Anda di halaman 1dari 72

SEJARAH TEORI EVOLUSI

Lingkungan hidup yang ada di bumi mengalami perubahan dari waktu ke waktu.
Seiring dengan perubahan lingkungan tersebut, terjadilah pula perubahan pada makhluk
hidup. Perubahan–perubahan yang terjadi pada makhluk hidup dari zaman ke zaman
dipelajari dalam suatu teori yang disebut teori evolusi.
Teori evolusi masih dipertentangkan hingga saat ini. Maka dari itu, pada materi kali
ini penulis akan membahas mengenai pandangan-pandangan para ilmuwan mengenai
kehidupan ini sendiri. Hal ini ditujukan untuk meluruskan ke salah pengertian mengenai
teori evolusi. Bahwa sebenarnya tidak ada pertentangan antara teori Evolusi dengan
agama. Yang terjadi pada masa lampau adalah ke salah pengertian karena ilmu
pengetahuan itu sendiri belum berkembang.
Teori evolusi terus mengalami perkembangan menurut bermacam- macam waktu
dan konsep-konsepnya. Dalam Kegiatan Belajar ini diterangkan prinsip-prinsip yang
berbeda-beda sesuai dengan masa teori tersebut. Kegiatan Belajar ini menjelaskan
mengapa teori evolusi ini tidak bertentangan dengan agama manapun di dunia. Dengan
teori evolusi modern akan dipelajari proses-proses yang terjadi pada masa lalu, atau
proses yang mungkin terjadi pada masa lalu, serta metodologi dan latar belakang
pemikiran, dan analisisnya (Gambar 1.1).

Gambar 1.1. Darwin dan Kronologi teori Evolusi (Campbell)

A. Perubahan Pandangan Mengenai Teori Evolusi


Teori Evolusi pun mengalami “Evolusi” sama seperti waktu orang mengemukakan
bahwa bumi berputar mengelilingi matahari, banyak mendapat tentangan, bahkan
hingga dipenjara. Hal ini dapat dipahami, mengingat orang tidak begitu mengerti
mengenai apa yang sebenarnya menjadi landasan dari pernyataan yang dibuat para ahli
tersebut. Dalam hal ini, Charles Darwin lebih beruntung, mengingat Ilmu Pengetahuan
sedang berkembang pesat, dan suatu pernyataan ilmiah harus ditentang dengan bukti-
bukti ilmiah pula. Hanya di kalangan awam, hal ini masih terus berlanjut hingga
sekarang. Tujuan dari Kegiatan Belajar ini adalah untuk meluruskan arti ilmu evolusi
bagi mereka yang belum mengerti mengenai makna sebenarnya dari teori Evolusi.

1. Masa Fiksisme
(Tokoh-tokohnya: Aristoteles, Plato, Leeuwenhoek, Cuvier, Linnaeus, Buffon,
Hooke)
Para ahli hingga abad ke-18 beranggapan bahwa suatu organisme sesamanya
adalah identik sebagai ciptaan Tuhan (Fix = tetap, maksudnya tidak berubah).
Pada masa itu tidak pernah dipersoalkan mengenai hubungan kekerabatan antara
satu organisme dengan organisme yang lain. Semua kegiatan biologis dianggap
sesuai dengan semua ajaran yang sudah diturunkan dalam kitab-kitab melalui para
Nabi. Adanya kelainan atau cacat tubuh dianggap sebagai kutukan, sehingga
orang tersebut dikucilkan masyarakat. Kemiripan atau kesamaan antara dua jenis
organisme dianggap sebagai suatu kebetulan. Teori fiksisme dianggap sebagai
satu-satunya teori yang tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun juga.
Matahari dipercaya berotasi mengelilingi bumi, sehingga orang yang berpendapat
dan yang menyatakan bahwa bumi mengelilingi matahari langsung masuk
penjara karena dianggap menghujat Tuhan. Pada waktu itu Linnaeus (Carl von
Linné) mengemukakan pengelompokan organisme hidup dalam bukunya,
Sistema Naturae) yang didasarkan atas kesamaan alat reproduksi pada tanaman,
sedangkan pada hewan dikelompokkan berdasarkan kesamaannya. Meskipun tidak
mendapat tentangan, Linnaeus sudah mengelompokkan manusia bersama-sama
dengan kera (kera = primata tidak berekor; monyet = primata berekor), namun
tidak menimbulkan kontroversi pada waktu itu.

2. Masa Adaptasi dan Transformasi


(Tokoh-tokohnya a.l: Hutton, Malthus, Lamarck, Lyell)
Pada masa ini manusia mulai menyadari bahwa mereka tidak betul-betul sama
antara satu dengan yang lainnya. Hal yang sama dapat pula diamati pada
tumbuh-tumbuhan, bahwa tidak ada satu pohon pun yang mempunyai cabang
yang tepat sama. Oleh karena itu, timbullah masalah mengenai dari mana
datangnya perbedaan-perbedaan antarindividu. J.B. Lamarck mencoba
menjelaskan bahwa perbedaan-perbedaan antarindividu tersebut disebabkan oleh
kebiasaan individu tersebut. Pohon yang tertiup angin dari Barat mempunyai
cabang pendek di sebelah Barat dan lebih panjang di sebelah Timur. Manusia
yang sering berolahraga akan mempunyai tubuh besar. Namun Lamarck kemudian
memperkirakan bahwa orang bertubuh besar akan mempunyai anak bertubuh
besar. Dari satu segi memang demikian, tetapi kemungkinan lain pun sama
besarnya. latihan adalah suatu proses adaptasi, sedangkan perubahan yang terjadi
adalah proses transformasi. Menurut Lamarck, hal yang diperoleh dari latihan
dapat diturunkan kepada anaknya.

3. Masa Seleksi Alam


(Tokoh-tokonya: C. Darwin, A.R. Wallace)
Pada masa ini Darwin dan Wallace bekerja secara terpisah. Darwin yang
sebelumnya sekolah untuk menjadi imam dan kemudian sekolah kedokteran,
merasa bahwa apa yang diberikan di bangku Universitas tidak memadai. Beliau
banyak membaca dan pemikirannya dipengaruhi oleh tulisan Malthus mengenai
Essay on the principle of Population. Beliau pun pernah bekerja dengan Lyell
dan mempelajari fosil. Dengan pengetahuan ini, kemudian beliau berlayar dengan
kapal “the Beagle” selama beberapa tahun keliling dunia. Dari pengalaman
studinya dan perjalanan dengan kapal “the Beagle”, beliau memikirkan mengenai
asal-usul burung di kepulauan Galapagos. Hasil pemikirannya kemudian
didiskusikan dengan sejumlah ahli di Inggris.
Wallace berlayar ke daerah jajahan Inggris di Malaysia, dan kemudian bekerja di
Borneo dan terus bekerja di Sulawesi dan Maluku. Di sana beliau melihat betapa
berbedanya kandungan fauna di Indonesia Barat dan Indonesia Timur. Di
kepulauan Aru, beliau menderita sakit Malaria, yang pada waktu itu tidak ada
obatnya. Ketika pada suatu hari beliau tiba-tiba sembuh, timbullah pemikiran
mengenai kesembuhan itu. Dari penyakitnya itu timbullah ide mengenai hukum
alam: siapa yang kuat, dialah yang menang atau “survival of the fittest”.
Pemikiran ini dituangkan dalam suatu karya ilmiah. Ternyata teori Wallace ini
serupa dengan teori pemikiran Darwin sehingga Wallace diminta oleh “Royal
Society of London” untuk menunggu agar Darwin pun membuat karya ilmiah
mengenai teorinya dan kemudian kedua karya ilmiah tersebut dibacakan.
Menurut teori Evolusi tersebut, suatu organisme beraneka ragam dan alam yang
akan melakukan seleksi. Individu yang sesuai akan dapat bertahan, sedangkan
yang tidak kuat akan mati. Hanya Darwin belum merasa puas, karena Beliau
belum dapat menerangkan dari mana datangnya keanekaragaman.

4. Masa Teori Genetika


(Tokohnya: Mendel, De Vries, Tschernov, W.Bateson; Weismann)
Dalam kehidupan membiara, seorang biarawan sering kali menanam kebutuhan
sehari-hari seperti sayur-sayuran dan buah-buahan. Kalau mereka mempunyai
waktu luang maka waktu tersebut digunakan untuk mengerjakan sesuatu yang
berguna dengan seizin kepala biara. Pada tahun 1865 Gregor Mendel, seorang
biarawan Katolik mengemukakan hasil pengamatan penelitiannya selama
menanam sayuran dalam rangka mencari suatu bibit unggul. Mendel
mengemukakan bahwa sifat-sifat tertentu ternyata diturunkan dengan ketelitian
yang cukup akurat. Oleh karena itu, beliau mengemukakan dua macam hukum
penurunan yang kemudian dikenal sebagai hukum Mendel. Sayang sekali, hasil
penelitian ini masih terlalu maju untuk zamannya, sehingga tidak ada seorang
pun yang mengerti dan kemudian tersimpan begitu saja di perpustakaan. Sekitar
35 tahun kemudian, beberapa peneliti (Hugo de Vries dan Tschernov) menemukan
kembali hukum Mendel tersebut secara independen. Ketika mereka memeriksa
kepustakaan untuk meneguhkan penemuan mereka sebagai penemu pertama,
ternyata penemuan tersebut sudah pernah dipublikasikan lama sebelumnya. Hukum
Mendel yang ditemukan kembali kemudian merangsang para peneliti untuk
mendalami bidang ilmu yang baru ini dan disebut ilmu Genetika. Selama 30
tahun berikutnya, ilmu Genetika berkembang dengan pesat, namun keberadaan
ilmu ini baru berjalan sejajar dengan ilmu Evolusi sebagai dua disiplin ilmu yang
terpisah dan tanpa ada sangkut pautnya. Apabila Charles Darwin berkesempatan
membaca tulisan Mendel, maka mungkin ia merasa sebagai orang yang paling
berbahagia di muka bumi, karena hukum Mendellah yang dapat menerangkan
banyak hal yang tidak dapat diterangkan oleh teori Evolusi waktu itu. Selama 30
tahun kemudian, Ilmu Genetika berkembang dengan sangat pesat, bahkan lebih
pesat dari ilmu Evolusi itu sendiri.

5. Masa Teori Sintetik


(Tokohnya: E. Mayr, P.J. Darlington, TH. Dobzhansky, Morgan, J. Huxley, G.G.
Simpson)
Morgan yang bekerja dengan lalat buah Drosophila melanogaster selama lebih
dari 30 tahun merupakan orang yang sangat berjasa dalam ilmu Genetika, karena
berhasil menemukan banyak sekali fenomena baru mengenai kerja gen. Di lain
pihak, Ernest Mayr dan P.J. Darlington yang mempelajari Taksonomi Sistematik
dan Zoogeografi burung juga banyak menemukan fenomena evolusi yang baru.
Dalam masyarakat ilmiah yang lebih komunikatif dibandingkan dengan masa
sebelumnya, maka orang mulai melihat kaitan antara masing-masing ilmu.
Ternyata bukan Ilmu Genetika dan Evolusi saja yang dapat saling menunjang,
tetapi semua cabang ilmu biologi dapat dipakai untuk menerangkan fenomena
Evolusi. Pendapat ini mendapat dukungan dari sebagian besar ahli biologi
terkemuka di dunia, misalnya Theodozius Dobzhansky yang telah berjasa dalam
merangkum begitu banyak fenomena Evolusi dari berbagai macam disiplin
biologi. Hal ini menyebabkan teori Evolusi masuk dalam masa baru yang
kemudian dikenal dengan Teori Sintetik Evolusi.

6. Masa Evolusi Modern


(Tokohnya: R.A. Fischer; S. Wright, F Haldane, M. Nei, M. Kimura, T. Ota)
Setelah ditemukannya struktur DNA dan majunya perkembangan komputer,
maka teori Evolusi pun mengalami kemajuan yang pesat. Dengan analisis DNA,
maka segala kemungkinan yang dahulu mustahil, kini dapat dilakukan, paling
tidak secara teoritis. Dengan demikian, maka kemajuan dalam bidang evolusi
pun dijabarkan secara matematis dan komputer pun memegang peranan yang
penting untuk menunjang kemajuan teori Evolusi. Kini data raksasa pun dapat
diatasi dengan komputer dan hanya akan memakan waktu beberapa menit saja
untuk memperoleh jawaban.
Di dalam era evolusi modern terdapat dua kelompok pemikiran, yaitu :
a. Pemikiran kelompok netralis
Apa pun bentuk suatu populasi, maka seleksi alam akan menyebabkan
hilangnya suatu alel, sedangkan mutasi akan menambahkan suatu alel pula.
Karena proses ini berlangsung sejak adanya kehidupan di muka bumi adalah
lazim untuk mengkaji berapa banyak individu yang harus mati untuk
menghapuskan suatu alel yang hanya dengan proses seleksi. Untuk
menghilangkan suatu alel resesif dari suatu populasi, menurut perhitungan
Haldane, diperlukan sekitar 300 generasi. Walaupun demikian, tidak semua
mutasi menyebabkan perubahan atau hilangnya suatu alel. Kimura menyatakan
bahwa perubahan alel pada dasarnya dalam suatu populasi dapat lebih cepat
lagi, karena kecepatan mutasi suatu gen dapat mencapai satu asam amino setiap

107 tahun atau dengan kata lain ada satu alel yang hilang setiap 107 tahun.
Mengingat bahwa jumlah asam amino yang di kode oleh DNA lebih dari

107, maka paling tidak ada satu mutasi asam amino per tahun dalam setiap
spesies. Apabila hal tersebut benar, maka setiap spesies harus berkembang
biak sangat cepat dan menghasilkan sebanyak-banyaknya anak, agar tidak ada
alel yang hilang. Karena hilangnya suatu keanekaragaman dapat
menyebabkan punahnya suatu spesies. Hal ini tidak mungkin terjadi. Oleh
karena itu, para ahli matematika yang dipelopori oleh Kimura menyatakan
bahwa suatu mutasi asam amino kebanyakan bersifat netral, jadi tidak terkena
seleksi. Apabila seleksi pada suatu mutasi tidak ada, maka suatu spesies tidak
akan dengan mudah punah, sehingga proses hilangnya suatu alel hanya
bergantung kepada arus genetik dan kecepatan mutasi. Argumentasi pemikiran
netralis didukung dari hasil analisis sejumlah spesies di dunia ternyata
sebagian besar gen yang diteliti memiliki puluhan alel. Contoh dari suatu gen
yang netral adalah kemampuan menggulung lidah. Kemampuan tersebut
dimiliki sekitar 50% dari populasi manusia, sedangkan 50% lainnya tidak
mampu menggulung lidah. Memang kemampuan menggulung lidah tidak
pernah menjadi parameter dalam menentukan pasangan.

b. Pemikiran kelompok seleksionis

Menurut pandangan kaum seleksionis, seleksi merupakan suatu mekanisme


yang harus terjadi. Tidak ada alel yang memiliki kemampuan yang sama.
Meskipun beberapa alel kelihatannya tidak terpengaruh oleh suatu keadaan,
tidak berarti pada keadaan yang lain semua alel tetap tidak terkena seleksi.
Memang kebanyakan alel kelihatannya netral. Hal ini disebabkan oleh ekspresi
suatu gen tidak ditentukan oleh satu gen saja, tetapi oleh sejumlah gen sekaligus.
Selain itu sejumlah gen bekerja sama sehingga pengaruh lemahnya suatu gen
diimbangi oleh gen lain yang mempunyai pengaruh menguntungkan. Keadaan
heterosigot menimbulkan efek heterosis, jadi kenyataannya terlihat lebih baik.
Tetapi dalam keadaan homosigot, biasanya keadaannya akan lebih lemah. Hal
lain yang menguatkan adalah pengaruh tekanan seleksi biasanya bekerja
secara antagonis. Misalnya sel darah sabit adalah suatu gen yang bersifat letal,
jadi seharusnya hilang karena seleksi alam. Walaupun demikian ada pengaruh
lain yang menyebabkan gen tersebut membawa keuntungan. Sebagai contoh
diambil penyakit malaria yang disebabkan oleh Plasmodium. Penyakit malaria
akan menyerang orang yang mempunyai darah normal. Tetapi orang yang
heterosigot karena memiliki sel darah sabit, resisten terhadap penyakit malaria.
Suatu argumentasi lain menunjukkan bahwa pada suatu spesies, sering sekali
dijumpai gen yang mempunyai beberapa alel. Tetapi mengapa ada salah satu
alel yang sangat dominan dalam frekuensinya, sedangkan frekuensi alel lainnya
rendah sekali. Apabila suatu gen netral terhadap seleksi, maka frekuensi alel
suatu gen harus lebih kurang setimbang atau dapat juga menonjol di suatu
tempat tetapi rendah di tempat yang lain.
Polimorfisme suatu gen sangat ditentukan oleh penting tidaknya suatu gen.
Gen yang esensial umumnya mempunyai sedikit alel, sedangkan gen yang
tidak begitu diperlukan (misalnya penghasil metabolit sekunder) mempunyai
lebih banyak alel. Apabila suatu alel netral, maka tingkat polimorfisme pada
kedua macam kelompok gen tersebut di atas harus sama.

B. Prinsip Dasar Yang Dianut Dalam Menerangkan Teori Evolusi

Evolusi adalah ilmu yang mempelajari perubahan-perubahan yang berangsur-angsur


menuju kepada kesesuaian dengan waktu dan tempat. Jadi pada dasarnya, evolusi tidak
akan pernah membuktikan bagaimana kera menjadi manusia. Suatu organisme
mempunyai nenek moyang organisme lain. Sampai sekarang belum ditemukan suatu
makhluk pun di muka bumi ini yang mempunyai asal usul berbeda, misalnya yang tidak
mempunyai DNA atau RNA atau yang mempunyai sistem tubuhnya berbeda (misalnya
bernapas melalui kulit, mata di samping, atau telinga di bahu). Kita tidak akan pernah
melihat bagaimana suatu organisme berubah menjadi organisme yang lain. Teori evolusi
yang hanya didasarkan atas data fosil tidak pernah dapat menerangkan dengan lengkap
mengenai apa yang terjadi pada masa yang telah silam. Oleh karena itu, dalam
mempelajari evolusi suatu organisme, biasanya para ahli menggunakan metode
pendekatan dan bukan pembuktian. Dalam hal ini, mereka melihat perubahan
struktur dari organisme yang saling berkerabat satu dengan yang lain dan mengaitkan
perubahan-perubahan ciri-ciri yang masih dapat ditelusuri. Dengan mempelajari proses
perubahan sejumlah ciri tertentu maka dapat ditarik suatu kesimpulan mengenai proses
evolusi dari suatu kelompok secara utuh. Perubahan-perubahan suatu ciri dapat ditelusuri
dari sekelompok organisme secara holistik, sehingga kita mengetahui dengan pasti
bahwa ciri tertentu berevolusi dari suatu bentuk yang primitif kepada suatu bentuk yang
maju. Suatu organisme yang sudah punah dapat mempunyai ciri yang relatif maju,
sedangkan suatu organisme yang masih hidup sampai sekarang dapat mempunyai
sejumlah ciri yang primitif.

C. Konsep-Konsep Terpenting Dalam Ilmu Evolusi


Beberapa konsep penting yang dapat Anda temukan di dalam Ilmu Evolusi
adalah sebagai berikut:
1. Perubahan evolusi adalah perubahan komposisi genetik suatu populasi pada satuan
waktu tertentu.
2. Alam mengarahkan evolusi dari populasi suatu organisme.
3. Seleksi alam adalah satu-satunya kekuatan yang mengarah pada adaptasi suatu
organisme
4. Seleksi alam hanya akan mengubah komposisi genetik suatu populasi apabila
kondisi lingkungan cocok dengan alel yang tersedia.
5. Ada sejumlah mekanisme dari seleksi alam.
6. Proses seleksi alam yang sangat spesifik akan mengarah pada
terbentuknya jenis baru.
7. Bumi berumur sangat tua. Kehidupan berusia sedikit lebih muda dari bumi dan
kehidupan di muka bumi berubah dari waktu ke waktu. Banyak kelompok
organisme muncul. Kebanyakan organisme yang hidup pada masa lalu, kini sudah
punah.
8. Semua organisme yang hidup sekarang mempunyai sejarah dan hubungan dengan
organisme yang hidup pada masa lalu. Biosistematik adalah ilmu yang
mempelajari hubungan kekerabatan dan evolusi dari jenis-jenis yang berkerabat.
Hubungan filogenetik dapat digunakan untuk melihat bukti-bukti evolusi.
Hubungan tersebut dapat dipelajari dengan meneliti keserupaan dari fosil,
morfologi, maupun struktur biokimiawi suatu kelompok organisme.

WAKTU GEOLOGI

Sejarah muka bumi bersama dengan isinya merupakan hal yang menarik,
mengingat kita yang mempelajarinya akan dibawa kepada masa yang telah silam,
bahkan sampai kepada masa bumi belum berpenghuni sekalipun. Di dalam Kegiatan
Belajar ini, Anda akan melihat bahwa timbulnya kehidupan berlangsung sangat lama,
kira-kira 1500 juta tahun lamanya bumi belum berpenghuni, sedangkan munculnya
manusia baru berlangsung kurang dari lima juta tahun yang lalu.
Berdasarkan kejadian-kejadian signifikan yang terjadi selama sejarah bumi, maka
para ahli membagi sejarah bumi menjadi beberapa interval waktu. Skala waktu geologi
adalah sistem penanggalan bumi yang dipakai untuk menjelaskan waktu dan hubungan
antar peristiwa yang terjadi sepanjang sejarah bumi. Skala waktu geologi digunakan oleh
para ahli geologi dan ilmuwan untuk menjelaskan waktu dan hubungan antar peristiwa
yang terjadi sepanjang sejarah Bumi. Waktu geologi bumi disusun menjadi beberapa unit
menurut peristiwa yang terjadi pada tiap periode.

A. Pengertian Waktu Geologi


Waktu geologi adalah skala waktu yang meliputi seluruh sejarah geologi bumi dari
mulai terbentuknya hingga saat ini. Sebelum perkembangan dari skala waktu geologi pada
abad ke-19, para ahli sejarah mengetahui bahwa bumi memiliki sejarah yang panjang,
namun skala waktu yang digunakan sekarang dikembangkan sejak 200 tahun terakhir dan
terus-menerus diperbaiki. Skala waktu geologi membantu para ilmuwan memahami
sejarah bumi dalam bagian-bagian waktu yang teratur. Sebagian besar batas pada skala
waktu geologi sekarang berhubungan dengan periode kepunahan dan kemunculan spesies
baru.

B. Penentuan Umur Geologi

Metode-metode penentuan umur geologi yang sekarang dipakai adalah metode


penentuan secara relatif (dengan fosil/stratigrafi) dan metode penentuan secara radiometric
(absolut).

1. Penentuan Umur Absolut


Penentuan umur absolut adalah umur yang diperoleh berdasarkan pengukuran.
Pengukuran dapat dilakukan berdasarkan unsur radioaktif yang terdapat pada batuan
tersebut dengan mengukur waktu paruhnya.
Berikut ini percobaan–percobaan untuk menentukan umur batuan-batuan secara
absolut : 

a. Herodotus ( 450 SM ) 
Herodotus (450 th sebelum Masehi) menulis bahwa patung Rameles II di
Memphis (lembah Sungai Nil) Umurnya lebih dari 3000 Tahun. Patung tersebut
sekarang tertimbun ± 10 cm diperlukan satu abad. Proses pengendapan sama
dengan kecepatan pengendapan. Tetapi akan sulit dan tidak tepat kalau hal
tersebut dipergunakan untuk menentukan menentukan umur karena faktor–faktor
kecepatan pengendapan disetiap tempat tidak sama, demikian pula faktor waktu
terjadinya sekarang dan dahulu tidak sama. 

b. Menghitung kadar garam 


Dianggap bahwa semua garam yang ada dilautan berasal dari daratan yang
diangkut melalui sungai - sungai ke laut. Hal ini juga kurang cocok disebabkan
karena : 
 Pengangkutan selama waktu geologi telah mengalami berbagai perubahan
yang besar. 
 Sebagai NaCl telah terikat dalam endapan–endapan yang terbentuk. 

c. Menghitung proses erosi


Misalnya yang dilakukan di air terjun Niagara, dimana setiap tahun batuannya
terkikis oleh air sehinga letak air terjun makin ke arah hulu. Hal ini juga tidak
dapat diberlakukan secara umum karena tidak selalu sama pengikisan batuan
tersebut pada waktu yang sama. Juga batuan yang beraneka, besar penggikisan
tidak sama. Batuan keras mestinya lebih tahan dibandingkan dengan batuan yang
lunak. 

d. Cara radioaktif. 
Asas keradioaktifan, bahwa beberapa unsur tertentu mengalami pemisahan
sehingga yang mempunyai berat atom tinggi berubah ke yang mempunyai berat
atom kecil dan akhirnya menjadi unsur yang mantap (misalnya timbal). Waktu
yang diperlukan dari unsur – unsur radioaktif dapat diketahui sehingga dapat
menghitung berdasarkan unsur yang sekarang ada dapat menentukan kapan
terbentuknya (menentukan waktu umur mutlak). 
Penentuan umur dengan radiometri memberikan keuntungan kita dapat
menafsirkan umur suatu contoh batuan. Radiometri memberikan keterangan
dalam jutaan tahun. Penentuan umur dengan cara radiometri adalah mengamati
peluruhan atom-atom yang ada pada suatu batuan. Contohnya isotop dengan
nomor atom yang lebih besar, seperti mineral-mineral yang ada pada batuan beku.
Suatu atom lama-kelamaan akan mempengaruhi peluruhan atau pengurangan, tapi
peluruhan radioaktif adalah reaksi dimana jumlah atom yang terurai dalam suatu
waktu t adalah setara atau proporsional dengan jumlah yang ada. Perbandingan ini
digunakan untuk menentukan umur batuan. 
Pada saat atom mengalami peluruhan waktunya tidak dapat diperkirakan tapi pada
nomor atom yang lebih besar hal itu mungkin dilakukan dengan perbandingan
waktu peluruhan yang dibutuhkan. Radioaktifitas proses statistik yang mengikuti
hukum probabilitas, mirip dengan melempar uang logam. Suatu isotop
mempunyai sifat yang khas yaitu waktu paruh, ia akan memberikan gambaran
statistik dari waktu yang diperlukan untuk peluruhannya. Waktu paruh
didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan untuk terurainya setengah dari atom
yang semula ada. Perbandingan ini digunakan untuk menentukan umur batuan.

2. Penentuan Umur Relatif


Penentuan umur relatif adalah umur yang diperoleh berdasarkan posisi batuan atau
fosil relatif terhadap posisi batuan atau fosil disekitarnya. Akibat dari keterbatasan
dalam menggunakan penentuan umur secara radiometri untuk mengidentifikasi
waktu pembentukan batuan sedimen, teknik penentuan umur secara relatif umum
digunakan. Beberapa hukum geologi telah dikembangkan untuk mengembangkan
penentuan umur pembentukan batuan sedimen secara relatif.

a. The Law of Original Horizontality


Hukum ini meyatakan bahwa kedudukan awal pengendapan suatu lapisan batuan
adalah horisontal, kecuali pada tepi cekungan memiliki sudut kemiringan awal
(initial – dip)    karena dasar cekungannya yang memang menyudut. Bila suatu
batuan sedimen ditemukan dalam posisi miring atau terlipat maka batuan tersebut
telah mengalami suatu deformasi setelah pengendapan akibat tektonik.

Gambar 2.1. Hukum original  horizontality

b. The Law of Superposition


Hukum ini menyatakan bahwa dalam kondisi normal (belum mengalami
deformasi), perlapisan suatu batuan yang berada pada posisi paling bawah
merupakan batuan yang pertama terbentuk dan tertua dibandingkan dengan
lapisan batuan diatasnya. Ketika seseorang akan menguji lapisan batuan untuk
menentukan umurr relatifnya, hal terpenting yang pertama kali harus dilakukan
adalah memastikan bahwa batuan tersebut tidak mengalami pembalikan lapisan
akibat aktivitas tektonik. Hal ini dapat dibuktikan dengan melihat beberapa
kenampakan sedimen yang hanya terjadi pada bagian atas (top) atau bawah
(bottom) dari sebuah lapisan batuan sedimen,  seperti mud crack, ripple, graded
bedding pada Bouma sequence, load structure, flute mark, dan beberapa fosil
jejak.

Gambar 2.2. Hukum Superposisi

c. The Law of Faunal Succession


Hukum ini menyatakan bahwa dalam suatu urutan batuan secara vertikal,
kandungan fosilnya mengalami pergantian secara sistematis. Pada setiap lapisan
yang berbeda umur geologinya akan ditemukan fosil yang berbeda pula. Secara
sederhana bisa juga dikatakan Fosil yang berada pada lapisan bawah akan berbeda
dengan fosil di lapisan atasnya. Fosil yang hidup pada masa sebelumnya akan
digantikan (terlindih) dengan fosil yang ada sesudahnya, dengan kenampakan
fisik yang berbeda (karena evolusi). Perbedaan fosil ini bisa dijadikan sebagai
pembatas satuan formasi dalam lithostratigrafi atau dalam koreksi stratigrafi.

Gambar 2.3. Hukum Faunal Succession

d. The Law of Crosscutting Relations.


Hukum  ini menyatakan bahwa hubungan petong–memotong (cross–cutting
relationship)  adalah hubungan kejadian antara satu batuan yang dipotong/
diterobos oleh batuan lainnya, dimana batuan yang dipotong/diterobos terbentuk
lebih dahulu dibandingkan dengan batuan yang menerobos.
Gambar 2.4. Ilustrasi hukum Crosscutting.

Ketidakselarasan (unconformity) adalah hubungan antara satu lapis batuan


dengan lapis batuan lainnya (batas atas atau bawah) yang tidak kontinyu (tidak
menerus), yang disebabkan oleh adanya rumpang waktu pengendapan.
Ketidakselarasan terjadi ketika sedimen tidak diendapkan atau ketika diendapkan
lalu mengalami erosi. Hal ini penting untuk mengetahui adanya suatu interval
waktu geologi yang tidak ada catatan pada lokasi tertentu. Pada waktu tersebut,
proses geologi seperti pengangkatan tektonik atau fluktuasi permukaan air laut
mugkin telah terjadi. Dalam geologi dikenal 3 (tiga) jenis ketidak selarasan, yaitu:

1) Disconformity, adalah salah satu jenis ketidakselarasan yang hubungan antara


satu lapis batuan (sekelompok batuan) dengan satu batuan lainnya (kelompok
batuan lainnya) yang dibatasi oleh satu rumpang waktu tertentu (ditandai oleh
selang waktu dimana tidak terjadi pengendapan).
2) Angular unconformity (ketidakselarasan bersudut),  adalah salah satu jenis
ketidakselarasan yang hubungan antara satu lapis batuan (sekelompok batuan)
dengan satu batuan lainnya (kelompok batuan lainnya), memiliki hubungan /
kontak yang membentuk sudut.
3) Nonconformity,  adalah salah satu jenis ketidakselarasan yang hubungan antara
satu lapis batuan (sekelompok batuan) dengan satu batuan beku atau metamorf.
 
Gambar 2.5. Jenis ketidakselarasan

C. Pemisahan Waktu Geologi


Waktu geologi dipisah-pisahkan atas sejumlah Eon, Era (3-4), Periode, Kurun atau
epok dan Formasi atau Masa. Walaupun demikian, Kurun dan Formasi tidak banyak
dipakai dalam buku-buku, kecuali untuk Era Senosoik. Suatu Era dapat menyangkut
banyak Periode, dan satu Periode dapat terdiri dari beberapa Kurun dan seterusnya.
Perhatikan profil fosil pada Tabel 2.1. Di sana dapat kita lihat bahwa keberadaan
fosil pada dasarnya menunjukkan kapan fosil suatu organisme mulai ada dalam lapisan
tanah. Namun keberadaan suatu organisme dalam bentuk fosil tidak menjamin bahwa
organisme tersebut baru muncul. Hal ini disebabkan oleh individu yang menjadi fosil
jumlahnya sangat sedikit kalau dibandingkan dengan organisme yang ada. Dari 5 miliar
manusia yang hidup di muka bumi sekarang, belum tentu ada satu orang pun yang
menjadi fosil. Selain itu, sudah didiskusikan di atas, bahwa dengan adanya
kemungkinan transportasi, menyebabkan suatu fosil dapat berada dalam lapisan yang
lain. Hal ini mungkin dapat ditelusuri dengan melihat profil fosil kelompok tersebut.
Adanya celah dalam profil fosil dapat memberikan petunjuk adanya transportasi, namun
adanya celah pada awal keberadaan suatu kelompok dapat mencerminkan sedikitnya
anggota kelompok tersebut pada waktu itu. Meskipun awal keberadaan suatu organisme
dapat ditunjukkan oleh keberadaan fosilnya, besar kemungkinan bahwa organisme
tersebut sudah ada jauh sebelumnya, tetapi tidak ada yang menjadi fosil.
Pembagian waktu Geologi umumnya didasarkan atas macam-macam fosil dominan
yang ditemukan, dan bukan atas lamanya suatu Eon, Era, atau Periode. Suatu Periode
dan Kurun biasanya dibagi lagi atas bagian yaitu: atas, tengah dan bawah, atau awal,
tengah dan akhir, namun hal ini dapat dilakukan untuk setiap pembagian waktu yang
ada. Pembagian yang lebih kecil, pada dasarnya akan sangat berbeda dari daerah ke
daerah. Misalnya ada Formasi Trinil atau Formasi Sampung dan lain-lain di Jawa
Tengah. Penamaan suatu lapisan biasanya dikaitkan pula dengan tempat fosil dan
macam batuan tersebut ditemukan.
Selain fosil dan waktu (umur), Skala waktu Geologi dapat memberikan gambaran
yang cukup lengkap mengenai hal-hal lainnya. Tetapi apabila semuanya digambarkan,
maka dibutuhkan suatu lembaran yang relatif besar. Oleh karena itu, hanya digambarkan
hal-hal yang penting saja, misalnya kehidupan darat dan laut, kepunahan, glasiasi dan
cuaca secara umum serta sedikit mengenai pergeseran benua.
Skala Waktu Geologi disusun menjadi beberapa unit menurut peristiwa yang terjadi
pada tiap periode. Masing-masing zaman pada skala waktu biasanya ditandai dengan
peristiwa besar geologi atau paleontologi, seperti kepunahan massal.

Tabel 2.1. Data Fosil dari Sejumlah Kelompok Organisme dan Waktu Munculnya di
Permukaan Bumi
Berikut ini merupakan pembagian masing-masing zaman berdasarkan waktu geologis:

1. Eon Pra-Kambrium
Masa ini terbagi lagi menjadi beberapa era yaitu : era Azoikum, era Arkean dan era
Proterozoikum.

a. Era Azoikum (Hadean/Priskoan)


Masa Tanpa Kehidupan (4.6 – 4 Milyar tahun lalu). Masa ini merupakan masa
pemadatan (kondensasi) bumi dan pada masa ini pula bumi berupa lautan api,
dimana sangat sering terjadi hujan meteorit.

b. Era Arkean (Arkeozoikum)


Masa Kehidupan Purba (4–2.5 Milyar tahun lalu). Masa ini merupakan masa
pembentukan Litosfer, Hidrosfer dan Atmosfer. Masa pemunculan kehidupan
paling primitif (purba) yang bermula di dalam samudra berupa mikro-organisme
dari jenis bakteri dan ganggang. Fosil yang yang ditemukan pada masa ini adalah
Stromatolites dan Cyanobacteria.
c. Era Proterozoikum
Masa Kehidupan Awal (2.5 Milyar–540 Juta tahun lalu). Masa perkembangan
kehidupan dari organisme bersel tunggal menjadi bersel banyak (Eukaryotes dan
Prokaryotes) seiring perkembangan hidrosfer dan atmosfer. Menjelang akhir masa
ini: muncul organisme yang kompleks sejenis invertebrata bertubuh lunak (ubur-
ubur, cacing, koral) di laut dangkal. Fosil–fosil yang mencirikan masa ini:
Stromatolit, Cacing beruas, Cacing beludru, Cacing gilig dan Ubur-ubur.

2. Eon Fanerozoikum
Pada masa ini terdiri dari 3 era yaitu Paleozoikum, Mesozoikum dan Kenozoikum.

a. Era Paleozoikum
Masa Kehidupan Tua (540 – 245 Juta tahun lalu). Pada era ini awal kehidupan
invertebrata bawah laut muncul. Kemudian pada era ini terbagi atas 6 periode
yaitu:
1) Periode Kambrium (540 – 510 Juta tahun lalu)
Merupakan masa perkembangan kehidupan dari organisme bersel tunggal
menjadi bersel banyak (Eukaryotes & Prokaryotes) seiring perkembangan
hidrosfer dan atmosfer.
Menjelang akhir masa ini: muncul organisme yang kompleks sejenis
invertebrata bertubuh lunak (ubur-ubur, cacing, koral) di laut dangkal. Fosil –
fosil yang mencirikan masa ini: Stromatolit, Cacing beruas, Cacing beludru,
Cacing gilig dan Ubur-ubur.
2) Periode Ordovisium(510-439 Juta tahun lalu)
Merupakan periode perkembangan hewan invertebrata dan pemunculan
Tetrakoral, Graptolit, Ekinoid (landak laut), Asteroid (bintanglaut), Krinoid
(lilia laut) dan Bryozoa. Koral dan Alga membentuk karang laut, graptolit dan
trilobit melimpah, ekinodermata dan brakiopoda mulai menyebar. Mulai
muncul ikan tanpa rahang.
3) Periode Silur (439-408 Juta tahun lalu)
Di periode ini mulai terjadi migrasi kehidupan dari air ke darat. Muncul
tumbuhan darat seperti Pteridofita (tumbuhan paku). Di dalam laut hidup
kalajengking raksasa (Eurypterid) dan ikan berahang serta ikan berperisai
tulang.
4) Periode Devon (408-362 Juta tahun lalu)
Merupakan periode perkembangan jenis ikan dan tumbuhan darat, ikan
berahang dan hiu semakin aktif sebagai pemangsa di lautan, hewan amfibi
mulai berkembang dan beranjak ke daratan dan tumbuhan darat semakin
umum dan mulai muncul serangga.
5) Periode Karbon (362-290 Juta tahun lalu)
Merupakan periode perkembangan hewan amfibi dan tumbuhan hutan, muncul
pertama kali, hewan reptilia dan serangga raksasa dan pohon pertama yang
muncul adalah jenis jamur klab, tumbuhan fern dan paku ekor kuda yang
berkembang di rawa-rawa.
6) Periode Perem (290-245 Juta tahun lalu)
Merupakan periode perkembangan hewan reptilia yang mirip mamalia.
Munculnya serangga modern, tumbuhan konifer dan ginkgo primitif. Pada
akhir periode ini terjadi kepunahan masal jenis trilobit, koral, graptolit dan ikan
berperisai.

b. Era Mesozoikum
Masa Kehidupan Pertenganhan (245-65 juta tahun lalu). Pada era ini terbagi atas
3 periode yaitu:
1) Periode Trias (245-208 Juta tahun lalu)
Pada periode ini, Gastropoda dan Bivalvia meningkat jumlahnya. Dinosaurus
dan reptilia laut berukuran besar mulai muncul pertama kalinya selama zaman
ini. Reptilia menyerupai mamalia pemakan daging yang disebut Cynodont
mulai berkembang. Mamalia pertamapun mulai muncul saat ini. Dan ada
banyak jenis reptilia yang hidup di air, termasuk penyu dan kura-kura.
Tumbuhan sikada mirip palem berkembang dan Konifer menyebar. Benua
Pangea bergerak ke utara dan gurun terbentuk. Lembaran es di bagian selatan
mencair dan celah-celah mulai terbentuk di Pangea.
2) Periode Jura (208-145 Juta tahun lalu)
Pada periode ini, Amonit dan Belemnit sangat umum. Reptilia meningkat
jumlahnya. Dinosaurus menguasai daratan, Ichtiyosaurus berburu di dalam
lautan dan Pterosaurus merajai angkasa. Banyak dinosaurus tumbuh dalam
ukuran yang luar biasa. Burung sejati pertama (Archeopterya) berevolusi dan
banyak jenis banyak jenis buaya berkembang. Tumbuhan Konifer menjadi
umum, sementara Bennefit dan Sequola melimpah pada waktu ini. Pangea
terpecah dimana Amerika Utara memisahkan diri dari Afrika sedangkan
Amerika Selatan melepaskan diri dari Antartika dan Australia.
3) Periode Kapur (145-65 Juta tahun lalu)
Banyak dinosaurus raksasa dan reptilia terbang hidup pada periode ini.
Mamalia berari-lari muncul pertama kalinya. Dinosaurus, Ichtiyosaurus,
Pterosaurus, Plesiosaurus, Amonit dan Belemnit punah. Mamalia dan
tumbuhan berbunga mulai berkembang menjadi banyak bentuk yang
berlainan. Iklim sedang mulai muncul. India terlepas jauh dari Afrika menuju
Asia.

c. Era Kenozoikum
Kehidupan Baru (65 juta tahun lalu – saat ini). Pada era ini terbagi atas 2 periode
yaitu:
1) Periode Tersier (65 - 1.7 Juta tahun lalu)
Pada periode tersier terjadi perkembangan jenis kehidupan seperti munculnya
primata dan burung tak bergigi berukuran besar yang menyerupai burung unta,
sedangkan fauna laut sepert ikan, moluska dan echinodermata sangat mirip
dengan fauna laut yang hidup sekarang. Tumbuhan berbunga pada periode
Tersier terus berevolusi menghasilkan banyak variasi tumbuhan, seperti semak
belukar, tumbuhan merambat dan rumput. Pada periode ini terdiri dari 5 kurun
yaitu:

 Kurun Paleosen (65 - 56.5 Juta tahun lalu)


Awal pemunculan hewan pemakan rumput, primata dan burung
 Kurun Eosen (56.5 - 35.5 Juta tahun lalu)
Mamalia mulai berkembang, seperti hewan pengerat, kuda, unta dan badak.
Munculnya hiu raksasa (Basilosaurus) dan burung raksasa (Diatryma).
 Kurun Oligosen (35.5 – 23.5 Juta tahun lalu)
Mamaliasemakin bertambah besar ukurannya dan mamalia modern seperti
gajah mulai muncul. Nenek moyang kucing, anjing dan beruang mulai
berkembang. Muncul kepiting, kerang dan siput.
 Kurun Miosen (23.5 – 5.2 Juta tahun lalu)
Mamalia pemakan rumput semakin berkembang pesat. Munculnya
Homonoid (Proconsul), Sapi, Domba dan Monyet.
 Kurun Pliosen (5.2 – 1.7 Juta tahun lalu)
Munculnya Hominid yang pertama. Kelompok Moluska dan Foraminifera
melimpah.
2) Periode Kuarter (1.7 Juta tahun lalu –sekarang)
Periode Kuarter terbagi atas 2 kurun yaitu:
 Kurun Plistosen (1.7 – 10 Ribu tahun lalu)
Mamalia berkembang dengan ragam bentuk yang spektakuler, seperti
Mammuth, Mastodon, Stegodon, Smilodon, Megatherium, Beruang Gua,
dsb.
 Kurun Holosen (10 Ribu tahun lalu – sekarang)
Adalah kala kehidupan Manusia Modern (Homo sapiens sapiens)
MAKROEVOLUSI

Dalam Biologi, alam kehidupan di permukaan bumi ini bukan sesuatu yang selesai
dan sekali jadi, melainkan bertahap, berevolusi dari waktu ke waktu. Oleh karena itu,
evolusi juga dianggap sebagai sejarah biologis adanya makhluk hidup di bumi dari waktu
ke waktu. Dengan mempelajari evolusi kita memahami kehidupan dewasa ini tidak muncul
begitu saja, melainkan diawali dengan munculnya organisme-organisme tertentu yang
akan mengalami kepunahan ketika terjadi seleksi alam. Namun untuk individu yang dapat
bertahan ada yang tetap sama seperti semula dan ada yang mengalami evolusi sehingga
menjadi seperti makhluk hidup yang ada sekarang ini.

A. Pengertian Makroevolusi
Makroevolusi memiliki banyak definisi. Berikut ini beberapa definisi tentang
makroevolusi :
1. Menurut NABT (2006), makroevolusi merupakan studi evolusi dari waktu ke waktu
geologi(ribuan sampai jutaan tahun).
2. Menurut Carrol (2001), makroevolusi merupakan perubahan suatu spesies di tingkat
lebih atas dari spesies serta pembentukan spesies yang identik dengan morfologi
evolusi.
3. Menurut Levinton (2001), makroevolusi studi yang berkaitan ekologi dengan skala
waktu ekologi dan tersedia hanya penelitian paleontologi sejarah perubahan.
Makroevolusi adalah skala analisis evolusi yang dipisahkan dari lungkang gen (gen
pool). Dalam genetika populasi, suatu lungkang gen (atau gene pool) adalah populasi yang
menampung berbagai alel yang mungkin tersedia dalam suatu spesies. Populasi menjadi
lungkang gen apabila di dalamnya terdapat keunikan akibat proses saling kawin di
dalamnya terjadi secara tertutup (terisolasi), terpisah dari populasi lain.
Kajian makroevolusi berfokus pada perubahan evolusioner besar yang terjadi pada
tingkatan spesies atau populasi. Hal ini berbeda dengan mikroevolusi, yang merujuk pada
perubahan evolusi yang kecil (biasanya dideskripsikan sebagai perubahan pada frekuensi
gen atau kromosom) dalam suatu spesies ataupun populasi. Makroevolusi pertama-tama
menyangkut: Suatu penyimpangan adaptif/ pergeseran adaptif suatu spesies karena suatu
spesies turunan tersebut masuk ke dalam lingkungan dengan keadaan ekologi yang tidak
identik dengan lingkungan spesies induk. Agar suatu populasi dapat menjadi mantap di
dalam suatu lingkungan baru, maka harus ada keadaan yang menguntungkan terjadi
bersamaan.
Pertama, tidak akan ada pergeseran jika individu yang masuk dalam lingkungan baru
dapat hidup. Ini berarti bahwa perbedaan ekologi antara lingkungan leluhur dengan
lingkungan baru itu tidak boleh besar atau jika perbedaan itu besar seperti dalam transisi
dari air ke darat, hewan baru tersebut harus sudah mengembangkan ciri-ciri yang
diperlukan dalam habitat baru, seperti paru-paru pada vertebrata dalam transisi air-darat.
Hewan yang baru masuk tersebut memerlukan sedikit pre-adaptasi.
Kedua, pergeseran tidak akan berhasil, bahkan pada spesies yang sudah preadaptif,
jika habitat yang akan dihuni spesies baru tersebut tidak mempunyai makanan atau sumber
lain yang belum dimanfaatkan sepenuhnya dalam periode ketika banyak spesies yang
hidup dalam habitat tersebut menjadi penuh
Jika perbedaan lingkungan itu besar, maka populasi yang tergeser harus mempunyai
pre-adaptasi dan habitat yang akan dihuni spesies baru juga harus mempunyai sumber-
sumber yang belum dimanfaatkan sebelumnya.

B. Pola-Pola Makroevolusi
Makroevolusi berfokus pada pembentukan kelompok-kelompok taksonomik baru
diatas tingkat spesies. Walaupun banyak mekanisme sama yang terlibat dalam spesiasi
bekerja juga dalam makroevolusi, rentang waktu yang diperlukan jauh lebih besar. Banyak
yang tidak mengetahui tren luas makroevolusi berasal dari rekaman fosil. Akan tetapi,
perubahan-perubahan dalam sebuah kelompok yang mengarah pada terjadinya modifikasi-
modifikasi yang tak seberapa drastis pada populasi atau bahkan pembentukan spesies baru
(mikroevolusi) dapat dipelajari melalui pengukuran frekuensi gen dalam populasi. Pola-
pola seleksi dalam makroevolusi mencakup :
1. Seleksi penstabilisasi, dengan ekstrem-ekstrem pada kedua ujung spektrum dideteksi
secara tak proporsional hingga populasi cenderung mengelompok disekitar rata-rata,
walaupun pada setiap dihasilkan variasi
2. Seleksi terarah (directional selection), dengan salah satu ekstrem lebih disukai
daripada ekstrem yang satu lagi, sehingga nilai rata-rata cenderung bergerak ke arah
ekstrem yang lebih disukai
3. Seleksi pendiversifikasi (seleksi disruptif), dengan dua atau lebih suptipe lebih
disukai dan populasi cenderung berevolusi menjadi sebuah subkelompok ataupun
spesies baru. Seleksi pendiversifikasi beroperasi sangat baik pada mikroevolusi
maupun makroevolusi, dan seleksi terarah mirip dengan proses makroevolusioner
yang dikenal sebagai perubahan filetik.
Pola-pola dasar perubahan luas pada makroevolusi yang ditunjukkan oleh rekaman
fosil adalah :
1. Perubahan filetik (anagenesis), perubahan bertahap pada satu garis keturunan
sehingga pada akhirnya keturunannya sangat berbeda dengan nenek moyangnya.
Anagenesis dapat disamakan dengan seleksi terarah dalam jangka waktu yang lama.
2. Kladogenesis, tren makroevolusioner dengan terjadinya percabangan. Sehingga satu
garis keturunan menghasilkan dua atau lebih garis keturunan. Populasi-populasi kecil
yang muncul dari garis keturunan itu dapat berada pada posisi yang sangat memadai
untuk menghasilkan kelompok-kelompok baru. Kladogenesis telah ditekankan
sebagai salah satu pola makroevolusiner utama oleh Ernst Mayr.
3. Radiasi adaptif, pembentukan secara relatif mendadak banyak kelompok baru, yang
mampu bergerak menuju lingkungan baru dan mengeksploitasinya. Diverifikasi yang
relatif cepat dari mamalia awal selama terjadi kepunahan dinosaurus merupakan
contoh yang baik dari diverifikasi semacam itu. Radiasi adaptif menggabungkan
sifat-sifat kladogenesis dan anagenesis, sebab garis-garis keturunan baru yang
terbentuk selama masa evolusioner yang berubah dengan cepat itu mungkin
mengalami transisi-transisi yang progresif.
4. Kepunahan, lebih dari 99,99 spesies yang pernah di evolusikan kini tak ada lagi.
Hilangnya keberagaman itu merupakan sifat tak terelakkan dari evolusi pada semua
kingdom. Lingkungan yang berubah membuat organisme yang kemarin fit, tak lagi
fit dan terancam kepunahan (Fried dan Hademenos, 2006).

C. Kemunculan Dan Kepunahan


Suatu organisme mempunyai masanya masing-masing. Kemunculan suatu organisme
dapat terjadi karena adanya relung baru atau relung yang ditinggalkan. Selain ada sejumlah
persyaratan yang diperlukan yang mendukung terbentuknya suatu jenis baru.
1. Kemunculan Kelompok Organisme Tertentu
Evolusi sudah berlangsung sejak asal mula adanya kehidupan. Kapan kehidupan
mulai ada, tidak dapat diketahui dengan pasti. Satu-satunya data yang dapat
diperoleh mengenai hal ini adalah adanya fosil. Dari data yang dihimpun oleh ahli
paleontologi diketahui bahwa fosil yang tertua yang ditemukan berumur sekitar 490
juta tahun. Data inipun masih merupakan dugaan, karena pada masa itu, tentu jumlah
organisme masih sangat sedikit, sehingga fosil tidak mungkin dijumpai pada lapisan
tanah. Pada waktu itu, habitat yang mungkin ada adalah air. Dengan demikian, dapat
diperkirakan bahwa muka bumi masih dihuni oleh prokariot dan organisme bersel
satu, terutama ganggang biru yang kemudian diikuti oleh lumut kerak dan lumut
yang menghuni sekitar pantai. Suhu permukaan bumi pun diperkirakan masih jauh
lebih panas dan oksigen mungkin meliputi hanya sekitar 10% dari apa yang ada
sekarang.
Lapisan yang mengandung fosil tertua (Stromatolites) berupa spora, ditemukan di
daerah pantai di Arabia dan Australia dan berumur sekitar 470 juta tahun yang lalu.
Hal ini berarti bahwa ekosistem yang ada baru terdapat sekitar 480 juta tahun yang
lalu. Setelah periode itu baru ditemukan fosil yang lebih muda di banyak daerah lain.
Munculnya Kehidupan di Bumi
Pemahaman tentang urutan munculnya kehidupan di bumi lebih didasarkan pada
sisa-sisa makhluk hidup yang memfosil. Pengetahuan akan kehidupan di bumi
dikumpulkan dari bukti fosil terutama mulai dari era paleozoik, mesozoik, dan
cenozoik. Era palezoik atau masa kehidupan kuno kira-kira 570 juta tahun sampai
340 juta tahun lalu. Era mesozoik atau era kehidupan pertama dikenal sebagai masa
reptilia, mulai 230 juta tahun sampai 165 juta tahun lalu, sedangkan era cenozoik
adalah era kehidupan kera atau masa mamalia dimulai kira-kira 63 juta tahun lalu.

2. Teori tentang Kemunculan dan Kepunahan Reptilia Besar


Banyak orang menganggap bahwa Mammalia menguasai muka bumi, namun hal
ini dapat disebabkan karena dominasi manusialah yang merupakan penyebab utama
anggapan tersebut. Tidak dapat disangkal bahwa sebenarnya Reptilia merupakan
organisme yang paling sukses di muka bumi. Meskipun Reptilia tidak lagi merajai
permukaan bumi, namun jumlah yang kini masih hidup di muka bumi tidak dapat
dikatakan sedikit, dan kini hanya disaingi oleh kelompok Pisces. Lamanya Reptilia
menguasai permukaan bumi juga menunjukkan bahwa kelompok ini merupakan
pemula di daratan dan pernah menjadi penguasa daratan (diwakili oleh macam-
macam Dinosaurus). Reptilia pernah mengusai air (diwakili oleh Mesosaurus),
daratan (Tyranosaurus), dan udara (Pteranodon).
Untuk mengkaji bagaimana Reptilia timbul dan hilang (terutama Dinosaurus) dari
muka bumi, kita dapat mempelajari konsekuensi-konsekuensi dari kehidupan
Reptilia sejak munculnya di muka bumi hingga punahnya. Sebagai hewan Vertebrata
yang pertama muncul sebagai hewan daratan, maka Reptilia mempunyai
konsekuensi untuk mengatasi masalah kekeringan.
Sejarah kemunculan Reptilia di daratan ditandai dengan:
a. Terbentuknya sel telur berdinding ganda (telur Amniota)
b. Kulit tubuh yang ditutupi perisai (misalnya kura-kura dan Dinosaurus) atau sisik
guna melindungi diri terhadap kekeringan.
c. Terbentuknya sistem eksresi yang terpisah kalau dibandingkan dengan hewan
Vertebrata lainnya yang telah ada sebelumnya (Ikan, Amphibia).
d. Terbentuknya anggota gerak.
e. Terbentuknya alat indera pnglihatan, pendengaran, penciuman dan pengecapan
yang lebih baik.

3. Terbentuknya Sel Telur Berdinding Ganda


a. Kapan terbentuknya telur Amniota tidak dapat ditelusuri dengan baik, karena
sedikitnya data fosil.
b. Konsekuensi dari telur berdinding ganda (kapur dan selaput amnion)
mengharuskan fertilisasi internal sebagai ssatu-satunya alternatif reproduksi.
Dengan demikian alat kelamin sekunder jantan merupakan struktur pertama yang
muncul di kelompok Vertebrata pada Reptilia (dalam bentuk sepasang
Hemipenis)
c. Konsekuensi lain dari munculnya sel telur berdinding kapur memerlukan suatu
perubahan penting kalau dibandingkan dengan telur Amphibi atau Pisces, karena
kulit kapur tersebut harus dapat menghubungkan embrio dengan dunia luar untuk
pertukaran gas (Oksigen-Karbondioksida).
d. Telur Reptil ternyata ditunjang dengan terbentuknya membran amnion. Membran
ini berguna untuk menangkap Oksigen yang masuk melalui dinding sel kapur
tersebut. Hal ini memberikan konsekuensi bahwa telur pertama tidak mungkin
terlalu besar agar pertukaran gas dapat berlangsung dengan baik.
e. Konsekuensi lainnya adalah digsntikannya insang dengan paru-paru (tahapan ini
sudah dilalui oleh Amphibia).
f. Naiknya Reptilia ke daratan memberikan konsekuensi pula pada alat indera.
g. Mata yang dilindung dengan membran nictitans digantikan dengan mata yang
berkelopak, juga untuk melindungi dari bahaya kekeringan.
h. Alat pendengaran yang sebelumnya terdapat pada rahang bawah (Pisces) mulai
berangsur digantikan dengan telinga dalam, karena juga menghadapi tantangan
kekeringan. Fungsi telinga lebih diperlukan apabila dibandingkan dengan
kehidupan di dalam air, untuk mencari mangsa dan menghindar dari predator.

4. Kepunahan (termasuk Reptilia Besar – Dinosaurus)


Kepunahan dalam biologi berarti hilangnya keberadaan dari sebuah spesies atau
sekelompok takson. Waktu kepunahan sebuah spesies ditandai dengan matinya
individu terakhir spesies tersebut, walaupun kemampuan untuk berkembang biak
tidak ada lagi sebelumnya. Tetapi dikarenakan wilayah sebaran sebuah spesies atau
takson yang bisa sangat luas, sehingga sangat sulit untuk menentukan waktu
kepunahan. Kesulitan ini dapat berujung kepada suatu fenomena yang dinamakan
takson Lazarus, dimana sebuah spesies dianggap telah punah tetapi muncul kembali.
Kepunahan merupakan kejadian hilangnya keseluruhan spesies. Kepunahan
bukanlah peristiwa yang tidak umum, karena spesies secara reguler muncul melalui
spesiasi dan menghilang melalui kepunahan. Sebenarnya, hampir seluruh spesies
hewan dan tanaman yang pernah hidup di bumi telah punah, dan kepunahan
tampaknya merupakan nasib akhir semua spesies. Kepunahan telah terjadi secara
terus menerus sepanjang sejarah kehidupan, walaupun kadang-kadang laju
kepunahan meningkat tajam pada peristiwa kepunahan massal.
Dalam sejarah muka bumi telah tercatat adanya lima kali peristiwa kepunahan besar-
besaran, hal ini terjadi pada masa Kambrian, Ordovisian, Devonian, Permian, dan
Kretasea. Diantara kelima peristiwa kematian masal, makaperistiwa kematian masal
pada periode Permian merupakan kejadian yang paling aburuk dalam sejarah bumi.
Pada waktu itu sekitar 75% organisme punah. Namun pada masa Kretasea sebelum
peristiwa masal, jumlah organisme hidup sudah melebihi keadaan sebelum peristiwa
kematian Permian. Setelah kematian Kretasea, maka kini jumlah organisme pun
masih meningkat lagi sehingga diperkirakan jumlahorganisme sudah dua kali lipat
dari pada keadaan sebelum peristiwa kematian Permian (lihat gambar 3.1.).

Gambar 3.1. Kepunahan massal (Campbell, 23.13)


Adapun penyebab peristiwa tersebut yang dikemukakan oleh para ahli dan
kemungkinan besar beberapa teori dapat bekerja secara simultan atau merupakan
akibat dari kemungkinan terdahulu.

a. Teori Pergerakan Benua Dan Terbentuknya Pangea


Akibat bergeraknya benua, maka jumlahnya panjang pantai menjadi sangat
pendek dibandingkan dengan keadaan apabila bumi terdiri dari banyak benua. Hal
ini menyebabkan sejumlah besar organisme laut yang hidup di air dangkal akan
punah. Selain itu konsekuensi yang juga timbul adalah adanya satu daratan
menyebabkan timbulnya perubahan cuaca yang drastis. Sebagai contoh, semua
daratan diberbagai benua (Afrika, Asia, dan Amerika Utara) akan memiliki
daerah gurun. Daratan yanh luas dan datar menyebabkan daerah tengah tidak
mendapat cukup air hujan, karena hujan sudah turun di daerah yang tidak terlalu
jauh dari pantai. Akibat timbulnya gurun yang besar, maka sebagian besar iklim
akan menjadi berubah kering. Sebagian besar organisme daratan dan air akan
punah.

b. Teori Vulkanisme
Mengingat contoh vulkanisme akan menimbulkan perubahan yang besar suatu
daerah. Letusan suatu gunung berapi dapat berlangsung berbulan-bulan dan
akibatnya paling tidak mempengaruhi sebagian muka bumi. Di Indonesia kita
mengenal beberapa kepunahan yang sangat besar dan garis tengahnya lebih dari
20 km, misalnay Danau Toba, Danau Tondano dan Daerah Dieng. Diperkirakan
bahwa letusan gunung tersebut beberapa ratus kali lebih dahsyat daripada letusan
Gunung Karakatau. Akibat letusan gunung Karakatau saja, banjir besar menimpa
daerah Negeri Belanda yang berjarak puluhan kilometer. Apabila ada sejumlah
besar gunung berapi sebesar gunung Karaukatau atau Tambora meletus, maka
akan timbul kegelapan selama berbuln-bulan. Hal ini akan menyebabkan
perubahan cuaca yang drastis. Pengaruh letusan gunung Galunggung saja telah
hampir memusnahkan beberapa spesies di Jawa. Di Pangandaran jumlah banteng
tinggal 3 ekor dari sekitar 35 ekor sebelumnya. Menurut hasil visum, kebanyakan
banteng mati karena ada deposit debu vulkanis di paru-paru, dan sejumlah besar
abu vulkanis di dalam lambung yang tidak dapat dikeluarkan dengan feces,
mungkin karena terlalu berat.

c. Teori Meteorit atau Supernova


Meteorit berukuran sangat besar yang menabrak bumi akan menyebabkan
perubahan iklim global, selain menimbulkan gempa bumi, akan memberikan
akibat yang serupa dengan letusan gunung merapi, yang berarti perubahan cuaca
ledakan supernova bintang raksasa di luar angkasa akan menyebarkan debu
bintang yang mungkin menimbulkan kegelapan. Debu bintang dapat pula
mempengaruhi magnetik bumi. Apabila kutub magnetik bumi berubah, maka
akan terjadi gempa bumi, karena posos bumi mengalami. Perubahan menurut
penelitian, kutub magnetik bumi memang sudah tidak tepat dari yang
diperhitungkan dahulu. Selain itu meteorit atau supernova dapat membawa suatu
unsur seperti logam berat (misalnya Iridium) yang beracun bagi kehidupan di
muka bumi.
Tabel 3.1. Pengaruh yang Ditimbulkan akibat kepunahan massal.
Periode Kemungkinan Penyebab Kepumahan Massal
Eosen-Oligosen Pendinginan (bumi glasiasi), pergantian arus laut
Akhir Kratasea Benturan meteorit
Akhir Triasik Kenaikan curah hujan
Akhir Permian Meteotit, pendinginan bumi (glasiasi), pangea
Akhir Devonian Meteorit, pendinginan bumi (glasiasi)
Akhir Ordovisian Vulkanisme, berkurangnya lapisan es di Gondwana

Tabel 3.2. Kadar Iridium setelah kepunahan massal


Periode Kepunahan Kadar Iridium
Kratasea – Paleosen Massal Tinggi sekali (3000 ppt)
Eosen - Oligosen II Massal Sedikit
Eosen - Oligosen II Massal Sedikit
Eosen - Oligosen I Massal Sedikit
Permian - Triasik III Massal Sedikit
Permian - Triasik II Massal Normal
Permian - Triasik I Massal 10 kali lipat
Devonian - Karboniferus II Massal 3-7 kali lipat
Devonian - Karboniferus I Massal Sedikit
Ordivisisn - Silurian II Massal Normal
Ordivisisn - Silurian I Massal Normal
Prekambrian - KAmbrian II Massal Sedikit
Prekambrian - KAmbrian I Normal Sedikit

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kematian masal sering terjadi dalam sejarah
kehidupan muka bumi, tetapi hanya kematian masal ada periode Kretasea,
Paleosen, Devonian, Karoboniferus II dan Permian-Triasik I, jumlah iridium jauh
di atas normal jadi kematian masal akibat meteorit hanya mungkin terjadi pada
dua peristiwa saja.
Adanya benturan meteorit dapat dibuktikan dengan adanya retakan pada sejumlah
besar yang ada. Retakan kristal yang dimaksudkan adalah suatu kristal yang
mempunyai banyak sekali retakan, meskipun tidak hancur. Salah satu bukti kuat
untuk menunjukkan adanya benturan meteorit adalah adanya kawah yang besar.

d. Teori Glasiasi
Turunnya hujan salju selama satu minggu di kota Roma menjadi berita utama di
tahun 1987. hal ini disebabkan karena kota Roma tidak setiap tahun kedatangan
salju. Biasanya hujan salju yang turun di sana hanya berlangsung beberapa menit
sampai satu jam dan kejadian semacam itu hanya sepuluh tahun sekali. Pada
tahun 1987, salju menumpuk sampai hampir 2 meter, lalu lintas terputus, listrik
banyak mengalami gangguan. Akibatnya puluhan orang meninggal dunia karena
kedinginan dan kelaparan. Gambaran peristiwa di atas dapat terjadi lebih parah
lagi di masa lalu. Apabila hal itu terjadi di kota, bagaimana pula keadaan alam
terbuka. Banyak satwa yang mati dan tanaman yang hancur. Adanya zaman es
yang menyebabkan cuaca bumi menurun secara drastis dan menimbulkan
kematian masal bagi organisme yang tidak teradaptasi. Menurunnya suhu bumi
sebanyak satu derajat saja sudah dapat memperluas lingkaran kutub menjadi
beberapa puluh ribu Km2, dan hal ini menyebabkan kematian sorganisme di
sekitar daerah tersebut.

e. Adanya Air Bah


Air merupakan penyebab kepunahan yang paling umum dijumpai. Hujan yang
turun selama 4 atau 5 hari sudah menimbulkan banjir, tanah longsor, kerusakan
tempat penghunian, ladang dan hewan ternak. Akibat hujan beberapa hari saja
sudah dapat menaikkan air sampai beberapa meter dan di daerah muara dapat
sampai belasan meter. Akibat seperti yang kita lihat di Bangladesh,banyak ternak
yang mati, tananman pangan rusak total. Dan apabial hal ini berlangsung
beberapa minggu saja, maka seluruh organisme di daerah akan mati. Sesudah
banjir biasanya penyakit mewabah, sehingga apa yang tertinggal ikut mati pula
apabila tidak ditangani.
Akibat glasiasi berakhir, maka seluruh dataran Sunda dan dataran Sahul terendam
air,meninggalkan daerah dataran tinggi saja dan menjadikan Indonesia berbentuk
kepulauan. Banyaknya organisme yang punah tidak dapat diperkirakan.

f. Teori Epidemi atau Pandemi


Kematian massal suatu organisme misalnya setelah glasiasi atau banjir selian
memusnahkan organisme yang terdapat di daerah tersebut, juga akan
menimbulkan penyakit lainnya. Ada proses pembusukan besar-besaran, dan
penyakit berkembang dengan pesat karena sanitasi yang buruk. Akibatnya banyak
organisme lain yang mati karena jumlah mikroba pembusukan meningkat dan
menimbulkan infeksi pada organisme yang hidup di sekitarnya.

g. Teori Naiknya Suhu Muka Bumi (Grenn House Effect)


Adanya jumlah CO2 yang besar akan menyebabkan temperatur muka bumi naik.
Hal ini disebabkan oleh karena CO2 akan membentuk lapisan yang menghambat
masuknya sinar matahari. Akibatnya setiap pemanasan pada siang hari akan tetap
tertahan pada malam hari., dan dengan demikian udara akan semakin bertambah
panas pula.

h. Teori Radiasi Ultra Violet dan Lubang Ozon


Lubang ozon menimbulkan mutasi pada organisme karena kemampuannya
menembus sel dan memotong-motong DNA. Rusaknya DNA umumnya
menyebabkan organisme yang terkena sinar ultraviolet mengalami mutasi yang
kemungkinan besar merugikan organisme sehingga dapat menyebabkan
kepunahan. Dengan adanya lubang ozon, maka suhu muka bumi akan naik dan
contoh pada masa kini adalah banyaknya organisme yang punah akibat naiknya
temperatur muka bumi.

i. Teori Berkembangnya Mammalia Kecil Setelah Perubahan Temperatur Global


Mammalia kecil diperkirakan mulai berkembang di muka bumi tidak lama setelah
kemunculan Reptilia. Sebelumnya, Mammalia tertekan perkembangannya karena
bersaing dengan Dinosaurus. Namun pada waktu terjadi perubahan muka bumi,
keberadaan Mammalia tidak bayak terpengaruh, sebaliknya sebagian besar
Dinosaurus punah.

j. Teori Campur Tangannya Manusia


Hal ini terutama berlaku untuk buaya, penyu dan kura-kura besar. Penyebabnya
adalah karena over harvesting dan over exploiting untuk kesenangan sekelompok
orang dan rasa sekuriti kelompok yang lain.
Hal ini disebabkan oleh banyak hal, namun ada 3 hal yang menjadi penyebab
utama (epidemi, mammalia dan manusia) yang tidak mempengaruhi perubahan
temperatur muka bumi secara umum, kecuali zaman modern.
EVOLUSI DAN DIVERSITAS

Evolusi adalah proses perubahan struktur tubuh makhluk hidup yang berlangsung
sangat lambat dan dalam waktu yang sangat lama. Evolusi juga merupakan perkembangan
makhluk hidup yang berlangsung secara perlahan-lahan dalam jangka waktu yang lama
dari bentuk sederhana ke arah bentuk yang komplek.
Faktor-faktor yang mempengaruhi evolusi adalah seleksi alam, mutasi dan peran
isolasi dalam pembentukan spesies baru. Ada perjuangan untuk hidup yaitu antara
individu-individu dalam suatu spesies untuk mendapatkan makanan, air, cahaya atau
faktor-faktor lain yang penting dalam lingkungan itu. Melalui peristiwa isolasi dapat
ditetapkan adanya perbedaan genetik. Organisme yang hidup di sekitar kita telah
mengalami tahap-tahap isolasi menuju pembentukan spesies baru. Bukti teori evolusi
adalah; adaptasi dan seleksi alam. Seleksi alam berlangsung secara mikro evolusi, dengan
hasil akhirnya adalah adaptasi. Dua unsur yang terdapat pada teori Evolusi Darwin, yaitu;
adaptasi dan pembentukan spesies baru. Terjadi adaptasi melalui proses mikro evolusi,
yakni perubahan pada individu dalam populasi secara bertahap untuk membentuk spesies
baru. Pembentukan-pembentukan spesies baru ini pada akhirnya akan berujung pada
keanekaragaman spesies.

A. Konsep Spesiasi Dan Variasi Intraspesies

1. Konsep Spesiasi
Spesiasi merupakan proses pembentukan spesies baru. Ada beberapa pendapat
mengenai proses spesiasi. Ada pendapat menyatakan bahwa proses spesiasi hanya
terjadi pada masa lampau dan tidak terjadi lagi pada masa kini, sedangkan pendapat
lain menyatakan bahwa spesiasi masih berlangsung hingga kini. Untuk memahami
proses spesiasi, perlu diingat bahwa keadaan muka bumi pada masa lampau tidak
sama dengan saat ini. Permukaan bumi yang semula panas menjadi dingin, daratan
mulai terbentuk, dengan demikian terdapatlah habitat baru. Terbentuknya tumbuh-
tumbuhan, hutan, padang rumput secara tidak simultan, dan terjadi di sejumlah
tempat sehingga meyebabkan timbulnya habitat baru yang sebelumnya tidak ada.
Kondisi iklim pada masa lalu juga berubah-ubah.Peristiwa glasiasi, letusan gunung
berapi, terbentuknya daratan menyebabkan muka bumi mengalami evolusi yang
besar (Waluyo, 2005). Evolusi molekuler meliputi: evolusi makromolekul dan 2)
rekonstruksi sejarah evolusi gen dan organisme. Pada organisme tingkat tinggi,
kajian asal-usul organisme sangat diuntungkan oleh keberadaan mitokondria dan
kloroplas karenad alam kedua organela seluler tersebut diketahui adanya DNA yang
berbeda dengan DNA kromosom.Selain itu telah terbukti bahwa DNA mitokondria
hanya berasal dari ibu.Untuk inilah telah asal-usul manusia, hewan dan tumbuhan
tingkat tinggi banyak dilakukan dengan melakukan analisis DNA mitokondria
dengan pendekatan secara molekuler. Spesiasi membahas tentang transisi
mikroevolusi ke makroevolusi. Proses mikroevolusi yang terjadi pada populasi, yaitu
seleksi alam, perubahan frekuensi gen, pemeliharaan variasi genetik, ekspresi khusus
dari variasi gen, evolusi dari kelamin, sejarah hidup dan alokasi seksual, seleksi
seksual, dan konflik genetik. Jembatan antara mikro dan makroevolusi adalah
spesiasi, yang bertanggung jawab terhadap keanekaragaman kehidupan (Stearns and
Hoekstra, 2003). Spesiasi merupakan proses pembentukan spesies baru dan berbeda
dari spesies sebelumnya melalui proses perkembangbiakan natural dalam kerangka
evolusi Kehidupan terjadi di dalam kelompok. Para ahli taksonomi memakai segala
macam perbedaan, morfologi, tingkah laku dan genetik untuk mengidentifikasi
spesies. Mereka mempunyai masalah yang serius untuk memutuskan bagaimana
kelompok harus berbeda untuk mengklasifikasikannya ke dalam spesies yang
berbeda. Terkadang perbedaan ciri satu spesies dengan spesies lainnya dapat overlap.

2. Variasi Intraspesies ( Keanekaragaman Jenis)


Keanekaragaman jenis adalah variasi antar spesies dalam satu genus. Variasi yang
yang terjadi pada tingkat individu sebagai akibat pengaruh keanekaragaman gen gen
yang membentuk genotip individu individu tersebut.
Keanekaragaman jenis meliputi semua spesies di bumi, termasuk bakteri dan protista
serta spesies dari kingdom bersel banyak. Pada awalnya makhluk hidup didunia
dibagi menjadi 2 kelompok yaitu animallia dan plantae. Setelah itu dibagi menjadi 5
kingdom yaitu Animalia, Plantae, Fungi, Protista dan Monera yang selanjutnya ada
pembagian menjadi 3 domain yaitu Archaea, Eucarya, dan Bacteria. Contoh
keanekaragaman jenis adalah variasi pada tumbuhan anggota genus/marga tertentu.
Pembagian makhluk hidup tersebut menunjukan bahwa makhluk hidup tersebut
menunjukan bahwa makhluk hidup didunia memiliki keanekaragaman jenis yang
tinggi sehingga perlu dikelompok-kelompokan.
Keanekaragaman tingkat jenis mudah diamati karena perbedaan mencolok. Misalnya
variasi antara kelapa, siwalan, lontar, aren dan pinang. Meskipun mereka merupakan
satu kelompok tumbuhan palem-paleman, namun masing-masing memiliki fisik
yang berbeeda dan hidup di tempat yang berbeda. Misalnya kelapa tumbuh di pantai,
dan aren tumbuh di pegunungan basah. Contoh lain variasi antara kucing dan
harimau. Kucing dan harimau teramasuk dalam satu kelompok kucing. Meskipun
demikian antara kucing dan harimau terdapat perbedaan fisik, tingkah laku, dan
habitat. Keanekaragaman tingkat jenis menunjukkan adanya variasi bentuk,
penampakan, dan frekuensi gen.

B. Spesiasi (Pembentukan Spesies Baru)

1. Pengertian Spesiasi
Spesiasi merupakan kejadian perpisahan garis keturunan yang menghasilkan dua
spesies berbeda yang mempunyai satu populasi leluhur bersama. Menurut Kimball
(1983), bahwa spesiasi adalah pembentukan satu atau lebih spesies turunan dari satu
spesies moyang. Spesiasi dianggap selesai, jika kedua spesies baru tersebut tidak
mampu lagi melakukan kawin silang, dan begitu seterusnya. Dapat diambil
kesimpulan bahwa semua makhluk hidup yang ada berasal dan berkembang dari
moyang yang sama, yaitu dari bentuk hidup tunggal yang pertama (bersel satu),
seperti: Virus/Bakteri ampai yang bersel banyak, seperti : ikan, amphibia, reptilia,
mamalia rendah, mamalia tinggi, dst.
Syarat terjadinya spesiasi yaitu :
a. Perubahan lingkungan
Perubahan-perubahan evolusi yang terjadi disebabkan oleh perubahan frekuensi
suatu alel tertentu karena adanya kondisi lingkungan tertentu. Adanya bencana
alam, misalnya glasisi, vulkanisme atau akibat pergeseran benua dan proses-
proses lainnya menyebabkan perubahan global yang menyebabkan timbulnya
kepunahan masal di muka bumi. Kepunahan masal akan menimbulkan relung-
relung tersebut baru terisi. Apabila tidak ada relung yang kosong, tidak ada
tempat bagi suatu spesies untuk mengalami proses spesiasi.
b. Adanya relung (niche) yang kosong
Relung adalah tempat hidup dan berinteraksinya suatu organisme. Suatu spesies
akan menempati relung tertentu. Suatu relung pada umumnya hanya dapat
ditempati satu jenis saja. Kalau relung tersebut kosong berarti relung tersebut
tidak ditempati oleh organisme. Oleh karena itu, banyak organisme akan berusaha
menempati relung tersebut.
c. Adanya keanekaragaman suatu kelompok organisme
Akan selalu ada organisme yang mencoba untuk mengisi relung yang kosong.
Keberhasilan suatu organisme mengisi relung tersebut ditentukan oleh berapa
besar kecocokan organisme tersebut dibandingkan dengan persyaratan dari relung
yang kosong itu. Kalau ada suatu organisme yang memiliki keanekaragaman yang
tinggi, maka akan ada banyak sekali variasi anatr individu. Keanekaragaman yang
sebelumnya tidak dapat berkembang dengan baik karena adanya saingan atau
predator, kini merupakan peluang bagi organisme tersebut karena pesang atau
predator tersebut telah musnah. Dengan demikian, hanya ada organisme yang
cocok karena ada sejumlah individu mempunyai keanekaragamn yang sama
dengan relung yang ditinggalkan dapat mengisi relung tersebut.

2. Mekanisme Spesiasi
Mekanisme isolasi merupakan proses pembentukan individu baru dengan batasan-
batas tertentu. Faktor-faktor yang menjadi pembatas adalah habitat yang berbeda,
iklim yang berbeda, gunung yang tinggi, pematangan sel kelamin yang tidak
bersama.
Mekanisme isolasi sangat berperan dalam proses terjadinya suatu pembentukan
spesies baru (spesiasi). Hanya dengan mekanisme isolasi, maka proses seleksi
alamiah atau mungkin penyimpangan genetik dapat menghasilkan suatu pergeseran
yang jelas dari frekuensi gen tipe parental (Kimball, 1983).
Mekanisme isolasi yang mempengaruhi terjadinya suatu proses spesiasi antara lain :
a. Isolasi Geografi
Hampir semua para ahli biologi berpendapat bahwa sebagian besar faktor yang
mencegah persilangan adalah pemisahan secara geografis. Kalau sistem populasi
yang semula continue dipisahkan oleh sebab-sebab geografis yang menyebabkan
hambatan bagi penyebaran spesies, maka sistem populasi yang terpisah ini tidak
mungkin memepertukarkan susunan gen mereka dan sistem evolusi mereka
selanjutnya akan terpisah. Di dalam waktu yang cukup lama, kedua sistem
populasi yang terpisah itu semakin berbeda sebab masing-masing menjalani
evolusi dengan caranya masing-masing. Isolasi geografi mempengaruhi terjadinya
spesiasi, yaitu :
1) Spesiasi simpatrik ialah suatu pembentukkan spesies baru pada daerah geografi
yang sama dengan spesies lain yang sekerabat.spesiasi terjadi karena aspek
genetik, morfologi, tingkah laku, fisiologi dan lain-lain. Contohnya populasi
Mus musculus domesticus (mencit) di Eropa Barat (terutama Swiss dan Italia)
memiliki sejumlah populasi kecil yang tidak interfertilisasi dengan populasi di
sebelahnya walaupun penyebarannya sangat luas di Eropa Barat.

Gambar 4.1. (a) Proses spesiasi simpatri yang terjadi dalam area
geografi yang sama, yaitu pada (b) Mus musculus domesticus.

2) Spesiasi tidak simpatrik ialah suatu pembentukkan spesies baru pada daerah
geografi yang berbeda dengan spesies lain yang sekerabat. Proses ini dapat
dibagi menjadi tiga bagian, yaitu spesiasi alopatrik, parapatrik, dan peripatrik.
 Spesiasi alopatrik : Terjadi pada populasi yang awalnya terisolasi secara
geografis, misalnya melalui fragmentasi habitat atau migrasi. Seleksi di
bawah kondisi demikian dapat menghasilkan perubahan yang sangat cepat
pada penampilan dan perilaku organisme. Karena seleksi dan hanyutan
bekerja secara bebas pada populasi yang terisolasi, pemisahan pada
akhirnya akan menghasilkan organisme yang tidak akan dapat berkawin
campur (lihat gambar 4.2.). Contohnya monyet Sulawesi, Macaca
brunnescens (yang hidup di pulau Muna dan pulau Buton) dianggap jenis
berbeda dari Macaca ochreata (yang hidup di Sulawesi Tenggara) karena
terpisah secara geografi (lihat gambar 4.3.).

Gambar 4.3. (a) Macaca brunnescens


dan (b) Macaca ochreata merupakan 2
Gambar. 4.2. Proses spesies berbeda yang terbentuk akibat
spesiasi alopatrik. spesiasi.

 Spesiasi peripatrik : Terjadi ketika sebagian kecil populasi organisme


menjadi terisolasi dalam sebuah lingkungan yang baru. Ini berbeda dengan
spesiasi alopatrik dalam hal ukuran populasi yang lebih kecil dari populasi
tetua. Dalam hal ini, efek pendiri menyebabkan spesiasi cepat melalui
hanyutan genetika yang cepat dan seleksi terhadap lungkang gen yang kecil.
Contohnya ular tambak, Cerberus rynchops memiliki penyebaran yang
sangat luas mulai dari India, Indo-Cina, hingga maluku dan Nusa Tenggara.

Gambar 4.4. (a) Proses spesiasi


peripatrik pada (b) Cerberus rynchops.

 Spesiasi parapatrik : Spesiasi ini mirip dengan spesiasi peripatrik dalam hal
ukuran populasi kecil yang masuk ke habitat yang baru, namun berbeda
dalam hal tidak adanya pemisahan secara fisik antara dua populasi. Spesiasi
ini dihasilkan dari evolusi mekanisme yang mengurangi aliran genetika
antara dua populasi. Contoh Macaca nigra dengan M. nigrescens dianggap
sebagai 2 spesies berbeda karena keduanya terpisah oleh suatu zona hibrid
di Sulawesi Utara (lihat gambar 4.5.).

Gambar 4.5. (a) Proses spesiasi parapatrik (b)


Macaca nigra dan (c) Macac nigrescens.

b. Isolasi Reproduksi
Mula mula, isolasi reproduksi hanyalah faktor geografis isolasi dengan pemisahan
secara fisik dan sebenarnya populasi ini masih mempunyai potensi untuk
mengadakan interbreeding. Menurut konsep spesies yang baru, mereka masih
termasuk dalam satu spesies. Kemudian mereka dapat menjadi begitu berbeda
secara genetik sehingga ”gene flow” yang efektif tidak dapat berlangsung lagi
seandainya mereka bercampur kembali. Kalau titik pemisahan itu telah tercapai,
maka kedua populasi itu telah menjadi dua spesies yang terpisah (Hamid, 2009).
Isolasi reproduksi terjadi karena perbedaan dalam keberhasilan terjadinya
pembuahan atau prakawin dan keberhasilan suatu perkawinan atau pascakawin.

1) Isolasi sebelum perkawinan


Isolasi sebelum perkawinan menghalangi perkawinan antara spesies atau
merintangi pembuahan telur jika anggota-anggota spesies yang berbeda
berusaha untuk saling mengawini. Isolasi ini terdiri dari :

a) Isolasi Ekologi (ecological)


Dua sistem yang mula-mula dipisahkan oleh penghambat luar (eksternal
barrier), suatu ketika mempunyai karakteristik yang khusus untuk berbagai
keadaan lingkungan meskipun penghambat luar tersebut dihilangkan,
keduanya tidak akan simpatrik. Setiap populasi tidak mampu hidup pada
tempat dimana populasi lain berada, mereka dapat mengalami perubahan
pada perbedaan-perbedaan genetik yang dapat tetap memisahkan mereka.
Setiap spesies beradaptasi dengan iklim setempat di dalam batas-batas
daerah sendiri dan iklim dari keduanya sangat berbeda, sehingga setiap
spesies tidak mungkin hidup di tempat spesies yang lain. Jadi, disini
terdapat perbedaan-perbedaan genetik yang mencegah gene flow diantara
spesies pada keadaan yang alami. Contohnya pada pohon jenis Platanus
occidentalis yang terdapat di bagian timur Amerika Serikat dan Platanus
orientalis yang terdapat di timur Laut Tengah, kedua spesies ini dapat
disilangkan dan menghasilkan hibrid yang kuat dan fertil. Kedua spesies ini
terpisah tempat yang berbeda dan fertilisasi alami tidak mungkin terjadi
(Waluyo, 2005).
b) Isolasi Tingkah laku (Behavioral)
Tingkah laku berperan sangat penting dalam hal courtship (percumbuan) dan
perkawinan (mating). Tingkah laku juga berperan pada perkawinan acak
antar spesies yang berbeda sehingga perkawinan mendapat hambatan oleh
terjadinya inkompatibilitas beberapa perilaku sebagai dasar bagi suksesnya
perkawinan tersebut. Contohnya pada hewan jantan spesies tertentu
memiliki pola perilaku yang spesifik dalam menarik, mendekati dan
mengawini pasangannya. Kegagalan perkawinan terjadi karena pasangan
merasa asing dengan pola perilaku yang ditunjukkan oleh pasangannya
sehingga terjadi penolakan. Selain sekuen perilaku yang spesifik seperti
yang ditunjukkan oleh burung bower di mana hewan jantan harus
mempersiapkan pelaminan yang penuh dengan aksesoris tertentu agar
burung betina mau dikawini.  Isolasi perilaku sangat tergantung pada
produksi dan penerimaan stimulus oleh pasangan dari dua jenis kelamin
yang berbeda. Jenis stimulus yang dominan untuk mensukseskan
perkawinan, stimulus tersebut diantaranya adalah:
 Stimulus visual: Bentuk, warna, dan karakter morfologi lain dapat
mempengaruhi stimulus visual. Beberapa hewan seperti kelompok ikan,
burung, dan insekta menunjukkan bahwa stimulus visual dominan
mempengaruhi ketertarikan pasangan seksualnya. Contohnya pada bebek
liar Amerika Serikat yang simpatrik mempunyai courtship display yang
baik dan disertai dengan warna yang mencolok pada bebek jantan.
Fungsinya adalah untuk memperkecil kesempatan bebek betina memilih
pasangan yang salah (Waluyo, 2005).
 Stimulus adaptif: Bunyi nyanyian atau suara lain yang spesifik berfungsi
sebagai alat komunikasi antar jenis kelamin yang mengarah pada proses
terjadinya perkawinan intra maupun interspesies. Suara-suara yang
dikeluarkan oleh insekta, reptilia, burung, dan mamalia banyak yang
spesifik untuk tiap spesies.
 Stimulus kimia/feromon: Parris (1999) menyatakan bahwa feromon
merupakan signal kimia yang bersifat intraspesifik yang penting dan
digunakan untuk menarik dan membedakan pasangannya, bahkan
feromon dapat bertindak sebagai tanda bahaya. Molekul ini spesifik pada
individu betina yang dapat merangsang individu jantan dan atau
sebaliknya sebagai molekul spesifik yang dihasilkan oleh individu betina
untuk menolak individu jantan. Misalnya pada Drosophila melanogaster
feromon mempunyai pengaruh pada tingkah laku perkawinan, di mana
dengan adanya feromon yang dilepaskan oleh individu betina membuat
individu jantan melakuakn aktivitas sebagai wujud responnya  terhadap
adanya feromon tersebut.
c) Isolasi Sementara (temporal)
Dua spesies yang kawin pada waktu yang berbeda (hari, musim, atau
tahun), gametnya tidak akan pernah mencampur. Misalnya hewan singung
berbintik (Spilogale gracilis) yang sangat mirip dengan S. putorius ini tidak
akan saling mengawini karena S. gracilis kawin pada akhir musim panas dan
S. putorius kawin pada akhir musim dingin. Hal yang sama juga terjadi pada
3 spesies dari genus anggrek Dendrobium yang hidup di musim tropis basah
yang sama tidak terhibridisasi, karena ketige spesies ini berbunga pada hari
yang berbeda.
d) Isolasi Mekanik (mechanical)
Apabila perbedaan struktural diantara dua populasi yang sangat  berdekatan
menyebabkan terhalangnya perkawinan antar spesies, maka diantara kedua
populasi tersebut tidak terjadi gene flow (Waluyo, 2005). Isolasi mekanik
ditunjukkan oleh inkompatibilitas alat reproduksi antara dua spesies yang
berbeda sehingga pada saat terjadinya perkawinan salah satu pasangannya
menderita. Mekanisme ini sebagaimana terlihat pada Molusca sub-famili
Polygyrinae, struktur genetalianya menghalangi terjadinya perkawinan
spesies dalam sub-famili yang sama. Pada tumbuhan isolasi ini terlihat pada
tanaman sage hitam yang memiliki bunga kecil yang hanya dapat diserbuki
oelh lebah kecil. Berbeda dengan tanaman sage putih yang memiliki
struktur bunga yang besar yang hanya dapat diserbuki oleh lebah yang
besar.
e) Isolasi Gametis (gametic)
Isolasi gamet menghalangi terjadinya fertilisasi akibat susunan kimiawi dan
molekul yang berbeda antara dua sel gamet, seperti spermatozoa yang
mengalami kerusakan di daerah traktus genital organ betina karena adanya
reaksi antigenik, menjadi immobilitas, dan mengalami kematian sebelum
mencapai  atau bertemu sel telur. Contohnya pada persilangan Drosophila
virilis dan D. americana, sperma segera berhenti bergerak pada saat sampai
pada alat kelamin betina, atau bila tidak rusak maka sperma akan
mengalami kematian. gambaran lain juga yang terjadi pada ikan, di mana
telur ikan yang dikeluarkan dari air tidak akan dibuahi oleh sperma dari
spesies lain karena selaput sel telurnya mengandung protein tertentu yang
hanya dapat mengikat molekul sel sperma dari spesies yang sama.

2) Isolasi setelah perkawinan


Hal ini terjadi jika sel sperma dari satu spesies membuahi ovum dari spesies
yang lain, maka barier postzigot akan mencegah zigot hibrida itu untuk
berkembang menjadi organisme dewasa yang bertahan hidup dan fertil.
Mekanisme ini dapat terjadi melalui:

a) Kematian zigot (zygotic mortality)


Sel telur yang telah dibuahi oleh sperma spesies lain (zigot hibrid)
seringkali tidak mengalami perkembangan regular pada setiap stadianya,
sehingga zigot tersebut mengalami abnormalitas dan tidak mencapai
tahapan maturitas yang baik atau mengalami kematian pada stadia awal
perkembangannya. Di antara banyak spesies katak yang termasuk dalam
genus Rana, beberapa diantaranya hidup pada daerah dan habitat yang sama,
dan kadang-kadang mereka bisa berhibridisasi. Akan tetapi keturunan yang
dihasilkan umumnya tidak menyelesaikan perkembangannya dan akan
mengalami kematian.
b) Perusakan  hibrid (hybrid breakdown)
Pada beberapa kasus ketika spesies berbeda melakuakn kawin silang,
keturunan hibrid generasi pertama dapat bertahan hidup dan fertil, tetapi
ketika hibrid tersebut kawin satu sama lain atau dengan spesies induknya,
keturunan generasi berikutnya akan menjadi lemah dan mandul. Sebagai
contoh, spesies kapas yang berbeda dapat menghasilkan keturunan hibrid
yang fertil, tetapi kerusakan terjadi pada generasi berikutnya ketika
keturunan hibrid itu mati pada saat berbentuk biji atau tumbuh menjadi
tumbuhan yang cacat dan lemah.
c) Sterilitas hibrid
Hibridisasi pada beberapa spesies dapat menghasilkan keturunan yang sehat
dan hidup normal akan tetapi hibrid tersebut mengalami sterilitas.
Terjadinya sterilitas ini disebabkan oleh inkompatibilitas genetik yang nyata
sehingga tidak dapat menurunkan keturunannya. Contoh hibrid yang steril
antara lain: mule (hibrid antara keledai dan kuda), cama (hibrid antara onta
dan ilama), tiglon (hibrid anatara macan dan singa), zebroid (hibrid antara
zebra dan kuda).

C. Rekonstruksi Filogenetik
Ketika sejarah evolusi yang benar tidak diketahui, berbagai tes dapat digunakan
untuk menilai hasil dari metode rekonstruksi filogenetik. Semua metode rekonstruksi
filogenetik akan menampilkan sebuah pohon atau beberapa pohon pilih. Ada kemungkinan
bahwa pohon tersebut menunjukkan semua data yang mendasari sempurna, atau mereka
hanya bisa menjadi rata-rata beberapa dataset yang saling bertentangan. Pohon filogenetik
yang dihasilkan dari data tersebut mungkin tidak mewakili sejarah baik setengah kiri atau
kanan setengah baik. Pada bagian berikut kita akan membahas beberapa pendekatan umum
yang digunakan untuk menilai seberapa baik pohon-pohon tertentu mewakili data yang
mendasari. Diantaranya :

1. Bootstrap
Salah satu pendekatan untuk menilai seberapa baik sebuah pohon mewakili semua
data ini adalah untuk resample data berulang-ulang dan reperform analisis
filogenetik untuk melihat seberapa sering hasil yang sama diperoleh dari ini (dan
nonidentical). Data resampling menggunakan karakter (misalnya, kolom alignment)
adalah resampled dengan penggantian, atau dengan jackknifing yaitu karakter
resampled tanpa penggantian.

2. Metode Parsimoni
Metode parsimony adalah pendekatan untuk membandingkan pohon yang dihasilkan
berdasarkan semua karakter dengan pohon yang dihasilkan oleh analisis masing-
masing karakter secara terpisah.

3. Kongruensi
Untuk menilai kesimpulan filogenetik adalah yang satu dapat membandingkan
pohon-pohon yang dihasilkan dengan metode yang berbeda dan bertanya bagaimana
mereka serupa satu sama mereka lainnya (yaitu, satu dapat menguji kongruen).
Untuk mengukur kongruensi, orang bisa menentukan bagian mana dari pohon setuju
dengan satu sama lain dan bagian mana yang berbeda, atau orang bisa skor jumlah
perbedaan pohon percabangan.
Sebuah langkah kunci dalam rekonstruksi filogenetik adalah menentukan akar
pohon. Ini merupakan langkah penting karena berbagai alasan. Misalnya, untuk
menyimpulkan ciri-ciri leluhur untuk node pada pohon, penting untuk mengetahui
dimana akar pohon itu, yang pada gilirannya memungkinkan penilaian penuh arah
perubahan. Hal ini tidak mungkin dalam sebuah pohon cangkokan tanpa akar karena
node leluhur kemudian bisa ditempatkan di manapun di pohon. Rooting juga
memungkinkan seseorang untuk menentukan kelompok mana yang monofiletik
(yaitu, adalah terdiri dari nenek moyang terbaru dari semua anggota kelompok
ditambah semua keturunan dari nenek moyang, termasuk semua taksa lainnya).
D. Klasifikasi Dan Evolusi
Sistematika merupakan suatu pendekatan analisis terhadap keragaman makhluk hidup
dan hubungan evolusi antarorganisme. Adapun hubungan evolusi antarkelompok
organisme ini dikenal dengan filogeni. Sejak Darwin, sistematika memiliki tujuan selain
pengaturan kelompok makhluk hidup secara sederhana, yaitu untuk membuat klasifikasi
yang mencerminkan hubungan evolusi antarmakhluk hidup. Oleh karena itu, dibuat suatu
sistem klasifikasi yang memperlihatkan hubungan evolusi antarmakhluk hidup. Perhatikan
gambar hubungan evolusi dan klasifikasi berikut ini.

Gambar 4.6. Sebuah pohon filogenetik pada Ordo Carnivora.


 Pohon filogenetik ini memperlihatkan hubungan antara klasifikasi
dan filogeni

Klasifikasi tersebut telah beberapa kali mengalami perubahan mulai dari penamaan
spesies, pengelompokkan genus, familia, filum, bahkan perubahan tingkat kingdom.
Selama beberapa tahun, banyak rancangan yang telah diajukan untuk mengklasifikasikan
makhluk hidup ke dalam kingdom. Mulai dari klasifikasi dua kingdom hingga klasifikasi
lima kingdom yang diajukan Robert H. hittaker pada 1969.
Para ilmuwan biasanya menggunakan pohon filogenetik untuk menggambarkan
hipotesis tentang sejarah evolusi spesies seperti Gambar diatas. Diagram bercabang ini
memperlihatkan hierarki klasifikasi kelompok makhluk hidup ke dalam kelompok yang
lebih kecil.
Perlu diingat bahwa pola klasifikasi yang dibuat bukanlah pengelompokkan secara
alami, melainkan buatan manusia. Klasifikasi dibuat manusia berdasarkan perbedaan dan
persamaan morfologi, fisiologi, cara reproduksi, dan ciri lainnya. Pada akhir abad ke-20,
perkembangan Biologi Molekular mencapai kemajuan yang cukup baik. Para ilmuwan
telah dapat membedakan dan membandingkan spesies serta kedekatan secara evolusi
melalui pendekatan molekular. Pada tingkat molekular, kedekatan antara dua spesies
sesuai dengan akumulasi perbedaan genom kedua spesies tersebut.
Semakin dekat kekerabatan antara dua spesies, semakin mirip urutan DNA yang
dimiliki keduanya sehingga biologi molekular dianggap sebagai alat yang tepat untuk
sistematika. Oleh karena itu, muncul sistematika molekular yang membandingkan asam
nukleat dan molekul lain untuk menduga kekerabatan dan sejarah evolusi.

Gambar 4.7. (a) Seorang Ilmuwan sedang membandingkan hasil


pengurutan DNA. (b) Hasil pengurutan DNA.

Sistem klasifikasi lima kingdom merupakan salah satu usaha manusia untuk
mengelompokkan keanekaragaman makhluk hidup ke dalam sebuah pola yang baik dan
mencerminkan sejarah evolusi. 
Pada akhir dekade, penelitian molekular menemukan berbagai kejanggalan dalam
sistem lima kingdom dan para ilmuwan telah mengajukan berbagai klasifikasi baru, mulai
dari klasifikasi 6 kingdom hingga belasan kingdom. Perdebatan terjadi hingga akhirnya
dicapai persetujuan bersama bahwa kingdom kehidupan dapat dikelompokkan dalam tiga
kelompok klasifikasi yang lebih tinggi, disebut domain (Campbell, 2006: 310).
Klasifikasi tiga domain diajukan oleh Carl oese pada 1990 yang menekankan
pembagian prokariot menjadi dua kelompok yang awalnya disebut Eubacteria dan
Archaebacteria. Bukti molekular dan seluler mengindikasikan bahwa dua keturunan
prokariot (Bacteria dan Archaebacteria) berevolusi secara terpisah pada awal evolusi
kehidupan. Bukti molekular juga mengindikasikan Archaebacteria memiliki kekerabatan
lebih dekat dengan eukariot.
Akhirnya, terbentuklah tiga domain kehidupan, yaitu Bacteria, Archaea, dan Eukarya,
perhatikan gambar berikut.
Gambar. 4.8. Klasifikasi 3 domain

Hingga kini, klasifikasi tiga domain sedang dikembangkan bersamasama oleh para
ilmuwan. Para ilmuwan bekerjasama mengidentifikasi setiap spesies melalui metode
molekular untuk mengungkap jejak sejarah Evolusi kehidupan.
ADAPTASI DAN SELEKSI ALAM

Selama kehidupan masih tetap berlangsung, kejadian-kejadian alam akan terus


menyertai aktifitas kehidupan setiap organisme yang ada didunia. Setiap saat berlagsung
peristiwa ala m yang erat hubungannya dengan kelangsungan hidup organisme yang ada di
dalmnya, seperti banjir, gunungmeletus, wabah penyakit, tanah longsor, badai, angin
topan, gempa bumi dan sebagainya. Keadaan ini dapat diartikan bahwa alam telah
melakukan seleksi terhadap organisme yang ada di dalamnya. Apabila organisme tersebut
mampu beradaptasi, maka organisme tersebut akan dapat bertahan hidup, tetapi bagi
organisme yang tidak mampu beradaptasi akan mati dan akhirnya punah.

A. Seleksi Alam

1. Pengertian Seleksi Alam


Seleksi alam yang dimaksud dalam teori evolusi adalah teori bahwa makhluk hidup
yang tidak mampu beradaptasi dengan lingkungannya lama kelamaan akan punah.
Yang tertinggal hanyalah mereka yang mampu beradaptasi dengan lingkungannya.
Dan sesama makhluk hidup akan saling bersaing untuk mempertahankan hidupnya.
Teori seleksi alam bersandar pada tiga prinsip utama :
a. Pada setiap generasi dihasilkan keturunan yang jumlahnya banyak, lebih banyak
daripada yang dapat didukung oleh sumber-sumber terbatas (makanan, air, tempat
teduh dan pasangan kawin)
b. Terdapat variasi yang dapat diwariskan dalam populasi keturunan yang terlalu
besar.
c. Terjadi kompetisi demi kesintasan, yang menyebabkan varian-varian yang
teradaptasi dengan lebih baik terhadap lingkungan tertentulah yang akan berhasil
dan menghasilkan keturunan yang mewarisi sifat-sifat adaptif tersebut.

2. Macam-Macam Seleksi Alam


Di alam ini terjadi 3 macam seleksi, yaitu seleksi terarah, seleksi stabilisasi, dan
seleksi disruktif.
Gambar diatas menunjukkan bahwa ada tiga cara seleksi alamiah yang dapat
mengubah distribusi fenotipe populasi. Pada setiap kasus, sumbu X merupakan
kisaran variasi sifat yang dipertimbangkan sedangkan sumbu Y merupakan kisaran
jumlah individu dalam populasi di tempat tersebut.
Grafik sebelah kiri menunjukkan seleksi penstabilan bekerja melawan individu yang
ekstrim dari sifat yang terseleksi. Polimorfisme berimbang merupakan salah satu
contoh seleksi penstabilan. Grafik tengah menunjukkan seleksi berarah
menguntungkan fenotipe pada satu ujung kisaran tersebut, sehingga menimbulkan
pergeseran bertahap dalam distribusi fenotipe pada populasi tadi. Grafik kanan
menunjukkan seleksi distruptif menguntungkan tipe ekstrim di ats tipe intermediate.
Hal ini dapat menyebabkan pemisahan populasi itu menjadi dua subpopulasi.

a. Seleksi terarah
Jika kondisi lingkungan berubah, terjadi tekanan seleksi terhadap suatu jenis yang
menyebabkan spesies tersebut beradaptasi pada kondisi baru. Didalam populasi,
akan ada range atau rentang individu yang berdasarkan dengan salah satu
karakter.
Suatu populasi mungkin dapat berada dalam keadaan dimana individu-individu
yang menempati satu ekstrim dari kisaran fenotip lebih disukai daripada yang
lain-lain. Hal ini terjadi akibat perubahan pada lingkungan fisiknya. Polusi udara
yang disebabkan oleh revolusi industri di Britania Raya berakibat evolusi
populasi berwarna lebih gelap pada banyak sekali spesies ngengat-melanisme
industri. Pergeseran fenotip ini biasa disebut penggantian ciri. Ini adalah akibat
dari seleksi berarah. Jadi seleksi berarah adalah kekuatan dinamis yang
menyebabkan perubahan progressif dalm genotip dan oleh karena itu perubahan
evolusioner.

b. Seleksi Stabilisasi
Seleksi ini terjadi pada semua populasi dan cenderung memperkecil keekstriman
atau penonjolan didalam kelompok. Dalam hal ini, hal tersebut mengurangi
kemampuan menghasilkan variasi dalam suatu populasi, dengan demikian
mengurangi pula kesempatan mengalami perubahan evolusi.
Seleksi alamiah sering bekerja untuk menyingkirkan individu dari kedua fenotip
ekstrim tersebut,di samping meningkatkan keberhasilan reproduksi fenotip yang
mendekati nilai rata-rata. Dalam hal yang demikian, seleksi alamiah merupakan
kekuatan yang bekerja untuk memelihara suatu keadaan tetap pada saat tertentu.
Misalnya, ekor panjang dan ekor pendek itu keduanya tidak menguntungkan bagi
tikus. Faktor-faktor yang mungkin melibatkan seperti halnya daya tarik pada
lawan jenis, kemudahan gerak, kerugian karena pemangsa. Pada manusia
misalnya, insiden mortalitas bayi itu lebih tinggi baik pada bayi dengan bobot
sangat berat maupun dengan bobot yang sangat ringan. Jadi bayi dengan bobot
rata-rata pada waktu lahir terseleksi,dan yang bobotnya pada kedua ekstrim itu
tersingkir. Polimorfisme berimbang yang terjadi karena kemampuan superior
heterozigot merupakan contoh yang lain (Swara, 2013).

c. Seleksi Disruktif
Meskipun jenis seleksi ini kurang umum, namun bentuk seleksi ini penting dalam
mencapai perubahan evolusi. Seleksi distruktif dapat terjadi jika factor – factor
lingkungan mengambil sejumlah bentuk yang terpisah.
Tampaknya ada keadaan tertentu dimana individu pada kedua ekstrim dar kisaran
fenotipnya lebih sesuai dari pada yang terdapat di tengah-tengah. Hal ini
dinamakan seleksi disruptif atau seleksi terganggu. Arti penting evulisionermya
terdapat pada kenyataan bahwa seleksi disruptif itu dapat menimbulkan
terpecahnya lungkang (pool) gen tungal menjadi dua lungkang gen yang berbeda.
Hal ini dapat merupakan suatu cara pembentukan spesies baru.
Residu dari operasi pertambahan sering kali mengandung ion metal toksik dalam
konsentrasi sangat tinggi, sehingga sebagian besar tumbuhan tak dapat tumbuhan
ditempat tersebut. Akan tetapi, beberapa spesies yang kuat, misalnya rumput
tertentu, mampu mentebar dari tanah sekitarnya yang tak terkontaminasi sampai
diatas timbunan limbah tersebut. Pemeriksaan pada tumbuhan ini memperlihatkan
bahwa mereka telah mengembangkan daya tahan yang tinggi terhadap ion-ion
toksik, disamping itu pada saat yang sama mengembangkan pula
kekurangmampuan tumbuh pada tanah yang tak terkontaminasi. Karena
penyerbukan pada rumput terjadi oleh angin, maka terjadi persilangan antara
populasi yang resisten dan tak resisten, namun akhirnya terjadi seleksi disruptif.
Laju kematian yang lebih tinggi pada tumbuhan yang kurang resisten yang
tumbuh pada tanah yang terkontaminasi, dibandingkan dengan laju kematian yang
lebih tinggi pada tumbuhan yang lebih resisten yang tumbuh pada tanah yang tak
terkontaminasi, menyebabkan divergensi meningkat dan populasinya terbagi
menjadi dua sub populasi dengan perwujudan ekstrim sifat ini.

3. Variasi Populasi
Selain variasi dalam struktur internal, suatu populasi dapat pula mempunyai variasi.
Beberapa variasi yang umum kita kenal selain subspecies adalah ekotip, ekofenotip
dan interaksi.

a. Ekotip
Kata “Ekotipe” pertama kali diusulkan oleh seorang ahli ekolog bangsa Swedia
bersama Turesson (1922). Beliau mengadakan percobaan terhadap beberapa
spesies tanaman yang ditanam pada berbagai keadaan lingkungan yang berbeda.
Ternyata masing-masing spesies yang sama akan memperlihatkan sifat-sifat
morfologis yang berbeda sehubungan dengan adanya perbedaan  lingkungan
(Wilsie, 1962).
Definisi lain dikemukakan oleh Sterbbins (cit. Odum, 1961; Wilsie, 1962) yang
menyatakan bahwa ekotipe adalah kumpulan organisme yang mempunyai
susunan genotipe sama, baik heterozygot maupun homozygot dan beradaptasi
pada niche tertentu.
Anggota suatu kelompok organisme dengan susunan genotipe yang sama dalam
pembicaraan ekologi disebut biotipe dan niche adalah tempat suatu organisme
berfungsi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Odum, 1961). 
Sifat Karakteristik Ekotipe
 Ekotipe spesies selalu interfertil
 Dapat mempertahankan keistimewaan asalnya bila ditanam dalam habitat lain
 Ekotipe didasarkan sifat-sifat genetis
 Suatu spesies dengan ekologi yang luas dibedakan atas dasar sifat-sifat
morfologis, fisio-logis dalam habitat yang berbeda
 Dapat terjadi dalam tipe habitat yang jelas
 Ekotipe benar-benar mempunyai ciri khas dengan perbedaan sebagian ekotipe
yang lain

Pembentukan Ekotipe Baru


Ekotipe baru dapat dihasilkan melalui metode:
1) Hibridisasi
Ini dihasilkan oleh persilangan alami dari Spartia stricta dengan S. alterriflora,
hibrid yang baru S. townsendii, hasil persilangan kedua induk dari habitat
alami.
2) Mutasi
Hibrid-hibrid baru juga dapat dihasilkan dari mutasi alami dan rekombinasi,
gen pool kecil mengumpul dalam jumlah populasi yang lebih baik adaptasinya.
Dalam habitat atau lingkungan yang istimewa (khusus) beberapa ekotipe baru
timbul karena penanaman (pengolahan) atau dijaga adanya seleksi kompetisi.
3) Pertukaran kromosome (Chromosonal changes)
Hilangnya atau penambahan segmen kromosome menghasilkan pertukaran
genotipe diikuti oleh pertukaran fenotipe hasil dari pembentukan ekotipe baru
karena  poliploid-poliploid hampir tidak menunjukkan toleransi ekologi seperti
induknya.

Macam-macam Ekotipe
Menurut macam-macam kondisi lingkungan, ekotipe dibagi:
1) Klimatik ekotipe yaitu ekotipe yang terjadi akibat pengaruh faktor-faktor iklim
seperti cahaya, temperatur, air dan angin. Turesson (1930) telah menyelidiki
klimatik ekotipe misalnya: Leontodon auntumnalis.
2) Edhaphik ekotipe ialah ekotipe yang terjadi akibat perbedaan tipe dan reaksi
tanah atau faktor-faktor tanah seperti kelembaban tanah, kelebihan atau
kekurangan nutrien dan sebagainya.
3) Klimatik adhapik ekotipe. Kadang-kadang ekotipe terjadi karena pengaruh
faktor iklim dan tanah disebut klimatik edhapik ekotipe. Pandey dan Jayan
(1970) mempelajari Cenchrus ciliaris.
4) Altitudinal dan latitudinal ekotipe adalah suatu eotipe yang terjadi akibat
perubahan tinggi tempat dan akibat perbedaan lintang seperti Cassia tora,
Anagalis arvensis, Pinusdan Gymnospermae lain.
5) Fisiologik ekotipe yaitu ekotipe yang terjadi akibat perubahan fisiologis seperti
penyinaran (photoperiode), absorbsi air, cyclus nutrien misalnya: Boutelona
curtipendula.

b. Ekofenotip
Ekofenotip suatu individu organisme dihasilkan dari genotipe dan pengaruh
lingkungan organisme tersebut. Variasi fenotipe yang substansial pada sebuah
populasi diakibatkan oleh perbedaan genotipenya. Sintesis evolusioner
modern mendefinisikan evolusi sebagai perubahan dari waktu ke waktu pada
variasi genetika ini. Frekuensi alel tertentu akan berfluktuasi, menjadi lebih
umum atau kurang umum relatif terhadap bentuk lain gen itu. Gaya dorong
evolusioner bekerja dengan mendorong perubahan pada frekuensi alel ini ke satu
arah atau lainnya. Variasi menghilang ketika sebuah alel mencapai titik fiksasi,
yakni ketika ia menghilang dari suatu populasi ataupun ia telah menggantikan
keseluruhan alel leluhur.

c. Interaksi
Pemikiran-pemikiran Geroge Herbert Mead mula-mula dipengaruhi oleh teori
evolusi Darwin yang menyatakan bahwa organisme terus-menerus terlibat dalam
usaha menyesuaikan diri dengan lingkungannya. George Herbert Mead
berpendapat bahwa manusia merupakan makhluk yang paling rasional dan
memiliki kesadaran akan dirinya. Di samping itu, George Herbert Mead juga
menerima pandangan Darwin yang menyatakan bahwa dorongan biologis
memberikan motivasi bagi perilaku atau tindakan manusia, dan dorongan-
dorongan tersebut mempunyai sifat sosial. Di samping itu, George Herbert Mead
juga sependapat dengan Darwin yang menyatakan bahwa komunikasi adalah
merupakan ekspresi dari perasaan George Herbert Mead juga dipengaruhi oleh
idealisme Hegel dan John Dewey. Gerakan adalah suatu perbuatan yang
dilakukan oleh seseorang dalam hubungannya dengan pihak lain. Sehubungan
dengan ini, George Herbert Mead berpendapat bahwa manusia mempunyai
kemampuan untuk menanggapi diri sendiri secara sadar, dan kemampuan tersebut
memerlukan daya pikir tertentu, khususnya daya pikir reflektif. Namun, ada
kalanya terjadi tindakan manusia dalam interaksi sosial munculnya reaksi secara
spontan dan seolah-olah tidak melalui pemikiran dan hal ini biasa terjadi pada
binatang.
Bahasa atau komunikasi melalui simbol-simbol adalah merupakan isyarat yang
mempunyai arti khusus yang muncul terhadap individu lain yang memiliki ide
yang sama dengan isyarat-isyarat dan simbol-simbol akan terjadi pemikiran.
Interaksi antar organisme
Semua makhluk hidup selalu bergantung kepada makhluk hidup yang lain. Tiap
individu akan selalu berhubungan dengan individu lain yang sejenis atau lain
jenis, baik individu dalam satu populasinya atau individu-individu dari populasi
lain. Interaksi demikian banyak kita lihat di sekitar kita. Interaksi antar organisme
dalam komunitas ada yang sangat erat dan ada yang kurang erat. Interaksi
antarorganisme dapat dikategorikan sebagai berikut.
1) Netral
Hubungan tidak saling mengganggu antarorganisme dalam habitat yang sama
yang bersifat tidak menguntungkan dan tidak merugikan kedua belah pihak,
disebut netral. Contohnya : antara capung dan sapi.
2) Predasi
Predasi adalah hubungan antara mangsa dan pemangsa (predator). Hubungan
ini sangat erat sebab tanpa mangsa, predator tak dapat hidup. Sebaliknya,
predator juga berfungsi sebagai pengontrol populasi mangsa. Contoh : Singa
dengan mangsanya, yaitu kijang, rusa,dan burung hantu dengan tikus.
3) Parasitisme
Parasitisme adalah hubungan antarorganisme yang berbeda spesies, bilasalah
satu organisme hidup pada organisme lain dan mengambil makanan dari
hospes/inangnya sehingga bersifat merugikan inangnya.
contoh : Plasmodium dengan manusia, Taeniasaginata dengan sapi, dan
benalu dengan pohon inang.
4) Komensalisme
Komensalisme merupakan hubunganantara dua organisme yang berbeda
spesies dalam bentuk kehidupan bersama untuk berbagi sumber makanan;
salah satu spesies diuntungkan dan spesies lainnya tidak dirugikan. Contohnya
anggrek dengan pohon yang ditumpanginya.
5) Mutualisme
Mutualisme adalah hubungan antara dua organisme yang berbeda spesies yang
saling menguntungkan kedua belah pihak. Contoh, bakteriRhizobium  yang
hidup pada bintil akar kacang-kacangan.
Interaksi Antarpopulasi
Antara populasi yang satu dengan populasi lain selalu terjadi interaksi secara
langsung atau tidak langsung dalam komunitasnya.Contoh interaksi antarpopulasi
adalah sebagai berikut. Alelopati merupakan interaksi antarpopulasi, bila populasi
yang satu menghasilkan zat yang dapat menghalangi tumbuhnya populasi lain.
Contohnya, di sekitar pohon walnut (juglans) jarang ditumbuhi tumbuhan lain
karena tumbuhan ini menghasilkan zat yang bersifat toksik. Pada mikroorganisme
istilah alelopati dikenal sebagaianabiosa.Contoh, jamur Penicillium sp. dapat
menghasilkan antibiotika yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri tertentu.
Kompetisi merupakan interaksi antarpopulasi, bila antarpopulasi terdapat
kepentingan yang sama sehingga terjadi persaingan untuk mendapatkan apa yang
diperlukan. Contoh, persaingan antara populasi kambing dengan populasi sapi di
padang rumput.

B. Adaptasi
Salah satu ciri makhluk hidup adalah mampu menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Kemampuan makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungannya disebut adaptasi. Adaptasi ini bertujuan untuk mempertahankan hidupnya.
Tiap jenis makhluk hidup memiliki cara-cara adaptasi yang berbeda terhadap
lingkungannya.
Organisme yang mampu beradaptasi terhadap lingkungannya mampu untuk :
 Memperoleh air, udara dan nutrisi (makanan).
 Mengatasi kondisi fisik lingkungan seperti temperatur, cahaya dan panas.
 Mempertahankan hidup dari musuh alaminya. bereproduksi.
 Merespon perubahan yang terjadi di sekitarnya.

Ada beberapa jenis adaptasi makhluk hidup, antara lain sebagai berikut :

1. Adaptasi Morfologi
Adaptasi morfologi adalah penyesuain pada organ tubuh yang desesuikan dengan
kebutuhan organism hidup. Misalnya seperti gigi singa yang runcing dan tajam untuk
mkan daging. Sedangkan gigi pada sapi sebagianya tidak runcing dan tajam karena
giginya lebih banyak dipakai untuk memotong rumput atau daun dan  mengunyah
makanan.
a. Adaptasi morfologi pada hewan
Contohnya kita bisa lihat pada bentuk paruh burung, yang bermacam-macam
yang disesuikan dengan jenis makanannya. Misalnya paruh burung elang
berfungsi untuk mengoyak daging mangsanya, burung kolibri paruhnya sesuai
untuk mengisap madu. Adaptasi morfologi dapat dilhat dari bentuk kakinya.
b. Adaptasi morfologi pada tumbuhan
Berdasrakan tempat hidupnya, penggolongan tumbuhan sebgai berikut :
 Xerofit, yaitu tumbuhan yang menyesuikan diri dengan lingkungannya yang
kering. Contoh: kaktus.
 Hidrofit, yaitu tumbuhan yang menyesuikan diri dengan lingkungan air.
Contoh : teratai
 Higrofit, yaitu tumbuhan yang menyesuikan diri dengan lingkungan lembab.
Contoh : tumbuhan paku dan lumut

2. Adaptasi Fisiologi
Adaptasi fisiologi adalah penyesuian yang dipengaruhi oleh lingkungan sekitar yang
menyebabkan adanya penyesuaian pada alat-alat tubuh untuk memperthankan hidup
dengan baik.
a. Adaptasi fisiologi pada manusia :
 Jumlah sel darah merah orang yang tinggal di pegunungan lebih banyak jika
dibandingkan dengan orang yang  tinggal di dtaran rendah.
 Ukuran jantung pada atlet rata-rata lebih besar dari pada ukuran jantung orang
kebanyakan.
 Pada saat udara dingin, orang cenderung  lebih banyak mengelurakan urine.
b. Adaptasi fisiologi pada hewan
Berdasarkan jenis makannya, hewan dapat dibedakan menjadi karnivora
(pemakan daging), herbivore (pemakan tumbuhan), serta omnivore (pemakan
daging dan tumbuhan). Penyesuaian hewan-hewan terhadap jenis makannya
antara lain terdapat pada ukuran (pnjang) usus dan enzim pencernaan yang
berbeda. Unta mempunyai kantung air agar tahan tidak minum di padang pasir
dalam jangka waktu yang lama sedangkan anjing laut memiliki lapisan lemak
yang tebal untuk berthan di daerah dingin
c. Adaptasi fisiologi pada tumbuhan
 Tumbuhan yang penyerbukannya dibantu oleh serangga mempunyai bunga
yang berbau khas.
 Tumbuhan tertentu menghasilkan zat khusus yang dapat menghambat
pertumbuhan tumbuhan lain atau melindungi diri terhadapt herbivora.

3. Adatasi Tingkah Laku


Adaptasi tingkah laku adalah penyesuian makhluk hidup pada tingkah laku/prilaku
terhadap lingkungannya seperti pada binatang bunglon.
a. Adaptasi tingkah laku pada hewan
 Bunglon melakukan mimikri yaitu dapat mengubah warna kulitnya sesuai
dengan warna lingkungan sekitar dengan tujuan menyembunyikan diri  dari
pemangsa.
 Cumi-cumi mengeluarakn tinta/cairan hitam ketika ada bahaya yang
mengancamnya
 Secra berkala paus muncul ke permukaan air untuk menghirup udara dan
menyemprotkan air, paus melakukan tindakan demikian karena alat
pernapasannya berupa paru-paru tidak dapat memanfaatkan oksigen yang
terlaurut dalam air.
 Cicak dalam ke adaan berbahaya akan memutuskan ekornya yang disebut
autotomi.
b. Adaptasi tingkah laku pada tumbuhan
 Pada saat lingkungan dalam keadaan kering, tumbuhan yang termasuk suku
jahe-jahean akan mematikan sebagian tubuhnya yang tumbuh di permukaan
tanah.
 Pada musim kemarau tumbuhan tropofit,misalnya pohon jati dan randu,
menggunakan daunya.

4. Adaptasi Reproduksi Seksual


a. Adaptasi pada hewan
Agar dapat bertahan hidup hewan juga perlu untuk beradaptasi pada reproduksi.
Misalnya pada ikan Melanocetus johnsonii, yang betina tubuhnya jauh lebih
besar dari yang jantan. Cara mereka beradaptasi agar dapat bereproduksi
adalah dengan membiarkan si jantan melekat pada perut si betina agar si betina
selalu mendapat pasokan sperma.
b. Adaptasi pada tumbuhan
Adaptasi pada reproduksi juga dapat membantu tumbuhan bertahan hidup di
daratan, misalnya rumput memiliki bentuk benang sari seperti bulu dan memiliki
banyak serbuk sari agar pada saat angin datang serbuk-serbuk sari yang terbawa
angin tersebut, sebagiannya dapat melekat pada putik.
SPESIES

Spesies merupakan satuan-satuan yang secara artifisial dipertemukan dalam alam,


seperti yang dikehendaki oleh nominalisme, maka setiap organisme yang hidup (dari setiap
spesies) harus bisa saling kawin dengan organisme hidup lain yang berjenis kelamin
berbeda, atau setidak-tidaknya harus ada perubahan bertahap, manakala saling kawin
menjadi semakin kurang efisien dengan semakin jauhnya jarak individu. Namun hal ini
tidaklah benar dalam alam. Organisme hidup benar-benar terjadi dalam satuan-satuan yang
cukup jelas berdiri sendiri-sendiri yang didalamnya mereka bisa saling kawin dengan
efisiensi yang hampir sama dan yang diluar itu mereka jarang sekali kawin.

A. Pengertian Spesies
Spesies atau jenis adalah satuan yang betul-betul ada, natural dan fundamental. Belum
ada kesepakatan yang relevan mengenai apa itu spesies. Perbedaan dalam mendefinisikan
spesies didasari atas perbedaan ‘interest’ serta adanya teori yang berbeda-beda dari para
ilmuwan, terutama teori mengenai asal mula biodiversitas itu sendiri.
Spesies dalam bahasa latin berarti “jenis” atau “penampakan”. Spesies merupakan unit
dasar untuk memahami biodiversitas. Spesies adalah suatu kelompok organisme yang
hidup bersama di alam bebas, dapat mengadakan perkawinan secara bebas, dan dapat
menghasilkan anak yang fertil dan bervitalitas sama dengan induknya. 
Campbell (2003) mengemukakan ada beberapa konsep spesies antara lain:

a. Konsep spesies Biologis, spesies biologi adalah unit populasi terbesar dimana
pertukaran genetik mungkin terjadi dan terisolasi secara genetik dari populasi lain
semacamnya. Anggota suatu spesies biologis dipersatukan oleh ciri kesesuaian
ciri reproduksi. Semua manusia termasuk ke dalam spesies biologis yang sama.
Sebaliknya manusia dan simpanse tetap merupakan spesies biologis yang sangat
jelas berbeda meskipun hidup di wilayah yang sama karena kedua spesies itu
tidak dapat saling mengawini.

b. Konsep spesies pengenalan menekankan pada adaptasi perkawinan yang telah


tetap dalam suatu populasi. Menurut konsep ini suatu spesies didefinisikan oleh
suatu kumpulan sikap dan ciri unik yang memaksimalkan keberhasilan
perkawinan ciri molekuler morfologis perilaku yang memungkinkan individu
untuk mengenali pasangan kawinnya. Konsep ini cenderung berfokus pada sifat
dan ciri yang dipengaruhi oleh seleksi alam dan terbatas hanya pada spesies yang
bereproduksi secara seksual.

c. Konsep spesies kohesi berfokus pada mekanisme yang mempertahankan


spesiesnya sebagai bentuk fenotip tersendiri. Tergantung pada spesies,
mekanisme ini meliputi sawar reproduktif seleksi penstabilan dan tautan antara
kumpulan gen yang membuat zigot berkembang menjadi organisme dewasa
dengan ciri khas yang spesifik. 

d. Konsep spesies ekologis mendefinisikan spesies pada tempat dimana mereka


hidup dan apa yang mereka lakukan dan bukan dari penampakan mereka. Suatu
spesies ekologis didefinisikan oleh peranan unik yang dimainkannya atau posisi
dan fungsi spesifiknya dalam lingkungan. Contohnya dua populasi hewan yang
tampak identik dapat dikatakan merupakan dua spesies ekologis yang berbeda
jika masing-masing hanya ditemukan dalam jenis lingkungan spesifik (misalnya
kolam air tawar dengan kumpulan keadaan kimia, biologi, dan fisik yang khas).
e. Konsep spesies evolusioner mendefinisikan suatu spesies sebagai suatu urutan
populasi tetua dan keturunannya yang berkembang secara bebas dari kelompok
lain. Masing-masing spesies evolusioner memiliki peranan yang unik dan terpisah
dalam lingkungan, setiap peran tertentu melibatkan sekumpulan kekuatan seleksi
alam yang spesifik (tekanan selektif). Dengan demikian populasi yang
membentuk suatu spesies dipengaruhi dan disatukan oleh sekumpulan tekanan
selektif yang unik.

B. Asal-Usul Spesies
Dari segi asal-usul kita dapat pula menggolongkan proses spesiasi atas 2 macam
kategori yang berbeda. Kategori-kategori tersebut antara lain transformasi spesies dan
hibridisasi.

1. Transformasi Spesies
Dengan berjalannya waktu, maka akan ada seleksi alam terhadap keanekaragaman
suatu spesies. Dengan demikian akan terjadi perubahan dari waktu ke waktu. Suatu
spesies dapat mengalami perubahan secara gradual sehingga keadaan sekarang dapat
sangat berbeda sekarang kalau kita bandingkan dengan apa yang kita kenal ribuan
tahun yang lalu. Besarnya perbedaan tersebut menyebabkan organisme tersebut
diperlakukan sebagai dua spesies yang berbeda.
a. Anagenesis atau spesiasi gradual
Spesiasi gradual adalah suatu proses spesiasi yang umum dijumpai,meskipun
tidak selalu dapat disebut spesiasi. Spesiasi gradual merupakan ekspresi fenotip
dari keanekaragaman suatu spesies yang pada umumnya dikaitkan dengan tempat.
b. Kladogenesis atau kesetimbangan sesaat (equilibrium punctual)
Mekanisme ini menerangkan mengapa missing link (rantai yang hilang) tidak kita
jumpai. Menurut pengertian kladogenesis, proses spesiasi merupakan cabang
yang memisahkan suatu kelompok individu dengan jumlah yang sangat kecil
untuk kemudian berkembang menjadi spesies tersendiri. Selama dalam
proses,mekanisme ini tidak memberikan indikasi apa-apa. Baru setelah spesies
baru terbentuk,kita melihat adanya fenomena baru yaitu ada spesies lain.
Mekanisme kladogenesis digambarkan sebagai suatu alel jarang muncul akibat
adanya suatu mutasi.

Gambar 6.1. Transformasi spesies

2. Hibridsasi
Akibat hibridisasi,maka keturunan yang dihasilkan akan terisolasi reproduksi dari
kedua tetuanya. Hal ini disebabkan oleh jumlah kromosom menjadi lain,sehingga
kalau terjadi perkawinan, maka akan terjadi masalah dalam meiosis dan mitosis.
Akibat adanya persilangan antara dua spesies yang berkerabat, maka mungkin akan
dihasilkan suatu hibrid yang mempunyai ciri-ciri yang berbeda dengan tetuanya.
Karena perbedaannya cukup besar, maka mungkin sekali populasi hibrid tersebut
tidak berinteraksi dengan tetuanya sehingga sehingga terpisah secara reproduksi dan
membentuk jenis tersendiri. Biasanya ada sejumlah mekanisme yang menyebabkan
hibrid tersebut tidak dapat berinteraksi kembali dengan tetuanya,antara
lain,partenogenesis,sterilitas,poliploid dan lain-lain.

Gambar 6.2. Autopoliploidi


Gambar 6.3. Alopoliploid

C. Pemecahan Spesies (Kladogenesis)


Karena suatu mekanisme, maka salah satu populasi dapat terisolasi secara reproduksi,
misalnya isolasi geografi yang lama dan kemudian diikuti dengan adanya mutasi,
perubahan genetik, perubahan morfologi, perubahan tingkah laku, sterilitas dan lain-lain.
Sehingga kemudian populasi tersebut menjadi spesies tersendiri.

Makrogenesis adalah suatu proses perubahan spesies secara radikal dan melibatkan
banyak lokus gen yang mengalami mutasi sekaligus dalam satu atau dua generasi. Proses
makrogenesis dapat dikategorikan sebagai proses pemecahan spesies secara cepat.

BUKTI EVOLUSI

Evolusi     dapat dilihat dari dua segi, yaitu sebagai proses historis dan cara
bagaimana proses itu terjadi. Sebagai proses historis, evolusi telah dipastikan secara
menyeluruh dan lengkap, sebagaimana yang telah dipastikan oleh ilmu tentang suatu
kenyataan mengenai masa lalu yang tidak dapat disaksikan oleh mata. Untuk menunjukkan
bukti-bukti bahwa proses evolusi itu ada, kita dapat melakukan pendekatan terhadap
kenyataan yang ada. Kenyataan-kenyataan yang ada terus diinterprestasikan oleh para ahli
dan dijadikan bahan bukti evolusi.
Para ahli menggunakan bukti-bukti sebagai petunjuk evolusi dengan tujuan akhir
ingin mencari jawaban tentang fenomena alam, sebagaimana yang terdapat dalam buku
“On The Origin Species” karya Charles Darwin. Sebenarnya rambu-rambu untuk mencari
bukti telah ada dalam buku Darwin, sedangkan petunjuk adalah rambu-rambu untuk
memperoleh bukti, dengan alasan bahwa pendekatan monodisipliner tidak dapat dijangkau
atau dilihat dan fosil bukti tidak dapat dipakai bukti dan kurang kuat. Hal ini karena fosil
merupakan benda mati yang sudah tidak utuh dan lengkap, sehingga interpretasi para ahli
sangat dituntut ketajamannya. Apalagi perilaku organisme yang telah memfosil sulit sekali
diinterpretasi.
Untuk menunjukkan bukti-bukti bahwa proses evolusi itu ada, kita dapat melakukan
pendekatan terhadap kenyataan/fakta yang ada di sekitar kita.

A. Adanya Embriologi Perbendingan


Apabila embrio-embrio hewan dibandingkan, ternyata pada awal perkembangannya
memiliki bentuk yang hampir sama. Kesamaam bentuk awal dari embrio ini merupakan
tanda bahwa mereka dahulunya berasal dari organisme yang sama dan mengalami evolusi
dalam banyak keturunan sehingga menjadi sangat berbeda.

Gambar 7.1. Embriologi perbandingan berbagai jenis hewan

B. Adanya Homologi Organ-Organ Tubuh


Homologi organ tubuh adalah organ-organ yang berasal dari struktur yang sama
namun memiliki fungsi yang berbeda. Sirip depan paus dan tangan manusia memiliki
struktur pertulangan yang sama, sayap kekelawar dan kaki depan kucing juga adalah
bentuk homologi organ tubuh. Lawan dari homologi adalah analogi organ tubuh, dimana
suatu organ memiliki fungsi yang sama padahal memiliki struktur yang berbeda.
Contohnya adalah sayap kelelawar dengan sayap kupu-kupu, keduanya memiliki fungsi
sama namun strukturnya sangat jauh berbeda.

Gambar 7.2. Homologi organ tubuh


C. Domestikasi
Domestikasi adalah usaha manusia untuk menjadikan hewan/tanaman liar menjadi
tanaman/hewan yang dapat dikuasai dan bermanfaat bagi manusia.Pada dasarnya tindakan
ini adalah memindahkan makhluk hidup dari lingkungan aslinya ke lingkungan yang
diciptakan oleh manusia. Tindakan ini dapat mengakibatkan timbulnya jenis-jenis hewan
dan tumbuhan yang menyimpang dari aslinya, yang mengarah terbentuknya spesies baru.
Makhluk hidup yang berasal dari satu spesies yang hidup pada satu tempat setelah
mengalami penyebaran ke tempat lain sifatnya dapat berubah. Perubahan itu terjadi karena
di tempat yang baru makhluk hidup tersebut harus beradaptasi demi kelestariannya.
Selanjutnya, adaptasi bertahun-tahun yang dilakukan akan menyebabkan semakin
banyaknya penyimpangan sifat bila dibandingkan dengan makhluk hidup semula.  Dua
tempat yang dipisahkan oleh pegunungan yang tinggi atau samudera yang luas mempunyai
flora dan fauna yang berbeda sama sekali. Perbedaan susunan flora dan fauna di kedua
tempat itu antara lain disebabkan adanya isolasi geografis.

Gambar 7.3. Domestikasi Anjing


D. Adanya Variasi Antar Individu Dalam Satu Keturunan
Di dunia ini tidak pernah dijumpai dua individu yang identik sama, bahkan anak
kembar sekalipun pasti punya suatu perbedaan. Demikian pula individu yang termasuk
dalam satu spesies. Misalnya perbedaan warna, ukuran, berat, kebiasaan, dan lain-lain. Jadi
antar individu dalam satu spesies pun terdapat variasi. Variasi adalah segala macam
perbedaan yang terdapat antar individu dalam satu spesies. Hal ini dapat terjadi karena
pengaruh berbagai faktor seperti suhu, tanah, makanan, dan habitat. Seleksi yang
dilakukan bertahun-tahun terhadap suatu spesies akan menyebabkan munculnya spesies
baru yang berbeda dengan moyangnya. Oleh karena itu adanya variasi merupakan bahan
dasar terjadinya evolusi yang menuju ke arah terbentuknya spesies baru.

Gambar 7.4. jenis-jenis monyet

E. Rudimentasi
Rudimentasi diartikan sebagai organ atau bagian tubuh suatu organisme yang pada
awalnya ada tetapi semakin tidak ada fungsi karena perkembangan zaman dan proses
adaptasi.
Berikut beberapa contoh rudimentasi pada organisme :
 Contoh sebelumnya menunjukan adanya celah insang pada semua Vertebrata darat.
Dengan berkembangnya embrio, maka celah insang akan berkembang menjadi
insang pada ikan dan katak, tetapi mengalami reduksi pada Vertebrata darat.
 Umbai cacing merupakan contoh lain dari rudimentasi sebagian usus.
 Tidak ada alasan bahwa manusia mempunyai tulang ekor, karena selama hidup
tulang ekor tidak berfungsi sama sekali.
Gambar 7.5. Usus buntu dari berbagai jenis hewan

F. Biogeografi
Biogeografi adalah mempelajari distribusi geografi dari tanaman dan hewan. Dengan
mempelajari biogeografi kita dapat menjelaskan mengapa spesies-spesies berdistribusi,
dan apa bentuk distribusi yang diperlihatkan mengenai habitat dan daerah asal mula
mereka. Dari perjalanan Darwin mengelilingi dunia dengan H.M.S. Beagle, ia menemukan
bahwa spesies tanaman dan hewan  umumnya tidak berdistribusi jauh dari habitat yang
potensial. Studi-studi mengenai biogeografi sejak Darwin dibuktikan berulang-ulang oleh
para ilmuan.

G. Fosil
Fosil (bahasa Latin: fossa yang berarti "menggali keluar dari dalam tanah") adalah
sisa-sisa atau bekas-bekas makhluk hidup yang menjadi batu atau mineral. Untuk menjadi
fosil, sisa-sisa hewan atau tanaman ini harus segera tertutup sedimen. Oleh para pakar
dibedakan beberapa macam fosil. Ada fosil batu biasa, fosil yang terbentuk dalam batu
ambar, fosil ter, seperti yang terbentuk di sumur ter La Brea di Kalifornia. Hewan atau
tumbuhan yang dikira sudah punah tetapi ternyata masih ada disebut fosil hidup. Fosil
yang paling umum adalah kerangka yang tersisa seperti cangkang, gigi dan tulang. Fosil
jaringan lunak sangat jarang ditemukan.Ilmu yang mempelajari fosil adalah paleontologi,
yang juga merupakan cabang ilmu yang direngkuh arkeologi.
Menurut Oxlay (2011), Adapun fosil-fosil manusia purba yang ditemukan di Indonesia
antara lain sebagai berikut:
1. Pithecanthropus erectus. Tempat penemuan di Desa Trinil di pinggir sungai
Bengawan Solo di dekat Ngawi, Propinsi Jawa Timur. Orang yang menemukannya
adalah Dr. Eugene Dubois. Tahun penemuannya adalah pada tahun 1890. Fosil ini
dikenal juga dengan sebutan Manusia Jawa dan merupakan jenis manusia purba yang
pertama kali ditemukan di Indonesia.
2. Pithecanthropus mojokertensis. Tempat penemuannya adalah di daerah Perning,
Mojokerto, Jawa Timur. Nama penemunya adalah Duyfjes dan Von Koenigswald.
Tahun penemuannya adalah pada tahun 1936. Fosil ini berupa tengkorak anak-anak
yang berusia sekitar 6 tahun dan diperkirakan hidup sekitar 1,9 juta tahun yang lalu.
3. Meganthropus palaeojavanicus. Tempat penemuannya di Sangiran, daerah
Surakarta, Propinsi Jawa Tengah. Nama penemunya adalah Von Koenigswald. Tahun
penemuan fosil tersebut adalah antara tahun 1936 – 1941. Fosil ini lebih besar dan
lebih tegap daripada Pithecanthropus Erectus. Usianya diperkirakan paling tua di
antara jenis manusia purba yang lain di Indonesia.

H. Radiasi Adaptasi

Radiasi adptasi adalah suatu fakta mengenai timbulnya suatu kelompok organisme
pada suatu masa. Kemunculan kelompok organisme tersebut biasanya digambarkan
sebagai kemunculan yang tidak terlalu mendadak, tetapi pada umumnya melibatkan
banyak sekali anggotanya (Djoko T. Iskandar :2001).

Gambar 7.6. Pohon evolusi Finch Darwin


Radiasi adaptasi terjadi saat sebuah bentuk primitif sebuah spesies berkembang
menjadi sejumlah besar bentuk modern, masing-masing teradaptasi dengan kondisi
lingkungan tertentu. Salah satu contoh terbaik radiasi adaptasi adalah burung finch Darwin
dari kepulauan Galapagos. Kepulauan Galapagos adalah sekelompok pulau di Samudera
Pasifik yang berjarak 965 kilometer di barat Ekuador. Setiap pulau memiliki iklim
mikronya sendiri dengan flora dan fauna berbeda.

Ahli biologi Charles Darwin mengunjungi Kepulauan Galapagos pada abad ke-19. Ia
menemukan kalau tiap pulau memiliki tipe finch nya sendiri-sendiri. Mereka teradaptasi
untuk makan makanan tertentu yang ada di pulaunya. Semua finch hanya berbeda sedikit
satu sama lain dan dari burung finch primitif yang ada di daratan Amerika Selatan.

Darwin menyatankan kalau individu tertentu di tiap pulau memiliki keuntungan


bertahan hidup bila mereka lebih baik dalam makan makanan yang tersedia di tempatnya.
Selama banyak generasi, finch ini bertambah jumlahnya, dan karena mereka terisolasi dari
finch di pulau lain, mereka pada akhirnya menjadi spesies yang berbeda (M. Datun
Sukandarrumidi : 1980).

I. Anatomi Koomparatif
Studi komparatif struktur tulang dan sistem tubuh hewan dari beragam filum
menunjukkan sejumlah besar kesamaan. Bukti yang lebih jelas terletak pada perbandingan
anatomi primitif dan modern. Karakter primitif adalah karakter yang ada sebelum karakter
modern. Primitif tidak harus lebih sederhana,  karena hilangnya sebuah struktur atau
kerumitan juga termasuk perubahan. Primitif dan modern hanya dapat berguna saat kita
merujuk pada bagian tertentu karakter tersebut, dan sebuah karakter dapat primitif di satu
hal dan modern dalam hal lainnya.
Perkembangan kuda modern adalah salah satu bentuk yang paling lengkap dalam
fosil. Peningkatan ukuran tubuh terlihat jelas seiring berjalannya waktu saat bentuk
primitif memunculkan spesies modern yang lebih besar.
Saat ukuran tubuh meningkat dari Hyracotherium terkecil di zaman Eosen (sekitar 50
juta tahun lalu) hingga Equus yang terbesar (kuda modern), terdapat penurunan kerumitan
pada tulang kaki. Seluruh berat kuda sekarang bertopang pada jari ketiga, sementara jari
lainnya begitu kecil dan tidak banyak bermanfaat.
Gambar 7.7. Evolusi Kuda

J. Bukti Biokimiawi
Fakta menunjukan bahwa adanya suatu protein sering kali bersifat universal. Misalnya
enzim Laktat dehidroginase ditemukan pada semua vertebrata. Kesamaan tersebur bukan
saja dari fungsinya, tetapi juga bentuk proteinnya. Lebih dekat hubungan kekerabatan dua
organisme, lebih mirip pula struktur biokimiawinya. Kesamaan ini dapat pula ditelusuri
hingga pada DNAnya. Kalau kesamaan itu hanya diantara dua organisme berlainan jenis,
dapat dikatakan sebagai kebetulan. Tetapi kesamaan yang dapat ditemui adalah pada
semua organisme. Contoh lain adalah misalnya protein histon yang terdapat pada kacang
kapri dan sapi hanya berbeda dalam dua asama amino (Djoko T. Iskandar :2001).

K. Bukti Molekuler
Evolusi melekuler merupakan merupakan proses evolusi yang terjadi pada skala DNA,
RNA, dan protein. Secara garis besar, evolusi molekuler ini membahas mengenai RNA,
DNA, analisis filogenik, dan evolusi eukariot. Evolusi molekuler muncul sebagai bidang
ilmu pengetahuan pada tahun 1960-an ketika peneliti dari bidang biologi molekuler,
biologi evolusi, dan genetika populasi berusaha memahami stuktur dan fungsi asam
nukleat dan protein yang baru ditemukan. Evolusi molekuler pada dasarnya menjelaskan
dinamika perubahan evolusi pada tingkat molekuler, bahasan pada evolusi molekuler itu
meliputi perubahan materi genetik (urutan DNA atau RNA) dan produknya serta rata-rata
dan pola perubahannya serta mengkaji pula sejarah evolusi organisme dan makromolekul
yang didukung data-data molekuler (filogeni molekuler). (Eksakta, 2012)
Dalam tinjauan molekuler, evolusi  merupakan perubahan susunan genetik pada
generasi yang berurutan. Untuk mengetahui evolusi, sangat baik untuk mengetahui
tentang  genetika dari populasi (population genetic). Penelitian selama 30 tahun yang
dilakukan oleh R.A. Fisher di Inggris dan S. Wright di Amerika memperlihatkan bahwa
evolusi tidak mengenai sebuah gen atau suatu individu, tetapi melaui sekelompok gen atau
sekumpulan individu yang disebut populasi.
Genetika individu selalu menyangkut konsep genotipe yakni konstitusi genetika pada
individu. Dan jika kita katakan bahwa evolusi adalah perubahan dalam komposisi genetis
dari populasi, maka yang diartikan adalah suatu perubahan dari frekuensi genetis di dalam
seluruh gen (termasuk plasmagen) yang dimiliki semua individu dalam populasi tersebut.

L. Bukti Sistematik
Data sistematik dapat memberikan gambaran yang nyata dari organisme yang paling
primitive kepada organisme yang lebih maju. Misalnya kalau kita memngambil contoh
vertebrata, maka kita akan melihat dengan jelas bagaimana antara ikan dengan reptile
terdapat katak. Katak merupakan hewan peralihan dari ikan ke reptile misalnya masih
mempunyai insang seperti ikan, tetapi berkaki empat seperti reptile. Kalu reptile berevolusi
dari ikan dan kemudian berevolusi ke amfibi, maka pada reptile, insang telah hilang, dan
harus kembali diciptakan untuk amfibi. Data fosilpun mendukung bahwa ikan ada sebelum
ada amfibi dan reptile, sedangkan amfibi ada sebelum reptile. Jadi data sistematik sudah
memberikan gambaran mengenai proses evolusi tanpa perlu diterangkan secara terperinci.

Anda mungkin juga menyukai