Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM

TUMBUHAN AIR

OLEH :

ESTETIKA A D G SIWABESSY (201963027)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS PATTIMURA

AMBON

2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ekosistem mangrove (bakau) adalah ekosistem yang berada di daerah tepi pantai yang
dipengaruhi oleh pasang surut air laut sehingga lantainya selalu tergenang air. Ekosistem
mangrove berada di antara level pasang naik tertinggi sampai level di sekitar atau di atas
permukaan laut rata-rata pada daerah pantai yang terlindungi, dan menjadi pendukung berbagai
jasa ekosistem di sepanjang garis pantai di kawasan tropis. Manfaat ekosistem mangrove yang
berhubungan dengan fungsi fisik adalah sebagai mitigasi bencana seperti peredam gelombang
dan angin badai bagi daerah yang ada di belakangnya, pelindung pantai dari abrasi, gelombang
air pasang (rob), tsunami, penahan lumpur dan perangkap sedimen yang diangkut oleh aliran air
permukaan, pencegah intrusi air laut ke daratan, serta dapat menjadi penetralisir pencemaran
perairan pada batas tertentu. Manfaat lain dari ekosistem mangrove ini adalah sebagai obyek
daya tarik wisata alam dan atraksi ekowisat dan sebagai sumber tanaman obat. Ekosistem
mangrove berfungsi sebagai habitat berbagai jenis satwa. Ekosistem mangrove berperan penting
dalam pengembangan perikanan pantai karena merupakan tempat berkembang biak, memijah,
dan membesarkan anak bagi beberapa jenis ikan, kerang, kepiting, dan udang. Jenis plankton di
perairan mangrove lebih banyak dibandingkan di perairan terbuka. Hutan mangrove
menyediakan perlindungan dan makanan berupa bahan organik ke dalam rantai makan. Bagian
kanopi mangrove pun merupakan habitat untuk berbagai jenis hewan darat, seperti monyet,
serangga, burung, dan kelelawar. Kayu pohon mangrove dapat digunakan sebagai kayu bakar,
bahan pembuatan arang kayu, bahan bagunan, dan bahan baku bubur kertas. Manfaat nilai guna
langsung hutan mangrove sebesar Rp. 11,61 juta/ha/th.
Ekosistem lamun adalah salah satu ekosistern di laut dangkal yang mempunyai peranan
penting dalam kehidupan biota laut dan merupakan salah satu ekosistem bahari yang paling
produktif, sehingga mampu mendukung potensi sumberdaya yang tinggi pula. Fungsi ekologis
ekosistem lamun adalah sebagai produsen primer, pendaur unsur hara, penstabil substrat,
penangkap sedimen, habitat dan makanan serta tempat berlindung organisme laut lainnya. Selain
itu, ekosistem lamun juga berhubungan erat dengan terumbu karang dan mangrove, sehingga
penting artinya bagi pengelolaan perairan pantai secara terpadu. Walaupun produktivitas
ekosistem lamun tertinggi dari seluruh ekosistem akuatik yang tenggelam (submerged), namun
hanya sekitar 5-30% yang digunakan secara langsung oleh herbivora dan selebihnya digunakan
melalui rantai makanan detritus. Tidak seperti ekosistem terumbu karang, rumput laut dan
mangrove, ekosistem lamun sampai saat ini masih kurang mendapat perhatian. Hal ini
dikarenakan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang fungsi ekosistem lamun dan
dikarenakan masyarakat belum dapat mengambil manfaat langsung dari lamun. Akibatnya,
upaya masyarakat dalam menjaga kelestarian ekosistem ini sangat minim bahkan terkadang
dianggap sebagai tanaman pengganggu, sehingga akhirnya diabaikan atau dimusnahkan.
Makroalga merupakan bagian dari flora yang terdiri atas banyak jenis dan memiliki
peranan penting di lingkungan laut. Makroalga adalah alga yang berukuran besar, dari beberapa
centimeter (cm) sampai bermeter-meter. Alga termasuk dalam Kingdom Protista mirip dengan
tumbuhan, dengan struktur tubuh berupa talus dan memiliki pigmen klorofil sehingga dapat
berfotosintesis. Peranan penting keberadaan makroalga di perairan laut antara lain sebagai
organisme produser yang bermanfaat bagi kehidupan organisme, terutama organisme-organisme
herbivora. Berperan sebagai penyedia karbonat dan pengokoh substrat dasar sehingga
bermanfaat bagi stabilitas dan kelanjutan keberadaan terumbu karang. Makroalga (marga
Calcareous) memiliki kandungan kalsit dan aragonit yang dapat membentuk semen sebagai
perekat pecahan karang mati, sehingga dapat bermanfaat untuk ketahanan terhadap benturan
ombak besar. Makroalga dapat pula berperan dalam menunjang kebutuhan hidup manusia yakni
sebagai bahan pangan dan industri.

1.2 Tujuan Dan Manfaat


Mengetahui identifikasi dan mampu menjelaskan klasifikasi dari tiap–tiap jenis
tumbuhan air yang kami temukan ( mangrove Rhizophora apiculata , Lamun Enhalus
acoroides , Alga Halymenia durvillaei).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mangrove

Kata mangrove merupakan kombinasi antara kata mangue (bahasa Portugis) yang berarti
tumbuhan dan grove (bahasa Inggris) yang berarti belukar atau hutan kecil. Mangrove digunakan
sebagai komunitas tumbuhan yang tumbuh pada daerah jangkauan pasang-surut maupun
individu-individu jenis tumbuhan yang menyusun komunitas tersebut,. Mangrove merupakan jeis
pohon atau semak belukar yang tumbuh di kawasan intertidal atau yang terkena pasang surut,
terdapat berupa beberapa spesies atau sebagai komunitas yang membentuk hutan. Mangrove
merupakan tumbuhan penghasil biji (spermatophyta), dan bunganya sering kali menyolok. Biji
mangrove relatif lebih besar dibandingkan biji kebanyakan tumbuhan lain dan seringkali
mengalami perkecambahan ketika masih melekat di pohon induk (vivipar) (Kurniawan, 2014).
Beberapa pengamat Merekomendasikan dari kata mangrove sebagai individujenis tumbuhan
maupun komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah pasang surut. Hutan mangrove dikenal
dengan tidal forest, coastal woodland, vloedbosschen, danhutan payau. Masyarakat Indonesia
menyebutnya sebagai hutan bakau. pengguaan istilah bakau untuk sebutan hutan mangrove
sebenarnya kurang tepat, karena bakau hanya nama lokal dari marga Rhizophora, sementara
hutan mangrove disusun dan ditumbuhi oleh banyak marga dan jenis tumbuhan lainnya
(Irwanto,2006).

Mangrove sebagai jeis tumbuhan yang hidup didaerah intertidal dan memliki salinitas tinggi
memiliki morfologi seperti tumbuhan darat pada umumnya, namun memiliki beberapa organ
khusus untuk adaptasi terhadap salinitas yang tinggi, diantaranya adalah bentuk akar. Mangrove
memiliki beberapa macam jenis perakaran. Satu pohon mangrove dapat mempunyai satu sistem
perakaran ataupun lebih. Perbedaan perakaran pada mangrove merupakan salah satu bentuk
adaptasi terhadap lingkungan sekitarnya. Setiap jenis perakaranpun memiliki fungsinya
masing-masing (Latifah, 2005). Jenis perkaran mangrove berupa akar nafas (pneumatofor),
merupakan akar tegak yang dapat menyerupai alat tambahan dari atas batang atau berasal
pemanjangan system akar di bawah tanah. Akar ini tegenang dan terpapar setiap hari baik
sebagian ataupun seluruh bagian akar sesuai dengan pola airan pasang surut. Terdapat dari empat
tipe pneumatofora, yaitu akar penyangga (stilt of prop), akar pasak (pencil), akar lutut (knee of
knop), dan akar papan (ribbon). Tipe pada akar pasak, akar lutut dan akar papan dapat
berkombinas dengan akar tunjang (buttres) pada pangkal pohon. Sedangkan akar penyangga
akan mengangkat pangkal batang ke atas tanah (Noor,2006).
Menurut Ana (2015) Berikut ini adalah beberapa manfaat mangrove secara umum, yaitu

 Mencegah Erosi Pantai


 Menjadi Katalis Tanah dari Air Laut
 Habitat Perikanan
 Memberikan Dampak Ekonomi yang Luas
 Sumber Pakan Ternak
 Mencegah Pemanasan Global
 Sumber Pendapatan Bagi Nelayan Pantai
 Menjaga Kualitas Air dan Udara
 Pengembangan Kawasan Pariwisata
 Menyediakan Sumber Kayu Bakar
 Pengembangan Ilmu Pengetahuan
 Menjaga Iklim dan Cuaca

Gambar pohon mangrove

2.2 Lamun

Tumbuhan lamun atau biasa disebut seagrass adalah tumbuhan yang hidup dan tumbuh di bawah
permukaan laut dangkal (Permana, Amir, & Siti, 2016). Faktor-faktor yang mempengaruhi
distribusi lamun di perairan antara lain, cahaya, suhu, salinitas, sedimen, dan nutrien (Dewi,
Bekti, & Farida, 2016). Lamun atau seagrass mempunyai bunga, buah, daun dan akar sejati serta
tumbuh pada substrat berlumpur, berpasir sampai berbatu (Sjafrie et al., 2018). Itulah mengapa
lamun dikategorikan ke dalam tumbuhan tingkat tinggi layaknya tumbuhan yang berada di
daratan.

Ekosistem lamun yang terletak di wilayah kepesisiran memiliki banyak potensi yang sangat
bermanfaat bagi manusia dan biota laut. Potensi tersebut mencakup potensi fisik, potensi
ekologis, dan potensi farmakologis. Potensi fisik adalah manfaat yang diberikan oleh lamun
dalam bentuk perlindungan terhadap alam, seperti menjaga kecerahan perairan dan melindungi
bumi dari polusi. Potensi ekologis adalah manfaat adanya lamun yang dapat dirasakan oleh
manusia sebagai mata pencaharian dan tempat hidup biota laut. Potensi farmakologis adalah
manfaat lamun sebagai bahan obat-obatan.

Gambar 1. Ekosistem padang lamun di perairan laut (Sjafrie et al., 2018)

2.3 Makro Algae

Makroalga secara ilmiah didefinisikan sebagai alga berukuran besar mulai dari beberapa
centimeter sampai bermeter-meter (Ira et al. 2018). Pada makroalga tidak terdapat akar, batang,
dan daun sejati. Struktur tubuh makroalga berupa thalus dan holdfast serta memiliki klorofil
sehingga mereka dapat berfotosintesis. Makroalga banyak terlihat hidup menempel secara epifit
(tumbuh dengan cara menumpah pada makhluk hidup lain) di perairan dangkal atau pantai
berbatu karang. Dalam keberlangsungan hidupnya, makroalga dipengaruhi oleh faktor
lingkungan antara lain, suhu, cahaya, pH, dan nutrient. Setiap makroalga memiliki kriteria faktor
tertentu untuk membantu mereka tumbuh optimal. Jika kondisi lingkungan tidak sesuai, mampu
memperlambat atau menghambat pertumbuhan makroalga.

Jenis makroalga ada 3 yaitu alga hijau (Chlorophyta), alga merah (Rhodophyta), dan alga coklat
(Phaeophyta) (Dawes 1981 dalam Marianingsih et al. 2013). Setiap jenis dibedakan berdasarkan
pigmen yang mendominasi. Pada chlorophyta, pigmen yang mendominasi yaitu klorofil sehingga
tubuhnya yang berwarna hijau. Contoh dari Chlorophyta yaitu Caulerpa sp., Codium sp.,
Halimeda sp., dsb. Rhodophyta memiliki pigmen fikorietrin yang dominan sehingga tubuhnya
berwana merah, contohnya Gracilaria sp., Laurencia sp., dsb. Sedangkan Phaeophyta memiliki
tubuh berwarna coklat karena didominasi oleh pigmen fikosantin, contohnya yaitu Padina sp.,
Turbinaria sp., Dictyona sp., dsb. Pigmen inilah yang menyebabkan di pinggir pantai banyak
makroalga dengan berbagai warna.

Secara ekologi, makroalga merupakan produsen di laut sehingga sangat berperan dalam rantai
makanan. Biota yang umumnya membutuhkan makroalga sebagai makanan mereka yaitu bulu
babi, gastropoda, dan ikan. Selain itu, makroalga menyediakan habitat serta tempat perlindungan
untuk berbagai biota seperti molusca, echinodermata, ikan, dsb. Makroalga mampu menahan
ombak dari bentuknya yang rimbun. Makroalga juga diketahui memiliki kemampuan menyerap
karbon untuk membantu mengurangi pemanasan global. yang terbukti memiliki khasiat
antibakteri dan antivirus (Amaranggana dan Wathoni 2017).
BAB III
METODE PENEITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan sebagai berikut :

1. Mangrove : pada hari Sabtu, 30 Januari 2021 Desa waiheru, kecamatan Baguala kota
Ambon.
2. Lamun : pada hari Sabtu, 30 Januari 2021 pada pesisir Pantai Teluk Ambon Dalam.
3. Makroalga : pada hari Sabtu, 30 Januari 2021 pada pesisir Pantai Eri.

3.2 Alat dan Bahan

No Alat dan Bahan Fungsi

1 Mangrove, Makro algae, Lamun Sebagai objek yang akan diamati dan diteliti

2 Meteran dan Penggaris Mengukur tinggi dan lebar dari dari


mangrove, makro algae, lamun
3 Kertas pegamatan Untuk mencatat setiap hasil pengukuran
yang dilakukan
4 Kamera Untuk mengambil foto dan video sebagai
dokumentasi selama pengamatan
berlangsung

3.3 Metdoe Pengambilan data

Metode pengambilan data yang kami ambil secara observasi, dimana kami melakukan
pengamatan atau observasi mangrove pada desa waiheru , Lamun pada pesisir pantai teluk
ambon dalam dan makroalga pada pesisir pantai eri .
BAB IV

HASIL & PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Pengukuran Mangrove

NO Panjang Daun Lebar Daun


1 10-20 cm 5-8 cm

Pengukuran Makro Algae

NO Panjang Lebar
1 90 cm 2 cm

Pengukuran Lamun

NO Panjang Lebar
1 1,5 cm 0,7 cm

4.2 Pembahasan
A. Rhizophora apiculata

Klasifikasi tumbuhan bakau Rhizophora apiculata:


Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Myrtales
Famili : Rhizophoraceae
Genus : Rhizophora
Spesies : Rhizophora apiculata

Pohon dengan ketinggian


mencapai 30m dengan diameter batang mencapai 50cm. Memiliki perakaran yang khas hingga
mencapai ketinggian 5 meter, dan kadang-kadang memiliki akar udara yang keluar dari cabang.
Kulit kayu berwarna abu-abu tua dan berubah-ubah. Daun: Berkulit, warna hijau tua dengan hijau
muda pada bagian tengah dan kemerahan di bagian bawah. Gagang daun panjangnya 17-35mm dan
warnanya kemerahan. Unit & Letak: sederhana & berlawanan. Bentuk: elips menyempit. Ujung:
meruncing. Ukuran: 7-19 x 3,5-8cm. Bunga: Biseksual, kepala bunga kekuningan yang terletak pada
gagang berukuran <14mm. Letak: Di ketiak daun. Formasi: kelompok (2 bunga per kelompok).
Daun mahkota: 4; kuning-putih, tidak ada rambut, panjangnya 9-11 mm. Kelopak bunga: 4; kuning
kecoklatan, melengkung. Benang sari: 11-12; tak bertangkai. Buah: Buah kasar berbentuk bulat
memanjang hingga seperti buah pir, warna coklat, panjang 2-3,5cm, berisi satu biji fertil. Hipokotil
silindris, berbintil, berwarna hijau jingga. Leher kotilodon berwarna merah jika sudah matang.
Ukuran: Hipokotil panjang 18-38 cm dan diameter 1-2cm.

Ekologi: Tumbuh pada tanah berlumpur, halus, dalam dan tergenang pada saat pasang
normal. Tidak menyukai substrat yang lebih keras yang bercampur dengan pasir. Tingkat dominasi
dapat mencapai 90% dari vegetasi yang tumbuh disuatu lokasi. Menyukai perairan pasang surut yang
memiliki pengaruh masukan air tawar yang kuat secara permanen. abnormal karena gangguan
kumbang yang menyerang ujung akar. Kepiting dapat juga menghambat pertumbuhan mereka
karena mengganggu kulit akar anakan. Tumbuh lambat, tetapi perbungaan terdapat sepanjang tahun.
Penyebaran: Sri Lanka, seluruh Malaysia dan Indonesia hingga Australia Tropis dan Kepulauan
Pasifik. Kelimpahan : Melimpah di Indonesia, tersebar jarang di Australia.

Manfaat: Kayu dimanfaatkan untuk bahan bangunan, kayu bakar dan arang. Kulit kayu
berisi hingga 30% tanin (per sen berat kering). Cabang akar dapat digunakan sebagai jangkar dengan
diberati batu. Di Jawa acapkali ditanam di pinggiran tambak untuk melindungi pematang. Sering
digunakan sebagai tanaman penghijauan

B. Enhalus acoroides
Divisio  : Anthophyta
Kelas   :  Monocotyledonia
Ordo    :  Helobiae
Famili  :  Hydrocaritaceae
Sub famili  :  Vallisnerioideae
Genus         : Enhalus
Spesies       : Enhalus acoroides

Enhalus acoroides  adalah salah satu jenis lamun yang terdapat diperairan indonesia,
Tumbuhan ini memiliki rhizoma yang ditumbuhi oleh rambut-rambut padat dan kaku dengan
lebar lebih dari 1,5 cm, memiliki akar yang banyak dan bercabang dengan panjang antara 10 – 20
cm dan lebar 3 – 5 mm. Daun dari tumbuhan ini dapat mencapai 30 – 150 cm dengan lebar 1,25
– 1,75 cm . Akar Enhalus acoroides dapat mencapai panjang lebih dari 50 cm sehingga dapat
menancap secara kuat pada substrat. Enhalus acoroides ini hidup pada perairan yang terlindung
dengan substrat pasir atau lumpur, liat dan lumpur dimana bioturbidity besar. Tumbuhan ini
tumbuh dengan baik diatas MLWS, umumnya sampai pada kedalaman 40 m.
 Substrat
Menurut Fahrudin (2002) dalam Sangaji (1994), Enhalus acoroides dominan hidup pada substrat
dasar berpasir dan pasir sedikit berlumpur dan kadang-kadang terdapat pada dasar yang terdiri atas
campuran pecahan karang yang telah mati.
 pH (derajat Keasaman)
Menurut Zulkifli dan Efriyeldi  (2003) dalam  Phillips dan Menez (1988), kisaran normal
pH air laut adalah 7,8-8,2. Nilai derajat keasaman (pH) optimum untuk pertumbuhan lamun
berkisar 7,3-9,0 (Phillips dalam Burrell & Schubell 1977). Derajat keasaman (pH) perairan
sangat dipengaruhi oleh dekomposisi tanah dan dasar perairan serta keadaan lingkungan
sekitarnya. E. acoroides pada lokasi yang dangkal dengan suhu tinggi.
 Salinitas
Spesies padang lamun mempunyai tolerans iyang berbeda-beda,namuyn sebagaian besar
memiliki kisaran yang lebar yaitu10 °/oo-40°/oo.Nilai optimum toleransi lamun terhadap
salinitas air laut pada nilai 35°/oo(Dahuri et al,. 1996).
 Suhu
Penelitian yang dilakukan Barber (1985) melaporkan produktivitas lamun yang tinggi
pada suhu tinggi, bahkan diantara faktor lingkungan yang diamati hanya suhu yang mempunyai
pengaruh nyata terhadap produktivitas tersebut. Pada kisaran suhu 30 °C produktivitas lamun
meningkat dengan meningkatnya suhu (Anonym, 2008)

c. Halymenia Durvillaei

Rumput laut Halymenia durvillaei tergolong kelas Rhodophyceae atau rumput laut
merah yang mengandung pigmen fikoeritrin, karotenoid, klorofil a, senyawa organik dan
anorganik serta serat kasar.

Kingdom : Plantae
Divisi : Rhodophyta
Kelas : Florideophyceae
Ordo : Halymeniales
Famili : Halymeniales
Genus : Halymeniales
Spesies :Halymenia durvillaei

Rumput laut merah menjadi sumber penting penghasil karaginan untuk bahan tambahan
pada makanan, yogurt, chocolate milk , dan puding, selain itu terdapat sekitar 8000 spesies alga
merah yang mengandung metabolit aktif dibandingan enis alga yang lain. Metabolit aktif
(polisakarida, fenol, alkaloid) dapat di aplikasikan pada makanan, biomedis, pertanian,
lingkungan dan aplikasi industri lainnya (Kim, 2012). Rumput laut Halymenia durvillaei
mempunyai talus yang panjangnya hingga 42 cm dan bercabang. Talus pada Halymenia
durvillaei mempunyai lebar 5,4 cm serta meruncing. Halymenia durvillaei mempunyai warna
merah muda hingga warna merah serta mempunyai permukaan talus yang licin dan halus (De
Smedt et al., 2001). Percabangan berselang seling pada rumput laut Halymenia durvillaei pada
kedua sisi talus atau pinnate alternate. Pada talus bagian bawah berbentuk melebar dan mengecil
ke bagian puncak, sedangkan sisi talus bergerigi. Substratnya yaitu pada daerah berkarang,
berbatu, berpasir dan di daerah rataan terumbu karang (Langoy dkk., 2011).Sedangkan menurut
FAO (1998), Halymenia durvillaei berwarna merah hingga keunguan dan tersebar di daerah
Pasifik Barat dan Indo Archipelago Malaya, Thailand, Vietnam, Cina Selatan, Taiwan dan
Filipina.

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Ekosistem mangrove (bakau) adalah ekosistem yang berada di daerah tepi pantai yang
dipengaruhi oleh pasang surut air laut sehingga lantainya selalu tergenang air. Ekosistem
mangrove berada di antara level pasang naik tertinggi sampai level di sekitar atau di atas
permukaan laut rata-rata pada daerah pantai yang terlindungi, dan menjadi pendukung berbagai
jasa ekosistem di sepanjang garis pantai di kawasan tropis. Manfaat ekosistem mangrove
yang berhubungan dengan fungsi fisik adalah sebagai mitigasi bencana seperti peredam
gelombang dan angin badai bagi daerah yang ada di belakangnya, pelindung pantai dari abrasi,
gelombang air pasang (rob), tsunami, penahan lumpur dan perangkap sedimen yang diangkut
oleh aliran air permukaan, pencegah intrusi air laut ke daratan, serta dapat menjadi
penetralisir pencemaran perairan pada batas tertentu.
Lamun adalah Tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang mampu beradaptasi secara
penuh di perairan yang salinitasnya cukup tinggi atau hidup terbenam di dalam air . Lamun
memiliki rizhoma, daun, dan akar sejati seperti halnya tumbuhan di darat. Lamun adalah
tumbuhan laut yang hidup pada ekosistem padang lamun (Seagrass Bed) terutama di daerah
tropis dan subtropis. Komunitas lamun memegang peranan penting baik secara ekologis, maupun
biologis di daerah pantai dan estuaria. Disamping itu juga mendukung aktifitas perikanan,
komunitas kerang-kerangan dan biota avertebrata lainnya.
Makroalga merupakan bagian dari flora yang terdiri atas banyak jenis dan memiliki
peranan penting di lingkungan laut. Makroalga adalah alga yang berukuran besar, dari beberapa
centimeter (cm) sampai bermeter-meter. Secara ekologis alga berfungsi sebagai tempat
pembesaran dan pemijahan biota-biota laut, juga sebagai bahan dasar dalam siklus rantai
makanan di perairan karena dapat memproduksi zat-zat organic.

DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA

 Supriharyono, 2009. Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati di Wilayah Pesisir dan Laut
Tropis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

 Donato, D.C., Kauffman, J.B., Murdiyarso, D., Kurnianto, S., Stidham, M. dan Kanninen, M.
2012. Mangrove Salah Satu Hutan Terkaya Karbon di Daerah Tropis. Brief CIFOR, 12:1- 12.

 Lasibani S.M., dan Eni, K., 2009. Pola Penyebaran Pertumbuhan ”Propagul” Mangrove
Rhizophoraceae di Kawasan Pesisir Sumatera Barat. Jurnal Mangrove dan Pesisir, 10(1):33-
38.

 Wiharyanto, D., dan Laga, A., 2010. Kajian Pengelolaan Hutan Mangrove di Kawasan
Konservasi Desa Mamburungun Kota Tarakan Kalimantan Timur. Media Sains, 2(1):10-17.

 Supriyanto, Indriyanto, dan Bintoro, A., 2014. Inventarisasi Jenis Tumbuhan Obat di Hutan
Mangrove Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai Lampung Timur. Jurnal Sylva
Lestari, 2(1):67-75.

 Heriyanto, N.M., dan Subiandono, E., 2012. Komposisi dan Struktur Tegakan, Biomasa, dan
Potensi Kandungan Karbon Hutan Mangrove di Taman Nasional Alas Purwo. Jurnal
Penelitian Hutan dan Konservasi Alam, 9(1):023-032.

 Azkab, M. H. 2001. Peggunaan Inderaja Pada Padang Lamun. Oseana, XXVI(2): 9-16

 Azkab, M H. 1999. Pedoman inventarisasi lamun. Oseana, XXIV(1): 1-16.

 Bengen, D.G., 2000. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem


Mangrove.Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

 Tjitrosoepomo, G. 2005. Taksonomi Tumbuhan (Schizophyta, Thallophyta, Bryophyta,


Pteridophyta). Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.

 Dawson, E.Y., 1966. Marine Botan. New York, Chicago, San Fransisco, Toronto, London
Inc

 Angka, S.L., Suhartono M.T. 2000. Bioteknologi Hasil Laut. Bogor PKSPL-(PB

Anda mungkin juga menyukai