Anda di halaman 1dari 38

STUDI POPULASI DAN PERILAKU AKTIVITAS HARIAN

SIAMANG SUMATERA (Symphalangus syndactylus) DI HUTAN


ADAT KECAMATAN SINDANG DANAU KABUPATEN
OGAN KOMERING ULU SELATAN

Oleh
Rizal Manhadi

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG

PALEMBANG
2022

i
STUDI POPULASI DAN PERILAKU AKTIVITAS HARIAN
SIAMANG SUMATERA (Symphalangus syndactylus) DI HUTAN
ADAT KECAMATAN SINDANG DANAU KABUPATEN
OGAN KOMERING ULU SELATAN

Oleh
Rizal Manhadi

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk melaksanakan penelitian

Pada
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG

PALEMBANG
2022

ii
HALAMAN PENGESAHAN

STUDI POPULASI DAN PERILAKU AKTIVITAS HARIAN


SIAMANG SUMATERA (Symphalangus syndactylus) DI HUTAN
ADAT KECAMATAN SINDANG DANAU KABUPATEN
OGAN KOMERING ULU SELATAN

Oleh
RIZAL MANHADI
452018029

Telah disetujui sebagai syarat untuk melaksanakan penelitian

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping,

Dr. Asvic Helida S.Hut.,M.Sc Delfy Lensari S.Hut.,M.Si

Palembang, 2022
Disetujui oleh

Ketua
Program Studi Kehutanan
Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah Palembang

Ir. Lulu Yuningsih, S.Hut.,M.Si.,IPU


NBM/NIDN. 0204026801

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan
ridho-Nya lah penulis dapat menyelesaikan proposal rencana penelitian ini dengan
judul “Studi Populasi dan Perilaku Aktivitas Harian Siamang Sumatera
(Symphalangus syndactylus) di Hutan Adat Kecamatan Sindang Danau
Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan” yang merupakan salah satu syarat
memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah
Palembang.

Dalam penyusunan proposal ini penulis telah banyak medapatkan bantuan


dari berbagai pihak, baik berupa doa, bimbingan petunjuk, saran dan masukan.
Semoga amal baik yang telah diberikan kepeda penulis akan mendapatkan
bantuan dari balasan dari Allah SWT.

Penulis menyadari bahwa didalam penulisan proposal rencana penelitian


ini masih banyak kukurangan dan kesalahan, untuk itu penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan proposal rencana
penelitian ini. Semoga Allah SWT membalas semua amal baik kita. Amin.

Palembang

Penulis

iv
DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv

DAFTAR TABEL ............................................................................................ vi

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... vii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... viii

BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1


1.1. Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ..................................................................................... 4
1.3. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 4
1.4. Manfaat Penelitian .................................................................................... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 5


2.1. Taksonomi ................................................................................................. 5
2.2. Morfologi .................................................................................................. 6
2.3. Habitat dan Penyebarannya ....................................................................... 7
2.4. Tingkah Laku ............................................................................................ 9
2.5. Struktur Sosial ........................................................................................... 12
2.6. Status Keberadaan ..................................................................................... 13
2.7. Hutan Adat ................................................................................................ 14

BAB III. METODELOGI PENELITIAN ........................................................................ 16


3.1. Tempat Dan Waktu ................................................................................... 16
3.2. Alat Dan Bahan ......................................................................................... 16
3.3. Metode Penelitian...................................................................................... 17
3.4. Jenis Data .................................................................................................. 17
3.5. Jenis Pengumpulan Data ........................................................................... 18
3.6. Analisis Data ............................................................................................. 20

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 23

LAMPIRAN ..................................................................................................... 28

v
DAFTAR TABEL

Halaman

1. Alat dan Bahan Penelitian ......................................................................... 16


2. Lembar Pengamatan Ukuran Kelompok
Siamang (Symphalangus syndactylus) ..................................................... 19

vi
DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Siamang Sumatera (Symphalangus syndactylus) ...................................... 5


2. Peta Kecamatan Sindang Danau .............................................................. 16

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Tally Sheet Pengamatan Prilaku Aktivitas Harian


Siamang (Symphalangus syndactylus) ................................................................... 29
2. Tally Sheet Pengamatan Ukuran Kelompok
Siaman (Symphalangus syndactylus) ..................................................................... 30

viii
BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara dengan tingkat keanekaragaman hayati yang


tinggi, salah satunya yaitu Indonesia memliki 40 jenis primata dari 195 jenis yang
ada di dunia, 24 diantaranya merupakan primata endemik yang hanya ada di
Indonesia. Primata merupakan salah satu satwa penghuni hutan yang memiliki arti
penting dalam kehidupan di alam.keberadaan primata ini tidak hanya satwa lucu
yang ada di alam tetapi penting perannya dalam regenerasi hutan tropis, karena
sebagian besar primata memakan buah dan biji sehingga mereka berperan dalam
penyebaran biji di alam secara alami (Mackinnon, 2000).

Perilaku adalah sesuatu yang berasal dari dorongan yang ada dalam diri
mahluk hidup, sedangkan dorongan merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan
yang ada dalam diri mahluk hidup. Perilaku merupakan perwujudan dari adanya
kebutuhan. Dalam bahasa Inggris disebut dengan Behavior yang artinya perilaku,
kelakuan, tindak-tanduk. Perilaku terdiri dari dua kata peri dan laku, peri yang
artinya sekeliling, dekat, melingkupi dan laku artinya tingkah laku, perbuatan,
tindak tanduk. Perilaku yang dilakukan berulang dan berkala disebut aktivitas
Aktivitas harian pada satwa liar adalah refleksi fisiologis terhadap lingkungan
sekitarnya (Winarno, 2018).

Primata merupakan hewan pertama tercatat sebagai hewan tertua yang


digunakan untuk subyek penelitian ilmiah, salah satunya yang digunakan dalam
penelitian ilmiah adalah Siamang (Symphalangus syndactylus) (Suharti, 2015).
Siamang (Symphalangus syndactylus) adalah salah satu jenis kera hitam berlengan
panjang yang dilindungi oleh Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia
tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa liar, juga termasuk jenis terancam
punah prioritas berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Konservasi Sumber
Daya Alam dan Ekosistem Nomor: SK 180/IV-KKH/2015 (Ditjen KSDAE,
2015). Pada tingkat internasional, Siamang (Symphalangus syndactylus) termasuk
Appendix I berdasarkan Convention on International Trade in Endangered

1
Species of wild fauna and flora (CITES) dan dikategorikan status genting
(Endangared) berdasarkan International Union for Conservation of Nature and
Natural Resources Red List (IUCN) 2016.

Siamang (Symphalangus syndactylus) memiliki sebaran terbatas di Pulau


Sumatera dan beberapa wilayah Semenanjung Melayu. Populasi Siamang
(Symphalangus syndactylus) di Pulau Sumatera yang tersisa hanya menempati
kawasan lindung dan konservasi. Menurut Yanuar (2009), penurunan populasi
Siamang (Symphalangus syndactylus) terjadi setidaknya 50% sejak 40 tahun
terakhir. Penurunan populasi Siamang (Symphalangus syndactylus) diakibatkan
oleh perburuan untuk perdagangan hewan peliharaan. Ditambah deforestasi
habitat yang cepat akibat alih fungsi lahan menjadi perkebunan kelapa sawit dan
pembukaan lahan menjadi lahan pertanian juga membuat populasinya berkurang
di alam (Nijman et.,al, 2006). Masuknya Siamang (Symphalangus syndactylus)
ke dalam daftar satwa langka membuat masyarakat memiliki daya minat yang
tinggi untuk memelihara primata tersebut. Oleh karenanya dimasukan dalam
Appendix I yang artinya dilarang dalam segala bentuk perdagangan internasional
dengan jumlahnya di alam kurang dari 800 ekor (CITES, 2020). Keberadaan
Siamang (Symphalangus syndactylus) di Indonesia merupakan jenis primata yang
dilindungi. Status dilindungi tersebut berdasarkan Undang-Undang No.5 tahun
1990 dan peraturan Pemerintah No.7 tahun 1999 tentang penetapan Siamang
(Symphalangus syndactylus) sebagai satwa yang dilindungi. Salah satu
pertimbangan dalam penetapan status dilindungi ini karena populasi jenis satwa
ini telah mengalami penurunan dan keberadaanya di alam terancam punah.

Kecamatan Sindang Danau merupakan Kecamatan yang dibentuk


berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten OKU Selatan No. 14 Tahun
2010 tentang Pembentukan Kecamatan Kisam Ilir, Kecamatan Buay Pematang
Ribu Ranau Tengah, Kecamatan Warkuk Ranau Selatan, Kecamatan Runjung
Agung, Kecamatan Sindang Danau, dan Kecamatan Sungai Are dalam Kabupaten
OKU Selatan. Kecamatan Sindang Danau merupakan salah satu daerah
pemekaran dari Kecamatan Pulau Beringin. Kecamatan Sindang Danau terdiri

2
dari 7 desa. Kecamatan Sindang Danau merupakan daerah pertanian dan
perkebunan, yang sebagian besar penduduknya bermatapencaharian petani (Badan
Pusat Statistik Ogan Komering Ulu Selatan dalam Angka, 2021).

Menurut Ryan (2018), frekuensi aktivitas harian siamang sepi pengunjung


(71 orang/hari) di dominasi oleh aktivitas bergerak sebesar 55.02%. Durasi
aktivitas harian siamang ramai pengunjung (587 orang/hari) di dominasi aktivitas
makan dengan rata-rata waktu 11 menit 47 detik. Tingginya aktivitas bergerak,
sepi pengunjung disebabkan oleh banyaknya pengunjung yang mendekat ke arah
kandang sehingga siamang merasa terganggu. Lamanya durasi aktivitas harian
makan siamang dikarenakan adanya pengunjung yang membawa makanan dari
luar khusus diberikan pada siamang. Menurut Dewi (2016) , sebagian besar
Siamang (Symphalangus syndactylus) yang hidup pada tiga relung yang berbeda
menghabiskan sebagian besar waktunya untuk beristirahat. Perilaku bergerak pada
masing-masing Siamang (Symphalangus syndactylus) pada relung yang berbeda
ini persentasenya hampir sama. Siamang (Symphalangus syndactylus) juga
menghabiskan sebagian waktunya untuk makan dan besuara. Waktu yang
dihabiskan Siamang (Symphalangus syndactylus) untuk melakukan perilaku
grooming, bermain dan berinteraksi tidak terlalu tinggi.

Siamang (Symphalangus syndactylus) sebagai hewan yang dijadikan objek


penelitian karena hewan tersebut merupakan salah satu hewan primata endemik
asli Indonesia. Pengamatan perilaku pada hewan Siamang (Symphalangus
syndactylus) di Hutan Adat Kecamatan Sindang Danau yaitu mengetahui perilaku
alami, serta memberikan gambaran yang jelas mengenai informasi tentang
aktivitas harian Siamang (Symphalangus syndactylus) yang ada di Kecamatan
Sindang Danau Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan.

3
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, dapat dirumuskan permasalahan sebagai faktor
utama penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Berapakah populasi Siamang (Symphalangus syndactylus) di Hutan Adat
Kecamatan Sindang Danau Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan ?
2. Bagaimana aktivitas perilaku harian Siamang (Symphalangus syndactylus) di
Hutan Adat Kecamatan Sindang Danau Kabupaten Ogan Komering Ulu
Selatan ?
3. Berapakah frekuensi dan durasi waktu aktivitas perilaku harian Siamang
(Symphalangus syndactylus) di Hutan Adat Kecamatan Sindang Danau
Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan ?

1.3. Tujuan dan Manfaat


1. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan yang hendak di capai oleh
peneliti dalam melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui dan menganalisa populasi Siamang (Symphalangus
syndactylus) di Hutan Adat Kecamatan Sindang Danau Kabupaten Ogan
Komering Ulu Selatan.
2. Mengetahui dan menganalisa perilaku aktivitas harian Siamang
(Symphalangus syndactylus) di Hutan Adat Kecamatan Sindang Danau
Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan.
3. Mengetahui frekuensi dan durasi waktu aktivitas harian Siamang
(Symphalangus syndactylus) di Hutan Adat Kecamatan Sindang Danau
Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan.
2. Manfaat
Dengan dilakukannya penelitian ini, maka diharapkan dapat memberikan
manfaat, yaitu memberikan informasi dan ketersediaan data kepada
masyarakat luas tentang aktivitas harian Siamang (Symphalangus
syndactylus) di Kecamatan Sindang Danau Kabupaten Ogan Komering Ulu
Selatan.

4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Taksonomi Siamang (Symphalangus syndactylus)

Siamang (Symphalangus syndactylus) merupakan satwa liar yang


termasuk dalam ordo Primata dari famili Hylobatidae. Taksonomi Siamang
(Symphalangus syndactylus) diklasifikasikan sebagai berikut (Andriansyah, 2005)

Kingdom : Animallia
Sub Kingdom : Bilateria
Infra Kingdom : Deuterostomia
Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Infra Filum : Gnathostomata
Super Kelas : Tetrapoda
Klass : Mamalia Linnaeus
Sub Kelas : Theria Parker And Haswell
Infra Kelas : Eutheria Gill
Ordo : Primata
Sub Ordo : Haplorrhini Pocock
Infra Ordo : Simiiformes Haeckel
Super Famili : Hominoidaea Gray
Famili : Hylobatidae Gray
Genus : Symphalangus Gloger
Spesies : Symphalangus Syndactylus
Sub Spesies : Symphalangus Syndactylus Continentali,
Symphalangus Syndactylus

Sumber: www.iucnredlist.org

Gambar 1. Siamang Sumatera (Symphalangus syndactylus)

5
2.2. Morfologi Siamang (Symphalangus syndactylus)

Siamang (Symphalangus syndactylus) merupakan jenis kera tidak berekor


yang terbesar dibanding dengan jenis Hylobates lainnya, mempunyai kantung
suara yang dipergunakan pada saat Siamang (Symphalangus syndactylus)
bersuara serta memiliki lengan yang lebih panjang dan lebih kuat (Tiyawati et.,al
2016). Siamang (Symphalangus syndactylus) mempunyai badan yang berbulu
hitam seluruhnya, panjang dan kelihatan seperti kusut, kecuali sekitar mulut
berwarna agak keputihan. Siamang (Symphalangus syndactylus) memiliki
kantung suara di bawah dagu yang dapat dipergunakan untuk resonansi suara
ketika bersuara atau berteriak (Kusdanartika, 2019). Siamang (Symphalangus
syndactylus) mempunyai kantong suara yang dapat membesar dengan warna
kelabu sebelum berteriak dan warna merah muda ketika berteriak. Jantan
dibedakan dengan betina melalui rambut scrotal yang menjuntai di antara kedua
paha dari individu jantan, sedangkan pada betina tidak. Betina relatif lebih kecil
dari jantan dan beratnya kurang lebih 92% dari berat jantan.

Siamang (Symphalangus syndactylus) merupakan anggota keluarga


Hylobatidae yang paling besar. Panjang rentang tangan mencapai 1,5 m dengan
panjang badan berkisar antara 800−900mm. Berat tubuh rata-rata Siamang
(Symphalangus syndactylus) dewasa sekitar 11,2 kg. Rambut Siamang
(Symphalangus syndactylus) baik jantan maupun betina berwarna hitam pekat,
kecuali rambut di muka yang berwarna kecokelatan (Supriatna et.,al. 2016).
Famili Hylobatidae memiliki rentang tangan hampir dua kali panjang tubuhnya.
Lengan famili Hylobatidae juga langsing dengan jemari yang panjang dan agak
melengkung seperti kait, ibu jari pendek dan sangat senjang dari telapak tangan
jika dibandingkan dengan yang ada pada kera lain ataupun pada manusia. Sendi
diantara ibu jari dan pergelangan tangan berupa sendi peluru sehingga membuat
mobilitasnya meningkat. Seluruh primata memiliki lima jari (pentadactyly),
bentuk gigi yang sama dan rancangan tubuh primitif (tidak terspesialisasi).
Kekhasan lain dari primata ini adalah kuku jari. Ibu jari dengan arah yang berbeda
juga menjadi salah satu ciri khas primata, tetapi tidak terbatas dalam primata saja,

6
opossum juga memiliki jempol berlawanan. Pada primata kombinasi dari ibu jari
berlawanan. Jari kuku pendek (bukan cakar) dan jari panjang yang menutup ke
dalam adalah sebuah relik dari posisi jari moyangnya pada masa lalu yang
barangkali menghuni pohon (Ilham, 2019).

2.3. Habitat dan Penyebarannya

Habitat adalah kawasan yang terdiri dari berbagai komponen, baik fisik
maupun biotik, yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat
hidup serta berkembangbiaknya satwa-satwa liar. Guna mendukung
keberlangsungan kehidupan Siamang (Symphalangus syndactylus) , diperlukan
satu kesatuan kawasan yang menjamin keberlangsungan hidupnya yaitu kawasan
yang terdiri dari berbagai komponen baik fisik maupun biotik yang merupakan
satu kesatuan yang dipergunakan untuk tempat hidup dan berkembangbiak.
Habitat Siamang (Symphalangus syndactylus) dari hutan dataran rendah (> 300
mdpl) hingga hutan primer dataran tinggi 1.500 mdpl sampai 1828,8 mdpl
(Nijman et.,al, 2008) hingga 3.800 mdpl. Tiga jenis Hylobatidae tinggal di hutan
hujan tropis Sumatera, yaitu Siamang (Symphalangus syndactylus), Owa Tangan
Putih (H. lar), dan Ungko (H. agilis) (Mubarok, 2012). Di Provinsi Sumatera
Utara, siamang tercatat dapat ditemukan di Cagar Alam Dolok Sipirok, Taman
Nasional Gunung Leuser, kawasan hutan Batang Toru (Mubarok, 2012).

Siamang (Symphalangus syndactylus) banyak mendiami hutan di Pulau


Sumatera. Siamang (Symphalangus syndactylus) hidup monogami dengan
pasangan jantan dan betina yang tetap dan diikuti oleh beberapa anak. Mereka
hidup di dataran seluas 23 ha. Siamang (Symphalangus syndactylus) adalah
kelompok primata sejati hutan yang membutuhkan pohon untuk mempertahankan
hidupnya. Siamang (Symphalangus syndactylus) membutuhkan hutan sebagai
tempat mencari makan, bermain, beristirahat, dan melakukan aktivitas sosial
lainnya. Pada dasarnya ada empat bagian komponen penting bagi kehidupan
satwa liar yaitu pakan, air, cover dan topografi (Larasati, 2009).

7
1. Pakan
Pakan merupakan salah satu faktor penting keberlangsungan kehidupan
satwa liar. Kuantitas dan kualitas pakan berhubungan erat dengan tingkat
kesejahteraan satwa. Pakan merupakan sumber energi. Seperti manusia,
satwa liar juga memerlukan energi untuk proses metabolisme tubuh untuk
melakukan aktivitas sehari-hari. Rendahnya kuantitas dan kualitas pakan
akan berdampak negatif bagi satwa liar tersebut seperti menurunnya
kesehatan satwa, penurunan populasi akibat bahaya kelaparan dan pada
beberapa kejadian dapat menyebabkan satwa punah.
2. Ketersediaan Air
Air digunakan satwa liar untuk minum dan berkubang, air berperan dalam
metabolisme tubuh satwa. Jenis-jenis vertebrata liar mendapatkan air dari
berbagai sumber yaitu air bebas yang tersedia di danau, kolam, sungai dan
air yang terdapat pada parit-parit atau irigasi, bagian vegetasi yang
mengandung air, embun dan air yang dihasilkan dari proses-proses
metabolisme lemak maupun karbohidrat di dalam tubuh.
3. Cover
Kehadiran pelindung sangat diperlukan dan peranannya sangat penting
bagi proses kelestarian suatu populasi. Pelindung adalah struktur
lingkungan yang dapat melindungi kegiatan reproduksi dan berbagai
kegiatan satwa liar lainnya. Secara fisik berupa vegetasi, goa dan bentukan
alam lainnya.
4. Topografi
Topografi adalah studi tentang bentuk permukaan bumi. Dalam pengertian
yang lebih luas, topografi tidak hanya mengenai bentuk permukaan saja,
tetapi juga vegetasi dan pengaruh manusia terhadap lingkungan, dan
bahkan kebudayaan lokal. Topografi umumnya menyuguhkan relief
permukaan, model tiga dimensi, dan identifikasi jenis lahan. Objek
topografi adalah mengenai posisi suatu bagian dan secara umum menunjuk
pada koordinat secara horizontal seperti garis lintang dan garis bujur, dan

8
secara vertikal. Kemiringan lahan adalah perbandingan antara beda tinggi
(jarak vertikal) suatu lahan dengan jarak mendatarnya.

Konfigurasi permukaan bumi sangat mempengaruhi ketinggian, kemiringan


dan deodinamika lahan sebagai habitat, yang akan berpengaruh terhadap iklim
(cahaya matahari, suhu, curah hujan, dan kelembaban) yang secara langsung atau
tidak langsung berhubungan erat dengan masyarakat tumbuhan dalam kaitannya
dengan kehadiran, distribusi, jenis-jenis tumbuhan, dan berbagai proses biologi
tumbuhan (Kuswanda, 2016).

2.4. Tingkah Laku

Perilaku hewan merupakan suatu aktivitas hewan untuk menyesuaikan diri


yang melibatkan fungsi fisiologis dengan kondisi internal dan eksternal yang
berbeda. Aktivitas tersebut dapat digambarkan sebagai respon hewan terhadap
rangsangan atau stimulus yang mempengaruhinya (Suhara, 2010) Tingkah laku
merupakan pula cara hewan tersebut berinteraksi secara dinamik dengan
lingkungannya, baik dengan makhluk hidup maupun benda-benda. Kehidupan
setiap satwa mempunyai bentuk atau corak tingkah laku dan kehidupan sosial
tertentu yang tidak terpengaruh langsung oleh lingkungan fisik habitatnya.
Selanjutnya dikatakan bahwa faktor-faktor genetik yang mempengaruhi tingkah
laku dapat bermodifikasi akibat pengaruh lingkungan seperti dalam penyediaan
jumlah dan jenis makanannya. Sebagian besar ordo primata membentuk
kelompok-kelompok sosial dalam hidupnya. Banyaknya individu dalam kelompok
kera dipengaruhi oleh jumlah persediaan makanan. Aktivitas Siamang
(Symphalangus syndactylus) dalam kehidupannya sehari-hari dapat dibedakan
berdasarkan perilaku berikut.

1. Perilaku Istirahat
Saat istirahat Siamang (Symphalangus syndactylus) menghindari teriknya
sinar matahari dengan cara turun ke bagian tajuk yang paling rendah. Pada
periode istirahat terjadi interaksi sosial antara anggota kelompoknya melalui
kegiatan berkutu-kutuan dan duduk bersama dimana jantan dewasa

9
merupakan kegiatan pusatnya. Kegiatan istirahat akan meningkat sejalan
dengan penurunan intensitas makan selama aktivitas berlangsung (Chivers,
1972).
2. Perilaku Makan
Makan adalah aktivitas yang menghabiskan waktu paling besar setiap jam
dan setiap hari bila dibandingkan dengan bergerak dan hampir berimbang
dengan waktu istirahatnya. Pada saat memilih pakan, seekor hewan dengan
nalurinya akan memilih bahan pakan yang tinggi nilai gizinya, tidak
membahayakan kesehatan, dan mempunyai bau serta cita rasa yang sesuai
dengan seleranya (Suyanto, 2009). Siamang (Symphalangus syndactylus)
sangat selektif dalam memilih pakannya, hal tersebut berkaitan dengan
strategi makan dan ketersediaan pakan. Primata pada umumnya menyukai
pakan dengan rasa manis, Siamang (Symphalangus syndactylus) akan banyak
memakan buah ketika musim buah tiba, tapi ketika tidak ada akan lebih
banyak mengkonsumsi pucuk daun (Sharafina, 2017).
Siamang (Symphalangus syndactylus) dapat melakukan kegiatan
makan pada pohon yang sama untuk 2 sampai 3 hari berturut-turut dengan
sesekali melakukan penjelajahan dan biasanya tidur pada pohon yang
berdekatan dengan pohon sumber makanan tersebut. Lamanya kegiatan
makan di suatu pohon sangat bervariasi terutama ditentukan oleh jenis dan
kelimpahan makanan (Rasmada 2008). Penyebaran pakan sangat penting bagi
individu dengan status sosial yang rendah karena dapat mempermudah akses
ke sumber pakan dan mengurangi risiko adanya gangguan dari individu
dominan (Heulin et.,al. 2005). Kelompok Siamang (Symphalangus
syndactylus) ini memiliki insting yang cukup tinggi terhadap cuaca. Apabila
cuaca mulai mendung biasanya kelompok Siamang (Symphalangus
syndactylus) ini akan mempercepat aktivitasnya dan bergerak ke bagian
hutan yang lebih aman. Aktivitas makan juga tetap dilakukan oleh kelompok
Siamang (Symphalangus syndactylus) ini ketika sedang hujan dengan
memanfaatkan sumber makanan yang ada di pohon tempat Siamang
(Symphalangus syndactylus) berteduh, akan tetapi aktivitas makan ini lebih

10
sedikit dibandingkan saat cerah. Pergerakan Siamang (Symphalangus
syndactylus) setiap hari lebih banyak tujuannya untuk mencari makan.
3. Perilaku Bergerak
Betina lebih sering memimpin pada saat melakukan penjelajahan dalam
wilayahnya dari pada jantan. Seringkali betina jalan duluan dan kadang
menunggu untuk beberapa saat kemudian kembali ke belakang jika anggota
yang lain tidak mengikuti. Bismark (1984) mengatakan bahwa marga
Hylobatidae melakukan aktivitas bergerak atau berpindah dalam kaitannya
dengan pengontrolan wilayah dan aktivitas pencarian serta pemilihan pohon
pakan yang kesemuanya merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya serta merupakan upaya kelompok untuk menghindari predator atau
bahaya. Siamang (Symphalangus syndactylus) adalah satwa arboreal, oleh
karena itu satwa ini sangat membutuhkan tumbuh-tumbuhan terutama pohon
sebagai tempat melakukan aktivitas hariannya. Aktivitas berpindah Siamang
(Symphalangus syndactylus) adalah suatu pergerakan Siamang
(Symphalangus syndactylus) untuk berpindah tempat untuk mencari sumber
pakan dan tempat bermain maupun untuk mencari pohon yang digunakan
untuk istirahat atau tidur. Aktivitas bergerak Siamang (Symphalangus
syndactylus) menggunakan pohon-pohon di strata menengah dengan tinggi
pohon 15−30 m seperti Damar (Shorea javanica) dan Bayur (Pterospermum
javanicum) (Yuliana, 2012).

2.5. Struktur Sosial Famili Hylobatidea

Komposisi serta struktur sosial famili Hylobatidea mempunyai keunikan yaitu


membentuk kelompok inti berupa keluarga kecil sehingga berbeda dengan kerabat
kera-kera lain. Anggota famili ini hidup dalam pasangan dengan jumlah anak
sampai empat ekor dan setelah anak tersebut dewasa akan meninggalkan
kelompok karena anggota famili Hylobatidae yang lebih dewasa sangat galak
terhadap yang muda dari jenis kelamin sama. Marga Hylobatidae menganut
sistem monogami yaitu hanya terdapat satu pasang jantan dan betina dewasa

11
ditambah satu sampai tiga individu muda dalam keluarga (Duma, 2007). Individu
pada jenis yang sama akan memiliki kebutuhan yang sama dan cara untuk
mendapatkan relatif sama, sehingga dalam memenuhi kebutuhan tersebut satu
individu memerlukan interaksi dengan individu lainnya sehingga terjadilah
hubungan dan berlanjut antar beberapa individu yang lebih banyak. Hubungan
tersebut akan menghasilkan suatu aturan sosial dan membentuk struktur sosial
dengan kebiasaan yang diterapkan dalam kelompok tersebut (Sultan, 2009).

Siamang (Symphalangus syndactylus) merupakan primata yang bersifat


monogamous. Memiliki kelompok yang kecil yang hanya terdiri dari satu jantan
dewasa, satu betina dewasa, dan beberapa individu muda. Komposisi tiap
kelompok Siamang (Symphalangus syndactylus) dapat berjumlah antara 3−6
ekor. Individu Siamang (Symphalangus syndactylus) akan siap untuk melakukan
perkawinan pada umur 8−9 tahun. Masa kehamilan antara 7−8 bulan dengan jarak
kelahiran antara 2−2,5 tahun. Masa hidup dapat mencapai 25 tahun (Supriatna dan
Wahyono, 2002). Suku Hylobatidae hidup secara berkelompok dan
mempertahankan teritorinya dengan suara atau tanda-tanda khusus lainnya. Betina
berperan menentukan arah pergerakan dan bertanggungjawab terhadap pertemuan
dengan kelompok lain. Akan tetapi apabila ada konflik di antara kelompok, betina
tidak terlibat karena betina tidak mempunyai hirarki dominan. Menurut Gittin
et.,al, (1980), membagi kelas umur pada Siamang (Symphalangus syndactylus) ke
dalam lima kelas umur berbeda berdasarkan ukuran badan dan tingkat
perkembangan perilaku sebagai berikut.

1. Bayi (infant)
Individu Siamang (Symphalangus syndactylus) yang termasuk ke dalam
kelas umur ini adalah individu yang baru dilahirkan hingga umur 2 tahun
dengan ukuran badan yang sangat kecil. Bayi Siamang (Symphalangus
syndactylus) belum bisa beraktivitas dan selalu dalam gendongan induk
betinanya pada tahun pertama. Induk jantan selanjutnya akan mengambil alih
pengasuhan bayi pada tahun kedua (parental care).

12
2. Juvenile I (anak-anak)
Juvenile adalah individu yang berumur lebih dari 2 tahun hingga 4 tahun.
Badannya kecil namun relatif lebih besar dari bayi serta mampu beraktivitas
sendiri, namun cenderung lebih dekat dengan induknya.
3. Juvenil II (remaja besar)
Individu yang termasuk ke dalam kelas umur ini adalah individu-individu
yang berumur lebih dari 4 tahun sampai 6 tahun. Ukuran badannya sedang
dan sering melakukan aktivitas sendiri namun tidak dalam jarak yang sangat
jauh dari kelompoknya.
4. Sub-adult (pra-dewasa)
Umur lebih dari 6 tahun dan mulai memisahkan diri jauh dari kelompoknya,
namun masih dalam satu kesatuan kelompoknya. Belum matang secara
seksual dan badannya hampir sama dengan ukuran badan individu dewasa.
5. Adult (dewasa)
Secara seksual sudah matang dan telah memisahkan diri dari kelompoknya
dan ukuran badan telah maksimal.

2.6. Status Keberadaan Siamang (Symphalangus syndactylus)

Sebanyak 70 persen dari 40 spesies primata yang ada di Indonesia dalam


status terancam punah (Ruswandi, 2007). Tingginya angka konsumsi terhadap
primata di Indonesia terjadi karena sebagian masyarakat masih percaya mitos
bahwa kera dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit, salah satunya asma
meski sampai saat ini tidak bisa dibuktikan secara ilmiah (Nursahid, 2011). Dirjen
PHPA tahun 1995 menyebutkan bahwa Siamang (Symphalangus syndactylus)
merupakan salah satu jenis mamalia langka dan telah dilindungi di wilayah
Indonesia sejak jaman kolonial Belanda melalui Ordonansi dan Peraturan
Perlindungan Binatang-Binatang Liar 1931 No. 348 dan No. 266.

Keberadaan Siamang (Symphalangus syndactylus) di Indonesia merupakan


jenis primata yang dilindungi. Status dilindungi tersebut berdasarkan Undang-
Undang No.5 tahun 1990 dan Peraturan Pemerintah No.7 tahun 1999 tentang

13
penetapan Siamang (Symphalangus syndactylus) sebagai satwa yang dilindungi.
Salah satu pertimbangan dalam penetapan status dilindungi ini karena populasi
jenis satwa ini telah mengalami penurunan dan keberadaannya di alam terancam
punah. Populasi Siamang (Symphalangus syndactylus) cenderung tak terdata
secara spesifik. Meskipun tergolong hewan yang dilindungi dengan status
terancam punah, keberadaan primata yang habitatnya bisa ditemui di kawasan
Sumatera dan semenanjung Malaysia (Cristanti et.,al. 2012). Ancaman kepunahan
itu terjadi akibat maraknya perburuan liar, perambahan hutan, dan pembukaan
perkebunan sawit. Dampaknya akan terus mempengaruhi menurunnya populasi
Siamang (Symphalangus syndactylus) (Ardianto, 2008). Gambaran antara tahun
1995−2000, tidak kurang dari 40% habitat hutan rusak akibat pembalakan hutan,
kebakaran, penebangan liar, dan perubahan lahan menjadi area perkebunan dan
pertanian. Kebakaran hutan merupakan penyumbang cukup besar dalam konversi
hutan tersebut (WCS-IP, 2000). Hal tersebut merupakan ancaman
keberlangsungan keberadaan habitat Siamang (Symphalangus syndactylus) .
Siamang (Symphalangus syndactylus) penting dikonservasi untuk
mempertahankan fungsi hutan, sebab Siamang (Symphalangus syndactylus)
berperan membantu regenerasi hutan dengan cara mendistribusikan biji-bijian
(Sipayung, 2011).

2.7. Hutan Adat

Istilah hutan adat yang sudah baku dalam penyebutan untuk kawasan
hutan yang dikelola oleh masyarakat desa baik dalam undang-undang kehutanan
maupun dalam penggunaan oleh kalangan pengembang ternyata memiliki potensi
untuk mendorong munculnya masalah ke depan. Dalam undang-undang
kehutanan secara garis besarnya disebutkan bahwa hutan adat merupakan suatu
kawasan yang dikelola oleh masyarakat adat dengan berpedoman pada institusi
adat. Jika dicermati, dalam pengertian tersebut terkait di dalamnya masalah akses
dalam mengelola, artinya bahwa seluruh komponen masyarakat memiliki hak
dalam mengakses kawasan hutan dimaksud. Hutan adat adalah seluruh hutan
rimba yang bukan milik pribadi atau keluarga. Hutan adat berisi berbagai jenis

14
kayu, buah-buahan, akar dan rotan serta dihuni oleh berbagai jenis binatang.
Walaupun kebiasaan membuka lahan yang merupakan tradisi turun-temurun
namun masyarakat tidak diperkenankan untuk membuka lahan seluas-luasnya.
Sistem pengelompokan hutan dimaksudkan sebagai suatu upaya perlindungan,
sehingga jelas mana kawasan hutan yang dilindungi dan yang boleh diusahakan
(Prasetyo, 2006).

Hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah adat yang
pengelolaannya diserahkan hukum adat (Pasal 1 UU No.41 tahun 1999).
Masyarakat hukum adat tidak diakui kepemilikannya terhadap hutan, tetapi dapat
memperoleh hak mengelola dan memanfaatkan sebagai hutan adat. Pada putusan
MK perkara no. 35/PUU-X/2012 pasal 1 angka 6, pengertian hutan adat
mengalami perubahan yakni hutan adat adalah hutan yang berada dalam wilayah
masyarakat hukum adat. Pemberian hak pengelolaan hanya dapat direalisasikan
apabila masyarakat hukum adat terbukti masih ada. Pemerintah merupakan pihak
yang berwenang memberikan hak tersebut. Kearifan lokal masyarakat dalam
mengelola hutan, sebenarnya telah dipraktekkan sejak lama dan menjadi tradisi
yang turun temurun. Pada beberapa kasus pengelolaan hutan oleh masyarakat
dapat dicermati bahwa kearifan masyarakat didalam pengelolaan hutan pada
kenyataannya telah membawa dampak yang positif bagi kelestarian hutan, karena
mereka mempunyai tingkat ketergantungan dari hutan itu, sehingga pola-pola
pemanfaatan lebih mengarah pada kelestarian.

15
BAB III. METODELOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu

Penelitian ini akan dilaksanakan di Hutan Adat Kecamatan Sindang Danau


(Desa Pematang Danau, Desa Tanjung harapan dan Desa Watas) Kabupaten Ogan
Komering Ulu Selatan selama kurang lebih dua bulan dimulai pada bulan
September-Oktober 2022.

Sumber: Google earth tahun 2022

Gambar 2. Peta Kecamatan Sindang Danau

3.2. Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan untuk kegiatan pengamatan dan pengambilan


data sebagai berikut:
Tabel 1. Alat dan bahan penelitian
No. Alat dan Bahan Kegunaan
1. Alat tulis Untuk mencatat kegiatan dan pengamatan di lapangan
2. Tape Recorder Merekam kegiatan bersuara siamang
3. Stop Watch Menghitung durasi kegiatan siamang
4. Jam Tangan Untuk menentukan batasan waktu pengamatan
5. GPS Menandai lokasi dan titik pengamatan
6. Kamera Dokumentasi kegiatan dan pengamatan
7. Laptop Mengolah data hasi pengamatan
8. Thaly sheet Sebagai panduan dalam pengisian penelitian

16
3.3. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Metode


penelitian kualitatif deskriptif adalah metode penelitian yang digunakan untuk
meneliti obyek yang alamiah. Pada penelitian kualitatif, peneliti menyajikan hasil
penelitian secara deskriptif yaitu mendeskripsikan data yang dikumpulkan berupa
kata-kata, gambar, dan bukan angka (Lexy, 2010). Prosedur penelitian yang
dilakukan yaitu menghasilkan data deskriptif yang berasal dari pengamatan dan
observasi secara langsung dilokasi penelitian, kemudian diinterprestasi dalam
bentuk deskriftif.
Metode kuantitaif dapat didefinisikan sebagai suatu proses menemukan
pengetahuan dengan menggunakan data berupa angka sebagai alat untuk
menganalisa keterangan tentang apa yang ingin diketahui (Kasiram, 2008).
Penelitian kuantitatif deskriptif hanya mengukur tingkat suatu variabel pada
populasi atau sampel. Prosedur analisa kuantitatif yang dilakukan peneliti untuk
menjelaskan persentase perilaku aktivitas harian Siamang (Symphalangus
syndactylus) .

3.4. Jenis Data


Penelitian ini menggunakan sumber data berupa:
1. Data Primer
Sumber data primer merupakan data yang diperoleh dengan cara menggali
sumber asli secara langsung. Data primer meliputi data terkait ukuran
kelompok yang meliputi jumlah individu, struktur umur, rasio seksual dan
aktivitas dari Siamang (Symphalangus syndactylus) yang diambil melalui
pengamatan dan observasi secara langsung.
2. Data Sekunder
Sumber data sekunder merupakan sumber data tidak langsung yang mampu
memberikan data tambahan serta penguatan terhadap data penelitian. Sumber
data sekunder ini diperoleh melalui dokumentasi dan studi kepustakaan
dengan bantuan buku, jurnal, dan sumber-sumber yang relevan.

17
3.5. Jenis Pengumpulan Data
A. Pengumpulan Data Primer
1. Survei Pendahuluan
Survei adalah langkah awal untuk memulai penelitian, tujuan survei
pendahuluan agar peneliti mengetahui kondisi umum lokasi penelitian.
Kemudian dalam melakukan survei pendahuluan yang dapat dilakukan
adalah mencocokan peta kerja dengan kondisi di lapangan, menentukan
jalur dan lokasi pengamatan serta untuk mengetahui karakteristik habitat
Siamang (Symphalangus syndactylus).
2. Pengumpulan Data di Lapangan
Data yang dicatat selama penelitian adalah jumlah individu, struktur umur
dan rasio seksual dan aktivitas yang dilakukan oleh Siamang
(Symphalangus syndactylus). Metode yang digunakan adalah metode area
terkonsenterasi (concentration count method) dan focal animal sampling
(Bismark, 2011). Pengamatan dilaksanakan terkonsentrasi pada suatu titik
yang diduga sebagai tempat dengan peluang perjumpaan satwa tinggi.
Misalnya tempat tersediaanya pakan, air untuk minum dan lokasi pohon
tidurnya. Pengamatan dapat dilakukan pada tempat yang tersembunyi
sehingga tidak mengganggu aktivitas satwa.
a. Populasi
Perhitungan jumlah individu, pengenalan struktur umur dan jenis
kelamin Siamang (Symphalangus syndactylus) di lapangan dilakukan
dengan cara perhitungan langsung dan dianalisis berdasarkan ciri-ciri
khusus pada kelompok yang diamati agar tidak terjadi perhitungan
ulang berdasarkan ciri-ciri khusus misalkan berdasarkan ukuran tubuh,
dan aktifitas Siamang (Symphalangus syndactylus)saat makan
(Nasrullah, 2009). Lembar kerja meliputi hari dan tanggal
pengamatan, waktu bertemu, lokasi bertemu, temuan di lapangan,
jumlah individu yang ditemui, jumlah total dan keterangan saat
dilapangan.

18
Tabel 2. Lembar Pengamatan Ukuran Kelompok Siamang
(Symphalangus syndactylus)
No. Waktu Jenis Individu Jumlah
A Muda Dewasa
J B TI J B TI

Jumlah Total

Keterangan:
A = Anakan
J = Jantan
B = Betina
TI = Tidak Teridentifikasi

b. Aktivitas Harian
Pengambilan data dilakukan dengan pengamatan langsung dengan
teknik Focal animal sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang
berfokus pada satu individu atau unit misalnya 1 keluarga, 1 pasangan
atau sejumlah individu yang diamati untuk jangka waktu tertentu
dalam pengamatan tingkat laku. Hewan fokus (unit) dipilih secara
acak sebelum pengamatan atau dipilih berdasarkan alasan tertentu.
Pengamatan Siamang (Symphalangus syndactylus) dilakukan selama
15 hari di tiga lokasi (Desa Pematang Danau, Desa Tanjung harapan
dan Desa Watas) dimulai pada pukul 05.00 WIB sampai dengan 18.00
WIB. Pengamatan dilakukan dengan interval waktu selama 60 menit.

B. Pengumpulan Data Sekunder


Pengumpulan data sekunder diperoleh dari berbagai sumber, melalui
studi literatur dari pustaka, jurnal dan terbitan lainnya mengenai bio-ekologi
simpai dan kondisi lokasi penelitian tujuannya yaitu untuk melengkapi data
primer yang telah diambil dilapangan.

19
3.6. Analisis Data
Analisis data dilakukan yaitu menggunakan analisis deskriptif kualitatif, yaitu
peneliti menguraikan, menjelaskan dan menggambarkan hasil data yang di dapat
di lapangan dan disusun dalam bentuk kalimat ilmiah secara sistematis.
A. Populasi Siamang
1. Ukuran Kelompok
Menurut Kwatrina (2013), ukuran kelompok merupakan jumlah
individu dalam kelompok. Data ukuran kelompok dikumpulkan dengan
mencatat jumlah individu, komposisi kelompok, dan lokasi sesuai
keberadaan kelompok primata yang ditemukan dengan menggunakan GPS
receiver. Ukuran kelompok Siamang (Symphalangus syndactylus) dapat
diketahui dengan menggunakan metode pengamatan terkonsentrasi
(concentration count). Jumlah individu terbesar yang ditemui dari seluruh
rangkaian pengamatan diasumsikan sebagi jumlah individu yang mewakili
satu kelompok. Apabila jumlah inidividu terkecil yang ditemui
diasumsikan bahwa individu yang lain tidak terlihat pada saat pengamatan
(Fachrul, 2007).
Pengamatan dilaksanakan terkonsentrasi pada suatu lokasi yang
diduga sebagai tempat dengan peluang perjumpaan satwa tinggi. Misalnya
tempat tersediaanya pakan, air untuk minum dan pohon tidurnya. Menurut
Iskandar (2007), jenis pohon yang digunakan sebagai pohon tempat tidur
primata adalah jenis pohon yang pada umumnya juga dimanfaatkan
sebagai pohon sumber pakan. Pengamatan dapat dilakukan pada tempat
yang tersembunyi sehingga tidak mengganggu aktivitas satwa.

2. Penentuan Umur
Penentuan struktur umur Siamang (Symphalangus syndactylus) dapat
diketahui berdasarkan ukuran tubuh dan aktifitas simpai saat makan
(Nasrulla, 2009). Menurut Gittin et.,al, (1980), membagi kelas umur pada
Siamang (Symphalangus syndactylus) ke dalam lima kelas umur berbeda

20
berdasarkan ukuran badan dan tingkat perkembangan perilaku sebagai
berikut.

a. Bayi (infant)
Individu Siamang (Symphalangus syndactylus) yang termasuk ke
dalam kelas umur ini adalah individu yang baru dilahirkan hingga
umur 2 tahun dengan ukuran badan yang sangat kecil. Bayi Siamang
(Symphalangus syndactylus) belum bisa beraktivitas dan selalu dalam
gendongan induk betinanya pada tahun pertama. Induk jantan
selanjutnya akan mengambil alih pengasuhan bayi pada tahun kedua
(parental care).
b. Juvenile I (anak-anak)
Juvenile adalah individu yang berumur lebih dari 2 tahun hingga 4
tahun. Badannya kecil namun relatif lebih besar dari bayi serta mampu
beraktivitas sendiri, namun cenderung lebih dekat dengan induknya.
c. Juvenil II (remaja besar)
Individu yang termasuk ke dalam kelas umur ini adalah individu-
individu yang berumur lebih dari 4 tahun sampai 6 tahun. Ukuran
badannya sedang dan sering melakukan aktivitas sendiri namun tidak
dalam jarak yang sangat jauh dari kelompoknya.
d. Sub-adult (pra-dewasa)
Umur lebih dari 6 tahun dan mulai memisahkan diri jauh dari
kelompoknya, namun masih dalam satu kesatuan kelompoknya.
Belum matang secara seksual dan badannya hampir sama dengan
ukuran badan individu dewasa.
e. Adult (dewasa)
Secara seksual sudah matang dan telah memisahkan diri dari
kelompoknya dan ukuran badan telah maksimal.

21
3. Rasio Seksual
Nilai dugaan terhadap rasio seksual populasi Siamang (Symphalangus
syndactylus) ditentukan dengan persamaan yang menunjukan
perbandingan antara jumlah jantan dan betina (Alikodra, 2010).

S= J
B
Keterangan :
S = Seks ratio
J = Jumlah jantan
B = Jumlah betina

B. Aktivitas Harian
Hasil pengamatan prilaku aktivitas harian Siamang (Symphalangus
syndactylus) ditampilkan dalam bentuk grafik dan tabel yang selanjutnya
dianalisis secara deskriptif. Data yang diambil meliputi aktivitas Siamang
(Symphalangus syndactylus) yang terdiri dari beberapa aktivitas khusus
yaitu:
1. Makan terdiri dari aktivitas memasukkan makanan kemulut, minum,
defekasi dan urinasi
2. Istirahat terdiri dari aktivitas duduk, berbaring, dan tidur.
3. Aktivitas sosial terdiri dari kawin, bermain, bersuara, interaksi dan
grooming

C. Frekuensi Prilaku
Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung persentase prilaku aktivitas
harian Siamang (Symphalangus syndactylus) adalah sebagai berikut:

Perilaku = Frekuensi Prilaku X 100%


Total seluruh prilaku

22
DAFTAR PUSTAKA

Alikodra, Hadi S. 2010. Teknik Pengelolaan Satwa Liar Dalam Rangka Sains &
Entrepreneurship IV Mempertahankan Keanekaragaman Hayati Indonesia.
Bogor: Institut Pertanian Bogor Press.

Andy, M. S. E. 2010. Kopi: Buah, Biji, Dan Pengolahan. Diakses Tanggal 27


Desember 2012. Http://Andy.Web.Id/ Kopi-Buah-Biji. Php.

Andriansyah, O. (2005). Studi Adaptasi Perilaku Siamang (Hylobates


Syndactylus) Pada Habitat Yang Mengalami Aktivitas Perladangan Di
Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman. (Skripsi). Jurusan Kehutanan
Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung. Tidak
Dipublikasikan.

Ardianto, A. 2008. Owa Dan Siamang Terancam Punah. 2 Mei 2012.


Http://Www.Inilah.Com/Read/Detail/21694/Owa_Siamang_Terancam_Pu
nah.

Bismark, M. 1984. Biologi Dan Konservasi Primata Di Indonesia. Bogor:


Fakultas Pascasarjana IPB.

Chivers, D. (1974). The Siamang In Malaya. Evolution, 30, 196. Https://Doi.Org/


10.1111/J.1558-5646.1976.Tb00901.X.

CITES. (2020). Convention On International Trade In Endangered Species Of


Wild Fauna And Floran (2020, February 2). Retrieved From
Http://Cites.Org/Eng /App/Appendices.Php.

Christyanti, M. (2014). Kompetisi Dan Tumpang-Tindih Relung Antara Siamang


(Symphalangus Syndactylus) Dan Mamalia Arboreal Lainnya Di Taman
Nasional Bukit Barisan Selatan. (Skripsi). Dept Biologi, Universitas
Indonesia.

Dewi,C. M.A. Mardiastuti., E. Iskandar. 2016. Wilayah Jelajah Dan Teritorial


Owa Jawa (Hylobates Moloch) Di Taman Nasional Halimun Gunung
Salak. Media Konservasi.

Duma Y. 2007. Kajian Habitat, Tingkah Laku Dan Populasi Kwalet (Hylobates
Agilis Albibarbis) Di Taman Nasional Sebangau Kalimantan Tengah.
Tesis. Bogor. Institut Pertanian Bogor.

Gittins, S. P., Dan S. J. J. Raemakers. 1980. Siamang, Lar, And Agile


Hylobatidaes. [Eds.]. Malayan Forest Primates: Ten Years’ Study In
Tropical Rain Forest. 3:12 14.

23
Heulin CB, Cruz BM. 2005. Influence Of Food Dispersion On Feeding Activity
And Social Interactions In Captive Lophocebus Albigena And Cercocebus
Torquatus Torquatus. Primates 46: 77–90.

Ilham, M., D. P. Farajallah., E. Iskandar. 2019. Aktivitas Dan Perilaku Pasangan


Owa Jawa (Hylobates Moloch) Di Javan Gibbon Centre. Jurnal Ilmu
Pertanian Indonesia (JIPI).

Iskandar . S. 2012. Aktivitas Kelompok Owa Jawa (Hylobates Audebert, 1798) Di


Hutan Rasamla (Altingia Exeisa Noronha, 1790). Taman Nasional Gunung
Gede Pangrango, Jawa Barat.

Kasiram, Moh. 2008. Metodelogi Penelitian. Malang: UIN-Malang Pers.

Kusdanartika, Tiara, Santoso, Nyoto. 2019. Karakteristik Populasi Dan Habitat


Siamang (Symphalangus Syndactylus Raffles 1821) Di Resor Balik Bukit
Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. UT-Consevation Of Forest
Resources And Ecotourism. IPB University.

Kuswanda, W., & Garsetiasih, R. (2016). Daya Dukung Dan Pertumbuhan


Populasi Siamang (Hylobates Syndactylus Raffles, 1821) Di Cagar Alam
Dolok Sipirok, Sumatera Utara. Buletin Plasma Nutfah, 22(1), 67–8.
Https://Doi.Org/10.21082/Blpn.V22n1.2016.P67-80.

Koeswara, D.A., N.A. Gusnia, A.M. Saadudin, Dan P.B. Saputro. 2008. Model
Pengembangan Ecoedutourism Berbasis Satwa Endemik Sulawesi Selatan,
Monyet Hitam Dare (Macaca Maura). 1 Mei 2012. Http://Akademik.
Ipb.Ac.Id /Pkm_Penelitian_Ilmiah.

KSDAE, D. (2015). Keputusan Direktur Jendral Konservasi Sumber Daya Alam


Danekosistem. Nomor: SK. 180/IVKKH/2015 Tentang Penetapan Dua
Puluh Lima Satwa Terancam Punah Prioritas Untuk Ditingkatkan
Populasinya Sebesar 10% Pada Tahun 2015-2019. Ditjen KSDAE, Jakarta.

Larasati, S. 2009. Mari Kita Mengenal Primata. 8 April 2011.Http://


Wulanprimataloversblogspot.Com.

Mackinnon, K, G., Hatta, H., Halim., dan Mangalik., 2000. Seri Ekologi
Indonesia Buku III Ekologi Kalimantan. Prenhallindo. Jakarta.

Moleong. Lexy J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya,


Bandung.

24
Mubarok. (2012). Distribusi Dan Kepadatan Simpatrik Ungko (Hylobates Agilis)
Dan Siamang (Symphalangus Syndactylus) Di Kawasan Hutan Batang
Toru, Sumater Utara. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Mulyanto, H., D. Cahyuningdari, Dan A.D. Setyawan. 2000. Kantung Semar Di


Lereng Gunung Merbabu. 1 Mei 2011. Http://Blog.Uns.Ac.Id./
2000/06/24/Kantung_ Semar_Dilereng_Gunung _Merbabu.

Nakamura, H., M. Hayashida, And T. Kubono. 2006. Seed Rot Of Post-Dispersal


Prunus Verecunda Seed Included By Sucking Of Macroscytus Japonensis.
Journal Of Japan Forestry Society. 88:141–149.

Nijman, V., & Geissman. (2006). In-Situ And Ex-Situ Status Of The Javan Gibbon
And The Ole Of Zoos In Conservation Of The Species. Contributions To
Zoology, 75(3–4), 161– 168. Https://Doi.Org/10.1163/18759866-
0750304005.

Nijman, V., & Geissman. (2008). IUCN Red List Of Threatened Species. Choice
Reviews Online, 49, 49-6872-49–6872.
Https://Doi.Org/10.5860/Choice.49-6872.

Nurcahyo, A. 2001. Studi Perilaku Harian Siamang (Hylobates Syndactylus) Di


Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Lampung. (Skripsi). Fakultas
Kehutanan UGM. Yogyakarta. Tidak Dipublikasikan.

Nurmansyah, Irvan. 2012. Struktur Dan Komposisi Jenis Vegetasi Pada Habitat
Ungko (Hylobates Agillis F. Cuvier 1821) Dan Siamang (Symphalangus
Syndactylus) (Symphalangus Syndactylus Gloger 1841) Di Stasiun
Penelitian Hutan Batang Toru Bagian Barat, Sumatera Utara.
Bogor:Institut Pertanian Bogor

Nursahid, R. 2011. Spesies Primata Indonesia Yang Nyaris Punah.10 Mei 2012.
Http://Sains.Kompas.Com/Read/2011/07/03/13373495/4.Speies_Primata_
Indonesia_Nyaris.Punah.

Prasetyo, Adhi. 2006. Pengelolaan hutan sistem masyarakat. Diakses dari


http://adhi-prasetyi . blogspot.com/2006/04/penelolaan-hutan-system-
masyarakat.html.

Ryan, Wijaya Kusuma. 2018. Kajian Perilaku Harian Siamang (Symphalangus


Syndactylus) Jantan Dikebun Binatang Cikembulan Garut. Jawa Barat.
Skripsi Thesis. UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Rahayu, Tri, 2015. Perlindungan Hukum Terhadap Satwa Dari Perdagangan


Liar (Studi Pada Wildlife Rescue Center, Pengasih Kulon Progo
Yogyakarta). Yogyakarta: Universitas Negeri Sunan Kalijaga

25
Rasmada, S. (2008). Analisis Kebutuhan Nutrien Dan Kecernaan Pakan Pada
Owa Jawa (Hylobates Moloch) Di Pusat Penyelamatan Satwa Gadog-
Ciawi Bogor. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Rosyid, Abdul. 2007. Aktivitas Makan Siamang (Symphalangus Syndactylus)


Dewasa (Hylobates Syndactylus Raffles, 1821) Yang Hidup Di Hutan
Terganggu Dan Tidak Terganggu. Palu. Fakultas Pertanian. Universitas
Tadulako.

Rusita, Dewi, Bainah S, et al. 2015. Aktivitas Harian Primata (Hylobates


Syndactylus, Macaca Fascicularis, Presbytis Melalophos) Di Pusat
Primata Schmutzer Taman Margasatwa Ragunan Jakarta. Lampung:
Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Rusmanto, M. 2001. Pemencaran Biji Oleh Siamang (Hylobates Syndactylus) Di


Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Lampung, Sumatera, Indonesia.
(Skripsi). Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Tidak Dipublikasikan.

Ruswandi, D. 2007. 70% Spesies Primata Terancam Punah. 1 Mei 2012. Http://
Www.Okezone.Com/23/12/2007–70%/ Spesies_
Primata_Terancam_Punah.

Saputra, Alanindra, et al. 2015. Studi Aktivitas Monyet Ekor Panjang (Macaca
Fascicularis) Di Taman Wisata Alam Grojogan Sewu Kabupaten
Karanganyar. Jurnal Bioeksperimen. 1 (1) ISSN 2460-1373.

Sharafina, D. (2017). Manajemen Pakan Dan Perilaku Harian Siamang


(Symphalangus Syndactylus) Di Taman Satwa Taru Jurug, Surakarta.
(Skripsi). Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sipayung, J.S. 2011. Distribusi Dan Populasi Siamang (Symphalangus


Syndactylus) Keterkaitannya Dalam Pengembangan Ekowisata Diareal
Kelola Lokasi SHK Lestari Tahura WAR. Skripsi.Fakultas Pertanian
Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Suhara. 2010. Modul Pembelajaran Ilmu Kelakuan Hewan (Animal Behaviour).


Bandung: Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI.

Sultan, K., Mansjoer, S. S., & Bismark, M. (2009). Populasi Dan Distribusi
Ungko (Hylobates Agilis) Di Taman Nasional Batang Gadis, Sumatera
Utara. Jurnal Primatologi Indonesia, 6(1), 25–31.

Supriatna, J., & Ramadhan, R. (2016). Pariwisata Primata Indonesia. Jakarta,


Indonesia: Yayasan Pustaka Onor Indonesia.

26
Suyanto, A., M. H. Sinaga & A. Saim. 2009. Mammals Biodiversity In Tesso Nilo,
Riau Province, Indonesia. Jurnal Zoo Indonesia. 2:79 88.

Tiyawati. A., Harianto. S.P., & Widodo. Y.,2016. Kajian Aktivitas Dan Analisis
Kandungan Gizi Pakan Drop In Siamang (Symphalangus Syndactylus)
(Hylobates Syndactylus) Di Taman Argo Satwa Dan Wisata Bumi
Kedaton. Bandar Lampung: Universitas Lampung.
WCS-IP. (2000). Siamang Lestari. Jakarta, Indonesia: Wildlife Conservation
Society Indonesia Program.

Wahono, Ratnasari. 2016. Peran Balai Konservasi Sumber Daya Alam Daerah
Istimewa Yogyakarta (BKSDA DIY) Dalam Pengendalian Terhadap
Perdagangan Satwa Liar Dilindungi. Yogyakarta: Fakultas Hukum
Universitas Yogyakarta.

Widaeti Et.,Al, 2009. Aktivitas Harian Lutung (Trachypithecus Cristatus, Raffles


1812) Di Penangkaran Pusat Penyelamatan Satwa Gadog, Ciawi-Bogor).
Institut Pertanian Bogor

Wijaya, Desy. 2011. Buku Pintar Hewan Langka. Yogyakarta: Penerbit


Harmoni Yuneldi, Rizki. 2016. Aktivitas Harian Lutung Budeng
(Trachypithecus Auratus) Di Kawasan Hutan Adinuso Subah Kabupaten
Batang Jawa Tengah; Prosiding Seminar Nasional Sains Dan
Entrepreneurship III Tahun 2016. Universitas PGRI Semarang, Semarang,
20 Agustus 2016.

Yanuar. (2009). The Gibbons: New Perspectives On Small Ape Socioecology And
Population Biology. Choice Reviews Online, 47, 47-1422-47–1422.
Https://Doi.Org/ 10.5860/Choice.47-1422.

Yuliana R. (2012). Analisis Habitat Siamang (Hylobathes Syndactilus) Di Repong


Damar Pekon Pahmungan Kecamatan Pesisir Tengah Lampung Barat.
(Skripsi). Universitas Lampung, Lampung.

Winarno, Zahra, Nur Lutfiatuz. 2016. Studi Populasi Siamang (Symphalangus


Syndactylus) (Symphalangus Syndactylus) Di Hutan Lindung Register
25 Pematang Tanggang Kabupaten Tanggamus. Bandar
Lampung:Universitas Pertanian Bandar Lampung.

27
LAMPIRAN

Lampiran 1. Tally Sheet Pengamatan prilaku aktivitas harian

28
Siamang (Symphalangus syndactylus)

Hari/Tanggal :
Jumlah Individu :
Lokasi :
No Waktu Aktivitas Posisi/ Keterangan
Ketinggian
Makan Bergerak Istirahat Sosial

Keterangan:
Jenis aktivitas Ketinggian Jenis Pakan
(meter)
Makan a. Makan A=0-1 a. Buah
b. Minum B = ≥ 1- 2 b. Daun
c. Defekasi C=≥2–3 c. Biji
d. Urinasi D=≥3 d. Bunga
Bergerak a. Jalan e. Serangga
b. Melompat f. Kulit kayu
c. Berayun
Istirahat a. Duduk
b. Berbaring
c. Tidur
Sosial a. Kawin
b. Bermain
c. Bersuara
d. Grooming
e. interaksi

Lampiran 2. Tally Sheet Pengamatan Ukuran Kelompok

29
Siamang (Symphalangus syndactylus)
Hari/Tanggal :
Jumlah Individu :
Lokasi :

No. Waktu Jenis Individu Jumlah


A Muda Dewasa
J B TI J B TI

Jumlah Total

Keterangan:
A = Anakan
J = Jantan
B = Betina
TI = Tidak Teridentifikasi

30

Anda mungkin juga menyukai