Anda di halaman 1dari 10

BUDIDAYA TERNAK JANGKRIK

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keanekaragaman fauna di Indonesia merupakan salah satu komoditas


dalam negeri yang patut untuk dikembangkan. Oleh karena itu masyarakat perlu
mencari peluang usaha lain yang berpotensi untuk dikembangkan salah satunya
industri peternakan. Peternakan di Indonesia masih bersifat peternakan rakyat dan
sebagai usaha sampingan, tetapi mempunyai potensi untuk berkembang menjadi
usaha yang menguntungkan salah satu alasannya karena sebagian konsumsi
pangan manusia berasal dari ternak. Perkembangan peternakan yang ada saat ini
tidak hanya pada ternak konvensional saja tetapi masyarakat sudah mulai
mengembangkan ternak satwa harapan. Hal ini dikarenakan modal yang
dibutuhkan kecil, mudah dikembangankan dan dibudidayakan serta dapat
diusahakan di lahan sempit. Salah satu satwa harapan tersebut diantaranya yang
berasal dari kelas serangga. Salah satu serangga yang telah dibudidayakan adalah
jangkrik (Gryllus sp.). Jangkrik merupakan jenis serangga yang dikenal
masyarakat sebagai hewan peliharaan karena suaranya yang unik serta digunakan
sebagai pakan satwa peliharaan khususnya untuk bermacam-macam burung,
pakan beberapa jenis ikan, dan pakan reptil. Selain itu, jangkrik termasuk
serangga omnivora yang hidupnya berkelompok, mudah dipelihara dalam suasana
kandang (Paimin et al. 1999).
Budidaya jangkrik di Indonesia masih belum berkembang secara
luas, sehingga peluang untuk mendirikan usaha budidaya jangkrik masih terbuka.
Menurut Paimin et al. (1999), keuntungan yang didapat sebesar 80.39% dari biaya
total pemeliharaan. Waktu yang dibutuhkan untuk budidaya jangkrik relatif
singkat dengan perawatan yang sangat mudah dan tidak memerlukan waktu
khusus karena dapat dijadikan sebagai usaha sampingan. Modal yang diperlukan
tidak banyak dan lahan usahanya pun tidak perlu luas. Maka dari itu tidak heran
jika keuntungan yang diperoleh dari beternak jangkrik sangatlah besar. Jangkrik
berpotensi sebagai sumber protein hewani alternatif karena mengandung asam
amino, asam lemak, kadar kolagen, omega 3 dan omega 6 pada jangkrik kalung
(Gryllus bimaculatus) serta sistein yang sangat dibutuhkan dalam proses
pembentukan Glutation Stimulation Hormone (GSH) yang merupakan zat
antioksidan alami pada tubuh manusia.

1.2 Tujuan

Mengetahui marfologi, metamorfosis, reproduksi, dan budidaya pada


ternak jangkrik (Gryllus bimaculatus).

II METODE

Metode yang digunakan dalam praktikum ini yaitu dengan studi literatur
yang didapatkan dari jurnal penelitian.
III HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Marfologi Jangkrik Kalung (Gryllus bimaculatus)


Tercatat kurang lebih terdapat 123 jenis jangkrik di Indonesia. Jangkrik
yang biasa dibudidayakan peternak antara lain jangkrik kalung (Gryllus
bimaculatus). Jangkrik kalung termasuk filum Arthropoda, subfilum Atelocerata,
kelas Hexapoda (Insekta), ordo Orthoptera, subordo Ensifera, famili Gryllidae dan
genus Gryllus. Jangkrik kalung memiliki kulit dan sayap luar berwarna hitam atau
agak kemerahan dan pada bagian punggung (pangkal sayap luar) terdapat garis
kuning sehingga menyerupai kalung. Jangkrik jantan dan betina dewasa dapat
dibedakan dari ada atau tidaknya ovipositor pada ujung abdomen yang mencirikan
jangkrik betina. Widani (2009), menyatakan secara umum ukuran-ukuran tubuh
jangkrik jantan lebih besar, jangkrik betina memiliki bobot badan lebih tinggi dari
pada jantan.

Gambar 1 Perbedaan jenis kelamin jangkrik betina dan jantan

Di alam aslinya jangkrik hidup aktif dimalam hari, kegiatan makan,


mengerik dan kawin dilakukan pada malam hari. Makanan jangkrik dialam
bermacam-macam, umumnya sebagai pemakan tumbuhan, seperti krokot, dan
tanaman pertanian, seperti tanaman sayuran dan palawija. Jangkrik lebih
menyukai bagian tanaman yang muda, seperti daun dan pucuk tanaman. Jangkrik
dapat ditemui di hampir seluruh Indonesia dan hidup dengan baik pada daerah
yang bersuhu antara 20-32°C dan kelembaban sekitar 65-80%, bertanah
gembur/berpasir dan memiliki persediaan tumbuhan semak belukar. Jangkrik
hidup bergerombol dan bersembunyi dalam lipatan-lipatan daun kering atau
bongkahan tanah.
Lama siklus hidup jangkrik pada umur jantan lebih pendek dibanding
betinannya. Ukuran tubuhnya selain ditentukan oleh jenisnya juga ditentukan oleh
jenis kelamin. Jangkrik betina ukuran tubuhnya lebih panjang dibanding jantan.
Perbedaan sosok jantan dan betina mulai bisa dikenali pada nimfa, disaat ini
ovipositor pada betina mulai keluar. Ovipositor adalah alat yang bentuknya seperti
lidi yang keluar dari bagian belakang tubuh (abdomen belakang) betina,
panjangnya 14-25 mm tergantunga jenisnya. Panjang tubuh jangkrik kalung antara
2 – 3 cm (Ade 2016). Jangkrik kalung memiliki siklus hidup pendek yaitu 75- 78
hari, daya tetas telur tinggi, pertumbuhan cepat dan konversi pakan rendah, serta
memiliki kulit tubuh lebih lunak sehingga lebih disukai burung dan satwa
pemakan serangga lainnya. Pembawaan dari spesies jangkrik ini tenang,
kerikannya nyaring, lebih agresif dari spesies lainnya dan suka berkelahi. Struktur
tubuh dari berbagai macam spesies jangkrik dewasa sama secara umum, hanya
saja terdapat variasi pada ukuran dan warna.
Morfologi tubuh jangkrik pada umumnya terdiri dari tiga bagian, yaitu
kepala, toraks, dan abdomen. Jangkrik tergolong serangga dalam filum arthropoda
(yunani: arthros = sendi atau ruas: podos = kaki atau tungkai, masuk ke dalam
subfilum mandibulata dan kelas insekta. Ruas-ruas yang membangun tubuh
serangga terbagi atas tiga bagian (tagmata) yaitu: kepala (caput), dada (toraks) dan
perut (abdomen). Pada bagian kepala terdapat alat-alat untuk memasukan
makanan atau alat mulut, mata majemuk (matafaset), mata tunggal (oseli) yang
beberapa serangga tidak memilikinya, serta sepasang antena. Toraks terdiri dari
tiga ruas yang berturut-turut dari depan: protoraks, mesotoraks, dan metatoraks.
Ketiga ruas toraks tersebut pada hampir semua serangga dewasa dan sebagian
serangga muda memiliki tungkai. Sayap terdapat pada mesotoraks dan metatoraks
(jika sayap dua pasang) dan pada mesotoraks (jika sayap satu sayap). Abdomen
merupakan bagian tubuh yang hanya sedikit mengalami perubahan, dan antara lain
berisi alat pencernaan. Anatomi tubuh jangkrik dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Anatomi jangkrik

Kepala terdiri dari mata tunggal yang tersusun dalam satu segitiga tumpul,
sepasang antena, satu mulut dan dua pasang sungut. Toraks (dada) merupakan
tempat melekatnya enam tungkai dan empat sayap. Abdomen (perut) pada bagian
posterior terdiri dari ruas-ruas serta terdapat alat pencernaan makanan, pernafasan
dan reproduksi. Ujung abdomen pada jantan dan betina terdapat sepasang cerci
yang panjang serta tajam dan berfungsi sebagai penerima rangsang atau
pertahanan apabila ada musuh dari belakang.

3.2 Habitat
Jangkrik dapat ditemui di hampir seluruh Indonesia dan hidup dengan baik
pada daerah yang bersuhu antara 20-32°C dan kelembaban sekitar 65-80%.
Jangkrik merupakan hewan nokturnal kegiatan makan, mengerik dan kawin
dilakukan pada malam hari. Jangkrik hidup di wilayah empat musim seperti di
Indonesia. Habitat jangkrik ditemukan pada kayu lapuk, bagian bawah batu-
batuan dan pada lubang–lubang tanah yang gembur/berpasir serta di semak-semak
belukar. Daya tahan hidup merupakan ketahan tubuh dalam menghadapi rintangan
dan rangsangan dari luar maupun dalam untuk mempertahankan hidup lebih lama.
Jangkrik hidup bergerombol dan bersembunyi dalam lipatan-lipatan daun kering
atau bongkahan tanah.

3.3 Metamorfosis pada Jangkrik

3.3.1 Telur
Telur-telur dari Gryllus berbentuk silindris seperti buah pisang ambon,
berwarna kuning muda bening dengan panjang rata-rata 2,5-3mm. Disalah satu
bagian atas dari telur ada tonjolan yang disebut operculum. Tonjolan ini
merupakan celah untuk keluarnya nimfa dari dalam telur. Kulit telur bila
diletakan tidak akan pecah karena sangat liat dan kuat, kulit telur ini berfungsi
melindungi bagian dalam telur. Profil telur jangkrik dapat dilihat pada Gambar
3.

Gambar 3 Telur jangkrik

Saat telur baru diletakkan bawarna kuning muda, cerah dan segar. Satu hati
kumudian warnanya berubah menjadi kuning tua cerah dengan garis-garis halus
berwarna abu-abu. Tanda-tanda telur yang tidak bisa menetas adalah berwarna
kuning agak gelap dengan permukaan keriput. Di alam jangkrik dapat bertelur
dan menetaskan telurnya pada tanah atau pasir. Telur ini dikeluarkan dan
ditusukan melalui ovipositornya sedalam 5-15 mm di tanah atau pasir.

Gambar 4 Jangkrik betina menelur dalam tanah


Jangkrik betina dapat bertelur walaupun tidak dikawini jangkrik jantan.
Namun, telurnya tidak dapat menetas yang disebut dengan telur infertil (tidak
subur). Telur ini diletakkan berkelompok, dalam satu kelompok yang jumlah
antara 4-120 butir ini menetasnya tidak bersamaan melainkan secara bertahap,
telur akan menetas pada kisaran hari ke-13 sampai hari ke-25 setelah peletakan
telur sedangkan pada telur jangkrik lokal di alam akan menetas menjadi nimfa
dalam jangka waktu 10-17 hari terhitung sejak induk mulai kawin sampai
menetas. Telur jangkrik yang baru dikeluarkan dari ovipositor berwarna kuning
muda, cerah dan segar.
Menjelang menetas, telur menjadi kusam dan ujungnya tampak berwarna
hitam yang menandakan bahwa telur sudah tua. Telur yang mati atau tidak
dapat menetas memiliki ciri berwarna coklat atau hitam berjamur dengan
permukaan keriput. Telur yang berjamur atau busuk menandakan kelembaban
yang terlalu tinggi, sebaliknya jika terlalu kering maka telur akan mati.
Kelembaban relatif yang dibutuhkan untuk penetasan telur berkisar antara
65%-80% dengan suhu udara 26 °C. Ciri telur yang steril adalah warna telur
bening dan beberapa hari setelah diinkubasi akan mengkerut, kecil, membusuk
dan menghilang. Jangkrik membutuhkan media untuk bertelur (media
peneluran) dan media tetas untuk menetaskan telur-telurnya. Media tetas dapat
berupa pasir, tanah, campuran pasir dan tanah, kapas, dan kain.

3.3.2 Nimfa
Fase nimfa mengalami lima kali pergantian kulit yang disebut eksdisis.
Lama proses pergantian kulit tergantung pada besarnya serangga. Pergantian
kulit pertama, saat serangga masih kecil, lebih cepat dari pada pergantian kulit
yang terakhir. Untuk pergantian kulit yang terakhir jangkrik membutuhkan
waktu rata-rata 13-15 menit. Kulit dilepaskan dari arah depan kebelakang
dengan mengontraksikan otot-ototnya secara perlahan-lahan. Jangkrik yang
baru berganti kulit memiliki warnannya putih pucat. Lima sampai sepuluh
menit kemudian warnannya berubah menjadi cokelat muda, setelah satu jam
berikutnya warna berubah menjadi cokelat tua dan sudah dapat berjalan seperti
biasanya.
Nimfa yang baru keluar dari telur masih tetap bergerombol di sekitar sisa-
sisa kulit telur sambil memakan sisa-sisa cairan telur. Selanjutnya nimfa
berpencar satu persatu dengan arah yang tidak teratur, dan akan berkumpul
disekitar tempat penetasan yang basah/lembap sambil mengisap-isapnya. Pada
thapan nimfa keempat, selain ovipositor pada betina mulai muncul, dan sayap-
sayap mulai berkembang. Pada tahapan nifa kelima barulah lengkap
pertumbuhan sayap janta dan betina kemudian sudah menjadi jangkrik
sempurna dan sudah dapat melakukan perkawinkan.

3.3.3 Dewasa
Pada jangkrik kalung (Gryllus bimaculatus) mulai dapat kawin setelah
berumur 11-19 hari dan mulai bertelurnya yaitu 7-13 hari setelah kawin. Masa
produktif jangkrik betina berbeda tergantung jenisnya, yaitu antara 45-60 hari.
Setelah masa produktifnya lewat, betina akan mengalami menopausePada
masa-masa produktif ini baik jantan maupun betina saling memakan, walaupun
makanan berlimpah.
3.4 Reproduksi dan Perkawinan Jangkrik
Jangkrik (Gryllus bimaculatus) jantan dan betina memiliki bentuk tubuh
yang berbeda. Jangkrik saling berkomunikasi dengan cara mengepakkan kedua
sayapnya hingga terdengar suara mengerik. Cara semacam ini dilakukan oleh
jangkrik jantan untuk menarik perhatian jangkrik betina. Kemampuan mengerik
hanya dilakukan pada jangkrik jantan (Ade 2016). Venasi sayap depan jangkrik
betina berbentuk garis-garis lurus, sedangkan pada jantan berbentuk tidak
beraturan seperti melingkar dan terdapat yang lurus. Pada jangkrik jantan juga
terdapat stridulasi yang berfungsi untuk menghasilkan suara atau mengerik. Suara
mengerik dihasilkan dari bagian kasar sayap depan yang bergesekan dan bagian
kasar pada sayap belakang (Utami 2022). Pada sayap terdapat struktur harp yaitu
struktur sayap yang berfungsi memperbesar suara yang dihasilkan oleh bagian
kasar dibalik sayap depan dan bagian kasar pada sayap belakang (Nugroho 2020).
Suara yang dihasilkan jangkrik memiliki nada yang berfungsi untuk
menarik perhatian jangkrik betina atau perilaku agonistik. Suara tersebut dapat
dihasilkan pada saat sayap jangkrik jantan terangkat. Pada jangkrik betina
memiliki alat yang berfungsi sebagai penangkap suara atau “telinga” yang terletak
dibagian timpanum di tungkai depan (Erniwati 2012). Perilaku jangkrik jantan
yang dominan setelah bertemu dengan jangkrik betina adalah berbunyi. Gunawan
(2019), menyatakan bahwa Jangkrik jantan mengeluarkan suara yang digunakan
untuk menarik perhatian jangkrik betina dan menolak jangkrik jantan lainnya.
Suara jangkrik akan semakin terdengar keras dengan naiknya suhu sekitar. Pada
saat jangkrik betina terpikat oleh jangkrik jantan, maka jangkrik jantan dan betina
akan melakukan mating.
Mating dilakukan dengan cara jangkrik betina berada diatas tubuh jangkrik
jantan. Setelah itu jangkrik jantan akan mengeluarkan sperma dan diletakkan pada
alat reproduksi jangkrik betina. Jangkrik betina sering melakukan mating apa bila
terdapat banyak jangkrik jantan. Sehingga jangkrik betina melakukan mating
bukan hanya dengan satu ekor jangkrik jantan, tetapi dengan semua jangkrik
jantan (Hasanah 2015). Untuk mengawinkan jangkrik betina dan jantan dengan
rasio 10:2. Dalam kandang kawin harus disiapkan media pasir atau tanah sebagai
tempat peneluran jangkrik.

3.5 Budidaya Jangkrik


3.6.1 Persyaratan Lokasi
Lokasi budidaya harus tenang, teduh dan mendapatkan sirkulasi udara yang
baik. Jauh dari sumber-sumber kebisingan seperti pasar, jalan raya dan
sebagainya. Tidak terkena sinar matahari langsung atau berlebihan.
3.6.2 Kandang
Dalam budidaya jangkrik memerlukan kandang atau tempat budidaya
jangkrik. Kandang untuk ternak jangkrik bisa terbuat dari bahan seperti papan
atau triplek. Desain kandang untuk ternak jangkrik kotak persegi panjang.
Ukuran panjang 100 cm, lebar 60 cm dan tinggi 30-50 cm. Pada sisi muka dan
belakang diberi lubang ventilasi. Ukuran lubang ventilasi 50 x 7 cm, posisi
lubang sekitar 10 cm. Ventilasi ditutup dengan kasa kawat ukuran halus.
3.6.3 Pembibitan

Pemilihan bibit dan calon indukan untuk dibesarkan haruslah yang sehat, tidak
sakit, tidak cacat (sungut atau kaki patah). Adapun ciri-ciri indukan jantan dan
betina sebagai berikut:

Indukan betina, permukaan punggung atau sayap halus, terdapat ovipositor


pada bagaian bawah ekor untuk mengeluarkan telur.

Indukan janta, selalu mengerluarkan suara mengerik, permukaan sayap atau


tubuh kasar dan bergelombang,

3.6.4 Menetaskan Telur


Telur jangkrik akan menetas setelah 13-25 hari, terhitung sejak
perkawinan. Maksimal 5 hari setelah induk betina bertelur (sebelum menetas),
pisahkan telur-telur tersebut. Hal ini untuk menghindari induk memakan
telurnya sendiri. Pindahkan ke dalam kandang penetasan telur yang juga
sekaligus pembesaran anakan. Warna telur yang telah dibuahi akan berubah
dari bening menjadi keruh. Setelah 4-6 hari biasanya telur menetas.

3.6.5 Pemberian Pakan


Setelah telur menetas, langkah selanjutnya adalah memberikan pakan.
Jangkrik yang baru menetas, berumur 1-10 hari diberikan pakan ayam (voor),
yang terbuat dari kacang kedelai, beras merah, dan jagung kering yang
dihaluskan. Setelah lewat 10 hari, anakan jangkring bisa dikasih makan sayur-
sayura dan dedaunan. Setelah dewasa jangkrik diberikan pakan berupa wortel,
sawi dan sebagainya karena memiliki kandungan air yang tinggi

3.6.6 Hama dan Penyakit


Penyakit yang sering dialami oleh jangkrik adalah terinfeksi jamur. Hama
pengganggu jangkrik adalah semut, serangga kecil, tikus, cicak, katak dan ular.
Pencegahan hama dapat dilakukan dengan melakukan perlindungan pada
kandang.
3.6.7 Penen
Pada umumnya jangkrik ideal untuk dipanen pada umur 35 hari terhitung
menetas. Terdapat dua output yang dapat dihasilkan dari pemanenan ternak
jangkrik, yaitu jangkrik dewasa dan telur jangkrik. Telur jangkrik biasanya
dijual lebih mahal dari jangkrik itu sendiri. Telur biasanya dijual kepada para
peternak jangkrik pembesaran. Waktu pemanen yang ideal adalah sore hari.
Media yang digunakan untuk mendistribusikan jangkrik mengunakan karung
yang berisikan klaras jumlah 1 karung berisikan 1-2kg jangkrik.

SIMPULAN
Jangkrik merupakan jenis serangga yang hidup dimalam hari atau
nokturnal. Jangkrik dikenal masyarakat sebagai hewan peliharaan karena suaranya
yang unik serta digunakan sebagai pakan satwa pliaraan. Morfologi tubuh
jangkrik pada umumnya terdiri dari tiga bagian, yaitu kepala, toraks, dan
abdomen. Jangkrik memiliki siklus hidup yang pendek, mudah dalam
pemeliharaan, mudah beradaptasi dengan pakan yang diberikan, serta modal yang
dibutuhkan untuk usaha budidaya jangkrik ini cukup murah. Jangkrik kalung
memiliki keunggulan dalam laju pertumbuhan dan konversi pakan serta memiliki
kulit tubuh lebih lunak sehingga lebih disukai burung dan satwa pemakan
serangga yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Ade Yusdira, Hidayatulloh S. 2016. Budidaya Jangkrik Untuk Pakan Burung


Kicau, Semut Rangrang, Ikan Hias, dan Umpan Pancing. Jakarta:
AgroMedia Pustaka.
Erniwati. 2019. Biologi jangkrik (orthoptera: gryllidae) budidaya dan peranannya.
Fauna Indonesia. Vol 11(2).
Gunawan H. 2019. Mendulang Untung dari Budidaya Jangkrik. Laksana.
Hasanah U. 2015. Pengaruh pemberian aneka pakan hijauan yang berbeda
terhadap daya tahan hidup jangkrik kalung (Gryllus bimaculatus). [Doctoral
dissertation]. IAIN Palangka Raya
Kinasih I, Kuumorini A, Cahyanto T, Arofah N. 2013. Pengaruh pemberian
campuran pakan dan perbedaan rasio seks pada pertumbuhan dan tingkat
reproduksi jangkrik ciriling (Grillus Mitratus Burm.). Jurnal Biologi. Vol
6(1) 66-72.
Mansy F. 2002. Performa jangkrik kalung (Gryllus Bimaculatus) yang diberi kombinasi
konsentrat dengan daun sawi dan daun singkong selama masa pertumbuhan.
[Skripsi]. Fakultas ITB. Bogor. Hal. 7
Novitasari D, Jasmi, Safitri E. 2014. pengaruh jenis pakan terhadap pertumbuhan
jangkrik (Gryllus mitratus). [Skripsi]. STKIP PGRI Sumatera Barat.
Nugroho AA, Sabilla SHN, Styaningrum D, Prastin FP, Dani TR. 2020. Studi pola
interaksi perilaku jangkrik (Gryllus Bimaculatus ) jantan dan betina. Jurnal
Biologi dan Pembelajarannya. Vol 7(1) 41-47.
Paimin F. 1999. Mengatasi Permasalahan Beternak Jangkrik. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Sitiavata RP. 2014. Buku pintar budidaya kroto, ulat hongkong dan jangkrik.
Flash Book, Yogyakarta.
Sugiar, Sukarma. 2019. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi
jangkrik di kabupaten deli serdang. Wahana Inovasi. Vol 8(2).
Sukarno. 1999. Budidaya jangkrik. Kanisius, Yogyakarta.
Suseno. 1999. Beternak jangkrik untuk mancing. Trubus.
Utami AK, Ramli M. 2020. Analisis perilaku jangkrik (gryllus bimaculatus) pada
simulasi efek polusi cahaya. [Proceeding] Biology Education Conference.
Vol 19(1) 75-78
Widani Ningrum, Chandrawati AKS. 2009. Be jangkrik dan Be Beluang sebagai
kuliner musiman di Bali. Journey. Vol (1)1.

Anda mungkin juga menyukai