Anda di halaman 1dari 18

KEANEKARAGAMAN ARTHROPODA GUA SENEN

DI KAWASAN KARST GUNUNG SEWU SEBAGAI


ALTERNATIF SUMBER BELAJAR BIOLOGI
KELAS X UNTUK MEMENUHI
KOMPETENSI DASAR 3.7
KURIKULUM 2013

SKRIPSI

Oleh :
Ainun Irvanto
12008041

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA
2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keanekaragaman
makhluk hidup (biodiversity). Keanekaragaman hayati di Indonesia tidak
hanya dapat dinikmati keindahannya, namun juga dapat digunakan sebagai
sumber belajar. Pembelajaran Biologi pada prinsipnya memerlukan proses
interaksi langsung antara peserta didik dengan obyek. Namun pada
kenyataannya, proses pembelajaran biologi masih sangat jarang mengajak
peserta didik untuk mempelajari obyek secara langsung, padahal obyek
tersebut sangat mudah dijumpai di lingkungan sekitar. Pemanfaatan
lingkungan sebagai sumber belajar akan memberikan kesempatan belajar di
luar kelas yang mempunyai dimensi ruang yang lebih terbuka dan dapat
memotivasi peserta didik untuk dapat meningkatkan minat serta kecermatan
terhadap kondisi lingkungan itu sendiri.
Sumber belajar sebenarnya dapat diperoleh dari luar sekolah dengan
memanfaatkan potensi lokal yang berbasis lingkungan. Salah satu potensi
yang sangat jarang dan dapat digunakan sebagai sumber belajar adalah
kawasan karst gunung sewu, kawasan karst memiliki gua-gua bawah tanah
yang didalamnya terdapat organisme yang unik dari segi fisik maupun
perilaku, salah satunya adalah arthropoda.
Arthropoda gua merupakan takson terbesar bagi kekayaan
keanekaragaman hayati di dalam gua (Vermaullen and Whitten, 1999;
Deharveng and Bedos, 2000). Di samping itu juga berperan dalam menjaga
kelangsungan jaring-jaring makanan dan keseimbangan ekosistem gua.
Ekosistem gua memicu Arthropoda untuk beradaptasi. Takson yang berbeda
mempunyai kemampuan adaptasi yang berbeda. Berdasarkan tingkat daya
adaptasi Arthropoda gua terestrial digolongkan menjadi 3 kelompok yaitu
troglosen, troglofil, dan troglobit. Sedangkan fauna akuatik lebih dikenal
dengan stygosen, stigofil, dan stigobit (Tercafs 2000, Ferreira and Horta
2001).
Penelitian tentang kajian ekosistem gua, khususnya Arthropoda gua
masih jarang dilakukan, padahal banyak sekali ancaman pengerusakan yang
semakin masif, salah satunya di gua Senen yang terletak di desa Purwodadi
kecamatan Tepus, Gunung Kidul. Bentukan dalam gua Senen yang sangat
memukau dengan adanya stalaktit, stalakmit, gordyn dan sebagainya yang
terbentuk dari tetesan air yang mengandung mineral-mineral maupun zat
kapur dari permukaan tanah, menjadikan gua Senen sebagai sasaran utama
wisatawan alam bebas. Hal tersebut dapat mengakibatkan terganggunya
kestabilan ekosistem gua, salah satunya Arthropoda. Oleh karena itu, kajian
tentang keanekaragaman arthropoda ini menjadi sangat penting, sehingga
mampu diperkenalkan, dipelajari, dan diteliti manfaatnya, khususnya pada
generasi muda bangsa melalui pembelajaran biologi berbasis lingkungan.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka permasalahan
yang ada dalam penelitian ini dapat di identifikasi sebagai berikut:
1. Kurangnya interaksi langsung antara peserta ndidik dengan obyek
yang dipelajari, termasuk dalam pembelajaran biologi yang obyeknya
berupa makhluk hidup yang sangat beranekaragam.
2. Minimnya sumber belajar tentang keanekaragaman jenis dari
lingkungan yang berbasis potensi lokal yang dapat membantu peserta
didik dalam berinteraksi dengan obyek yang dipelajari secara langsung.
3. Kawasan Karst gunung sewu khususnya Gua Senen yang terletak
di desa Purwodadi kecamatan Tepus, Gunung Kidul yang belum optimal
dimanfaatkan sebagai alternatif sumber belajar biologi SMA dalam
kegiatan pembelajaran khususnya keanekaragaman jenis.
4. Belum optimalnya penelitian tentang keanekaragaman jenis
arthropoda di kawasan karst gunung sewu yaitu gua-gua di gunung kidul
khususnya di gua senen di kabupaten Tepus
5. Kurangnya pemanfaatan keanekaragaman jenis arthropoda sebagai
sumber belajar

C. Batasan Masalah
1. Penelitian ini dibatasi pada

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah, maka diperoleh
rumusan permasalahan penelitian sebagai berikut:
1. Apa saja keanekaragaman jenis Arthropoda di gua Senen Tepus,
Gunung Kidul.
2. Bagaimana tingkat keanekaragaman Arthropoda yang terdapat di
gua Senen Tepus, Gunung Kidul.
3. Bagaimana pengaruh kondisi lingkungan, seperti abiotik maupun
biotik, sehingga perlu diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi
ekosistem di gua SenenTepus, Gunung Kidul.

E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumuasan masalah yang tertera tersebut, maka tujuan
diadakannya penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui keanekaragaman jenis Arthropoda di gua Senen
Tepus, Gunung Kidul.
2. Untuk mengetahui tingkat keanekaragaman Arthropoda yang
terdapat di gua Senen Tepus, Gunung Kidul.
3. Untuk mengetahui pengaruh kondisi lingkungan, seperti abiotik
maupun biotik, sehingga perlu diketahui faktor-faktor yang
mempengaruhi ekosistem di gua SenenTepus, Gunung Kidul.

F. Manfaat Penelitian
Penelitian keanekaragaman Arthropoda gua Senen ini diharapkan dapat
memberikan beberapa manfaat yaitu:
1. Manfaat bagi Kelompok Pemuda Sadar Wisata (POKDARWIS)
Desa Purwodadi
Memperoleh data mengenai jenis-jenis Arthropoda gua Senen Tepus,
Gunung Kidul.
2. Manfaat bagi Universitas
Memperoleh data mengenai Keanekaragaman jenis dan klasifikasi
Arthropoda gua yang dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya.
3. Manfaat bagi peneliti
Peneliti memperoleh pengalaman dalam melakukan penelitian, khususnya
penelitian alam bebas yang diharapkan menjadi penelitian awal yang
dapat memacu motivasi peneliti dalam melakukan penelitian-penelitian
selanjutnya.

G.Definisi Operasional
1. Keanekaragaman Jenis
Keanekaragaman jenis menunjukkan seluruh variasi yang terdapat
pada makhluk hidup antar jenis (interspesies) dalam satu marga. Setiap
makhluk hidup mempunyai ciri dan tempat hidup yang berbeda, melalui
pengamatan kita dapat embedakan jenis. Pada kondisi lingkungan yang
keras atau kurang baik dimana kondisi fisik terus menerus kurang
menguntungkan maka secara berkala akan menyebabkan sejumlah spesies
akan berkurang. Sedangkan dalam lingkungan yang baik maka akan
mendukung kelangsungan keragaman spesies.
Keragaman spesies dapat diambil untuk menandai jumlah spesies
dalam suatu daerah tertentu atau sebagai jumlah spesies diantara total
individu dari seluruh spesies yang ada. Hubungan inidapat dinyatakan
secara numerik sebagai indeks keanekaragamanjumlah spesies dalam
suatu komunitas adalah penting dari segi ekologis karena keragaman
spesies tampaknya bertambah bila komunitas menjadi stabil. Gangguan
dan kerusakan lingkungan menyebabkan penurunan yang nyata dalam
keragaman. Jumlah spesies didalam suatu komunitas adalah penting dari
segi ekologi karena keragaman spesies tampaknya bertambah bila
komunitas menjadi makin stabil (P. Michael, 1994: 268-269).
2. Arthropoda Gua
Arthropoda merupakan kelompok takson yang penting dalam gua
karena kontribusi yang besar baik kenekaragaman maupun kelimpahan
individu di dalam gua. Banyak Arthropoda yang menarik karena telah
mengalami proses adaptasi sehingga dimungkinkan ditemukan jenis baru.
Peranannya dalam lingkungan gua pun cukup penting karena sumbangan
yang sangat besar bagi jaring-jaring makanan dalam gua.
3. Kawasan Karst Gunung Sewu
Kawasan Gunung Sewu merupakan bagian dari pegunungan
selatan Jawa, wilayahnya membentang sekitar 85 km dari barat hingga ke
timur. Cakupan wilayahnya meliputi 3 kabupaten, yaitu Kabupaten
Gunung Kidul (bagian barat), Kabupaten Wonogiri (bagian tengah), dan
Kabupaten Pacitan (bagian timur). Kawasan ini terdiri atas perbukitan
kapur dengan topografi bergelombang hingga berbukit dengan lapisan
batuan miring ke arah selatan, yaitu ke Samudra Hindia, kawasan ini
dicirikan oleh sungai-sungai bawah tanah serta bukit-bukit berbentuk
kerucut yang terjadi akibat adanya proses pengangkatan dan pelarutan
batuan karbonat.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Penelitian Yang Relevan


Penelitian yang relevan dengan penelitian mengenai Keanekaragaman
Arthropoda Gua Senen Di Kawasan Karst Gunung Sewu adalah sebagai
berikut:
1. Ferdianto B.S dkk. (2013), melakukan penelitian tentang
kemelimpahan dan Keanekaragaman Arthropoda tanah di lahan sayuran
organik Urban Farming. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
kelimpahan dan keanekaragaman Arthropoda, serta peranannya dalam
memperbaiki kualitas lingkungan lahan pertanian khususnya tanah.
Pengamatan dilakukan dengan metode mutlak dan nisbi. Metode mutlak
dilakukan dengan mengambil tanah melalui pipa, sedangkan metode
relative menggunakan pitfall trap. Kelimpahan Arthropoda tidak berbeda
nyata antar kedua pengamatan. Pengamatan dengan metode mutlak
didapatkan jenis Arthropoad tanah di lahan urban farming (UF) terdiri 6
ordo yang terbagi dalam 8 famili, sementara untuk pengamatan di lahan
intensive farming (IF) didapatkan 9 ordo dan 10 famili. Indeks
Keanekaragaman (H) Shannon Wiener pengamatan metodenisbi urban
farming (UF) 2,27. Berbeda nyata dengan intensive farming (IF) 1,4 yang
menunjukkan keanekaragaman lahan organik urban farming tergolong
sedang, keanekaragaman lahan pertanian intensive farming tergolong
rendah.
2. Prakarsa T.B.P dkk (2014), melakukan penelitian tentang
Biodiversitas ekosistem gua Anjani di Kawasan Karst Menoreh (Tinjauan
khusus Arthropoda). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengungkap
biodiversitas di dalam ekosistem gua Anjani khususnya Arthropoda gua,
penelitian ini termasuk jenis penelitian Nature Snapshot Experiment
(NSE), hasil penelitian dianalisis secara deskriptif. Biodiversitas terestrial
di gua Anjani dikelompokkan menjadi trogloxene, troglobite, dan
troglophile, di gua Anjani terdapat Arthropoda trogloxene terdiri dari
Formicidae, kelompok troglobiteterdiri dari Amauropelma matakecil dan
Philosciidae. Kelompok troglophile terdiri dari Heteropoda sp.,
S.dammermani, Thelyphonidae (Urophygi), Opiliones, Cambalopsidae,
Geophilomorpha, dan Raphidophora sp. Melimpahnya nutrisi di zona
gelap total membuat keanekaragaman Arthropoda di zona ini paling
tinggi dibandingkan zona lainnya.
3. Kamal, dkk (2008), meneliti tentang Keanekaragaman Arthropoda
di Gua Putri dan Gua Selabe Kawasan Karst Padang Bindu, Oku
Sumatera Selatan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
membandingkan keanekaragaman semua jenis hewan yang termasuk
dalam filum Arthropodayang ada di Gua Putri dan Gua Selabe dengan
menggunakan metode koleksi langsung, perangkap sumuran (pitfall trap),
dan perangkap cahaya (light trap),. Hasil yang dapat menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan jumlah individu Arthropoda di Gua Selabe ( =
835) (uji t, P = 0, 023896) dengan di Gua Putri ( = 441). Nilai
indeks keanekaragaman jenis Arthropoda pada Gua Selabe (2,1143) lebih
tinggi dibandingkan dengan Gua Putri (1,9669). Jenis-jenis Arthropoda
yang ditemukan di Gua Putri sebanyak 12 jenis dan di Gua Selabe
sebanyak 20 jenis. Jenis-jenis tersebut yaitu Aranidae sp., Blattidae sp.,
Diestramenna sp., Diptera sp., Heteropoda sp., Hymenoptera sp.,
Lobiida sp., Lampyridae sp., Nocticola sp., Parathelpusa tridentata,
Potalinda sp., Rhaphidophora sp., Staphylinidae sp., Stillocellus sp.,
Stygophrynus sp., Squtigerra sp., Tricoptera sp.

B. Kajian Teori
1. Kajian Keilmuan
a. Keanekaragaman Hayati
Perlindungan terhadap keanekaragaman hayati adalah pusat dari
Biologi konservasi, tetapi fase Keanekaragaman hayati (atau secara
singkat bidiversitas) dapat mempunyai arti yang berbeda. World
Wildlife Fund mendefinisikan sebagai jutaan tumbuhan, hewan, dan
mikroorganisme, termasuk gen yang mereka miliki, serta ekosistem
rumit yang mereka bentuk menjadi lingkungan hidup. Definisi
tersebut akan digunakan dalam buku ini, sehingga menurut Indrawan,
dkk. (2012), keanekaragaman hayati digolongkan menjadi tiga
tingkat, yaitu:
1) Keanekaragaman spesies
Keanekaragaman spesies mencakup seluruh spesies yang ada di
muka bumi, termasuk bakteri dan protista serta kingdom bersel
banyak. Mengenali dan mengklasifikasikan spesies adalah salah
satu tujuan utama Biologi konservasi. Diperlukan keahlian
Biologi tertentu untuk membedakan satu spesies dengan spesies
lainnya di bumi, karena banyak dari makhluk hidup itu berukuran
kecil, serta memiliki ciri khusus yang sering kali tidak mudah
untuk dibedakan.
2) Keanekaragaman genetik
Variasi dalam satu spesies baik diantara populasi-populasi yang
terpisah secara geografis, maupun individu-individu dalam suatu
populasi. Individu-individu di dalam popolasi memiliki perbedaan
genetika antara satu dengan yang lainnya. Variasi genetika timbul
karena setiap individu mempunyai bentuk-bentuk gen yang khas.
3) Keragaman komunitas
Komunitas Biologi didefinisikan sebagai sejumlah spesies yang
menempati tempat tertentu dan saling berinteraksi (Inter Specific
Interaction). Bersama dengan lingkungan fisik dan kimia yang
terkait, komunitas biologi ini kemudian disebut ekosistem
(Indrawan dkk, 2012).
b. Klasifikasi Makhluk Hidup
1. Pengertian klasifikasi makhluk hidup
Klasifikasi adalah pengelompokan aneka jenis hewan atau
tumbuhan ke dalam kelompok tertentu. Pengelompokan ini
disusun secara runtut sesuai dengan tigkatannya (hierarkinya),
yaitu mulai dari yang lebih kecil tingkatannya hingga tingkatan
yang lebih besar. Ilmu yang mempelajari prinsip dan cara
klasifikasi makhluk hidup disebut taksonomi atau sistematik
(Tjitrosomo dan Sugiri, 2006:823).
Prinsip dan cara mengelompokkan makhluk hidup
menurut ilmu taksonomi adalah dengan membentuk takson.
Takson adalah kelompok makhluk hidup yang anggotanya
memiliki banyak persamaan ciri. Takson dibentuk dengan jalan
mencandra obyek atau makhluk hidup yang diteliti dengan
mencari persamaan ciri maupun perbedaan yang diamati
(Tjitrosomo dan Sugiri, 2006:823).
2. Tujuan dan manfaat klasifikasi
Klasifikasi bertujuan untuk menyederhanakan objek studi
yang beranekaragam, sehingga lebih mudah untuk mengenalinya.
Klasifikasi bermanfaat untuk mengenali berbagai spesies
makhluk hidup, hubungan kekerabatan diantara makhluk hidup,
dan interaksi antara makhluk hidup dengan lingkungannya
(Tjitrosomo dan Sugiri, 2006:823).
3. Sistem tata nama makhluk hidup
Pemberian nama ilmiah pada makhluk hidup diatur dalam
kode internasional tata nama, yang disebut binomial nomenclatur
yang artinya sistem tata nama ganda (bi = dua, nomen = nama).
Sistem penamaan ini pertamakali diciptakan oleh Carolus
Linnaeus. Menurut cara ini, nama spesies (jenis) makhluk hidup
terdiri dari dua kata dalam bahasa latin. Kata pertama adalah
genus sedangkan kata kedua menunjukkan spesies. Kedua kata
dicetak miring atau digaris bawahi untuk membedakan dengan
kata lain dalam awal kalimat. Genus diawali dengan huruf kapital,
sedangkan spesies selalu diawali dengan huruf kecil (Sumarwan,
dkk, 2007:81).

c. Karakteristik Umum Arthropoda


Keanekaragaman dan keberhasilan Arthropoda sebagian besar
dikaitkan dengan segmentasinya, eksoskeletonnya keras, dan tungkai
yang bersendi. Arthropoda berarti kaki bersendi, kelompok hewan
dengan segmen dan anggota badannya telah terspesialisasi untuk
berbagai ragam fungsi (Tjitrosomo dan Sugiri, 2006).
Tubuh Arthropoda sepenuhnya ditutupi oleh kutikula, suatu
eksoskeleton (keranbka eksternal) yang dibangun dari lapisan-lapisan
protei dan kitin. Kutikula itu merupakan perlindungan yang tebal dan
keras di atas beberapa bagian tubuh, setipis kertas dan fleksibel pada
bagian lain, seperti persendian. Eksoskeleton itu akan melindungi
hewan dan menyediakan titik pertautan bagi otot yang menggerakkan
anggota badan itu (Hickman dan Cleveland, 2009).
Menurut Teguh dan Eny (2008:216-217), hewan Arthropoda
tubuhnya dibedakan atas kepala, dada, dan perut. Memiliki alat indera
yang peka terhadap sentuhan panas, bau-bauan, mata majemuk yaitu
terdiri atas beribu-ribu mata kecil yang berbentuk segi enam disebut
mata faset. Arthropoda dibagi menjadi empat kelas, yaitu:
1) Insecta (serangga)
Tubuh yang terdiri atas kepala, dada, dan perut. Susunan saraf
tangga tali yaitu terdiri atas simpul-simpul yang saling
berhubungan. Pernafasan dengan sistem trakea, yaitu pembuluh
udara bermuara pada stigma. Mengalami morfosis sempurna telur-
larva- kepompong-dewasa dan metamorfosis tidak sempurna
telur-nimfa-dewasa. Peredaran darah terbuka artinya dalam
peredarannya, darah dan cairan lainnya tidak selamanya beredar
atau berada dalam pembuluh darah. Darah menuju jaringan tanpa
melalui pembuluh. Pencernaan makanan dari mulut sampai ke
anus.

2) Crustaceae (udang-udangan)
Tubuh terdiri atas kepala dada menyatu (chepalothorax) dan perut.
Pada kepala terdapat dua pasang. Contoh; udang, kepiting, ketam,
dan rajungan.
3) Arachnoidea (laba-laba)
Tubuh terdiri atas kepala dada menyatu dan perut (abdomen).
Pada kepala terdapat 4 pasang kaki. Alat pernafasan paru-paru
buku yaitu berlapis-lapis. Mempunyai sepasang mata besar dan
beberapa mata kecil. Laba-laba dibaghi menjadi tiga Ordo, yaitu:
(1) Arachnida yang merupakan bangsa laba-laba, contoh laba-laba
rumah (2) Scorpionida yang merupakan bangsa kala, contoh:
kalajengking (3) Acarina yang merupakan bangsa tungau, contoh:
caplak, kutu.
4) Myriapoda (lipan)
Tubuh terdiri atas kepala dan perut (abdomen) yang beruas-ruas,
tiap ruas mempuyai satu paang kaki. Bernafas dengan trachea,
contoh: kelabang dan kaki seribu.
Arthropoda umumnya hidup di serasah-serasah sebagai tempat
hidup dan sumber makanannya. Sisa-sisa tumbuhan membentuk
bahan organik tanah yang bila terurai seluruhnya akan menjadi
humus. Kondisi seperti ini tentunya dapat menyuburkan tanah dan
baik untuk tanaman (Cambell et al., 2003:230-231).
d. Arthropoda Gua
Fauna gua umumnya didominasi oleh Arthropoda. Takson ini
memegang peranan ekologisyang beragam, meliputi dekomposer,
predator, dan parasit (Harjanto dkk, 2008). Arthropoda gua
merupakan takson terbesar bagi kekayaan keanekaragaman hayati di
dalam gua (Vermaullen and Whitten, 1999; Deharveng and Bedos,
2000). Di samping itu juga berperan dalam menjaga kelangsungan
jaring-jaring makanan dan keseimbangan ekosistem gua. Ekosistem
gua memicu Arthropoda untuk beradaptasi. Takson yang berbeda
mempunyai kemampuan adaptasi yang berbeda. Berdasarkan tingkat
daya adaptasi Arthropoda gua terestrial digolongkan menjadi 3
kelompok yaitu troglosen, troglofil, dan troglobit. Sedangkan fauna
akuatik lebih dikenal dengan stygosen, stigofil, dan stigobit (Tercafs
2000, Ferreira and Horta 2001).

2. Kerangka Berfikir
Kawasan Karst Gunung Sewu mempunyai bentang alam yang
sangat khas yang berupa puluhan ribu bukit batu gamping membujur dari
bagian selatan daerah istimewa Yogyakarta (Kabupaten Gunung Kidul),
Jawa Tengah dan Jawa Timur, yang didalamnya terdapat ruang-ruang
bawah tanah yang berupa gua. Gua merupakan ekosistem yang unik, yang
didalamnya terdapat banyak keanekaragaman hayatinya, salah satunya
Arthropoda. Arthropoda merupakan takson yang mempunyai
keanekaragaman paling tinggi didalam gua, dan memegang peranan
penting dalam kelangsungan jaring-jaring makanan dan keseimbangan
ekosistem gua.
Saat ini keadaan kawasan karst khususnya gua banyak terjadi
perubahan, seperti perubahan yang disebabkan oleh bencana alam, seperti
gempa bumi, maupun perubahan yang disebabkan oleh kegiatan-kegiatan
manusia, seperti ekowisata gua yang pengeloaannya kurang baik serta
perilaku manusia-manusianya yang menyebabkan kerusakan ekosistem
yang ada dalam gua, salah satunya di gua Senen yang seringkali dijadikan
tujuan eksplorasi maupun ekowisata gua, sehingga ekosistem gua menjadi
tidak stabil dan arthropoda yang seharusnya memegang peranan penting
didalam gua tidak mampu lagi menjalankan fungsinya. Oleh karena itu,
penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan pertimbangan bagi
Kawasan Karst Gunung Sewu
instansi dan lembaga terkait, serta masyarakat Gua
padamerupakan
umumnya salah
yangsatu
mempunyai karakteristik
ekostem yang unik yang
bergerak
geologis unikpada
dan konservasi lingkungan dalam melakukan kegiatan alam,
terdapat di Kawasan Karst
keanekaragaman
sehinggaHayati
dapat yang
menjalankan kegiatan,tanpa merusak lingkungan.
Gunung Sewu
tinggi

Keanekaragaman yang tinggi


dan unik di dalam gua menjadi
perhatian dan minat bagi
wisatawan untuk dapat
menikmati keidahannya secara
langsung

Gua Senen yang berada di desa


Purwodadi, Tepus Gunung Kidul
merupakan salah satu tujuan eksplorasi
dan obyek wisata minat khusus yang
sering dikunjungi wisatawan penggiat
Kegiatan alam
alambebas
bebasyang tidak
Pengetahuan,
Arthropoda data,
merupakan
serta bahan
takson yang terkelola dengan baik, serta
pertimbangan
memegang dalam
perananmelakukan
penting dalam pengetahuan yang minim tentang
kegiatan
menjagaalam
kelangsungan
bebas (khususnya
ekosistem gua ekosistem gua dapat menjadi ancaman
Penelitian
penelusuranKeanekaragaman
dan sangat sensitif Arthropoda
gua) terhadap rangsangan bagi keseimbangan ekosistem gua itu
gua(kegiatan
Senen menjadi
manusiapenting dilakukan
didalam gua) sendiri
BAB II
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Penelitian tentang keanekaragaman arthropoda gua senen di kawasan
karst gunung sewu merupakan penelitianeksploratif. Penelitian eksploratif
adalah jenis penelitian yang bertujuan untuk menemukan sesuatu yang baru
berupa pengelompokan suatu gejala, fakta atau fenomena tertentu (Suharsimi,
2002). Skala spasial yang digunakan adalah skala populasi lokal dan skala
temporal yang digunakan adalah skala satu generasi

B. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Gua Senen kawasan Karst Gunung Sewu
desa Purwodadi, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah
Istimewa Yogyakarta. Untuk identifikasi dan klasifikasi Arthropoda
dilakukan di laboratorium Sistematika Hewan Fakultas Biologi Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta, penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan
Agustus - September 2016.

C. Alat dan Bahan


1. Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: GPS Garmin 60
CSX, peta gua Senen, Handnet, pinset, botol flacon, gelas plastik, Alat
standar penelusuran gua vertikal (coverall, helm speleo, headlamp, sepatu
boot, tali karmantel 50 meter, SRT (Single Roop Technic) Set,
Termometer tanah dan udara, Higrometer, Soil tester, Lux meter, Kamera
DSLR Nikkon D3200, lensa 18 55 mm dan lensa 70 300 mm.

2. Bahan Penelitian
Bahan penelitian ini yaitu spesies Arthropoda gua, label nama,
aquadest, campuran larutan gliserin dan alkohol untuk memicu hewan
mendekat, dan formalin 4 % untuk mengawetkan spesimen yang
didapatkan.

D. Cara Kerja
1. Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksplorasi dengan
menggunakan metode koleksi langsung dan perangkap sumuran (pitfall
trap). Observasi pendahuluan dilakukan dengan survei masuk gua Senen
kawasan Karst Gunung Sewu desa Purwodadi, Kecamatan Tepus,
Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta untuk
mengetahui kondisi tempat penelitian dan spot untuk menempatkan
perangkap (trap).
2. Pada penelitian ini dilakukan dengan mentukan area kajian (zonasi
pencahayaan) yang meliputi Terang, Remang, dan Gelam, yang nantinya
pada masing-masing zonasi ditempatkan perangkap (trap).
3. Setiap zonasi ditempatkan 3 perangkap sumuran (pitfall trap)
dengan modifikasi metode line transek.
4. Kegiatan jelajah dilakukan selama satu minggu sekali dengan cara
menjelajah dan mengamati seluruh area kajian.
5. Teknik koleksi langsung
6. Teknik ini digunakan untuk hewan yang ditemukan saat berada di
gua dengan menggunakan tangan ataupun pinset agar tidak terjadi
kerusakan pada spesimen pada saat pengambilan sampel berlangsung.
Arthropoda yang dikoleksi langsungdimasukkan kedalam botol flacon
yang berisi larutan formalin 4 % sebagai pengawet.
7. Teknik perangkap sumuran (pitfall trap)
Perangkap sumuran terbuat dari gelas plastik (diisi campuran gliserin dan
alkohol dengan perbandingan 1 : 1), ditanam di masing-masing zonasi
dengan waktu selam 2 hari.

E. Metode Analisis Data


Untuk menghitungkeanekaragaman Arthropoda di gua Senen, maka
data yang diperoleh ditabulasi dan dianalisis dengan cara menghitung nilai
Densitas (D), Densitas Relatif (DR), Frekuensi (F), Frekuensi Relatif (FR),
Indeks Nilai Penting (INP). Rumus yang digunakan untuk perhitungan
menurut Handayani (2012: 10) antara lain:
Jumlah individu suatu spesies
Densitas =
Luas Area
Densitas suatu spesies
Densitas Relatif = x 100
Total Densitas seluruh spesies
Jumlah plot ditemukannya spesies
Frekuensi =
Jumlah plot ke seluruhan
Frekuensi suatu spesies
Frekuensi Relatif = x 100
Total frekuensi suatu spesies
Indeks Nilai Penting = Densitas Relatif (DR) + Frekuensi Relatif (FR)
(Handayani,2012:10)
Selanjutnya, indeks keanekaragaman (H) jenis dihitung menggunakan
rumus menurut Shannon-Wiener. Menurut Handayani (2012:10), untuk
memprakirakan keanekaragaman spesies ada beberapa indeks
keanekaragaman yang dapat dipilih untuk dipakai dalam analisis komunitas,
salah satunya adalah Indeks Shannon atau Shannon index of general diversity
(H).
H = -pi log pi
Keterangan:
n
pi :
N
n : Nilai Penting suatu Jenis
N : Jumlah nilai penting seluruh jenis
H : Index diversitas
Sesuai dengan kriteria nilai indeks keanekaragaman Shanon-Wiener
(H) (Indriani, 2009:2) adalah sebagai berikut:
H1 : keanekaragaman rendah
1 < H > 3 : keanekaragaman sedang
H3 : keanekaragaman tinggi
Untuk mengetahui pengaruh kondisi abiotik dengan indeks
keanekaragaman (H) pada seluruh area kajian dilakukan uji regresi dengan
menggunakan program statistical analysis in social science (SPSS) versi 16.
DAFTAR PUSTAKA

Campbell, N., J.B. Reece., and M.L. Cain. 2003. Biologi Edisi Kelima Jilid 2.
Jakarta: Erlangga
Ferdianto, B.S., M. Izzati., dan H. Purnaweni. 2013. Kelimpahan dan
Keanekaragaman Arthropoda Tanah di Lahan Sayuran Organik Urban
Farming. Semarang: Program Studi Ilmu Biologi Universitas Diponegoro
Semarang
Ferreira, R.L. & L.C.S Horta. 2001. Natural and Human Impacts on Invertebrate
Communities in Brazilian Caves. Rev. Brasil: Biol., 61:7-17pp.
Harjanto, S. Handayani, K.P., dan Hidayah, N. 2008. Arthropoda Terrestrial Gua-
gua Karst Menoreh. Matalabiogama, tidak dipublikasi
Hickman dan P. Cleveland. 2009. Animal Diversity Sixth Edition. New York:
McGraw-Hill Companies
Ibnu Maryanto, et al. 2006. Manajemen Bioregional.: Kars, Masalah dan
Pemecahannya, Dilengkapi kasus Jabodetabek. Bogor: Puslit Biologi LIPI
Indrawan, M., Richard dan Jatna. 2012. Biology Konservasi. Jakarta: Yayasan
Pustaka Obor
Indriani P.D., M. Hanifa., dan Zakaria. 2009. Jurnal Penelitian Sains.
Keanekaragaman Spesies Tumbuhan pada Kawasan Mangrove Nipah
(Nypa Fructicans Wurmb.) di Kecamatan Pulau Rimau Kabupaten
Banyuasin Sumatera Selatan. Vol. 12 (3): 1-4
Kamal, M., I. Yustina, dan S. Rahayu. 2008. Keanekaragaman Arthropoda di Goa
Putri dan Goa Selabe Kawasan Karst Padang Bindu, OKU Sumatera
Selatan. Sumatera Selatan: FMIPA Universitas Sriwijaya. Jurnal Penelitian
Sains Volume 14 Nomoe 1(D) 14108
Michael, P. 1984. Ecological Methods for field & Laboratories Investigation. New
Delhi: McGraw-Hill Publ.Co.Ltd
Prakarsa, T.B.P., Margani, R.B., Pamungkas, F.R., Budiatmoko, F., Arjunanda.
2014. Biodiversitas Ekosistem Gua Anjani di Kawasan Karst Menoreh
(Tinjauan Khusus Arthropoda). Yogyakarta: Symposium on Biology
Education
Samodra, H. 2001. Nilai strategis Kawasan Karst di Indonesia: Perlindungan dan
Pengembangannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Publikasi
khusus. No. 25
Simanjuntak, Meentjr, dkk. 2001. Gender dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.
Yogyakarta: Yayasan PIKUL
Simanjuntak S., Handini R., Prasetyo B. (2002), Pre Historic of Gunungsewu,
Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia, 304 p
Sumarwan. 2007. Biologi SMA untuk Kelas X. Jakarta: Erlangga
Teguh, S., dan Eny, I. 2008. Ilmu Pengetahuan Alam untuk SMP Kelas VII.
Jakarta: Pusat Pembukuan Departemen Pendidikan Nasional
Tjitrosomo, S.S., dan Sugiri, N. 2006. Biologi Edisi 5. Jakarta: Erlangga
Vermaullen, J. and T. Whitten. 1999. Biodiversity and Cultural Property in the
Management of Limestones Resources. Washington: The World Bank

Anda mungkin juga menyukai