Anda di halaman 1dari 4

PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017

“Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner”


Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan
Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK)
Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017

ANALISIS LAJU DEKOMPOSISI SERASAH TANAMAN BELIMBING (Averrhoa


carambola L.) terhadap KEANEKARAGAMAN FAUNA TANAH SEBAGAI
SUMBER BELAJAR BIOLOGI
An Analysis of Decomposition Rate of Starfruit Litter (Averrhoa carambola L .) Towards the Diversity of Soil Fauna
as a Biological Study Source

Lusthia Wijaya Anggraeny 1, Sri Wahyuni2, Elly Purwanti3


1
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang
2,3
Dosen Program StudiPendidikanBiologiUniversitasMuhamadiyah Malang
Jalan Raya Tlogomas No. 246 Malang
e-mail korespondensi: lusthiawijaya@gmail.com

ABSTRAK
Laju dekomposisi merupakan proses pembusukan atau penghancuran secara metabolik bahan organik yang dapat
menghasilkan bahan sampingan berupa energi, materi anorganik yang lebih sederhana. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui berapa besar pengaruh laju dekomposisi serasah tanaman belimbing terhadap keanekaragaman fauna
tanah yang ada di perkebunan belimbing. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kuantitatif.
Penelitian ini dilakukan selama 20 hari dengan metode Corong Barllease. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa ada
pengaruh yang nyata laju dekomposisi serasah tanaman belimbing terhadap keanekaragaman fauna tanah dengan
prosentase sebesar 92,5% dengan keanekaragaman yang ditemukan dari 4 kelas dengan 7 bangsa, dan 9 suku. Suku
yang ditemukan adalah Formicidae, Neanuridae, Onychiuridae, Branchystomellidae, Scutigerellidae,
Marchochelidae, Neobisidae, Forficulidae, dan Ophisthopora dengan indeks keanekaragaman fauna fanah yang
diketemukan berkisar antara 1.20 sampai 1.85. Indeks keanekaragaman fauna tanah tertinggi terdapat pada hari ke-10
yaitu 1.85, sedangkan nilai rata-rata laju dekomposisi yang paling besar ditemukan pada hari ke-10 dengan nilai laju
dekomposisi sebesar 3.52%/hari. Semakin besar nilai laju dekomposisi maka semakin banyak keanekaragaman fauna
fanah yang ditemukan.

Kata kunci: Laju Dekomposisi, Keanekaragaman, dan Bioindikator

ABSTRACK
Decomposition rate is a process of metabolically decomposition or destruction of organic material which can
produce a by-product energy, simpler inorganic material. The aimed of this research is to find out the significances
effect of decomposition rate of starfruit litter toward the diversity of soil fauna in the starfruit plantation. This
research is a descriptive quantitative research which was conducted for 20 days using Barllease Corong method. The
results showed that there is a significant effect of starfruit litter decomposition rate toward the diversity of soil fauna
with percentage of 92.5% with the diversity found from 4 classes with 7 nations, and 9 tribes. The tribes found are
Formicidae, Neanuridae, Onychiuridae, Branchystomellidae, Scutigerellidae, Marchochelidae, Neobisidae,
Forficulidae, and Ophisthopora with an index of soil fauna diversity found ranging from 1.20 up to 1.85. The highest
index of soil fauna diversity was found on the 10th day of the research which is 1.85, while the highest average value
of decomposition rate was found on the 10th day of the research with a decomposition rate of 3.25% / day. The
higher rate of decomposition allows more soil fauna diversity to be found.

Keywords: Decomposition Rate, Diversity, and Bioindicator.

Indonesia merupakan salah satu negara kunjungan wisata. Kebun belimbing ini sangat luas dan
megabiodiversity dan merupakan mega center terletak di pusat kota, karena perkebunannya yang luas
keanekaragaman hayati dunia. Sumberdaya hayati yang maka untuk perawatannya petani sering menggunakan
melimpah ini merupakan asosiasi antara faktor biotik dan bahan kimia. Hal ini yang menjadi masalah dalam
abiotik. Salah satu faktor biotik adalah tanah. Tanah di lingkungan ekosistem tanah dan juga bagi perkebunan
Indonesia kaya akan mineral dan merupakan tanah subur. belimbing di Kota Blitar sendiri. Pengelolaan perkebunan
Kondisi ini mempengaruhi tumbuhnya beragam jenis yang salah dan kurang baik akan berdampak negatif untuk
tumbuhan yang diikuti dengan beragam jenis fauna yang lingkungan di sekitar, salah satunya adalah menurunnya
hidup berasosiasi dengan tumbuhan (Haneda, 2012). kesuburan dan produktivitas tanah sehingga tanah
Tanah merupakan komponen lingkungan hidup menjadi rusak.
secara mutlak harus dilindungi atau dihindarkan dari Menurut Sutedjo dan Kartasapoetro dalam
dampak yang merugikan. Kota Blitar memiliki Wulandari (2005), usaha memperbaiki tanah secara alami
perkebunan belimbing yang terkenal dengan produk dapat dilakukan dengan mengistirahatkan tanah untuk
andalannnya sebagai sari buah. Saat ini kebun belimbing beberapa waktu, tidak diolah, dan dibiarkan tertutup oleh
di kota Blitar berkembang sebagai Agrowisata, dimana rumput-rumputan. Menurut Wulandari (2007) untuk
setiap hari sabtu dan minggu dibuka dan digunakan untuk mengurangi dan mengantisipasi terjadinya kerusakan

Anggraeny et al., Analisis Laju Dekomposisi 308


available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/
PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017
“Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner”
Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan
Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK)
Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017

tanah, diperlukan langkah yang tepat, aman sekaligus keanekaragaman fauna tanah adalah dengan
tidak mengeluarkan banyak biaya, misalnya dengan menggunakan metode jebakan serasah yang ditanam di
pemberian bahan organik tanaman pada tanah. Pemberian bawah tegakan pohon belimbing, pemisahan fauna tanah
bahan organik tanaman pada tanah dapat memperbaiki dengan serasah dengan menggunakan corong Berlease
sifat fisika, kimia, dan biologi tanah. dan Hand Sorting.
Sumber utama bahan organik tanah ialah jaringan
tanaman, baik yang berupa serasah atau sisa-sisa tanaman. 5. Analisis Data
Bahan organik yang digunakan dalam penelitian ini a. Pendugaan Laju Dekomposisi
adalah serasah. Pemberian serasah dapat dikatakan Menurut Hilwan (1993) dalam Haneda (2012),
sebagai pengelolaan tanah menggunakan cara perhitungan laju dekomposisi dilakukan dengan
dekomposisi (pembusukan) bahan-bahan organik. pendekatan:
Dekomposisi adalah penghancuran secara metabolik W=
bahan organik dengan hasil sampingan berupa energi,
materi anorganik dan bahan organik lain yang lebih Dimana D =
sederhana (Notohadiprawiro, 1999). Keterangan :
Adanya serasah dimungkinkan dapat, Wo = Berat awal serasah (g)
meningkatkan aktifitas fauna tanah karena serasah Wt = Berat Kering akhir Serasah (g)
merupakan bahan organik tanaman dan dapat digunakan W = Penurunan bobot
sebagai sumber energi dan sumber makanan untuk D = Dekomposisi
kelangsungan hidup fauna tanah itu sendiri. Peran fauna
tanah dalam menguraikan bahan organik tanaman dapat b. Indeks Keanekaraman Jenis (H’)
mempertahankan dan mengembalikan produktifitas tanah Menurut Magurran dalam Angreini dalam
yang didukung oleh faktor abiotik. Sugiyarto (2013), Rumus dari Indeks Keanekaragaman
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis laju Jenis Shannon Winner adalah :
dekomposisi serasah tanaman belimbing terhadap
keanekaragaman fauna tanah yang ditemukan di H’ = - ∑ (pi In pi)
perkebunan belimbing sebagai sumber belajar biologi.
Studi ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang Keterangan:
H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener
laju dekomposisi serasah sehingga dapat mengetahui
ni = Jumlah jenis individu dari jenis ke i
keanekaragaman fauna tanah yang ada di perkebunan N = Jumlah total individu dari seluruh jenis spesies
belimbing Kota Blitar. Pi = Proporsi dari jumlah individu jenis i dengan jumlah
individu dari seluruh jenis spesies
METODE
Menurut Maharadatunkamsi (2011) Indeks
1. Lokasi dan Waktu Penelitian keragaman menurut Shannon-Wiener dibagi dalam 5
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-April kategori, yaitu < 1 sangat rendah, ≥ 1 - ≤ 2 rendah, ≥ 2 - ≤
2017 di kawasan perkebunan kawasan perkebunan 3 sedang, ≥ 3 - < 4 tinggi dan ≥ 4 sangat tinggi.
belimbing (Averrhoa carambola L.) PT. Agrowisata Petik
Belimbing Desa Karangsari Kota Blitar. c. Indeks Kemerataan atau Evenness (E)
Indeks kemerataan atau evenness menunjukkan
2. Bahan dan Alat pola sebaran jenis yaitu merata atau tidak. Apabila nilai
Bahan yang digunakan Formalin 1%, kantong kemerataan relatif tinggi maka keberadaan setiap jenis itu
plastik, jaring, tali rafia, serasah tanaman belimbing. Alat dalam kondisi merata. Indeks kemerataan dapat dihitung
yang digunakan rak kayu, corong berleasse, lampu 25 dengan rumus sebagai berikut:
watt, Botol sampel, cawan petri, cangkul, meteran, E=
termometer tanah, soil tester, dan gelas plastik.
Keterangan:
3. Metode Penelitian S = jumlah total jenis
Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian H’= nilai Indeks Shannon-Wiener
E = 0, kemerataan antara jenis rendah
ini adalah jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Penelitian E = 1, kemerataan antar jenis relatif merata atau jumlah individu
ini dilakukan untuk memperoleh fakta atau data tentang masing-masing jenis relatif sama (Fachrul, 2012; Soegianto,
laju dekomposisi bahan organik tanaman dan 1994)
keanekaragaman jenis makrofauna dan mesofauna tanah
di daerah perkebunan belimbing. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. Pengumpulan Data Laju Dekomposisi


Metode yang digunakan untuk mengetahui laju Berdasarkan data hasil penimbangan serasah
dekomposisi di perkebunan belimbing karangsari Kota tanaman belimbing terdekomposisi yang dilakukan
Blitar ini menggunakan metode penimbangan berat akhir sebelum dan sesudah panen maka indks laju dekomposisi
dikurangi berat awal, sefangkan untuk mengetahui

Anggraeny et al., Analisis Laju Dekomposisi 309


available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/
PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017
“Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner”
Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan
Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK)
Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017

slama hari ke-0 sampai hari ke-20 di lokasi penelitian berkisar antara 1,20 – 1,85 (Tabel 1). Diketahui bahwa
disajikan dalam Gambar 1. indeks keanekaragaman pada hari ke-5 dengan nilai 1.42,
hari ke-10 dengan nilai 1.85, hari ke-15 dengan nilai 1.52,
dan hari ke-20 dengan nilai 1.20. Dimana nilai indeks
keanekaragaman tertinggi terdapat pada hari ke-10
dengan nilai 1.85.

Laju Dekomposisi dan Keanekaragaman Fauna


Tanah
Berdasarkan data hasil inventarisasi fauna tanah
yang dilakukan selama penilitian maka diperoleh data
kelimpahan fauna tanah berdasarkan Suku di lokasi
penelitian. Berikut ini adalah tabel nilai keanekaragaman
(H’) fauna tanah beserta nilai laju dekomposisi (D) pada
masing-masing waktu pengamatan dengan mengguankan
metode corong Barlease-Tullgren yang disajikan pada
Tabel 1.
Berdasarkan Tabel 1. laju dekomposisi yang
diperoleh per waktu panen (5 hari) laju dekomposisi
memiliki nilai yang bervariasi berkisar antara 1.93-3.52%
Gambar 1. Histogram rata-rata laju dekomposisi /hari. Terlihat dari Gambar 4.12, grafik yang dihasilkan
dapat diketahui bahwa laju dekomposisi yang paling cepat
Berdasarkan Gambar 1. dapat dilihat bahwa untuk ditemukan poada panen hari ke-10 dimana laju
hari ke-5 sampai hari ke-20 nilai rata-rata laju dekomposisi mencapai nilai 3.52% /hari. Hal ini
dekomposisi serasah tanaman belimbing mengalami disebabkan oleh adanya pengaruh yang nyata antara
kenaikan juga penurunan nilai, dimulai dengan hari ke-5 keanekaragaman maupun kelimpahan jenis yang
nilai laju dekomposisi sebesar 2.08%/hari, nilai ini ditemukan pada hari ke-10 terhadap laju dekomposisi.
merupakan nilai awal dari laju dekomposisi serasah
tanaman belimbing di perkebunan belimbing. Kemudian Tabel 1. Nilai laju dekomposisi dan keanekaragaman fauna
tanah
laju dekomposisi serasah meningkat menjadi 3.52%/hari
Hari Famili D H’
yang terjadi pada hari ke-10, selanjutnya laju dekomposisi
serasah tanaman belimbing mengalami penurunan dari Formicidae
minggu ke-15 dengan nilai 2.44% menjadi 1.93% pada Anisolabididae
hari ke-20. Scutigerelllidae
5 2,08% 1,41
Marcrochelidae
Onychiuridae
Keanekaragaman Fauna Tanah
Fauna tanah yang ditemukan di lokasi dalam Branchystomellidae
penenlitian ini terdapat 10 Family dengan 10 yang Formicidae
ditemukan dari hasil inventarisasi fauna tanah yang Anisolabididae
dilakukan di laboratorium sedangkan jika dilihat dari Scutigerelllidae
jumlah individu yang diperoleh pada hari ke-5 sebanyak Opisthopora
66 individu, hari ke-10 sebanyak 147, hari ke-15 10 Neanuridae 3,52% 1,85
sebanyak 111 individu, dan hari ke-20 sebanyak 61 Marcrochelidae
individu. Data terperinci dapat dilihat pada lampiran1 dan Onychiuridae
2. Setelah dilakukan identifikasi morfologi fauna tanah Neobisidae
didapatkan hasil bahwa jumlah terbesar didominasi oleh Branchystomellidae
collembola dan acari. Collembola yang teridentifikasi Formicidae
tergolong dalam suku Neanuridae, Onychiuridae, dan Neanuridae
Branchystomellidae dan acari yang teridentifikasi Opisthopora
15 2,44% 1,52
tergolong dalam suku Marcrochelidae. Marcrochelidae
Berdasarkan hasil perhitungan indeks Onychiuridae
keanekaragaman (Diversity) dapat diketahui bahwa Branchystomellidae
masing-masing dari 4 waktu (hari ke-5, hari ke-10, hari Neanuridae
ke-15, dan hari ke-20) penelitian mempunyai indeks Opisthopora
keanekaragaman yang bervariasi. Adapun hasil 20 Marcrochelidae 1,93% 1,20
keanekaragaman fauna tanah pada hari hari ke-5, hari ke- Onychiuridae
10, hari ke-15, sampai hari ke-20 diasjikan pada Tabel 1. Branchystomellidae
Berdasarkan hasil analisis indeks keanekaragaman jenis,
diketahui bahwa indeks keanekaragaman fauna tanah Hasil yang ditunjukkan pada Tabel 1, laju
dekomposisi tertinggi terdapat pada hari ke 10 sedangkan

Anggraeny et al., Analisis Laju Dekomposisi 310


available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/
PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017
“Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner”
Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan
Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK)
Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017

nilai keanekaragaman tertinggi juga terdapat pada hari ke


10. Berdasarkan hasil analisis statistik regresi sederhana Saran
menyatakan bahwa prosentase pengaruh laju dekomposisi Penelitian ini belum membedakan laju
terhadap keanekaragaman fauna tanah sebesar 92,5% dekomposisi dan kenaekaragaman pada lokasi tepi,
sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain. Hal ini tengah, dan dalam perkebunan, sehingga nilai ini diambil
dapat disimpulkan bahwa dengan didapatnya nilai laju secara umum. Maka perlu dilakukan penelitian lebih
dekomposisi tertinggi maka jumlah keanekaragaman juga lanjut mengenai lokasi tersebut.
semakin banyak, dikarenakan untuk meremah serasah
menjadi pecahan-pecahan kecil dibutuhkan beragam DAFTAR RUJUKAN
fauna tanah dari berbagai jenis dengan morfologi yang
berbeda-beda sehingga memiliki peranan yang berbeda- Haneda. N.F & Sirait. B.A. 2012. Keanekaragaman Fauna
beda. Semakin remah serasah maka semakin mudah Tanah dan Peranannya terhadap Laju Dekomposisi
terdekomposisi oleh mikrofauna tanah sehingga laju Serasah Kelapa Sawit (Elaeis guineesis Jacq).
dekomposisi semakin cepat. Tingginya nilai Jurnal Silvikultur Tropika. No. 3. Vol. 3 Hal 161-
keanekaragaman jika dihubungkan dengan kesuburan 167.
tanah adalah aktivitas fauna tanah yang melakukan Notohadiprawiro, Tejoyuwono. 1999. Tanah dan
dekomposisi dapat merubah sifat fisika tanah, seperti Lingkungan. Jakarta: Direktorat Jendral
yang dijelaskan oleh Wulandari (2007), fauna tanah Pendidikan Tinggi. Departemen pendidikan dan
merupakan salah satu komponen biologi tanah yang kebudayaan.
memainkan peran penting dalam proses penggemburan Wulandari. S., Sugiarto, & Wiranto. 2005. Dekomposisi
tanah. Bahan Organik Tanaman serta Pengaruhnya
terhadap Keanekaragaman Mesofauna dan
PENUTUP Makrofauna Tanah di Bawah Tegakan Sengon
(Paraserianthes falcataria). Jurnal BioSmart. No.
Kesimpulan 2. Vol.7 Hal 104-109.
Nilai rata-rata laju dekomposisi yang paling besar Wulandari. S., Sugiarto, & Wiranto. 2007. Pengaruh
ditemukan pada hari ke-10 dengan nilai laju dekomposisi Keanekaragaman Mesofauna dan Makrofauna
sebesar 3.52%/hari, sedangkan nilai keanekaragaman Tanah terhadap Dekomposisi Bahan Organik
jenis tertinggi juga ditemukan pada hari ke-10 dengan Tanaman di Bawah Tegakan Sengon
nilai 1.85. Hasil prosentase pengaruh laju dekomposisi (Paraserianthes falcataria). Jurnal Bioteknologi.
terhadap keanekaragaman fauna tanah sebesar 92,5%. No. 1. Vol. 4 Hal 20-27.

Anggraeny et al., Analisis Laju Dekomposisi 311


available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/

Anda mungkin juga menyukai