawah permukaan tanah
d. Tanaman inang utama adalah padi dan tanaman padi liar
Perubahan kepadatan populasi penggerek batang padi kuning
dipengaruhi oleh keadaan iklim (curah hujan, suhu, kelembaban, varietas
padi yang ditanam, dan musuh alami yaitu parasitoid, predator dan patogen)

6
Musuh alami penggerek batang padi kuning yang terdapat di Indonesia
adalah parasitoid telur Tetrastichus schoenobii, Telenomus rowani, T.dignus
dan Trichogramma spp. yang paling dominan adalah T. schoenobii.
Parasitoid larva cukup banyak ditemukan dilapangan, walaupun
parasitasinya rendah. Beberapa jenis parasitoid larva antara lain :
Apantheles spp., Stenobracon nicevillei, Amautomorpha acepta,
metathoracia, Temelucha sp., Isotima javensis, Goryphus sp. Predator telur
yang cukup penting adalah Conocephalus longipennis. Parasit pupa antara
lain : Brachymeria app., Xanthopimpla sp., dan Tetrastichus israelli.

2. Penggerek batang padi putih


Bioekologi
 Telur
 Jumlah telur 170 – 260 butir/kelompok
 Dipermukaan atas daun atau pelepah
 Mirip telur PBPK
 Ditutupi rambut halus, berwarna coklat kekuning – kuningan
 Stadium telur 4 – 9 hari
 Larva
 Mirip larva penggerek batang padi kuning
 Panjang maksimal 21 mm
 Putih kekuning – kuningan
 Stadium larva 19 – 31 hari (kalau mengalami diapause dapat
berlangsung 3 bulan)
 Pupa
 Stadium pupa 6 – 12 hari
 Imago/ngengat
 Warna putih
 Panjang betina 13 mm dan jantan 11 mm
 Tertarik cahaya

7
Pada musim kemarau larva instar akhir tidak langsung menjadi pupa,
tetapi mengalami istirahat (diapause) dalam pangkal batang singgang atau
tunggul. Hal ini biasanya terjadi didaerah tropis yang memiliki perbedaan
musim hujan dan kemarau yang jelas. Lamanya diaupase tergantung pada
lamanya musim kemarau.
Setelah turun hujan dan tanah lembab, larva yang berdiaupase akan
menjadi pupa dan selanjutnya menjadi ngengat. Ngengat keluar dari pupa
dalam periode waktu yang relatif bersamaan dan meletakkan telur di
persemaian
Karakterisitik Penggerek batang padi putih adalah :
- Kelompok telur, larva dan pupa mirip penggerek batang padi kuning
- Larva mampu berdiaupase dimusim kemarau dipangkal batang
singgang/tunggul.
- Masa terbang ngengat pada awal musim hujan terjadi hampir
bersamaan
Dinamika populasi Penggerek batang padi putih sangat dipengaruhi oleh
perubahan lingkungan terutama faktor iiklim (curah hujan), irigasi, dan
musuh alami. Parasitoid telur yang sudah dikenal yaitu : Trichoramma spp.,
Tetrastichus schoenobii, Telenomus rowani dan T. dignus.
Dalam satu kelompok telur sering muncul dua atau tiga jenis parasitoid
secara bersamaan. Jenis parasitoid larva dan pupa umumnya sama dengan
yang menyerang penggerek batang padi kuning. Demikian pula dengan
predator telur, larva, pupa dan ngengat. Inang PBPP adalah padi, padi liar,
beberapa jenis rumput dan tebu. Parasitoid pupa yang sering ditemukan
adalah dari genus Brachymeria (Chalcididae)

3. Penggerek batang padi bergaris (PBPB)


Bioekologi
 Telur
 Jumlah telur 20 -150 butir/kelompok

8
 Dipermukaan bawah daun bagian pangkal atau pelepah
 Seperti sisik
 Warna putih, tidak ditutpi rambut
 Stadium telur 4 – 7 hari
 Larva
 Warna abu – abu kepala coklat dengan 5 garis coklat sepanjang
tubuhnya
 Panjang maksimal 26 mm
 Beberapa larva dalam tiap tunas
 Stadium larva 33 hari
 Pupa
 Coklat tua
 Stadium pupa 6 hari
 Imago/ngengat
 Kepala berwarna coklat muda
 Warna sayap depan coklat tua
 Vena sayap nampak jelas
 Panjang 1,3 mm
Parasitoid telur yang sering ditemukan adalah Trichogramma spp. dan
Telenomus spp. parasitoid larva yang ditemukan : Bracon chinensis,
Xanthopimpla stemmator, Tetrastichus Israeli, Apanteles flavipes, tabuhan
Brachymeria (Chalcididae), lalat Tachinidae.
Inang dari Penggerek batang padi bergaris adalah padi, padi liar, jagung
dan beberapa jenis rumput

4. Penggerek batang padi kepala hitam (PBPKH)


Bioekologi
 Telur
 Berkelompok
 Pada daun dekat pangkal / pelepah

9
 Tidak tertutup sisik
 Stadium telur 6 hari
 Larva
 Kepala hitam
 Stadium larva 30 hari
 Panjang 18 – 24 mm
 Beberapa larva tiap tunas
 Pupa
 Coklat tua
 Stadium pupa 6 hari
 Imago/ngengat
 Kepala hitam
 Sayap depan bersisik, bagian tengah keperakan
 Sayap belakang kuning muda
 Panjang 10 – 13 mm
Siklus hidup berlangsung antara 26 – 61 hari. Adapun tanaman yang
merupakan inang Penggerek batang padi berkepala hitam adalah padi, padi
liar, jagung, tebu, sorgum dan beberapa jenis rumput

5. Penggerek batang padi Merah Jambu (PBPMJ)


Bioekologi
 Telur
 Dalam barisan, mirip manik – manik, diantara pelepah daun batang
padi
 2 – 3 baris / kelompok
 30 – 100 butir / kelompok
 Tidak tertutup sisik
 Stadium telur 6 hari
 Larva

10
 Kepala merah jambu
 Panjang maksimal 35 mm
 Beberapa larva tiap tunas
 Stadium larva 28 – 56 hari
 Pupa
 Coklat tua
 Panjang 18 mm
 Pada pelepah atau batang
 Stadium pupa 8 – 11 hari
 Imago/ngengat
 Coklat
 Sayap depan bergaris coklat tua memanjang
 Sayap belakang putih
 Panjang 14 – 17 mm
 Kurang tertarik cahaya
Siklus hidup berlangsung 46 – 83 hari. Parasitoid telur yang pernah
dilaporkan ialah Platytelenomus sp. Dan T. schoenobii. Parasitoid larva
antara lain tabuhan (brachonidae), A. Flavipes, S. nicevillei; dan lalat
Tachinidae, Sturmiopsis inferens. Predator larva Penggerak batang merah
jambu adalah laba – laba dan cocopet (Euborellia sp.) serta kepik
(Reduviidae)
Hama ini bersifat polifag dan dapat hidup pada tanaman inang : padi,
tebu, jagung, sorgum, padi liar, Panicum sp. Dan paspalum sp.
Cara pengendalian :
 Untuk daerah serangan endemik :
a). Pengaturan pola tanam
- Penanaman serentak, sehingga persediaan makanan penggerek
batang padi dapat dibatasi
- Pergiliran tanaman dengan tanaman bukan padi sehingga siklus
hidup hama terputus. Pergiliran tanaman pada daerah kronis

11
serangan penggerek hendaknya diikuti pergiliran varietas padi
dengan jenis yang lebih toleran. Tujuannya untuk menekan
populasi penggerek batang padi agar tetap rendah
- Pengelompokkan persemaian dimaksudkan untuk memudahkan
upaya pegumpulan telur penggerek secara massal.
b). Pengendalian cara fisik dan mekanik
- Cara fisik yaitu dengan penyabitan tanaman serendah mungkin
sampai permukaan tanah pada saat panen. Usaha itu dapat
diikuti penggenangan air setinggi ± 10 cm agar jerami atau
pangkal jerami cepat membusuk sehingga larva atau pupa mati.
- Cara mekanik dapat dilakuakn dengan mengumpulkan kelompok
telur penggerek batang padi di persemaian dan pertanaman.
Telur – telur yang terkumpul dipelihara (antara lain dalam
bumbung bambu) dan apabila keluar parasitoid, dilepaskan
kembali kepertanaman
c). Pengendalian hayati
- Pemamfaatan musuh alami dilakukan dengan jalan pengumpulan
kelompok telur dan pelepasan kembali parasitoid
- Pengembangbiakan parasitoid Trichogramma sp. pd telur
Corccyra sp.
- Konservasi musuh alami dengan cara menghindari aplikasi
insektisida
d). Penggunaan insektisida
Apabila diperlukan sebagai alternatif pada fase vegetatif
penggunaan pestisida dapat dilakukan pada saat ditemukan
kelompok telur rata – rata ≥ 1 kelompok telur/3m 2 atau intensitas
serangan rata – rata ≥ 6%. Kalau tingkat parasitasi kelompok telur
pada fase awal vegetatif ≥ 50% tidak perlu ada aplikasi insektisida.

12
Penggunaan insektisida butiran dipersemaian dengan dosis 5
Kg/500 m2 bila dijumpai kelompok telur aplikasi insektisida butiran
paling akhir atau selambat – lambatnya tiga minggu sebelum panen.
 Daerah serangan sporadik
Penyemprotan insektisida berdasarkan hasil pengamatan, yaitu
apabila ditemukan rata – rata ≥ 1 kelompok telur/3m 2 atau intensitas
serangan penggerek batang padi (sundep) rata – rata ≥6% dan beluk
rata – rata 10% selambat – lambatnya tingga minggu sebelum panen.

C. Wereng punggung putih (Sogatella furcifera Horvath.)


Biotipe
 Telur
 Diletakkan dipelepah daun secara berkelompok, berbentuk seperti sisir
pisang
 Menetas setelah 4 – 8 hari
 Nimfa
 Berwarna pucat sampai coklat muda
 Imago
 Warna dasar coklat tua pada punggungnya terdapat pita putih
 Ukuran 3,5 – 4,5 mm
 Nimfa dan dewasa menghisap cairan batang padi
Pada umunya serangan berat terjadi pada fase vegetatif . tanaman yang
terserang menunjukkan gejala kekuningan hingga kering.
Cara pengendalian :
 Pola tanam
Tanam serentak meliputi minimal satu petak tersier atau satu wilayah
kelompok
 Penanam varietas tahan

13
D. Wereng hijau (Nephotettix virescens Distant, N. nirropictus Stall; N.
parvus Ishihara)
Bioekologi
 Telur :
 Berbentuk lonjong diletakkan dalam jaringan pelepah daun dan tersusun
berderet seperti sisir pisang
 Telur menetas 4 – 8 hari
 Imago :
 Serangga dewasa berwarna hijau berukuran 4 – 6 mm
 Pada sayap bagian ujung berwarna hitam
 Serangga dewasa aktif pada malam hari dan tertarik cahaya
 Nimpa dan serangga dewasa menghisap cairan daun
Selain pada tanaman padi, wereng hijau dapat hidup pula pada rerumputan
antara lain Cynodon sp (suket grinting) dan Echinocola sp (jajagoan). N.
verescens dapat berperan sebagi vektor penyakit yang disebabkan oleh virus
tungro. Adanya serangga pada tanaman dapat dilihat dari banyaknya kulit larva
berwarna putih pada daun.
Cara pengendalian :
a. Pola tanam, (Pergiliran tanaman dengan tanaman bukan padi)
b. Penanaman varietas tahan
c. Sanitasi terhadap tanaman inang

E. Hama putih/penggulung daun (Nymphula depunctalis Guen)


Biokelogi
 Telur :
 Berwarna kuning muda
 Menghasilkan 50 butir telur
 Diletakkan pada permukaan daun bagian pelepah daun dekat
permukaan air
 Kelompok telur terdiri atas 10 – 20 butir

14
 Stadium telur 2 – 6 hari
 Larva :
 Instar 1 berwarna krem
 Panjang 1,2 mm, lebar 0,2 mm
 Kepala berwarna kuning
 Instar 2 berwarna hijau
 Pertumbuhan maksimal panjang 14 mm, lebar 1,6 mm
 Membuat gulungan dari daun yang dipotong
 Stadia larva 20 hari
 Mengalami 5 instar
 Pupa :
 Berwarna krem
 Pupa terbentuk dalam gulungan daun (tabung)
 Stadium pupa 7 hari
 Imago/ngengat :
 Ngengat muncul dan aktif pada malam hari tertarik pada cahaya lampu
 Berwarna putih, setiap ngengat mampu menghasilkan 50 butir telur
 Panjang sayap 6 mm
 Rentang sayap 15 mm
 Daur hidup 29 – 33 hari
Inang hama putih adalah padi, rumput lempuyang dan asinan. Parasitoid
pupa (Tetrastichus sp. Dan Apsilops cintroticus) dengan tingakat parasitasi
masing – masing 52 % dan 14%.
Kerusakan terjadi sampai tanaman berumur < 6 minggu. Akibat serangan
daun berwarna putih kering. Pada pucuk daun terlihat bekas terpotong
Cara pengendalian :
Pengeringan air sawah selama beberapa hari sehingga larva dalam gulungan
daun mati, karen larva tidak dapat bertahan hidup tanpa air

F. Hama putih palsu / pelipat daun (Cnaphalocrosis medinalis Guen)

15
Biokelogi
 Telur :
 Berwarna kuning muda, dengan permukaan cembung
 Menghasilkan 3000 butir telur selama hidupnya
 Berbentuk lonjong
 Diletakkan 1- 2 hari setelah kawin secara berkelompok pada permukaan
atas atau bawah daun bendera
 Peletakan telur terjadi pada mala ke 4 – 7 dari kemunculan ngengat
 Stadium telur 4 – 6 hari
 Larva :
 Panjang 1,4 mm dan lebar 2,0 mm
 Perut berwarna putih
 Kepala berwarna coklat
 Setelah makan daun, larva berwarna hijau
 Pada pertumbuhan maksimal larva berwarna hijau muda, kepala coklat
tua, panjang 20 – 24 mm
 Instar 2, mampu melipat daun
 Instar 6 (terakhir) akan tetap berada dalam lipatan daun hingga larva
berubah menjadi pupa
 Daur hidup 33 – 34 hari
 Mengalami 6 instar
 Pupa :
 Berwarna kuning
 Stadium pupa 6 – 8 hari
 Imago :
 Berwarna coklat muda
 Panjang 10 – 12 mm
 Sayap depan terdapat 2 – 3 garis hitam vertical
 Aktif pada malam hari

16
Inang hama putih palsu adalah padi, jagung, sorgum, rumput Echinocloa
dan tebu. Larva cocok hidup pada padi dimusim hujan, dimusim
Parasitoid larva antara lain Apanteles sp., Euteromolusparnarae,
pentalitomastix nacoleidea. Peradatornya antara lain : laba – laba, capung kecil
(cocopet dari ordo Dermaptera)
Cara pengendalian :
a. Pengaturan air irigasi
Dengan mengeringkan air pada persemaian dan persawahan yang
terserang dalam waktu pendek (5 – 7 hari) untuk mencegah perpindahan
larva sehingga larva mati, karena larva hanya bertahan hidup bila ada air
b. Penggunaan insektisida
Mengingat hama putih hanya menyerang tanaman muda, dan
banyaknya parasitoid dan predator dilapangan, maka pengendalian secara
kimiawi perlu dipertimbangkan secara cermat. Tanaman yang terserang
dengan cepat tumbuh daun baru
Penyemprotan dengan insektisida yang efektif dan diijinkan apabila
ditemukan intensitas serangan pada daun bendera 15% atau rata – rata
intensitas serangan pada seluruh areal sudah mencapai ≥ 25%

G. Ulat grayak (Spodoptera mauritia Boisd., S.exempta Wlk., Pseudoletia


unipuncta Horvath)
Bioekologi
 Telur
 Diletakkan secara berkelompokm pada permukaan bawah daun padi
atau rerumputan rata – rata 100 butir, ditutupi sisik warna kelabu
 Larva
Larva yang baru muncul sangat aktif bergerak sambil makan dengan
cara meraut bagian hijau daun pada ujung daun dan beristirahat pada tepi
daun muda yang digulung Selain makan daun, larva juga memotong
pangkal batang tanaman muda dan tangkai malai

17
 Kerusakan berat biasa terjadi setelah periode kering yg cukup lama
diikuti hujan besar
 Larva menggulung diri pada tanaman dengan benang sutra
 Dalam keadaan istirahat larca berbentuk huruf C
 Stadium larva 22 hari
 Terdiri 5 instar
 Pupa
 Pupa terbentuk dalam tanah, dilahan sawah lembab atau direrumputan
sekitarnya
 Imago
 Berwarna hitam kelabu
 Sayap depan berwarna coklat kelabu dilengkap bercak coklat gelap dan
kuning gelap dan satu garis kelabu dekat pinggir bercak
Tanaman inangnya adalah tebu, jagung, gandum, sorgum, kacang hijau,
tembakau, kentang kubis dan berbagai jenis rerumputan
Cara pengendalian :
a. Lokasi persemaian harus jauh dari areal yang banyak rerumputan
b. Sanitasi persemaian
c. Penggenangan persemaian
d. Persemaian yang sudah terserang sebaiknya digenangi air
Cara pengendalian selain menggunakan insektisida yang dapat diterapkan
sesuai dengan keadaaan setempat. Penyemprotan insektisida yang efektif dan
diijinkan apabila ditemukan ulat grayak rata – rata ≥ 2 ekor/m 2, atau intensitas
serangan 15%

H. Walang Sangit (Leptocorisa oratorius F (=L. acuta Thunb.)


Bioekologi
 Telur
 Pipih lonjong
 Panjang 1 mm

18
 Menjelang menetas berwarna coklat tua atau agak hitam (semula putih)
 Siklus hidup 35 – 56 hari
 Bertelur 200 – 300 butir
 Diletakkan secara berkelompok, asatu persatu atau berbaris dalam
kelompok sebanyak 10 -12 butir dibagian tepi daun bendera bagian atas
 Nimfa
 Nimfa dan imago menghisap bulir padi yang sedang matang susu
 Ramping
 Sayap belum berkembang penuh
 Berwarna hijau terang, berubah coklat abu – abu
 Imago
 Panjang 14 – 17
 Bersayap
 Berwarna coklat
 Menghisap bulir padi yang sedang matang susu
 Aktif sore dan malam hari
 Siang hari bersembunyi dibagian bawah tanaman padi atau rerumputan
 Mengeluarkan bau khas apabila terganggu
Cara pengendalian :
a. Pola tanam
Tanam serempak dalam hamparan sawah yang cukup luas dengan
perbedaan waktu tanam paling lama 2 minggu. Keserentakan tanam disini
diartikan sebagai keserentakan memasuki fase masak susu. Dengan
demikian periode waktu yang cocok bagi penyerangan walang sangit
berlangsung pendek
b. Sanitasi
Dilakukan sanitasi atau pembersihan tanaman inang dan tanam –
tanaman yang digunakan sebagai tempat bersembunyi disekitar
pertanaman padi yang diusahakan
c. Cara mekanik

19
Dilakukan pengumpulan serangga dengan menggunakan alat perangkap
kemudian dimusnahkan. Sebagai alat perangkap dapat digunakan
perangkap berupa bangkai kepiting, ketam, tulang – tulang dan sebagainya
yang dipasang disawah. Dapat pula dilakukan dengan membakar jerami
atau memasang lampu perangkap
d. Penggunaan insektisida
Penyemprotan dengan insektisida yang efektif dan diijinkan apabila
ditemukan walang sangit rata – rata ≥10 ekor/m 2 pada stadia setelah
berbunga

I. Ganjur (Orseolia oryzae Wood – Mason)


Dibeberapa daerah dikenal dengan nama hama pentil, hama bawang dan
hama mendong. Larva serangga ganjur memakan tanaman padi pada titik
tumbuh yang menyebabkan daun tumbuh berbentuk gulungan seperti daun
bawang (puru). Timbulnya puru diduga disebabkan oleh senyawa kimia yang
dihasilkan oleh larva pada saat memakan titik tumbuh. Puru mulai tampak 3 – 7
hari setelah larva mencapai titik tumbuh. Puru yang telah berkembang
sempurna diameter 1 – 2 mm dan panjang 10 – 30 cm.
Bioekologi
 Telur :
 Lonjong
 Putih bening sampai orange
 Panjang 0,5 mm lebar 0,2 mm
 Mampu bertelur 100 – 200 butir
 Diletakkan terpencar/dalam kelompok yang terdiri dari 3 -4 butir
 60 – 70% telur terletak dipelepah daun dan sisanya pada helaian daun
 Larva :
 Berwarna orange
 Panjang 1,3 mm

20
 Setelah menetas larva merayap menuju titik tumbuh melalui celah
diantara pelepah daun dan masuk jaringan titik tumbuh dan membentuk
rongga
 Satu tunas dijumpai 1 larva
 Pupa :
 Pucat, menjelang imago merah jingga
 Terdapat duri – duri
 Panjang 2,5 mm
 Pra pupa bergerak menuju keujung puru dengan menggunakan deretan
duri tubuhnya
 Imago :
 Merah cerah – merah kusam
 Ukuran seperti nyamuk
 Siklus hidup 26 – 35 hari
 Aktif malam hari, tertarik cahaya lampu dan hidup dengan menghisap
embun yang terdapat pada permukaan daun
 Nisbah kelamin jantan/betina adalah 4 : 1
 Betina hanya kawin sekali
 Serangga ganjur menyerang tanaman pada fase vegetatif
 Akibat serangan daun menjadi puru dan tidak menghasilkan malai
 Serangga dewasa muncul pada awal musim hujan
 Sebelum berkembang biak pada tanaman padi, serangga ganjur sudah
melalui 1 atau 2 generasi pada rerumputan (1 musim dapat mencapai 3
– 4 generasi)
Perkembangan optimum terjadi pada kelembaban nisbi 80% suhu antara
25 – 300C, cuaca mendung dan hujan gerimis. Serangan berat terjadi pada
musim hujan terutama tanaman yang terlambat tanam.
Serangan serangga ganjur umumnya didaerah sawah irigasi ataupun
tadah hujan. Musuh alami yang penting adalah jenis tabuhan. Tingkat

21
parasitasi Platygaster sp. dapat mencapai 30 – 70%. Parasitoid ini bersifat
endoparasitoid, yaitu menyerang larva yang baru keluar dari telur.
Inang serangga ganjur antara lain Leersia hexandra, kakawatan
(Paspalum distichum), dan lempuyang (Panicum stagnimum).
Cara pengendalian :
a). Waktu tanam
Waktu tanam dilakukan lebih awal, yaitu 1,5 bulan sebelum puncak curah
hujan tertinggi, sehingga pada saat kelembaban tinggi, tanaman sudah
mencapai fase generatif. Usaha penanaman dini perlu dilakukan secara
serentak
b). Jarak tanam
Jarak tanam yang terlalu rapat akan menguntungkan bagi perkembangan
hama ganjur. Oleh karena itu dianjurkan untuk menanam dengan jarak
tanam 20 – 25 cm dengan jumlah bibit 2 – 3 bibit.
c). Penyiangan
Perlu dilakukan untuk menekan perkembangan hama ganjur
d). Penggunaan Insektisida
Penggunaan insektisida butiran/cairan dengan dosis 0,5 – 1,0 kg bahan
aktif / ha apabila ditemukan puru ≥ 2,5% atau intensitas serangan hasil
pembelahan ≥ 5%, dengan parasitasi 50% pada tanaman berumur ≤ 40
HST.

J. Kepinding tanah (Scotinophora ( = Podos) coarctata spp.)


Bioekologi
 Telur :
 Bertelur 12 – 17 hari setelah kawin
 Berbentuk lonjong
 Warna merah jambu kehijau – hijauan
 Diletakkan berkelompok pada pangkal rumpun padi
 Stadium 4 – 7 hari

22
 Nimfa
 Berwarna coklat dan kuning dengan tanda hitam pada tubuhnya, tidak
bersayap.
 Stadium 20 – 30 hari
 Imago
 Warna coklat kehitaman
 Umur 4 – 7 bulan
 Dipengaruhi oleh umur tanaman inang
 Makin tua tanaman, serangga berkembang biak dengan baik.
 Hidup dan berkembang biak 1 – 2 musim
 Musim kemarau mengalami dormansi
 Menyukai keadaan basah / lembab
 Tertarik pada cahaya yang tinggi dan mudah ditangkap pada saat bulan
purnama.
Tanaman inangnya adalah Panicum sp., jagung, Sceleria sp., Scirphus sp.,
dan padi liar. Kepinding tanah menghisap cairan pelepah dan batang yang
menyebabkan warna coklat disekitar bagian yang dihisap. Serangan berat
mengakibatkan tanaman tumbuh terhambat, berubah warna kekuning –
kuningan, kering dan akhirnya mati membusuk.
Cara pengendalian :
a). Cara bercocok tanam
lakukan pengolahan tanah segera setelah panen untuk mematikan telur,
nimfa dan serangga dewasa yang tinggal pada pangkal tanaman padi.
Pengeringan lahan dapat menghambat perkembangan kepinding tanah.
Pemupukan pada saat terserang ringan agar tanaman mampu
mengkompensasi serangan
b). Sanitasi
Sanitasi lahan dan lingkungan dari tumbuhan inang lainnya misalnya
rumput – rumputan, dapat menghambat perkembangan kepinding tanah
c). Penggunaan insektisida

23
Penggunaan insektisida yang efektif dan diijinkan apabila ditemukan
kepinding tanah rata – rata ≥ 5 ekor/rumpun pada tanaman berumur ≥ 30
HST.

K. Lalat pucuk / lalat hydrellia (Hydrellia sasakii) (=Hydrellia philippina)


Bioekologi :
 Telur
 Telur akan diletakkan satu persatu pada permukaan atas atau
permukaan bawah daun padi
 Berbentuk lonjong
 Berwarna keputih – putihan
 Panjang 0,72 – 0, 20 mm
 Lebar 0, 17 – 0, 20 mm
 Umur 2 – 6 hari
 Larva
 Larva mula – mula tampak transparan berubah menjadi berwarna
kekuning – kuningan setelah makan
 Larva yang baru menetas segera bergerak menuju daun pucuk yang
belum membuka dan tinggal ditempat itu selama hidupnya
 Larva berumur lanjut berbentuk lonjong, bagian belakang tubuh pipih
dengan sepasang lubang nafas yang meruncing
 Berukuran panjang 6,5 mm
 Umur larva 10 – 12 hari
 Pupa
 Larva menjadi pupa pada bagian luar tunas yang terserang
 Ukuran panjang 4,83 mm
 Warna coklat pucat hingga gelap
 Umur pupa 7 – 10 hari

24
 Imago
 Seperti lalat rumah, berwarna abu – abu hitam/coklat kusam
 Betina berukuran 1,8 – 2,3 mm, jantan berukuran lebih kecil
 Serangga betina mulai meletakkan telur setelah padi ditanaman sampai
berumur 30 hari
 Siklus hidup berangsung 26 – 28 hari
Hama ini biasanya menyerang padi antara 2 – 4 MST. Selain padi,
tumbuhan lain yang dapat diserang meliputi berbagai jenis rerumputan seperti :
Leersia hexandra (Kalamenta), Cynodon dactylon (kakawatan), Echinochloa
crusgalii (kejawan) dan sejenisnya.
Lalat hydrellia memiliki musuh alami berupa predator yaitu : laba – laba
Oxyopes javanus, Lycosa psedoannulata, Noescona theissi, serta parasitoid
yaitu tabuhan Tetrastichus sp., Opius sp., dan Trichogramma sp.
Cara pengendalian :
Pengaturan air dengan cara pengeringan secara berselang 3 – 4 hari (1 –
30 HST). Pengguanaan bibit berumur tua khusus untuk daerah serangan berat

L. Uret/Lundi (Phyllophaga (Holotrichia) helere Brsk, Leucophalis sp,


Heteronychus sp)
Bioekologi :
 Telur
 Berwarna putih
 Berbentuk bulat panjang
 Panjang 2 mm, lebar 1 mm
 Menjelang menetas telur berwarna kekuning – kuningan
 Telur diletakkan dalam tanah satu demi satu dan berlainan kedalamnya
antara 5 – 15cm
 Telur berumur 10 – 11 hari
 Kumbang betina mampu bertelur ± 46 butir
 Larva

25
 Larva berwarna putih
 Kepala berwarna kemerah – merahan
 Larva tua berukuran 28 – 32 mm
 Berbentuk melengkung
 Kaki lemah berwarna kuning gading
 Larva baru muncul memakan humus, selanjutnya larva hidup dengan
memakan akar rerumputan dan tanaman pada musim hujan
 Terdiri dari 3 instar
 Hidup selama 5 – 7 bulan didalam tanah
 Pada akhir musim hujan larva beristirahat 40 hari dan menjadi pupa ± 2
bulan
 Pupa
 Berwarna putih kekuning – kuningan kemudian kemerah – merahan
 Panjang 13–15 mm, lebar 8–10 mm, larva tua masuk dalam tanah untuk
menjadi pupa
 Imago
 Kumbang berwarna coklat kemerah – merahan
 Panjang 12 – 16 mm, lebar 5 – 7 mm
 Sayap depan (perisai) dan kaki berwarna merah muda dan perut
berwarna lebih muda
 Kumbang muncul dari dalam setelah hujan lebat pertama pada musim
penghujan dan lahan cukup lembab
 Sore hari kumbang muncul lalu kawin
 Kumbang jantan mampu terbang ± 100 mm dan betina 11 mm
Pemunculan kumbang berkurang pada 2 – 4 minggu setelah
kemunculannya yang pertama.
Tanaman yang diserang uret/lundi adalah padi, jagung, tebu dan tanaman
graminae lainnya seperti sereh dan sorgum tanaman kacang – kacangan atau
palawija lainnya yang umumnya ditanam apada awal musim hujan.

26
Musuh alami yang telah diketahui adalah parasitoid serangga yaitu tabuhan
Campsomeris leefmansi, C. agilis, C. annulata F., C. phalerata F. disamping itu
juga dikenal adanya predator yaitu Asilidae dan burung, patogen berupa
bakteri, jamur dan virus.
Cara pengendalian :
 Pengaturan bercocok tanam
 Dilakukan pengolahan tanah yang baik
 Pengumpulan kumbang pada awal musim hujan

N. Belalang kembara (Locusta migratoria manilensis)


Bioekologi:
 Telur
 Berwarna keputih – putihan
 Berbentuk buah pisang, tersusun rapi dalam tanah sedalam ± 10 cm
 Seekor betina mampu menghasilkan telur ± 270 butir
 Nimfa
 Mengalami 5 instar (5 kali ganti kulit)
 Instar 1 berwarna hitam
 Instar 2 berwarna kuning keputih – putihan
 Instar 3 bagian samping dan bawah berwarna kuning dengan punggung
hitam, disertai calon sayap kecil mengarah kebawah
 Instar 4 bagian samping dan bawah berwarna jingga dengan punggung
hitam serta calon sayap mengarah keatas
 Instar 5 berwarna jingga kemerah – merahan dengan punggung hitam
dan calon sayap memanjang sampai dengan ruas abdomen keempat,
pangkalnya berwarna jingga
 Imago
 Berwaran coklat kekuning – kuningan (betina)
 Berwarna kuning mengkilat (jantan)
 Siklus hidup rata – rata 76 hari terdiri dari :

27
- Stadia dewasa : 17 hari
- Nimfa : 38 hari
- Dewasa : 11 hari
- Masa praoviposisi (kawin sampai bertelur pertama) : 10 hari
 Menghasilkan 6 – 7 paket telur (1 paket : 40 butir)
Dalam kehidupan dan perkembangan koloni belalang kembara dikenal
mengalami 3 fase pertumbuhan populasi yaitu :
a. Fase Soliter
Difase ini belalang hidup sendiri–sendi & tidak menimbulkan
kerugian/kerusakan tanaman
b. Fase Greagaria
Belalang hidup bergerombol dalam kelompok – kelompok besar, berpindah
– pimdah tempat dan menimbulkan kerusakan tanaman secara bersar –
besaran.
c. Fase Transien
Ialah perubahan fase dari soliter ke gregia dan sebaliknya dari gregia
kembali ke soliter dipengaruhi oleh kondisi iklim
Perubahan fase soliter ke gregia biasanya dimulai pada awal musim hujan
seteleh melewati musim kemarau yang cukup kering (dibawah normal). Pada
saat tersebut, biasanya terjadi peningkatan konsentrasi populasi belalang
soliter yang berdatangan dari berbagai lokasi kesuatu lokasi yang secara
ekologis sesuai untuk berkembang. Lokasi tersebut biasanya mempunyai lahan
yang terbuka atau banyak rerumputan, tanahnya gembur berpasir, dekat
sumber air (sungai, danau, rawa) sehingga kondisi tanahnya cukup lembab.
Setelah berlangsung 3 – 4 generasi apabila kondisi lingkungan memungkinkan
akan berkembang menjadi fase gregaria, melalui fase transien. Lokasi ini
dikenal sebagai lokasi pembiakan awal.
Perubahan fase gregaria kembali ke fase soliter biasanya apabila keadaan
lingkungan tidak menguntungkan bagi kehidupannya, terutama pengaruh curah

28
hujan, tekanan musuh alami atau tindakan manusia melalui usaha
pengendalian. Perubahan ini melalui fase transient pula.
Belalang kembara fase gregaria aktif terbang pada siang hari dalam
kelompok – kelompok besar. Pada senja hari, kelompok belalang hinggap pada
suatu lokasi, biasanya untuk bertelur pada lahan – lahan kosong, berpasir,
makan tanaman yang dihinggapi dan kawin. Pada pagi harinya, kelompok
belalang terbang untuk berputar – putar atau pindah lokasi. Pertanaman yang
dihinggapi pada malam hari tersebut biasanya dimakan sampai habis.
Sedangkan kelompok besar nimfa (belalang muda) biasanya berpindah tempat
dengan berjalan secara berkelompok. Sepanjang perjalanan biasanya juga
memakan tanaman yang dilewati.
Tanaman yang paling disukai belalang kembara adalah kelompok
“Graminae” yaitu padi, jagung, sorgum, tebu, alang – alang, gelagah dan
berbagai jenis rumput. Selain itu, belalang dapat makan daun kelapa, bambu,
kacang tanah, petsai, sawi, kubis daun. Tanaman yang tidak disukai antara lain
kacang hijau, kedelai, kacang panjang, ubi kayu, tomat, ubi jalar dan kapas.
Cara pengendalian :
a. Pola tanam
Dilahan pertanian tanaman pangan yang menjadi ancaman hama belalang
kembara perlu dipertimbangkan untuk mengatur pola tanam dengan
tanaman alternatif yang tidak disukai dan kurang disukai belalang kembara
dengan penanaman tumpangsari atau diversifikasi
b. Pengendalian secara mekanis
Melakukan gerakan massal pengendalian mekanis sesuai stadia populasi :
- Stadia telur
 Untuk mengetahui adanya lokasi telur maka harus melakukan
pemantauan lokasi dan waktu hinggap kelompok belalang dewasa
secara intensif.
 Pada areal tersebut atau lokasi bekas serangan yang diketahui
terdapat populasi telur , dilakukan kegiatan pengumpulan kelompok

29
telur yaitu dengan melakukan kegiatan pengolahan tanah sedalam
10 cm. kelompok telur diambil dan dimusnahkan, kemudian lahannya
segera ditanami kembali dengan tanaman yang tidak disukai
belalang.

- Stadia nimfa
Setelah 2 minggu sejak hinggapnya kelompok belalang kembara mulai
dilakukan pemantauan terhadap kemungkinan adanya nimfa yang
muncul. Pengendalian nimfa dengan cara mencangkul, menjaring,
membakar atau perangkap lainnya. Pengendalian pada saat nimfa
adalah kunci penting. Pengendalian dapat dilakukan dengan memukul –
mukul atau menjaring. Menghalau nimfa kesuatu tempat yang sudah
disiapkan ditempat terbuka untuk kemudian dimatikan. Nimfa yang ada
ditempat terbuka apabila memungkinkan dapat juga dilakukan
pembakaran dengan hati - hati
c. Pemamfaatan agens hayati
d. Penggunaan insektisida

30
PENYAKIT

1. Tungro
Epidemologi
Gejala serangan tungro berupa pertumbuhan tanaman terhambat, kerdil
dan jumlah anakan berkurang. Daun mengalami perubahan warna, kuning
sampai jingga dari mulai pucuk kearah pangkal.
Dilapangan Virus penyebab tungro ditularkan oleh beberapa jenis wereng
daun diantaranya wereng hijau dengan efisiensi penularan berbeda.
Tanaman yang terinfeksi biasanya hidup hingga fase pemasakan.
Pembungaan yang terlambat bisa menyebabkan tertundanya panen. Malai
menjadi kecil dan tidak sempurna. Bercak cokelat gelap menutupi bulir – bulir,
sehingga bobot bulir menjadi lebih rendah. Tanaman tua yang terinfeksi bisa
tidak memperlihatkan gejala serangan sebelum panen, tetapi singgang yang
tumbuh bisa memperliahtkan gejala serangan dan menjadi sumber inokoliun.
Stadia pertumbuhan tanaman yang paling rentan adalah dari pembibitan
sampai tanaman menjadi bunting. Kehilangan hasil dapat mencapai 68%
ketika tanaman ketika tanaman yang terinfeksi baru berumur 10-20 hari hss
(hari setelah sebar), 30% apabila tanaman yang terinfeksi sudah berumur
antar 40 – 50 hss, dan hanay 5% jika tanaman sudah berumur 70-80 hss.
Pengendalian :
a. Waktu tanam secara tepat
 Singgang merupakan sumber inokolum virius tungro. Agar terhindar
dari infeksi virus tungro yg berasal dari singgang, maka persemaian

31
dilakukan paling tidak 5 hari setelah pengolahan tanah selesai dan
tidak adalagi singgang. Tanaman diupayakan seawal mungkin
sehingga pada saat populasi wereng hijau mencapai puncak.
Tanaman padi sudah berumur > 60 HST & lebih tahan tungro
 Waktu tanam yg tepat dapat ditentukan dengan memperhatikan
fluktuasi populasi wereng hijau dan keberadaan tungro tahunan. Waktu
tanam tepat adalah saat tanam yang dapat menghindarkan tanaman
pada fase peka (30 HST) tidak bertepatan dengan tekanan tungro
tinggi (populasi wereng hijau & keberadaan tungro tinggi)
b. Tanam serempak
Untuk membatasi ketersediaan umur tanaman yang sesuai bagi
penularan virus tungro perlu diupayakan tanam serempak
c. Pergiliran tanam
Dilakukan pergiliran tanaman yang bukan inang virus tungro hal ini
dilakukan agar siklus hidup tungro dapat terputus
d. Pergiliran varietas tahan
Penanaman varietas tahan yang sama secara terus menerus diareal
yang luas justru akan memberikan tekanan seleksi yang tinggi bagi vektor
dan virus. Hal ini akan memunculkan strain/koloni baru yang dapat
mematahkan varietas tahan. Wereng hijau yang dikenal sangat cepat
beradaptasi terhadap varietas tahan, dengan demikian melakukan
pergiliran varietas tahan dapat mencegah atau menunda munculnya
strain/koloni baru
e. Eradikasi
Eradikasi dilakuan untuk menghilangkan atau menekan jumlah sumber
tungro dan sekaligus menekan terjadinya penularan virus tungro lebih
lanjut. Sanitasi dilakukan terhadap tanaman yg terserang, tempat tempat
seperti rumput yang menjadi inang. Eradikasi/sanitasi dilakukan dengan
mencabut dan membenamkannya
f. Pengendalian sumber serangan

32
Pada daerah endemis tungro aplikasi penggunaan insektisida dilakukan
sebaiknya sehari sebelum sebar benih, dipertanaman dilakukan aplikasi
insektisida efektif dan diijinkan sehari sebelum tanam dengan dosis sesuai
anjuran

2. Blas (Pyricularia oryzae Cav.)


Epidemologi
Pada daun timbul bercak oval atau elips, kedua ujung – ujungnya
meruncing mirip belah ketupat. Gejala dapat pula muncul pada buku, malai
dan gabah. Leher malai yang terinfeksi berubah menjadi kehitam – hitaman
dan patah, mirip gejala beluk yang yang disebabkan oleh penggerek batang.
Apabila blas leher terjadi, hanya sedikit malai yang berisi atau bahkan hampa
Penyakit Blas menginfeksi tanaman padi pada setiap fase pertumbuhan,
Satadia kritis tanaman terjadi mulai umur 1 bulan (padi gogo), anakan
maksimum, bunting dan awal berbunga
Pembentukan konidia selama 14 hari, puncaknya pada 3 – 8 hari setelah
bercak muncul. Pembentukan spora pada kelembaban 89 – 90%. Spora
dapat bertahan pada sisa jerami dan gabah ± 1 tahun dan miselia 3 tahun
pada suhu kamar
Pengendalian
a. Penanaman varietas tahan.
b. Pembenaman jerami sakit sebagai kompos,
c. Pemakaian pupuk nitrogen secara optimal. Untuk daerah serangan
endemis paling tinggi 90 Kg N/Ha.
d. Penggunaan benih sehat/bermutu, perlakuan benih dengan fungisida
(seed treatment) pada daerah endemis,
e. Pergiliran tanaman dengan bukan padi (tanaman yang tidak menjadi
inang)

33
f. Pengendalian secara kimiawi dengan dengan menggunakan fungisida
yang berbahan aktif metil tiofanat atau fosdifen dan kasugamisin

3. Hawar Daun Bakteri/Bacterial Leeaf Blight (BLB) a/ biasa disebut


penyakit Kresek
(Xanthomonas oryzae (Uyeda dan Ishiyama) Dowson)
Epidemiologi
Penyakit hawar daun bakteri (BLB) umumnya berkembang lebih baik
dimusim hujan. Pada musim hujan, BLB berkembang sangat baik pada
hampir semua jenis varietas, kecuali Cisadane. Penyakit menyebar terbawa
air, angin, benih dan infeksi terjadi melalui stomata.
Perkembangan penyakit BLB sangat dipengaruhi oleh kelembaban tinggi
dan suhu rendah (20 – 220C). itu sebabnya pada musim hujan yang hari –
harinya tertutup awan, penyakit berkembang cepat.
Penanaman varietas peka dengan jarak tanam yang rapat, pemakaian
pupuk N yang berlebihan yaitu ≥ 300 Kg Urea/Ha, pemakaian N tanpa fosfor
dan atau Kalium akan mendorong perkembangan patogen tersebut
Cara pengendalian
a. Penggunaan varietas tahan seperti conde dan angke adalah cara yang
paling efektif
b. Sanitasi seperti membersihkan tunggul – tunggul dan jerami – jerami
c. Gunakan benih atau bibit yang bebas dari hawar daun bakteri (benih
sehat)
d. Pemupukan berimbang, terutama pupuk Nitrogen seperti urea sesuai
dengan dosis jangan berlebihan.
e. Penanaman tidak terlalu rapat atau sistim larikan, sanitasi terhadap
sumber inokolum.
f. Aplikasi fungisida efektif dan diijinkan bila dijumpai serangan.

4. Hawar Pelepah (Rhizoctania solani Khun)

34
Epidemiologi
Bercak berbentuk lonjong, berwarna kelabu, berukuran mulai 10 mm
sampai 3 cm. menyebar dengan bantuan sklerotia yang berbentuk bulat
berwarna putih sampai coklat. Stadia kritis tanaman dimulai dari persemaian
sampai menjelang panen. Sklerotia bertahan hidup 1 -2 tahun dalam tanah
atau 3 tahun pada jerami. Miselia tumbuh didalam maupun dibagian luar
jaringan. Infeksi melalui stomata atau kutikula dengan miselia khusus.
Sumber infeksi/penyakit ini adalah sisa tanaman sakit, singgang.
Sedangkan inangnya adalah gulma bayam – bayaman (Amaranthus spp.),
kacang tanah, kacang panjang, kubis, cabai, tomat, kacang hijau, jagung dan
lain – lain.
Cara pengendalian :
a. Pengaturan jarak tanam agar tidak terlalu rapat
b. Keringkan sawah beberapa hari pada saat anakan maksimum
c. Bajak yang dalam untuk mengubur sisa – sisa tanaman yang terinfeksi
d. Rotasi tanaman dengan kacang – kacangan untuk menrunkan serangan
penyakit
e. Buang gulma yang sakit dan tanaman yang sakit dari sawah
f. Gunakan sungisida yang berbahan aktif heksakonazo

5. Hawar Daun Jingga (Red Stripe)


Epidemiologi
Penyebab penyakit ini sampai sekarang belum diketahui secara pasti.
Gejala awal penyakit dapat fitemukan pada daun dan pelepah daun. Gejala
mulai terlihat sejak pertanaman padi memasuki fase generatif yaitu 50 – 60
hst untuk varietas umur sedang. Gejala juga dapat terlihatpada stadia
tanaman padi mulai berbunga sampai pemasakan.
Gejala awal berupa bercak berwarna hijau kuning terang yang
berkembang menuju ujung daun, bercak lama – lama menjadi nekrotik dan

35
menyatu menyerupai gejala hawar daun. Penyakit ini dapat menurunkan hasil
secara nyata
Cara pengendalian
 Cara Pengendalian yang tepat untuk penyakit ini juga belum ditemukan,
tapi dar hasil penelitian di Vietnam dan Indonesia, aplikasi fungisida yang
berbahan aktif Carbendazim dan Benomil yang disemprotkan pada daun
dapat menekan munculnya gejala hawar daun jingga.
 Pengaturan jarak tanam
 Pengairan berselang ketika tanaman sudah mencapai pembentukan
malai.
 Pemupukan secara berimbang

6. Bercak Daun Coklat (Helminthosporium oryzae Breda de Han)


Epidemiologi
Penyakit ini umumnya dilahan marginal, kurang subur, atau defisiensi
unsur hara seperti kalium. Menyebar dengan konidia yang dibentuk dalam
jaringan sakit.
Bercak coklat muncul pada daun atau dapat juga pada tangkai malai,
pelepah dan gabah, berbentuk oval 0,5 – 5 mm, berwarna coklat.
.
Cendawan dapat bertahan hidup pada jaringan tanaman sampai 3 tahun.
Cendawan menginfeksi daun melalui stomata.
Sumber infeksi dapat berupa sisa tanaman sakit dilapangan. Tanaman
inang adalah gulma kawatan (Cynodon dactylon), Genjoran (Digitaria
sangunalis), kalamenta (leersia hexandra), suket balungan (Panicum
colonum), juwawut, jagung, barley dan sorgum.
Cara pengendalian :
a. Penanaman varietas tahan
b. Penggunan benih yang sehat dan bertifikat.
c. Perbaikan pengairan sehingga aerasi terjamin.

36
d. Pemakaian pupuk yang berimbang
e. Sanitasi sisa – sisa tanaman terserang cara pengendalian lainnya yang
dapat diterapkan sesuai dengan keadaan setempat.

7. Bercak daun coklat bergaris (Cercospora oryzae)


Epidemiologi
Gejala pada daun timbul bercak sempit dan berwarna coklat kemerah –
merahan yang sejajar dengan tulang daun. Bercak tersebut makin ketepi
daun warna maikn pucat. Pada varietas rentan, warna daun makin pucat.
Pada varietas rentan, bercak lebih besar dengan pusat bercak yang lebih
kecil dan berwarna terang
Cara pengendalian
a. Penanaman varietas tahan
b. Penggunaan benih yang sehat dan tidak terinfeksi
c. Pemupukan berimbang
d. Rotasi tanaman

8. Kerdil hampa (Ragged Stunt)


Epidemiologi
Pada fase vegetatif, tanaman yang terinfeksi menjadi kerdil, sedangkan
kalau infeksi terjadi pada fase reproduktif, daun bendera terpuntir, robek atau
berombak – ombak (gall) sepanjang pembuluh
Pada tanaman fase vegetatif akhir, anakan bercabang – cabang,
pembuangan terlambat, pertumbuhan malai tidak sempurna dan hampa.
Virus ditularkan oleh wereng coklat. Pada daerah endemis 40% serangga
vektor dapat menularkan virus
Diperlukan waktu 9 hari saat serangga mendapatkan virus dari tanaman
terinfeksi untuk dapat menularkan virus dan dan setelah itu menularkan virus
secara terus – menerus selama 35 hari (merata 15 hari).

37
Vektor tidak kehilangan kemampuan menularkan virus meskipun ganti
kulit. Virus tidak dapat ditularkan melalui telur, tanah dan gabah. Sumber
virus berasal dari padi – padian seperti Oryza latifolis, O. nivara.
Cara pengendalian
 Eradikasi selektif terhadap tanaman sakit pada stadia tanaman vegetatif
pada stadia generatif.
 Penyakit ini ditularkan oleh wereng coklat oleh karena iti pengendalian
yang paling efektif adalah dengan Pengendalian vektor wereng coklat
untuk menekan penularan penyakit ini. Sanitasi lingkungan.
9. Kerdil rumput
Epidemiologi
Gejala kerdil rumput adalah tanaman kerdil, jumlah anakan banyak dan
tidak produktif, tumbuh tegak, daun bendera pendek dan tidak produktif dan
sempit, berwarna kekuning – kuningan dengan bercak – bercak coklat
Kehilangan hasil makin tinggi bila tanaman terinfeksi pada umur kurang 60
HST. Infeksi pada tanaman ≥ 60 HST tidak mempengaruhi hasil
Virus ditularkan oleh wereng coklat, persentase populasi wereng coklat
yang dapat menularkan virus antara 20 – 40% dari populasi yang ada
dilapangan. Semakin lama populasi serangga menghisap pada tanaman
sakit semakin banyak persentase serangga yang terkena virus.
Serangga terinveksi virus setelah menghisap tanaman sakit 5 – 7 menit.
Diperlukan waktu 10 hari dari saat serangga terinveksi virus sampai bisa
menularkan virus yang telah didapat, virus bertahan selama masa hidup
serangga
Serangga vector tidak kehilangan kemampuan menularkan virus mesti
telah ganti kulit. Virus tidak dapat ditularkan melalaui telur serangga vektor
dan atau gabah. Sumber virus berasal dari tanaman padi, padi liar dan
singgang terinfeksi
Cara pengendalian
 Pengendalian wereng coklat (vector) untuk menekan penularan ini

38
 Eradikasi tanaman terserang
 Sanitasi lingkungan
 Rotasi tanaman dengan bukan tanaman inang

10. Busuk Batang


Epidemiologi
Gejala busuk batang, pada awalnya muncul bercak berwarna kehitam –
hitaman, bentuknya tidak teratur pada sisi uar pelepah daun dan secara
bertahap membesar.
Infeksi penyakit ini terjadi terjadi pada batang yang dekat dengan
permukaan air, masuk melalui pembengkakan dan kerusakan.
Stadium tanaman yang paling rentan adalah pada afse anakan sampai
stadia matang susu. Jika tidak ditangani secara tepat kehilangan hasil akibat
penyakit ini dapat mencapai 80%.
Cara pengendalian
 Tanggul – tanggul padi sesudah panen dibakar atau didekomposisi
sehingga dapat digunakan sebagai pupuk.
 Keringkan petakan sawah sampai benar – benar kering dan biarkan tanah
sampai retak sebelum diari lagi.
 Gunakan pemupukan berimbang : pupuk nitrogen sesuai dengan anjuran
dan pemupukan dengan K cenderung dapat menurunkan infeksi penyakit
pada tanaman padi.
 Bila diperlukan dapat juga menggunakan fungisida yang berbahan aktif
belerang atau difenokonazol

11. Busuk Pelepah daun Bendera


Epidemiologi
Gejala awalnya adalah noda berbentuk bulat memanjang hingga tidak
teratur dengan panjang 0,5 – 1,5 cm, warna abu – abu ditengahnya dan

39
cokelat atau coklat abu – abu dipinggirnya. Bercak membesar, sering
bersambung dan bisa menutupi seluruh pelepah daun.
Infeksi berat menyebabkan malai tanaman padi hanya tumbuh sebagian
(tidak berkembang) dan mengerut. Malai yang muncul sebagian hanya dapat
menghasilkan sedkit bulir yang berisi.
Stadia tanaman yang palin rentan adalah pada saat tanaman
mengeluarkan malai sampai matang susu.
Cara pengendalian
 Tanggul – tanggul padi dan gulma yang ada sesudah panen dibakar untuk
mengurangi dari pada inokolium.
 Pengaturan jarak tanam
 Pemberian pupuk dengan unsur K pada fase anakan
 Penyemprotan dengan fungisida pada daun hanya dilakukan jika
diperlukan yaitu pada fase bunting.
 Perlakuan benih dengan dengan fungisida yang berbahan aktif
karbendazim atau mankozep untuk mengurangi infeksi penyakit.
 Penyemprotan dengan fungisida jika diperlukan yang berbahan aktif
benomil juga efektif untuk menekan infeksi penyakit.

40
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah atas ijinNya jualah sehingga penyusunan buku yang berjudul


Hama dan Penyakit pada tanaman padi dapat tersusun.
Buku ini merupakan saduran dari beberapa literautr yang mendukung.
Harapan dengan tersusunnya buku ini dapat membantu para pelaku usaha tani
dalam mengatasi hama dan penyakit pada tanaman pdi..
Akhir kata terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
bentuk saran dan kritik dalam penyaduran ini, semoga dapat bermanfaat.

Penyusun

41
DAFTAR ISI
i

KATA PENGANTAR ………………………………………….………………….. i

DAFTAR ISI …………………………………………………………………… ii

PENGENDALIAN HAMA TERPADU …………………………………………… 1

HAMA
A. Tikus Sawah ………………………………………………………………. 1
B. Penggerek Batang Padi
1. Penggerek Batang Padi Kuning …………………………………… 5
2. Penggerek Batang Padi Putih ……………………………………… 7
3. Penggerek Batang Padi Bergaris …………………………………… 8
4. Penggerek Batang Padi Kepala Hitam ………………………………. 9
5. Penggerek Batang Padi Merah Jambu…………………………………. 10
C. Wereng Punggung Putih ……………………………………………….. 13
D. Wereng Hijau ………………………………………………………………. 13
E. Hama Putih / Penggulung Daun ………………………………………. 14
F. Hama Putih Palsu / Pelipat Daun …………………….………………. 15
G. Ulat Grayak ……………………………………………………………… 17

42
H. Walang Sangit ………………………………………………………….. 18
I. Ganjur …………………………………………………………………….. 20
J. Kepinding Tanah ………………………………………………………. 22
K. Lalat Pucul / Lalat Hydrellia …………………………………………….. 24
L. Uret / Lundi ………………………………………………………………… 25
M. Belalang Kembara …………………………………………………………. 27

PENYAKIT
1. Tungro …………………………………………….……………………….. 31
2. Blas ……………………………………………………………………… 33
3. Hawar Daun Bakteri / Bacterial Leaf Blight ……………………………. 33
4. Hawar Pelepah …………………………………………………………. 34
5. Bercak Daun jingga ………………………………….……………………. 35
ii
6. Bercak Daun Coklat ……………………………….……………………… 36
7. Bercak Daun Coklat Bergaris …………………………………………….. 36
8. Kerdil Hampa ……………………………………………………………. 37
9. Kerdil Rumput …………………………….……………………………… 38
10. Busuk batang …………………………………………………………….. 38

DAFTAR PUSTAKA …………………………………..…………………………… 32

43
DAFTAR PUSTAKA
ii

J Ekowarso, 1994. Pengenalan dan Pengendalian OPT Padi. Direktorat Bina


Perlindungan Tanaman, Jakarta.

Andi Hasanuddin, 2003. Masalah Lapang Hama Penyakit Hara Pada Padi. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Jakarta.

Yadi Rochyadi, 1991. Biologi. Armico, Bandung.

44
41

HAMA DAN PENYAKIT PADI


PADA TANAMAN PADI

OLEH :
NUR AFNI, SP

BALAI PENYULUHAN PERTANIAN (BPP)


KECAMATAN MALANGKE
2018 45

Anda mungkin juga menyukai