Anda di halaman 1dari 5

TINJAUAN PUSTAKA

1. Ekologi Mangrove
Ekologi mangrove adalah tempat berbagai spesies mangrove hidup. Dalam
ekologi mangrove, pohon yang tumbuh bukan hanya dari spesies tumbuhan yang
sama. Mangrove tumbuh terutama di pantai yang selalu dipengaruhi oleh pasang
surut. Mangrove memiliki kemampuan adaptasi yang sama terhadap pasang surut,
walaupun jenis mangrove nya itu berbeda. Mangrove juga salah satu pohon yang
dapat menghadapi kondisi extrem dan lebih banyak hidup di daerah laut/pantai
yang terlindungi (Setyaningrum et al., 2020).
Ekosistem hutan mangrove adalah ekosistem yang kompleks dan dinamis,
namun labil. Kompleks, dikarenakan ekosistem ini dipenuhi oleh vegetasi
mangrove tetapi juga merupakan habitat bagi banyak satwa dan biota perairan.
Jenis tanah pada tempat tumbuhnya mangrove sebagian besar adalah mempunyai
nilai kejenuhan basa, kapasitas tukar kation tinggi, dan kandungan bahan organik
sedang hingga tinggi. Sebagai ekosistem yang berada di daerah peralihan antara
darat dan laut, mangrove mempunyai gradien sifat lingkungan yang tajam. Jenis-
jenis tumbuhan dan hewan yang hidup memiliki toleransi besar terhadap fluktuasi
faktor-faktor lingkungan. Hal inilah yang menyebabkan keanekaragaman jenis
biota mangrove rendah, tetapi kepadatan populasi dari masing-masing spesies
umumnya tinggi. Saat ini, luas hutan mangrove di dunia tercatat sekitar 17 juta ha,
yang mana 3,7 juta ha ada di Indonesia. Indonesia mempunyai keanekaragaman
jenis mangrove yang cukup tinggi, sebanyak 89 spesies (Julaikha dan Sumiyati,
2017).

2. Identifikasi Mangrove
Mangrove dapat diidentifikasi untuk kebutuhan perlindungan dan
konservasi. Identifikasi mangrove membutuhkan catatan lapangan yang berisi
identifikasi bentuk pohon, akar, daun, buah, dan bunga. Untuk mengidentifikasi
mangrove tersebut dapat melakukan sampling terlebih dahulu dan bisa dibantu
menggunakan buku identifikasi . Kekayaan spesies bakau yang ada di daerah yang
akan di sampling juga dapat menjadi informasi dasar untuk intervensi lebih lanjut.
Berdasarkan observasi dan catatan penelitian yang sudah dilakukan, masyarakat
daerah tersebut sadar akan pentingnya keberadaan mangrove. Karena sebelumnya
kesadaran akan fungsi ekosistem mangrove ini hanya berbatas pada masyarakat
yang tinggal di daerah hutan dan masyarakat yang tinggal di ecopark (Mangaoang
and Flores, 2019).
Pengamatan vegetasi di habitat mangrove cenderung lebih mudah
dibandingkan pada hutan tropis. Hal ini dikarenakan jenis tumbuhan mangrove
terbatas dan sifat perbungaannya tidak terlalu musiman. Hampir di setiap pohon
mangrove dapat ditemukan bunga dan buah yang digunakan dalam identifikasi
spesies. Identifikasi spesies mangrove umumnya dilakukan dengan pengamatan
morfologi mangrove. Tetapi, sebagian besar pohon mangrove memiliki kesamaan
bentuk sehingga pengamatan untuk identifikasi spesies mangrove perlu
difokuskan pada perbedaan kulit kayu, tipe akar, buah dan bunganya. Jika
diperlukan, koleksi tumbuhan dibuat untuk kemudian dibawa ke laboratorium dan
dibuat catatan mengenai lokasi, tanggal, tipe perakaran dan habitat (Noor et al.,
2006).

3. Koleksi Sampel
Koleksi sampel atau pengumpulan sampel berarti sebuah awal dari proses
penelitian untuk pengumpulkan sampel yang akan dikoleksi untuk tujuan kajian
dan penelitian. Sebuah sampel tumbuhan yang akan dikoleksi perlu meliputi
beberapa bagian utama, seperti daun, bunga, buah, kulit batang dan akar. Bagian
sampel yang dikoleksi tersebut memiliki persyaratan untuk determinasi atau
identifikasi untuk menentukan jenis dan spesies sampel yang dikoleksi. Koleksi
sampel biasa dilakukan dengan mengoleksi sebagian dahan atau cabang dari
sampel. Jumlah sampel yang dikoleksi adalah secukupnya, tergantung dengan
kebutuhan penelitian (Saidi et al., 2018).
Setelah melakukan sampling, sampel dapat langsung digunakan dalam
penelitian atau dilakukan koleksi sampel terlebih dahulu. Koleksi sampel untuk
mangrove dilakukan dengan storaging atau penyimpanan sampel di dalam plastik
sampel. Hal ini berutujuan untuk melindungi sampel dari reaksi yang dapat
mempengaruhi kandungan senyawanya. Setelah itu, sampel dibawa ke
laboratorium untuk dilanjutkan ke tahap penelitian yang selanjutnya. Proses
identifikasi spesies sampel mangrove yang diambil didasarkan pada buku panduan
identifikasi mangrove (Gazali dan Nufus, 2019).

4. Parameter Perairan
Beberapa parameter utama yang biasa diukur saat koleksi sampel meliputi
suhu, salinitas, pH, dan DO (Dissolved Oxygen). Suhu dapat diukur dengan
termometer, salinitas dengan refractometer, pH dengan pH meter, dan DO dengan
DO meter. Suhu termasuk salah satu faktor penting bagi kehidupan organisme di
perairan, karena suhu memengaruhi metabolism, penyebaran, kehidupan, dan
pertumbuhan biota air. Salinitas dalam air laut memengaruhi keoptimalan
pertumbuhan biota laut sesuai jenisnya. Di sisi lain, derajat keasaman (pH) sangat
berpengaruh pada tingkat produktivitas primer suatu perairan yang juga akan
memengaruhi biota lainnya. Kemudian DO (Dissolved Oxygen), atau total jumlah
oksigen terlarut di air, merupakan kebutuhan seluruh jasad hidup untuk
pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian akan
memberikan energi untuk pertumbuhan serta pembiakan (Hamuna et al., 2018).
Menurut Bai’un et al. (2021), Parameter perairan yang berbeda pada
lingkungan yang berbeda dapat mempengaruhi perbedaan metabolisme organisme
yang hidup di dalamnya. Maka dari itu, ketika dilakukan sampling, perlu
diketahui juga parameter perairan untuk mengetahui hubungan antara parameter
lingkungan dengan senyawa yang terkandung dalam organisme tersebut. Salah
satu parameter yang menjadi faktor penting dalam metabolisme organisme akuatik
adalah suhu. Nilai pH juga mempengaruhi kehidupan organisme air dikarenakan
organisme air memiliki kemampuan toleransi nilai pH yang berbeda-beda. Nilai
pH yang terlalu rendah dapat mengakibatkan kematian bagi organisme perairan.
DO pada perairan berperan penting dalam kehidupan organisme air terutama
makrozoobentos.
DAFTAR PUSTAKA
Bai’un, N.H., I. Riyantini, Y. Mulayani dan S. Zallesa. 2021. Keanekaragaman
Makrozoobentos sebagai Indikator Kodisi Perairan di Ekosistem Mangrove
Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Journal of Fisheries and Marine Research.,
5(2):227-238.
Gazali, M. dan H. Nufus. 2019. Potensi Daun Mangrove Sonneratia alba smith
sebagai Antibakteri Asal Pesisir Kuala Bubon Aceh Barat. Jurnal Laot Ilmu
Kelautan., 1(2):107-113.
Hamuna, B., R.H.R. Tanjung, Suwito, H.K. Maury dan Alianto. 2018. Kajian
Kualitas Air Laut dan Indeks Pencemaran Berdasarkan Parameter Fisika-
Kimia di Perairan Distrik Depapre, Jayapura. Jurnal Ilmu Lingkungan.,
16(1):45-43.
Julaikha, S. dan L. Sumiyati. 2017. Nilai Ekologis Ekosistem Hutan Mangrove.
Jurnal Biologi Tropis. 17(1):23-31.
Mangaoang, C.C. and A.B. Flores. 2019. Inventory of Mangroves in Katunggan
Coastal Eco-Park, Sultan Kudarat Province, the Philippines. International
Journal of Bonorowo Wetlands., 9(2): 65-70.
Noor, Y.R., M. Khazali dan I.N.N Suryadiputra. 2006. Panduan Pengenalan
Mangrove di Indonesia. Wetlands International, Bogor, 227 hlm.
Saidi, N., B. Ginting, Murniana dan Mustanir. 2018. Analisis Metabolis Sekunder.
Syiah Kuala University Press, Darussalam. 94 hlm.
Setyaningrum, E.W., Z. Erwanto, K.P. Prapti and A.L. Jayanti. 2020. Community
Economic Innovation in Mangrove Area at East Beach of Java Island.
Budapest International Research and Critics Institute-Journal (BIRCI-
Journal)., 3(4): 3968-3975.

Anda mungkin juga menyukai