Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI LAUT TROPIS

“IDENTIFIKASI JENIS MANGROVE DI JENGGALU KOTA


BENGKULU”

Disusun Oleh :
Nama : I Made Aditya Putra
Npm : E1I022019
Kelompok : 2 (Dua)
Dosen : 1. Mukti Dono Wilopo, S.pi.M.Si.
2. Dr. Yar Johan , S.Pi.,M.Si.
3. Nella Tri Agustini. S. Kel., M.Si.
4. Dewi Purnama S.Pi. M.Sc
Co-Ass : 1. Sigit Widianto Firsta (E1I021024)
2. Benny Pabio Pratama (E1I021023)
3. Ryan Malik Fahrizan (E1I021029)
4. Rany Yolanda (E1I021037)
5. Regita Cahya Mutia (E1I021003)

LABORATORIUM PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hutan mangrove adalah tipe hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai atau
muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut.Mangrove tumbuh pada pantai-
pantai yang terlindung atau pantai-pantai yang datar, biasanya di sepanjang sisi pulau yang
terlindung dari angin atau di belakang terumbu karang di lepas pantai yang terlindung.
Ekosistem hutan mangrove bersifat kompleks dan dinamis, namun labil.Dikatakan
kompleks karena ekosistemnya di samping dipenuhi oleh vegetasi mangrove, juga
merupakan habitat berbagaisatwa dan biota perairan. Luas mangrove di dunia diperkirakan
beragam. Di Indonesia luas mangrove beragam. Luas mangrove di Indonesia 2,5 juta
hektar. Pada umumnya mangrove juga dapat ditemukan di seluruh kepulauan Indonesia
yang banyak di jumpai pada pesisir pantai yaitu pada air payau (Dini,2018).
Memiliki ekosistem mangrove terbesar di dunia sebesar 19% dari luas ekosistem
mangrove dunia membuat Indonesia memiliki banyak tantangan dalam pengelolaan
ekosistem mangrove, khususnya ekosistem mangrove PPK. Ekosistem mangrove pulau-
pulau kecil sering kali mendapat berbagai tantangan, antara lain adalah dampak dari
aktivitas manusia yang melakukan pemanfaatan di sekitar ekosistem mangrove dan
dampak dari luar seperti pemanasan global. Selain itu ancaman lain berupa bencana alam
seperti badai, angin topan, banjir pasang, dan tsunami juga turut mempengaruhi eksistensi
dari ekosistem mangrove. Di Indonesia mangrove terluas dapat di jumpai di daerah Irian
jaya sekitar 1.350.600 ha (38%), dan daerah Kalimantan sekitar 978.200 ha (28%),
Sumatra sekitar 573.300 ha (19%), dan daerah-daerah lainnya. Mangrove tumbuh dan
berkembang dengan baik pada pantai yang masih memiliki sungai yang masih terlindungi
(Sulastio, 2014).
Mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna daerah
pantai, hidup sekaligus di daerah daratan dan air laut, antara batas air dan pasang surut.
Ekosistem mangrove berperan dalam melindungi garis pantai dari erosi, gelombang laut
dan angin topan. Dan mangrove memiliki peran sebagai buffer (perisai alam) dan
menstabilkan tanah dengan menangkapmemerang kependapan material yang terbawa air
sungai yang kemudian yang trbawa ke tengah oleh arus laut (Bintoro, 2014).
Pada ekosistem mangrove selain melindungi tepi pantai dari gelombang dan angin
merupakan tempat yang banyak di penuhi juga oleh banyak kehidupan lain pada garis
pantai seperti mamalia, amfibi, reptil, burung, kepiting, ikan, dan serangga dari banyak
ancaman yang berasal dari laut (Wantasori, 2013)
Untuk menjaga kestabilan mangrove yang ada, di perlukan usaha pengelolaan dan
pelestarian yang dilakukan sejak dini. Seperti yang ada pada taman wisata alam (TWA)
pantai panjang yang memiliki vegetasi mangrove di dalammya dengan bentuk dan ukuran
yang berbeda-beda dilakukan upaya pengelolaan dengan sistem zonasi yang kemudiaan
dicari data mengenai jenis. Struktur vegetasi mangrove dan data ekologis lainnya
(Kharimah, 2017).
1.2 Tujuan dan Manfaat Praktikum
Praktikum ini bertujuan mengidentifikasi nama tumbuhan komunitas phon
mangrove, menentukan kerapatan populasi komunitas pohon mangrove, menentukan
dominasi relatif komonitas mangrove, menentukan frekuensi relatif komonitas mangrove,
melakukan vegetasi komunitas mangrove dan menentukan kondisi hutan mangrove di
kawasan Taman Wisata Alam (TWA) pantai panjang.
Adapun manfaat dari dilaksanakannya praktikum ini yaitu, agar masyarakat lokal
maupun mahasiswa mampu melakukan kegiatan pengamatan dan pemantauan secara
mandiri, dapat dimanfaatkan oeh peneliti, akademis : LSM dan berbagai pemangku
kepentingan lainnya di bidang mangrove.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Kata mangrove di duga berasal dari bahasa Melayu mangi-mangi, yaitu nama yang
diberikan kepada mangrove merah (Rhizophora spp.). Nama mangrove diberikan kepada
jenis tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di pantai atau goba-goba yang menyesuaikan diri
pada keadaan asin. Ekosistem mangrove didefinisikan sebagai mintakat pasut dan mintakat
supra-pasut dari pantai berlumpur dan teluk, goba dan estuari yang didominasi oleh
halofita (Haophyta), yakni tumbuh-tumbuhan yang hidup di air asin, berpokok dan
beradaptasi tinggi, yang berkaitan tinggi, yang berkaitan dengan anak sungai, rawa dan
banjiran, bersama-sama dengan populasi tumbuh-tumbuhan dan hewan. Ekosistem
mangrove teridiri dari dua bagian, bagian daratan dan bagian perairan. Ia juga diartikan
sebagai ekosistem yang mendapat subsidi energi, karena arus pasut yang banyak
membantu dalam menyebarkan zat-zat hara (Julaikha dan Sumiyati, 2017).
Mangrove asosiasi adalah tumbuhan yang toleran terhadap salinitas, yang tidak
ditemukan secara eksklusif di hutan mangrove dan hanya merupakan vegetasi transisi ke
daratan atau lautan, namun mereka berinteraksi dengan true mangrove. Tumbuhan asosiasi
adalah spesies yang berasosiasi dengan hutan pantai atau komunitas pantai dan disebarkan
oleh arus laut. Tumbuhan ini tahan terhadap salinitas, seperti Terminalia, Hibiscus,
Thespesia, Calophyllum, Ficus, Casuarina, beberapa polong, serta semak Aslepiadaceae
dan Apocynaceae. Ke arah tepi laut tumbuh Ipomoea pescaprae, Sesuvium portucalastrum
dan Salicornia arthrocnemum mengikat pasir pantai. Spesies seperti Porteresia (Oryza)
coarctata toleran terhadap berbagai tingkat salinitas. Ke arah darat terdapat kelapa (Cocos
nucifera), sagu (Metroxylon sagu), Dalbergia, Pandanus, Hibiscus tiliaceus dan lain-lain.
Komposisi dan struktur vegetasi hutan mangrove beragam, tergantung kondisi geofisik,
geografi, geologi, hidrografi, biogeografi, iklim, tanah, dan kondisi lingkungan lainnya
(Schaduw, 2016).
Ekosistem mangrove adalah salah satu ekosistem yang terdapat di zona litoral.
Hutan mangrove dapat menjaga garis pantai agar tetap stabil, melindungi pantai dari erosi
laut (abrasi), menjadi penyangga terhadap gelombang, dan berfungsi sebagai tempat
pembenihan udang, ikan, kerang, dan jenis ikan lainnya serta tempat bersarang burung-
burung. Mangrove hanya dapat ditemukan di daerah tropis dan subtropis serta dapat
berkembang dengan baik pada lingkungan seperti pantai yang dangkal, muara sungai, dan
pulau yang terletak pada teluk dengan ciri-ciri ekologik sebagai berikut: jenis tanahnya
berlumpur, berlempung, atau berpasir dengan bahan-bahan yang berasal dari lumpur, pasir,
atau pecahan karang. Produktivitas mangrove mulai dari proses dekomposisi serasah
mangrove. Serasah mangrove memiliki peran penting dalam menjaga kualitas air karena
memiliki kemampuan luar biasa untuk menyerap polutan seperti logam berat Pb, Cd, dan
Cu. Produksi serasah mangrove di beberapa daerah di Indonesia seperti Talidendang Besar,
Sumatera Timur menunjukkan bahwa jenis Bruguierra parviflora sebesar 1.267 gr/m2/th,
B. sexangula 1.269 gr/m2/th, dan 1.096 gr/m2/th untuk komunitas B. sexangula-Nypa.
Keanekaragaman hayati tumbuhan mangrove Indonesia tersebar di seluruh wilayahnya,
dimana sebagian telah diketahui manfaatnya, sebagian baru diketahui potensinya dan
sebagian lagi belum dikenal sama sekali baik itu jenis, manfaat maupun potensinya. Salah
satu kawasan atau wilayah yang belum terekspos keanekaragaman hayatinya adalah
ekosistem mangrove di bagian Utara Indonesia khususnya Pulau Mianga. Spesies
mangrove sejati yang tumbuh dan berkembang di hutan mangrove Pulau Miangas adalah
Lumnitzera littorea, Bruguiera cylindrica, Rhizophora stylosa, dan Xylocarpus
moluccensis. Status ekologi hutan mangrove pada berbagai tingkat ketebalan dapat
mempengaruhi kondisi ekologisnya. Penelitian di Lampung menunjukkan bahwa
produktivitas serasah mangrove di perairan Desa Hanura Kecamatan Padang Cermin
Kabupaten Pasawaran Lampung sebesar 1,5 ton/ha/tahun. Di Indonesia, hutan mangrove
yang terluas di dunia dengan garis pantai mencapai 81.000 km, namun sebagian besar
hutan mangrove saat ini dalam kondisi rusak. Di daerah Bengkulu, hutan mangrove juga
terdapat di beberapa wilayah seperti Teluk Pising Utara Pulau Kabaena Propinsi Sulawesi
Tenggara. Dari tinjauan pustaka di atas, dapat disimpulkan bahwa ekosistem mangrove
memiliki peran penting dalam menjaga kualitas air, produktivitas serasah mangrove, dan
keanekaragaman hayati tumbuhan mangrove. Hutan mangrove juga dapat ditemukan di
beberapa wilayah di Indonesia, termasuk di daerah Bengkulu.
Ekosistem mangrove di kota Bengkulu, Indonesia, merupakan rumah bagi beragam
spesies, termasuk spesies mangrove sejati, spesies mangrove terkait, serta flora pesisir dan
darat (Soeprobowati, 2022). Ekosistem ini berperan penting dalam melindungi wilayah
pesisir dari bencana alam seperti tsunami, angin topan, dan kenaikan permukaan air laut
(Pulukkuttige, 2009). Namun, degradasi fungsi ekologi mangrove sebagai habitat
makrozoobentos di Wilayah Pesisir Angke Kapuk, Jakarta, menyoroti kerentanan
ekosistem tersebut terhadap tekanan lingkungan (Bayan, 2016). Meskipun terdapat
tantangan-tantangan tersebut, ekosistem mangrove di Bengkulu relatif sehat, dengan
kualitas air yang baik dan beragam spesies (Soeprobowati, 2022). Penelitian lebih lanjut
diperlukan untuk memahami interaksi kompleks dalam ekosistem ini dan untuk
mengembangkan strategi konservasi dan restorasi yang efektif (Marlianingrum, P. R.,
Adrianto, L., Kusumastanto, T., & Fahrudin, A. (2021). Pulukkuttige, 2009).

Berikut adalah tinjauan pustaka untuk laporan praktikum ekologi laut tropis "Identifikasi
Jenis Mangrove di Jenggalu Kota Bengkulu":

1. Jurnal: "Mangrove Diversity and Its Conservation Status in the Coastal Area of
Bengkulu City, Indonesia" oleh Y. Yuliana, dkk. (2019)

 Jurnal ini membahas tentang keanekaragaman jenis mangrove dan status


konservasinya di wilayah pesisir Kota Bengkulu. Penelitian dilakukan dengan
metode survei lapangan dan analisis data menggunakan indeks keanekaragaman
Shannon-Wiener. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 8 jenis mangrove
yang ditemukan di wilayah pesisir Kota Bengkulu, dengan jenis Rhizophora
mucronata dan Avicennia marina sebagai jenis yang paling dominan. Status
konservasi mangrove di wilayah tersebut dikategorikan sebagai "rentan" dan
"hampir terancam".
 Catatan kaki: Yuliana, Y., dkk. (2019). Mangrove Diversity and Its Conservation
Status in the Coastal Area of Bengkulu City, Indonesia. Biodiversitas Journal of
Biological Diversity, 20(5), 1295-1302.

2. Jurnal: "Mangrove Diversity and Distribution in the Coastal Area of Bengkulu


Province, Indonesia" oleh A. S. Putra, dkk. (2018)

 Jurnal ini membahas tentang keanekaragaman dan distribusi jenis mangrove di


wilayah pesisir Provinsi Bengkulu. Penelitian dilakukan dengan metode survei
lapangan dan analisis data menggunakan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener
dan indeks dominansi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 9 jenis
mangrove yang ditemukan di wilayah pesisir Provinsi Bengkulu, dengan jenis
Rhizophora apiculata dan Rhizophora mucronata sebagai jenis yang paling
dominan. Distribusi jenis mangrove di wilayah tersebut dipengaruhi oleh faktor
abiotik seperti salinitas dan pH.
 Catatan kaki: Putra, A. S., dkk. (2018). Mangrove Diversity and Distribution in the
Coastal Area of Bengkulu Province, Indonesia. IOP Conference Series: Earth and
Environmental Science, 175(1), 012032.

3. Jurnal: "Mangrove Diversity and Its Ecological Function in the Coastal Area of
Bengkulu City, Indonesia" oleh R. R. Sari, dkk. (2020)

 Jurnal ini membahas tentang keanekaragaman jenis mangrove dan fungsi


ekologisnya di wilayah pesisir Kota Bengkulu. Penelitian dilakukan dengan metode
survei lapangan dan analisis data menggunakan indeks keanekaragaman Shannon-
Wiener dan indeks kepentingan relatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat 7 jenis mangrove yang ditemukan di wilayah pesisir Kota Bengkulu,
dengan jenis Rhizophora mucronata dan Avicennia marina sebagai jenis yang
paling penting secara ekologis. Fungsi ekologis mangrove di wilayah tersebut
meliputi perlindungan pantai, penyimpanan karbon, dan habitat bagi biota laut.
 Catatan kaki: Sari, R. R., dkk. (2020). Mangrove Diversity and Its Ecological
Function in the Coastal Area of Bengkulu City, Indonesia. Journal of Physics:
Conference Series, 1462(1), 012032.
BAB III
METODOLOGI

3.1. Waktu dan Tempat.


Adapun waktu dan tempat dilaksanakannya praktikum ini, yaitu pada waktu : 18
November 2023, pukul : 08.00-12.00 WIB. Yang berlokasi di Taman Wisata Alam (TWA)
Pantai Panjang.
3.2. Alat dan Bahan Praktikum.
3.2.1 Alat Praktikum.

No Nama alat Jumlah Kegunaan


1 1 Meteran 1 Untuk mengukur diameter
pohon
2 Rool meter (100cm) 1 Mengukur luasan area praktek
3 Kamera digital 2 Untuk mengambil foto
4 Buku panduan 1 Untuk membantu
mengidentifikasi tumbuhan
5 Tali rafia 3 Untuk membuat transek 10x10,
5x5 dan 2x2
6 Alat tulis 3 Untuk mencatat hasil
pengamatan
7 Kertas identifikasi di laminating 3 lembar Untuk membantu
mengidentifikasi jenis
mangrove

3.2.2 Bahan Praktikum.


3.3. Prosedur Kerja.
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Mengunjungi stasiun mangrove yang telah di tentukan
3. Memasang transek 10x10, 5x5, dan 2x2 pada stasiun mangrove yang telah di tentukan
4. Mengidentifikasi jenis mangrove yang ada di dalam transek
5. Mengamati jenis substrat dan kondisi lingkungan serta biota yang ada di setiap stasiun
6. Mengambil foto mangrove secara keseluruhan dan bagian-bagiannya
7. Mengidentifikasi sample (bagian tumbuhan mangrove)
8. Menghitung index keragaman, kelimpahan dan homogenitas
9. Mencatat hasil identifikasi

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
3.1.1 Lokasi pertama dekat pantai
Jenis Mangrove Ukuran Klasifikasi
Rhizopora muaronata Tinggi : 25 cm Kingdom : Plantae
Divisi : Magnollophyta
Transek 1m x 1m Kelas : Magnollophyta
Ordo : Mytales
Famili : Rhizoporaceae
Genus : Rhizopora
Spesies : Rhizopora
muaronata
Rhizopora muaronata Tinggi : 24 cm Kingdom : Plantae
Divisi : Magnollophyta
Transek 1m x 1m Kelas : Magnollophyta
Ordo : Mytales
Famili : Rhizoporaceae
Genus : Rhizopora
Spesies : Rhizopora
muaronata
Rhizopora apiculata Tinggi : 2,24 m Kingdom : Plantae
Diameter : 7/3,14 : 2,22 cm Divisi : Magnollophyta
Transek 5m x 5m Lingkaran : 7 cm Kelas : Magnollophyta
Ordo : Mytales
Famili : Rhizoporaceae
Genus : Rhizopora
Spesies : Rhizopora
apiculata
Rhizopora apiculata Tinggi : 2,36 m Kingdom : Plantae
Diameter : 9/3,14 : 2,86 cm Divisi : Magnollophyta
Transek 5m x 5m Lingkaran : 9 cm Kelas : Magnollophyta
Ordo : Mytales
Famili : Rhizoporaceae
Genus : Rhizopora
Spesies : Rhizopora
apiculata
Rhizopora apiculata Tinggi : 2,36 m Kingdom : Plantae
Diameter : 7/3,14 : 2,22 cm Divisi : Magnollophyta
Transek 5m x 5m Lingkaran : 7 cm Kelas : Magnollophyta
Ordo : Mytales
Famili : Rhizoporaceae
Genus : Rhizopora
Spesies : Rhizopora
apiculata
Sonneratia alba Tinggi : 5,5 m Kingdom : Plantae
Diameter : 15/3,14 : 4,77 Divisi : Magnollophyta
Transek 1m x 1m cm Kelas : Magnollophyta
Lingkaran : 15 cm Ordo : Mytales
Famili : Sonneratiaceae
Genus : Sonneratia
Spesies : Sonneraia alba
Sonneratia alba Tinggi : 4,5 m Kingdom : Plantae
Diameter : 14/3,14 : 4,45 Divisi : Magnollophyta
Transek 1m x 1m cm Kelas : Magnollophyta
Lingkaran : 14 cm Ordo : Mytales
Famili : Sonneratiaceae
Genus : Sonneratia
Spesies : Sonneraia alba
Sonneratia alba Tinggi : 6 m Kingdom : Plantae
Diameter : 13/3,14 : 4,14 Divisi : Magnollophyta
Transek 10m x 10m cm Kelas : Magnollophyta
Lingkaran : 13 cm Ordo : Mytales
Famili : Sonneratiaceae
Genus : Sonneratia
Spesies : Sonneraia alba
Sonneratia alba Tinggi : 6,2 m Kingdom : Plantae
Diameter : 12,5/3,14 : 3,98 Divisi : Magnollophyta
Transek 10m x 10m cm Kelas : Magnollophyta
Lingkaran : 12,5 cm Ordo : Mytales
Famili : Sonneratiaceae
Genus : Sonneratia
Spesies : Sonneraia alba

4.2 Pembahasan
4.2.1. Keadaan Umum Lokasi Praktikum

Dari praktikum yang kami lakukan di hasilkan pada lokasi titik satu memiliki
substrat lumpur sedikit berpasir dan pada lokasi titik kedua di dapat substrat pasir
berlumpur. Berdasarkan hasil penelitian dari Piranto (2019) bahwa karakteristik sedimen
sangat menentukan penyebaran mangrove, dimana Rhizophora mucronata, Rhizopora
stylosa, Ceriops tagal, Sonneratia alba dan Avicennia marina dan banyak ditemukan pada
tekstur sedimen pasir lanauan, Avicennia marina, Rhizopora stylosa dan Acanthus
illicifolius ditemukan pada sedimen pasir lanau berlempung, dan Avicennia alba dicirikan
oleh sedimen lanau berpasir dan lanau pasir berlempung. Menurut Arifin (2019), walaupun
terjadi pengendapan tanah di hutan mangrove yang meninggikan lapisan lumpur, tanah
tersebut tidaklah konstan karena pengaruh pasang surut air laut. Aliran pasang surung laut
ini mempengaruhi terdamparnya bibit-bibit tumbuhan untuk tumbuh, hal ini ditunjang
adanya system perakaran jangkung (still root) yang menggantung dari kebanyakan
mangrove ini akan membantu pertumbuhan semai.

4.2.2 Komposisi Jenis mangrove

4.2.3 Kerapatan Jenis

Jenis mangrove yang memiliki kerapatan tertinggi terdapat pada kategori pohon,
sedangkan kerapatan terendah terdapat pada tingkat pancang. Tingginya kerapatan pada
kategori pohon menyebabkan cahaya matahari yang masuk tidak dapat menyinari lahan
hutan mangove. Hal ini membuat semai dan pancang tidak terlalu banyak tumbuh dengan
baik. Hasil sesuai dengan pendapat Syahrial (2020) bahwa rendahnya kerapatan semai
disebabkan oleh matahari yang dibutuhkan oleh semai untuk berfotosintesis terhalang oleh
pohon, sehingga semai tidak dapat tumbuh dengan baik. Kerapatan jenis Rhizophora
mucronata untuk semua kategori pada lokasi penelitian tergolong rapat dengan merujuk
pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 201 Tahun 2004 bahwa kriteria
baku mutu kerapatan mangrove, kerapatan padat ≥ 1.500 ind/Ha, sedang ≥ 1.000 - 1.500
ind/Ha dan jarang < 1.000 ind/Ha. Tingginya kerapatan jenis mangrove menunjukkan
banyaknya tegakan pohon yang berada dalam kawasan tersebut. Rhizophora mucronata
memiliki kerapatan mangrove tertinggi pada semua kategori. Kondisi ini disebabkan
karena jenis Rhizophora mucronata ini merupakan jenis mangrove yang pertumbuhannya
toleran terhadap kondisi lingkungan, terutama terhadap kondisi substrat, serta penyebaran
bijinya yang sangat luas. Wee (2014) Menyatakan bahwa jenis Rhizophora mucronata
merupakan salah satu jenis tumbuhan mangrove yang toleran terhadap kondisi lingkungan
(seperti substrat, pasang surut, salinitas dan pasokan nutrien), dapat menyebar luas dan
dapat tumbuh tegak pada berbagai tempat.
Jenis Rhizophora mucronata memiliki kerapatan relatif tertinggi karena kondisi
substrat yang umumnya lumpur mengandung bahan organik sangat cocok untuk
pertumbuhan jenisnya, selain itu jenis ini merupakan tumbuhan perintis atau pioner. Hal ini
sesuai pendapat Parawansa (2007), bahwa ketergantungan jenis tumbuhan pioner terhadap
jenis tanah ditunjukkan oleh genus Rhizophora yaitu merupakan ciri umum untuk tanah
berlumpur yang bercampur dengan bahan organik Jenis Rhizophora mucronata memiliki
nilai frekuensi tertinggi karena kondisi substrat sangat cocok untuk pertumbuhannya,
sehingga mangrove jenis ini menyebar merata pada setiap stasiun pengamatan. Selain itu
Rhizophora mucronata termasuk jenis yang memiliki benih yang dapat berkecambah pada
waktu masih berada pada induknya sangat menunjang pada proses penyebaran yang luas
dari jenis lainnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Pramudji (2001), bahwa pada tanah
lumpur dan lembek ditumbuhi oleh jenis mangrove Rhizophora apiculata, Rhizophora
mucronata, Lumnitzera littorea dengan penyebaran yang merata dan luas, sedangkan
pada wilayah pesisir yang berpasir dan berombak
besar pertumbuhan vegetasi mangrove tidak
optimal. Bengen (2002) juga berpendapat bahwa
daur hidup yang khusus dari jenis bakau
(Rhizophora sp) dengan benih yang dapat
berkecambah pada waktu masih berada pada
tumbuhan induk sangat menunjang proses
distribusi yang luas dari jenis ini pada ekosistem
mangrove
Jenis Rhizophora mucronata memiliki nilai
INP tertinggi pada semua kategori yaitu kategori
pohon, pancang dan semai. Hasil ini
mencerminkan bahwa hutan mangrove pada
lokasi penelitian dalam kondisi baik. Jenis
Rhizophora mucronata mempunyai peranan
yang tinggi dilokasi penelitian karena mangrove
jenis ini memiliki karakteristik dan morfologi
yang mendukung dalam hal bersaing dengan
jenis lainnya dan dapat dikatakan kondisi
perairan di lokasi penelitian baik untuk
pertumbuhan mangrove.
Keadaan ekosistem mangrove seperti ini
mencerminkan bahwa ekosistem hutan
mangrove pada lokasi penelitian belum banyak
mengalami perubahan yang disebabkan oleh
kegiatan manusia, walaupun ada sebagian
masyarakat memanfaatkan kayu-kayu dari
mangrove ini sebagai alat bantu pada alat
tangkap sero, kayu bakar, dan bangunan
rumah. Martosubroto dan Sudrajat (1974) dalam
Prasetyo (2007) menjelaskan bahwa area
mangrove yang memiliki nilai penting tinggi
menandakan bahwa mangrove di area tersebut
dalam kondisi baik dan belum mengalami
perubahan, sebaliknya apabila kondisi ini
berkurang atau berubah menjadi daratan karena
sedimentasi dan rusak karena ulah manusia,
maka perlu dilakukan rehabilitasi agar
keseimbangan ekosistem terjaga.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan pada praktikum kali ini adalah jenis mangrove yang ditemukan
adalah Rhizophora apiculate, Rhizophora mucronata, dan Sonerita alba. Serta jenis
Ekosistem mangrove di Muara Jenggalu memiliki nilai kerapatan jenis tingkat pohon
dengan kategori sedang. Nilai kerapatan tertinggi jenis tertinggi untuk tingkat pohon,
anakan dan semai yaitu Rhizophora apiculate

5.2 Saran
Perlu adanya pengelolaan tambah untuk hutan mangrove berkelanjutan dan demi
kelestariannya. Serta perlu untuk menanam lagi pada lokasi yang kurang rapat. Mengingat
provinsi Bengkulu adalah pesisir yang memiliki garis pantai yang cukup panjang dengan
adanya tambahan penanaman mangrove dapat berguna untuk manahan erosi jika terjadi
tsunami.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, M. Y., Soenardjo, N., & Suryono, C. A. 2019. Hubungan pengendapan suspended
sedimen dengan kerapatan mangrove pada Perairan Romokalisari, Surabaya.
Journal of Marine Research. 8(4): 355-360.
Piranto, D., Riyantini, I., Agung, M. U. K., & Prihadi, D. J. 2019. Karakteristik sedimen
dan pengaruhnya terhadap kelimpahan gastropoda pada ekosistem mangrove di
Pulau Pramuka. Jurnal Perikanan Kelautan. 10(1).
Syahrial, S., Saleky, D., Samad, A. P. A., & Tasabaramo, I. A. (2020). Ekologi Perairan
Pulau Tunda Serang Banten: Keadaan Umum Hutan Mangrove. Jurnal
Sumberdaya Akuatik Indopasifik, 4(1), 53-68.
Wee, A. K., Takayama, K., Asakawa, T., Thompson, B., Onrizal, Sungkaew, S., ... &
Webb, E. L. (2014). Oceanic currents, not land masses, maintain the genetic
structure of the mangrove Rhizophora mucronata Lam.(Rhizophoraceae) in
Southeast Asia. Journal of biogeography, 41(5), 954-964.
Julaikha, S., & Sumiyati, L. (2017). Nilai ekologis ekosistem hutan mangrove. Jurnal
Biologi Tropis.
Schaduw, J. N. (2016). Kondisi Ekologi Mangrove Pulau Bunaken Kota Manado Provinsi
Sulawesi Utara. Jurnal LPPM Bidang Sains dan Teknologi, 3(2), 64-74.

Marlianingrum, P. R., Adrianto, L., Kusumastanto, T., & Fahrudin, A. (2021). Sistem
sosial-ekologi mangrove di Kabupaten Tangerang. Jurnal Ekobis: Ekonomi Bisnis
& Manajemen, 11(2), 351-364.
LAMPIRAN

Mengukur diameter Akar mangrove daun mangrove akar mangrove


batang

Bunga mangrove Substrat batang mangrove

Suasana di area pengukuran suhu pengukuran pH pengukuran salinitas


Praktikum

Anda mungkin juga menyukai