Anda di halaman 1dari 8

TUGAS

ILMU PRODUKSI ANEKA TERNAK

Oleh :

NAMA : FADIL

STAMBUK : O 121 19 078

KELAS : PTK 2

JURUSAN PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS TADULAKU

PALU

2021
A. Pengertian Jangkrik (Gryllus bimaculatus)
Jangkrik (Gryllus bimaculatus) merupakan hewan serangga (insekta) dari
ordo orthoptera. Secara morfologi jangkrik memiliki ukuran tubuh kecil sampai
besar (Borror et al., 1996). Venasi sayap depan jangkrik betina berbentuk garis-
garis lurus, sedangkan pada jantan berbentuk tidak beraturan seperti melingkar
dan ada yang lurus. Pada jangkrik jantan juga terdapat stridulasi yang berfungsi
untuk menghasilkan suara atau mengerik.

Klasifikasi ilmiah (Borror et al.,1999)


Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Orthoptera
Family : Gryllidae
Genus : Gryllus
Spesies : Gryllus bimaculatus

Jangkrik (Gryllus bimaculatus) jantan dan betina memiliki bentuk tubuh


yang berbeda. Venasi sayap depan jangkrik betina berbentuk garis-garis lurus,
sedangkan pada jantan berbentuk tidak beraturan seperti melingkar dan ada yang
lurus. Pada jangkrik jantan juga terdapat stridulasi yang berfungsi untuk
menghasilkan suara atau mengerik. Suara mengerik dihasilkan dari bagian kasar
sayap depan yang bergesekan dan bagian kasar pada sayap belakang. Pada sayap
terdapat struktur harp yaitu struktur sayap yang berfungsi memperbesar suara
yang dihasilkan oleh bagian kasar dibalik sayap depan dan bagian kasar pada
sayap belakang. Suara yang dihasilkan jangkrik memiliki nada yang berfungsi
untuk menarik perhatian jangkrik betina atau perilaku agonistik. Suara tersebuti
dapat dihasilkan pada saat sayap jangkrik jantan terangkat.

Pada jangkrik betina memiliki alat yang berfungsi sebagai penangkap


suara atau “telinga” yang terletak dibagian timpanum di tungkai depan. Suara
yang dihasilkan jangkrik jantan berperan untuk menarik perhatian jangkrik
betina, hanya individu-individu pasangan jenisnya yang dapat menangkap suara
dan menemukan pasangannya (Erniwati, 2012).

Habitat jangkrik ditemukan pada kayu lapuk, bagian bawah batu-batuan


dan pada lubang – lubang tanah serta di semak-semak belukar. Jangkrik
merupakan hewan yang hidup secara bergerombol dan bersembunyi pada
lipatan– lipatan daun kering atau bongkahan tanah (Paimin, 1999).

B. Perilaku Jangkrik (Gryllus bimaculatus)

Secara perilaku, jangkrik jantan dan betina memiliki perilaku yang sama
dan terdapat pula perilaku yang khas. Perilaku jangkrik yang sering muncul
akibat interaksi antara jantan maupun betina yaitu perilaku agonistik yang terkait
dengan pertarungan. Agonistik jangkrik berupa perilaku mengancam dan
menunjukkan kekuatan pada hewan sejenisnya. Scott & Fredericson (1951)
menjelaskan perilaku agonistik banyak ditemui pada hewan-hewan yang terbatas
makanan, tempat tinggal, dan pasangannya. Kadang - kadang hewan juga
menunjukkan kekuatan kepada lawannya yang membuat mereka terlihat lebih
kuat dan besar serta dengan perilaku itu dapat memperoleh sumber daya tanpa
melalui pertarungan.

Apabila jangkrik jantan dan jangkrik jantan lainnya ditempatkan dalam


satu terrarium maka akan timbul perilaku sebagai akibat interaksi dengan lainnya
sehingga dapat terjadi pertarungan untuk mempertahankan daerah kekuasaannya
bahkan saling memangsa. Pada penelitian ini dilakukan pengamatan untuk
mengetahui perilaku interaksi jangkrik (Gryllus bimaculatus) jantan dan betina
yang ditempatkan dalam terrarium.
C. Pertumbuhan Dan Perkembangbiakan Jangkrik (Gryllus bimaculatus)
Jangkrik termasuk serangga malam yang umumnya hidup di tanah
persawahan, perkebunan, dan di tempat-tempat terlindung lainnya seperti di
bawah bebatuan atau reruntuhan dahan-dahan dan daun kering di hutan dan sudah
lama dikenal oleh masyarakat. Makanan utama jangkrik adalah dedaunan, umbi-
umbian, dan sayur-sayuran yang tumbuh di sawah atau tegalan, di semak-semak
atau di hutan-hutan yang merupakan habitatnya untuk berkembangbiak
(Novendra, dkk : 2016). Jangkrik berperan sebagai hewan omnivora (pemakan
tumbuhan) dan perompak material organik dari tumbuhan dan jamur. Di dalam
suatu ekosistem. Pakan jangkrik yang baik untuk peliharaan ialah hijauan, kacang-
kacangan, buah-buahan, dan umbi-umbian yang masih muda serta sayur-sayuran.
Sayur-sayuran yang masih segar diberikan pada jangkrik disamping dapat
memenuhi kebutuhan makanan (Erniwati, 2012).

Jangkrik adalah serangga (insecta) dengan subkelas Pterygota, berukuran


sedang dengan panjang kurang lebih 3 cm. Dalam kehidupan aslinya, habitat
jangkrik hidup di alam bebas seperti sawah, ladang, dan kebun. Konsumsi
makanannya yaitu daun-daunan serta biji-bijian yang ditemukan di tempat
keberadaannya (Aswindra : 2016).

Jangkrik termasuk hewan berdarah dingin yang suhu tubuhnya sangat


bergantung pada lingkungan sekitarnya. Bentuk tubuhnya bulat memanjang,
mempunyai sepasang sayap dan sepasang antena (sungut). Pakan, sirkulasi udara
dan kepadatan merupakan faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan perkembangan jangkrik. Dalam peternakan jangkrik pakan
utamanya yaitu voor (setrat) dan dedaunan seperti rumput-rumputan, sayur-
sayuran, dan tanaman palawija yang masih muda. Umumnya pakan hijauan atau
sayur-sayuran yang berair seperti daun singkong, daun pepaya, sawi, gambas,
daun pisang yang di potong-potong. Rahardjo (2011:11) menyatakan bahwa
"jangkrik adalah binatang sejenis serangga, kalau dilihat secara sekilas bentuknya
seperti belalang mempunyai sayap dan tidak bisa terbang terlalu jauh. Dalam
dunia ini banyak sekali macam-macam jangkrik." Berbagai jenis jangkrik namun
yang sering digunakan untuk peternakan biasanya jangkrik pakan burung (Gryllus
mitratus L.) dan jangkrik kalung (Gryllus testaceus L.) yang biasanya digunakan
untuk bahan kosmetik.

Jangkrik menurut Muhammad (2011:135) menyatakan bahwa "jangkrik


diberi makan antara lain: sawi, wortel, jagung muda, kacang tanah, daun
singkong, daun papaya, serta ketimun karena kandungan airnya tinggi". Sawi
putih merupakan salah satu jenis sayuran yang memiliki kandungan pro vitamin
A, asam askorbat, dan serat yang tinggi (Kusuma, 2012). Jangkrik membutuhkan
pakan yang cukup untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Pertumbuhan
sering juga didefinisikan sebagai pertambahan ukuran, berat, dan bertambahnya
jumlah sel (Lakitan, 2010). Karmana (2007:21) menyatakan bahwa "Pertumbuhan
adalah bertambahnya ukuran, berat, serta jumlah sel yang bersifat tidak kembali
pada keadaan semula." Pertumbuhan dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas
pakan, dengan pemberian pakan menunjukkan pertambahan bobot rata-rata
individu. Tidak hanya bertambahnya bobot namun dengan bertambahnya tinggi
merupakan bukti adanya pertumbuhan dan perkembangan.

Informasi yang belum lengkap mengenai jangkrik yang ada di Indonesia,


terutama pada masa pertumbuhannya masih sangat terbatas sehingga perlu
dilakukan kajian lebih lanjut terhadap ukuran tubuh jangkrik terhadap jenis
makanannya agar didapatkan informasi yang lengkap dalam pengembangan dan
budidaya jangkrik.

D. Rreproduksi Perilaku Jangkrik (Gryllus bimaculatus)


Pemeliharaan Jangkrik ialah tahapan yang paling utama dalam
pembudidayaan jangkrik, hasil optimal itu akan diperoleh apabila pemeliharaan
dilakukan dengan baik. Pemberian pakan pada penelitian ini 2x dalam 1 harinya.
Pagi jam 08.00 WIB dan Sore jam 17.00 WIB. Tahap persiapan pakan sayuran
daun sawi putih (Brassica chinensis L.) yakni cuci dan tiriskan sayuran.
Menimbang sayuran, banyaknya sayuran disesuaikan dengan umur jangkrik
kemudian iris sayuran yang sudah ditiriskan lalu di angin-anginkan hingga kira-
kira sudah hilang air yang ada pada permukaan daun.

Diangin-anginkan bertujuan agar air yang terdapat pada daun dapat hilang
atau menetes untuk menghindari pembusukan daun. Memakai alas ketika
menganginkan agar daun tidak kotor lagi. Pakan diletakkan di tengah kotak
dengan menggunakan alas. Dibuat merata, jangan menggunung. Membuang sisa
sayuran yang tidak dimakan sebelum diganti sebaiknya sore hari. Jangkrik tidak
membutuhkan air minum karena makanan yang dikonsumsi sudah cukup
mengandung banyak air.

Pada awalnya pemenuhan kebutuhan jangkrik sangat tergantung dari alam.


Lama kelamaan dengan berkurangnya jangkrik ditangkap dari alam, mulailah
dicoba untuk membudidayakan jangkrik alam dan diternakan secara intensif
(Muhammad, 2011). Budidaya jangkrik banyak dilakukan mengingat waktu yang
dibutuhkan untuk produksi telur yang akan diperdagangkan hanya memerlukan
waktu ± 2-4 minggu. Sedangkan untuk produksi jangkrik untuk pakan ikan dan
burung maupun untuk diambil tepungnya, hanya memerlukan 2-3 bulan. Jangkrik
betina mempunyai siklus hidup ± 3 bulan, sedangkan jantan kurang dari 3 bulan.
Dalam siklus hidupnya jangkrik betina mampu memproduksi telur lebih dari 500
butir telur (Kemal, 2000).

Adapun perbedaan jangkrik jantan dan betina dewasa adalah dengan


memperhatikan bunyi dan tekstur sayap terluar. Jangkrik betina cenderung
memiliki sayap terluar yang lebih halus dibandingkan dengan jangkrik jantan
dewasa. Jangkrik jantan mengerik sedangkan jangkrik betina tidak mengerik. Pada
bagian ekor betina terdapat runcingan untuk meletakkan telur yang sering disebut
ovipositor sedangkan pada jangkrik jantan halini tidak akan ditemukan (Sukarno,
1999). Jenis pakanjangkrik yang digunakan adalah pakan buatan berupa tepung
yang terbuat dari campuran tepung jagung, tepung ikan, tepung kedelai dan dedak
halus sehingga pakan tersebut mengandung 21 % protein dan sayuran berupa daun
pepaya dan daun sawi diberikan setiap dua hari sekali (Widiyaningrum, 2008).

Persiapan pakan jangkrik harus benarbenar diperhatikan karena pakan


sangat mempengaruhi produksi telur jangkrik. Jika jenis pakannya kurang bagus
maka telur yang dihasilkan hanya sedikit dan pertumbuhan jangkrik tidak baik.
Dalam budidaya jangkrik, para peternak belum mengetahui jenis-jenis pakan yang
baik untuk jangkrik. Para peternak biasanya memberi pakan jangkrik dengan
tongkol jagung, rumput-rumputan, kangkung dan voor 311 mulai jangkrik
menetes sampai berumur 2 minggu serta sayuran hanya sebagai tambahan
vitamin. Pemberian pakan jangkrik tidak teratur sehingga telur yang dihasilkan
hanya 300 butir sehingga para peternak belum begitu memuaskan dengan hasil
yang didapatkan.

DAFTAR PUSTAKA
Borror, D. J., Triplehorn, C. A., & Johnson, N. F. (1996). Pengenalan Pelajaran
Serangga Edisi ke-6. S. Partosoedjono, penerjemah. Yogyakarta:
Gajahmada University Press.
Briffa, M. (2008). Decisions during fights in the house cricket, Acheta
domesticus: mutual or self assessment of energy, weapons and size?.
Animal Behaviour, 75(3), 1053-1062.
Corey, S., B. Holy., N. Patrick, & B. Patrick. (2000). Crickets. 1st Ed. Arizona
University, Arizona.
Erniwati. (2012). Biologi Jangkrik (Orthoptera: Gryllidae) Budidaya Dan
Peranannya. Fauna Indonesia. 11(2).
Paimin, F. B., (1999). Mengatasi Permasalahan Beternak Jangkrik. Jakarta: PT.
Penebar Swadaya.
Scott, J. P. & Frederickson, E. (1951). Physiol. Zool. 24, 273.

Sukarno. (1999). Budidaya Jangkrik. Yogyakarta: Kanisius.

http://ejournal.unipma.ac.id/index.php/JF/article/download/6038/pdf

Anda mungkin juga menyukai