ABSTRAK
Laju dekomposisi merupakan proses pembusukan atau penghancuran secara metabolik bahan organik yang dapat
menghasilkan bahan sampingan berupa energi, materi anorganik yang lebih sederhana. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui berapa besar pengaruh laju dekomposisi serasah tanaman belimbing terhadap keanekaragaman fauna
tanah yang ada di perkebunan belimbing. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kuantitatif.
Penelitian ini dilakukan selama 20 hari dengan metode Corong Barllease. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa ada
pengaruh yang nyata laju dekomposisi serasah tanaman belimbing terhadap keanekaragaman fauna tanah dengan
prosentase sebesar 92,5% dengan keanekaragaman yang ditemukan dari 4 kelas dengan 7 bangsa, dan 9 suku. Suku
yang ditemukan adalah Formicidae, Neanuridae, Onychiuridae, Branchystomellidae, Scutigerellidae,
Marchochelidae, Neobisidae, Forficulidae, dan Ophisthopora dengan indeks keanekaragaman fauna fanah yang
diketemukan berkisar antara 1.20 sampai 1.85. Indeks keanekaragaman fauna tanah tertinggi terdapat pada hari ke-10
yaitu 1.85, sedangkan nilai rata-rata laju dekomposisi yang paling besar ditemukan pada hari ke-10 dengan nilai laju
dekomposisi sebesar 3.52%/hari. Semakin besar nilai laju dekomposisi maka semakin banyak keanekaragaman fauna
fanah yang ditemukan.
ABSTRACK
Decomposition rate is a process of metabolically decomposition or destruction of organic material which can
produce a by-product energy, simpler inorganic material. The aimed of this research is to find out the significances
effect of decomposition rate of starfruit litter toward the diversity of soil fauna in the starfruit plantation. This
research is a descriptive quantitative research which was conducted for 20 days using Barllease Corong method. The
results showed that there is a significant effect of starfruit litter decomposition rate toward the diversity of soil fauna
with percentage of 92.5% with the diversity found from 4 classes with 7 nations, and 9 tribes. The tribes found are
Formicidae, Neanuridae, Onychiuridae, Branchystomellidae, Scutigerellidae, Marchochelidae, Neobisidae,
Forficulidae, and Ophisthopora with an index of soil fauna diversity found ranging from 1.20 up to 1.85. The highest
index of soil fauna diversity was found on the 10th day of the research which is 1.85, while the highest average value
of decomposition rate was found on the 10th day of the research with a decomposition rate of 3.25% / day. The
higher rate of decomposition allows more soil fauna diversity to be found.
Indonesia merupakan salah satu negara kunjungan wisata. Kebun belimbing ini sangat luas dan
megabiodiversity dan merupakan mega center terletak di pusat kota, karena perkebunannya yang luas
keanekaragaman hayati dunia. Sumberdaya hayati yang maka untuk perawatannya petani sering menggunakan
melimpah ini merupakan asosiasi antara faktor biotik dan bahan kimia. Hal ini yang menjadi masalah dalam
abiotik. Salah satu faktor biotik adalah tanah. Tanah di lingkungan ekosistem tanah dan juga bagi perkebunan
Indonesia kaya akan mineral dan merupakan tanah subur. belimbing di Kota Blitar sendiri. Pengelolaan perkebunan
Kondisi ini mempengaruhi tumbuhnya beragam jenis yang salah dan kurang baik akan berdampak negatif untuk
tumbuhan yang diikuti dengan beragam jenis fauna yang lingkungan di sekitar, salah satunya adalah menurunnya
hidup berasosiasi dengan tumbuhan (Haneda, 2012). kesuburan dan produktivitas tanah sehingga tanah
Tanah merupakan komponen lingkungan hidup menjadi rusak.
secara mutlak harus dilindungi atau dihindarkan dari Menurut Sutedjo dan Kartasapoetro dalam
dampak yang merugikan. Kota Blitar memiliki Wulandari (2005), usaha memperbaiki tanah secara alami
perkebunan belimbing yang terkenal dengan produk dapat dilakukan dengan mengistirahatkan tanah untuk
andalannnya sebagai sari buah. Saat ini kebun belimbing beberapa waktu, tidak diolah, dan dibiarkan tertutup oleh
di kota Blitar berkembang sebagai Agrowisata, dimana rumput-rumputan. Menurut Wulandari (2007) untuk
setiap hari sabtu dan minggu dibuka dan digunakan untuk mengurangi dan mengantisipasi terjadinya kerusakan
tanah, diperlukan langkah yang tepat, aman sekaligus keanekaragaman fauna tanah adalah dengan
tidak mengeluarkan banyak biaya, misalnya dengan menggunakan metode jebakan serasah yang ditanam di
pemberian bahan organik tanaman pada tanah. Pemberian bawah tegakan pohon belimbing, pemisahan fauna tanah
bahan organik tanaman pada tanah dapat memperbaiki dengan serasah dengan menggunakan corong Berlease
sifat fisika, kimia, dan biologi tanah. dan Hand Sorting.
Sumber utama bahan organik tanah ialah jaringan
tanaman, baik yang berupa serasah atau sisa-sisa tanaman. 5. Analisis Data
Bahan organik yang digunakan dalam penelitian ini a. Pendugaan Laju Dekomposisi
adalah serasah. Pemberian serasah dapat dikatakan Menurut Hilwan (1993) dalam Haneda (2012),
sebagai pengelolaan tanah menggunakan cara perhitungan laju dekomposisi dilakukan dengan
dekomposisi (pembusukan) bahan-bahan organik. pendekatan:
Dekomposisi adalah penghancuran secara metabolik W=
bahan organik dengan hasil sampingan berupa energi,
materi anorganik dan bahan organik lain yang lebih Dimana D =
sederhana (Notohadiprawiro, 1999). Keterangan :
Adanya serasah dimungkinkan dapat, Wo = Berat awal serasah (g)
meningkatkan aktifitas fauna tanah karena serasah Wt = Berat Kering akhir Serasah (g)
merupakan bahan organik tanaman dan dapat digunakan W = Penurunan bobot
sebagai sumber energi dan sumber makanan untuk D = Dekomposisi
kelangsungan hidup fauna tanah itu sendiri. Peran fauna
tanah dalam menguraikan bahan organik tanaman dapat b. Indeks Keanekaraman Jenis (H’)
mempertahankan dan mengembalikan produktifitas tanah Menurut Magurran dalam Angreini dalam
yang didukung oleh faktor abiotik. Sugiyarto (2013), Rumus dari Indeks Keanekaragaman
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis laju Jenis Shannon Winner adalah :
dekomposisi serasah tanaman belimbing terhadap
keanekaragaman fauna tanah yang ditemukan di H’ = - ∑ (pi In pi)
perkebunan belimbing sebagai sumber belajar biologi.
Studi ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang Keterangan:
H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener
laju dekomposisi serasah sehingga dapat mengetahui
ni = Jumlah jenis individu dari jenis ke i
keanekaragaman fauna tanah yang ada di perkebunan N = Jumlah total individu dari seluruh jenis spesies
belimbing Kota Blitar. Pi = Proporsi dari jumlah individu jenis i dengan jumlah
individu dari seluruh jenis spesies
METODE
Menurut Maharadatunkamsi (2011) Indeks
1. Lokasi dan Waktu Penelitian keragaman menurut Shannon-Wiener dibagi dalam 5
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-April kategori, yaitu < 1 sangat rendah, ≥ 1 - ≤ 2 rendah, ≥ 2 - ≤
2017 di kawasan perkebunan kawasan perkebunan 3 sedang, ≥ 3 - < 4 tinggi dan ≥ 4 sangat tinggi.
belimbing (Averrhoa carambola L.) PT. Agrowisata Petik
Belimbing Desa Karangsari Kota Blitar. c. Indeks Kemerataan atau Evenness (E)
Indeks kemerataan atau evenness menunjukkan
2. Bahan dan Alat pola sebaran jenis yaitu merata atau tidak. Apabila nilai
Bahan yang digunakan Formalin 1%, kantong kemerataan relatif tinggi maka keberadaan setiap jenis itu
plastik, jaring, tali rafia, serasah tanaman belimbing. Alat dalam kondisi merata. Indeks kemerataan dapat dihitung
yang digunakan rak kayu, corong berleasse, lampu 25 dengan rumus sebagai berikut:
watt, Botol sampel, cawan petri, cangkul, meteran, E=
termometer tanah, soil tester, dan gelas plastik.
Keterangan:
3. Metode Penelitian S = jumlah total jenis
Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian H’= nilai Indeks Shannon-Wiener
E = 0, kemerataan antara jenis rendah
ini adalah jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Penelitian E = 1, kemerataan antar jenis relatif merata atau jumlah individu
ini dilakukan untuk memperoleh fakta atau data tentang masing-masing jenis relatif sama (Fachrul, 2012; Soegianto,
laju dekomposisi bahan organik tanaman dan 1994)
keanekaragaman jenis makrofauna dan mesofauna tanah
di daerah perkebunan belimbing. HASIL DAN PEMBAHASAN
slama hari ke-0 sampai hari ke-20 di lokasi penelitian berkisar antara 1,20 – 1,85 (Tabel 1). Diketahui bahwa
disajikan dalam Gambar 1. indeks keanekaragaman pada hari ke-5 dengan nilai 1.42,
hari ke-10 dengan nilai 1.85, hari ke-15 dengan nilai 1.52,
dan hari ke-20 dengan nilai 1.20. Dimana nilai indeks
keanekaragaman tertinggi terdapat pada hari ke-10
dengan nilai 1.85.