Anda di halaman 1dari 10

PROPOSAL

KULIAH KERJA LAPANGAN

KEANEKARAGAMAN DAN POLA PERSEBARAN


TUMBUHAN GYMNOSPERMAE DI CAGAR ALAM
BATUKAHU

Pembimbing :
Pembimbing I : Dra. Ratna Dewi W., M.Si
Pembimbing II : Erna Heryanti, S.Si, M.Si

Kelompok 18 :
Jihan Nuraini 3415150907
Halimah Nur Hidayah 3415150000
Hasna Hanifah 3415154810
Raghib Azri Krisna 3415151099

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2018
2

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki kenaekaragaman hayati


cukup melimpah salah satunya keanekaragaman jenis tumbuhan yang tergambar pada
hutan-hutan yang tersebar di seluruh kawasan Indonesia (Indrawan et al. 2007).
Termasuk keanekaragaman kelompok tumbuhan gymnospermae.
Gymnospermae adalah kelompok tumbuhan dengan biji terbuka, dengan
perbungaan dalam bentuk strobilus. Gymnospermae termasuk ke dalam tumbuhan
spermatopyta karena tumbuhan ini bisa berkembangbiak dengan menggunakan biji yang
tidak ditutupi oleh daging buah (Benyamin, 2011).
Status terkini keanekaragaman hayati Indonesia seperti yang dilaporkan oleh
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) tahun 2014, didapatkan bahwa di dunia
terdapat 14 suku, 88 marga dan 1.000 jenis Gymnospermae, dan 6-8 suku di antaranya
termasuk konifer dengan 65-70 marga dan 696 jenis yang malar hijau, sedangkan di
Indonesia hanya terdapat 9 suku Gymnospermae yang terdiri atas 120 jenis (LIPI,2014).
Persebaran Gymnorpermae di Indonesia cukup tersebar, dan terbanyak berada di
Sulawesi dan tercatat masih sekitar 50% jenis Gymnospermae yang telah diidentifikasi.
Dari informasi tersebut sebenarnya masih ada yang belum diketahui terutama pada
tingkatan keanekaragaman tipe vegetasi dan jumlah jenis yang menunggu untuk
ditemukan terutama di daerah-daerah yang belum pernah dijelajahi, seperti di Tanah
Bali.

Salah satu daerah yang terdapat di Bali yaitu Cagar Alam Batukahu yang
merupakan bentuk kawasan hutan konservasi, artinya kawasan ini memiliki fungsi
untuk perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan kawasan serta tempat berbagai jenis
flora dan fauna. Cagar Alam Batukahu terletak pada kisaran ketinggian antara 1.060-
2.089 m dpl, dan sebagian besar wilayahnya berdekatan dengan lokasi Kebun Raya
”Eka Karya” Bali seperti kawasan Bukit Tapak dan Bukit Lesung. Cagar alam ini
merupakan salah satu bentuk hutan hujan tropis yang masih tersisa di antara sekian
banyak hutan tropis Indonesia yang telah rusak. Potensi keanekaragaman hayati yang
dikandungnya memiliki peran dan posisi yang penting dalam peta biodiversitas
Indonesia. Jenis-jenis flora yang terdapat di dalam Cagar Alam ini tercatat sebanyak 45
3

jenis dan yang termasuk tumbuhan langka adalah Dacrycarpus imbricatus atau dikenal
dengan nama lokal cemara pandak (Anonim, 2005 dalam Sutomo 2009). Adapun tujuan
dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui keanekaragaman dan pola
persebaran gymnospermae yang terdapat di Cagar Alam Batukahu.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka diambil rumusan masalah sebagai


berikut :
1. Bagaimana keanekaragaman tumbuhan Gymnospermae di Cagar Alam
Batukahu Bali?
2. Bagaimana pola persebaran tumbuhan Gymnospermae yang terdapat di Cagar
Alam Batukahu Bali?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah :


1. Mengidentifikasi jenis tumbuhan Gymnospermae yang ditemukan di Cagar
Alam Batukahu Bali.
2. Mengetahui keanekaragaman tumbuhan Gymnospermae di Cagar Alam
Batukahu Bali.
3. Mengetahui nilai Indeks Nilai Penting (INP) tumbuhan Gymnospermae di Cagar
Alam Batukahu Bali.
4. Mengetahui pola persebaran tumbuhan Gymnospermae yang terdapat di Cagar
Alam Batukahu Bali.

D. Manfaat Penelitian

Penelitan ini bermanfaat dalam upaya konservasi alam yang diharapkan dapat
digunakan sebagai media informasi dasar tentang keberadaan Tumbuhan
Gymnospermae di Cagar Alam Batukahu Bali yang selanjutnya diharapkan dinas yang
bertanggung jawab dapat melindungi tanaman tersebut dari eksploitasi manusia.
4

BAB II KAJIAN PUSAKA

A. Definisi-definisi Konseptual
A.1. Keanekaragaman Hayati

Keanekaragaman hayati adalah ketersediaan keanekaragaman sumber daya


hayati berupa jenis maupun kekayaan plasma nutfah (keanekaragaman genetik di dalam
jenis), keanekaragaman antar jenis dan keanekaragaman ekosistem (Sudarsono dkk,
2005: 6).
A.2. Pola Persebaran

Penyebaran atau pemencaran suatu organisme dalam struktur suatu populasi


alamiah disebut sebagai distribusi populasi. Secara umum populasi menyebar dalam tiga
pola, yaitu acak (random), mengelompok/agregasi (clumped) dan seragam/merata
(uniform). Pola sebaran acak menunjukkan terdapat keseragaman (homogenitas) kondisi
lingkungannya. Pola sebaran random dapat disebabkan oleh pengaruh negatif
persaingan sumberdaya diantara individu anggota populasi itu. Sedangkan pola sebaran
mengelompok dapat disebabkan oleh sifat agregarius, adanya keragaman
(heterogenitas) kondisi lingkungan, ketersediaan makanan, perkawinan, pertahanan,
perilaku sosialnya, serta faktor persaingan. (Ibrahim, 2009)

A.3. Gymnospermae

Gymnospermae adalah sekolompok tumbuhan yang memiliki biji tidak tertutup


dalam bakal buah. Biji berkembang baik pada permukaan sisik atau daun, sering
bermodifikasi membentuk kerucut atau dibagian akhir tangkai yang pendek. Kelompok
ini terdiri dari Cycads, Ginkgos, Conifers, Gnetophytes. (Sunarti, 2013)

Ciri Tumbuhan gymnospermae yaitu mempunyai biji telanjang yang tumbuh


pada permukaan megasporofil, habitus semak, perdu, atau pohon (hanya berkayu),
sistem perakaran tunggang, batang tumbuh tegak lurus dan bercabang-cabang, daun
jarang berukuran lebar dan jarang daun majemuk, bunga sesungguhnya belum ada,
sporofil terpisah-pisah atau membentuk strobilus jantan dan strobilus betina, sehingga
umumnya berkelamin tunggal, penyerbukan selalu dengan anemogami, dan serbuk sari
5

langsung jatuh pada bakal biji, dan jarak penyerbukan sampai pembuahan relatif
panjang (pembuahan tunggal) (Hasanudin, 2006).

A.4. Cagar Alam (CA) Batukahu Bali

Menurut Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bali (2017) CA Batukahu


terletak di RTK.4, dengan letak geografis 08°10′-08°23′ LS dan 115°02′-115°15′ BT.
Secara administrasi, terletak di Kecamatan Penebel dan Kecamatan Baturiti, Kabupaten
Tabanan serta Kecamatan Banjar dan Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng,
Provinsi Bali. CA Batukahu berada di wilayah Resort KSDA Batukahu, Seksi
Konservasi Wilayah I Balai KSDA Bali. Keadaan topografi kawasan bervariasi mulai
datar, landai, miring, agak curam, curam, dan terjal sampai dengan sangat curam.
Kawasan ini terdiri dari tiga Kelompok Hutan, yaitu Batukahu I (Bukit Tapak),
Batukahu II (Bukit Pohen) dan Batukahu III (Bukit Lesong).

Kawasan CA Batukahu memiliki tegakan alam cemara geseng (Casuarina


junghuhniana) dan cemara pandak (Dacrycarpus imbricatus). Cemara geseng
merupakan spesies asli Indonesia, keberadaan tegakan alam di CA Batukahu semakin
memperkuat posisi CA yang ekosistemnya harus senantiasa dijaga.

B. Penelitian Relevan

Berdasarkan pustaka (dalam Sunarti, 2013) Keanekaragaman jenis


Gymnospermae di Sulawesi terekam 23 jenis. Jumlah jenis tersebut bertambah menjadi
32 jenis setelah sekitar 4 tahun berikutnya (2003 s/d 2006) dan pada tahun 2013
bertambah 6 jenis baru yang ditemukan, sehingga secara keseluruhan di pulau Sulawesi
terekam 38 jenis. Dari jumlah tersebut yang penyebarannya di Sulawesi Tenggara hanya
ada 9 jenis, 6 jenis diantaranya ada di pulau Wawonii. Jika dibandingkan dengan Pulau
Sulawesi, keanekaragaman jenis Gymnospermae di pulau Wawonii tidak begitu besar
hanya sekitar 15.79 %, akan tetapi lebih beranekaragam (66,67 %) jika dibandingkan
yang ada di Sulawesi Tenggara. Di samping itu, ditemukan satu rekaman baru untuk
Sulawesi Tenggara yaitu Nageia wallichiana. Jenis tersebut dilaporkan dijumpai di
Sulawesi Utara dan Tengah.
6

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan untuk mengetahui kenekaragaman dan pola persebaran
tumbuhan gymnospermae di Cagar Alam Batukahu Bali (Gambar 1). Pengambilan data
dilaksanakan pada tanggal 14-16 April 2018. Penelitian lapangan dilakukan oleh empat
mahasiswa dengan seorang dosen pembimbing.

Gambar 1. Peta lokasi Penelitian


B. Metode Penelitian
1. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain Global Positioning
System (GPS), peta dasar Cagar Alam Batukahu Bali, kamera digital, buku
identifikasi Flora of Java, tabel pengamatan, meteran gulung, patok bambu, tali
raffia, gunting, pisau, lup, alat tulis, koran, kertas label nama, kantong plastik,
thermometer, hygrometer, altimeter, alat tulis.

Bahan yang digunakan antara lain tumbuhan gymnospermae yang ditemukan


pada daerah pengamatan, kapas dan alkohol 70 % .

2. Prosedur Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif yang mendeskripsikan
tentang keanekaragaman dan pola persebaran jenis tumbuhan gymnospermae di Cagar
Alam Batukahu Bali. Penentuan lokasi penelitian ini menggunakan metode purposive
sampling yaitu berdasarkan keberadaan tumbuhan gymnospermae yang dianggap
mewakili tempat tersebut. Penelitian dilakukan dengan pengamatan secara langsung
menggunakan metode Belt Transek. Menurut Fachrul (2007) Belt Transek adalah jalur
sempit melintang pada lahan yang akan dipelajari atau diselidiki.
7

Metode yang digunakan agar pengambilan sampel dapat merata adalah dengan
menentukan satu titik transek menggunakan patok. Belt transek dibentangkan secara
horizontal dari daerah penelitian dengan tempat tertentu yang dipilih secara acak,
kemudian dibagi menjadi 10 titik pengamatan dengan jarak 10m/titik pengamatan. Pada
masing-masing titik pengamatan disepanjang garis transek dibuat polt ukuran 10 x 10 m
(fase pohon); 5 x 5 m (fase pancang); 2 x 2 m (fase semai) (Gambar 2). Pengamatan
vegetasi pada tingkat pohon dan pancang meliputi identifikasi jenis, jumlah individu,
tinggi, dan diameter, sedangkan pada tingkat semai pengamatan hanya meliputi
identifikasi jenis dan jumlah individu.
Kusuma (1995) mengungkapkan, secara ekologis cukup penting untuk membedakan
tumbuhan ke dalam stadium pertumbuhan. Untuk keperluan kriteria ini yang dapat
digunakan adalah : Tingkat semai (seedling), yaitu tumbuhan yang mulai berkecambah
dengan tingginya kurang dari 20 cm. Tingkat pancang (sapling), yaitu tumbuhan yang
tingginya kurang dari 1,5 meter dengan diameter kurang dari 10 cm. Tingkat pohon
(trees), yaitu tumbuhan yang tingginya lebih dari 1,5 meter dengan diameter lebih dari
10 cm.

Gambar 2. Rancangan Plot Penelitian

Tabel 1 Keterangan Gambar (Karakteristik Tiap Transek)


Transek Ketinggian Kelembaban Intensitas Suhu
(m dpl) (%) Cahaya (Lux) (°C)
1.
2.
8

C. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data

C.1 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data ini dilakukan secara langsung yaitu dengan cara


menghitung anggota tumbuhan gymnospermae yang ada dalam plot kemudian di
masukkan dalam tabel perekam data (Tabel 2) dan dicatat juga deskripsi setiap
tumbuhan gymnospermae.

Tabel 2 Perekam Data Tumbuhan Gymnospermae

Nama Tinggi Jumlah Perawakan/ Keterangan


No. Species (cm) Ciri-ciri
1.
2.

Pengambilan data penelitian ini meliputi:

1. Data Primer : Data yang diperoleh dari perhitungan jumlah tumbuhan


gymnospermae yang didapat dari setiap plot dengan metode transek.

2. Data Sekunder : Data yang diperoleh secara tidak langsung dari Cagar Alam
Batukahu Bali.

Pengamatan tumbuhan gymnospermae diidentifikasi dengan menggunakan


buku identifikasi tumbuhan “Flora of Java”

C.2 Analisis data

C.2.1 Indeks Nilai Penting (INP)

Untuk mengetahui jenis tumbuhan yang mendominasi di suatu petak penelitian


dilakukan analisis dengan menghitung nilai penting setiap petak penelitian.
Indeks Nilai Penting (INP)

INP = Kerapatan Relatif + Frekuensi Relatif + Dominansi Relatif


9

C.2.2 Indeks Keanekaragaman (H‘)

Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (Soegianto, 1994) :

H‘ = − ∑𝑆𝑖=1 pi In pi

Keterangan :

H‘ : Indeks Keanekaragaman Shannon-Wienner


Pi : ni/N
Ni : Jumlah individu suatu jenis
N : Jumlah total individu
S : Jumlah jenis
C.2.3 Pola Persebaran ( Distribusi Morisita)

Analisis Morisita adalah salah satu metode yang dapat digunakan untuk
menentukan penyebaran populasi. Metode ini bertujuan untuk mengetahui apakah pola
persebaran tumbuhan gymnospemae termasuk acak, seragam atau berkelompok. Indeks
ini tidak dipengaruhi oleh luas stasiun pengambilan sampel dan sangat baik untuk
membandingkan pola pemencaran populasi (Soegianto, 1994). Menurut Suin (2003)
pola persebaran individu suatu jenis pada tingkat pertumbuhan dihitung menggunakan
rumus Indeks Penyebaran Morisita sebagai berikut:

Σ x² − N
Id = n
N( N − 1)

Keterangan:

Id : Indeks Penyebaran Morisita

n : Σf (x) = Jumlah frekuensi hasil observasi

N : Jumlah total individu dalam n transek

x² : Kuadrat Jumlah individu per titik pengamatan

Kriteria pola persebaran dikelompokan sebagai berikut:

Id < 1 : Penyebaran spesies seragam; Id = 1 : Penyebaran spesies secara acak; Id > 1:


Penyebaran berkelompok.
10

DAFTAR PUSTAKA
BKSDA [Balai Konservasi Sumber Daya Alam] Bali. (2017). Cagar Alam Batukahu.
https://www.ksda-bali.go.id/kawasan-hutan/kawasan-konservasi/cagar-alam-
batukahu/ .Diakses pada 22 Februari 2018.
Fachrul, M. F. (2007). Metode Sampling Bioekologi. Jakarta : Bumi Aksara.
Hasanuddin. (2006). Taksonomi Tumbuhan Tinggi. Banda Aceh: Universitas Syiah
Kuala.
Ibrahim. (2009). Keanekaragaman Gastropoda Pada Daerah Pasang Surut Kawasan
Hutan Mangrove Kota Tarakan dan Hunungan Antara Pengetahuan, Sikap
dengan Manifestasi Perilaku Terhadap Pelestariannya. Tesis, Malang:
Universitas Negeri Malang Program Pascasarjana Program Studi Pendidikan
Biologi.
Kusuma. (1995).Teknik Pengukuran Keanekaragaman Tumbuhan.Pelatihan Teknik dan
Monitoring Biodiversity di Hutan Tropika Indonesia. Bogor : Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Lakitan, Benyamin. (2011). Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: R. Grafindo.
LIPI [Lembaga Ilmu Pengetahun Indonesia]. (2014). Kekinian Keanekaragaman Hayati
Indonesia. Kerjasama Kementerian PPN/Bappenas, KLH dan LIPI. LIPI Press.
Bogor.
Mochamad, Indrawan, dkk,. (2007). Biologi Konservasi. Jakarta: Yayasan Pustaka Obat
Indonesia.
Sudarsono. (2005). Taksonomi Tumbuhan Tingkat Tinggi. Malang: Universitas Negeri
Malang.

Suin, N. M. (2003). Ekologi Hewan Tanah. Jakarta: Bumi Aksara.

Sunarti, S., Rugayah. (2013). Keanekaragaman Jenis Gymnospermae di Pulau Wawoni,


Sulawesi Tenggara. Jurnal Biologi Indonesia, 9(1): 83-92.
Sutomo. (2009). Kondisi Vegetasi Dan Panduan Inisiasi Restorasi Ekosistem Hutan Di
Bekas Areal Kebakaran Bukit Pohen Cagar Alam Batukahu Bali, XIII (2): 45.

Anda mungkin juga menyukai